• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPISAN BACKING

3.4.5.7. Uji Kemampuan Penetrasi Zat Aktif (Koyi dan Arshad, 2012)

Menggunakan Franz diffusion cell pada suhu 370C ± 0,20C. Mukosa gusi sapi segar diletakkan di antara kompartemen donor dan reseptor. Patch

diletakkan dengan bagian inti menghadap ke arah mukosa. Kompartemen % Derajat pengembangan =

UIN Syarif Hidayatullah

reseptor diisi dengan larutan buffer fosfat pH 6,8 dan diaduk secara konstan dengan kecepatan sedang. Pada interval menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300 dan 360 diambil 1 ml larutan buffer dari kompartemen reseptor dan ditambahkan juga sejumlah larutan buffer dengan volume yang sama. Larutan tersebut diencerkan dengan buffer yang sama kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 275,5 nm.

Gambar 3.1. Skema dari Franz Diffusion Cell (Koyi dan Arshad, 2012) 3.4.5.7. Uji Kebocoran Backing

Menggunakan Franz diffusion cell pada suhu 370C ± 0,20C. Patch diletakkan dengan bagian backing menghadap ke arah reseptor. Kompartemen reseptor diisi dengan larutan buffer fosfat pH 6,8 dan diaduk secara konstan dengan kecepatan sedang. Pada interval menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300 dan 360 diambil 1 ml larutan buffer dari kompartemen reseptor dan ditambahkan juga sejumlah larutan buffer dengan volume yang sama. Larutan tersebut diencerkan dengan buffer yang sama kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 275,5 nm.

31 UIN Syarif Hidayatullah HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Karakteristik Cairan Polimer

Polimer utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah HPMC, proses pembentukan larutan polimer dilakukan dengan melarutkan HPMC dengan berbagai konsentrasi sesuai formula ke dalam etanol 70%. Pemilihan etanol 70% disebabkan polimer HPMC praktis tidak larut dalam etanol 96% tetapi dapat larut dalam campuran air dan alkohol (Rowe, Paul and Marian, 2009). Penggunaan etanol sebagai pelarut dalam pembuatan larutan polimer HPMC sebagai larutan pembentuk film juga telah dilakukan pada formulasi film natrium diklofenak sebagai sediaan mukoadhesif bukal (Balasubramanian et al., 2012).

Pengamatan secara visual terhadap organoleptis cairan polimer pembentuk lapisan HPMC menunjukkan bahwa semua larutan polimer dengan konsentrasi yang berbeda memiliki kesamaan warna, semua formula memberikan warna larutan yang jernih. Selain dari pengamatan visual, dilakukan juga pengamatan pengaruh perbedaan konsentrasi polimer dari ketiga formula terhadap viskositas larutan. Larutan polimer yang dibentuk memiliki perbedaan viskositas. Hasil pengukuran viskositas larutan polimer tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Viskositas larutan polimer Formula Viskositas (cPs)

A1 30

A2 44

A3 60

UIN Syarif Hidayatullah

4. 2 Karakteristik Fisikokimia Patch

Patch yang dibuat terdiri dari dua lapisan, lapisan utama merupakan lapisan yang mengandung polimer adhesif dan natrium diklofenak sedangkan lapisan kedua adalah lapisan backing yang berfungsi untuk menahan difusi natrium diklofenak ke saliva serta untuk memberikan arah difusi zat aktif yang searah. Patch dibuat dengan metode solven casting, metode ini memiliki kelebihan pengerjaannya mudah dilakukan. Beberapa penelitian sebelumnya yang memformulasikan patch untuk sediaan oral juga menggunakan metode solven casting, beberapa penelitian tersebut diataranya penelitian yang dilakukan oleh Balasubramanian et al., tahun 2012 yang memformulasikan sediaan film bukal dengan zat aktif natrium diklofenak.

Secara visual patch dengan formula A1, A2, A3 dan blangko memiliki bentuk yang penampilan yang serupa. Semua patch berwarna jernih. Seperti yang dilihat pada gambar 4.1.

A1

A2

A3

Gambar 4.1. Patch dari masing-masing formula. Kiri = patch dari satu cetakan. Kanan = patch yang berukuran 8x20 mm2.

UIN Syarif Hidayatullah

Patch yang terbentuk tidak terlihat adanya pemisahan antara lapisan adhesif yang mengandung polimer HPMC dengan lapisan backing yang mengandung polimer etil selulosa. Pada proses pembentukan patch bilayer

lapisan HPMC yang telah terbentuk ditambahkan larutan polimer etil selulosa. Penggabungan ini tidak menyebabkan adanya perubahan bentuk dari lapisan HPMC. Proses pengeringan dilakukan pada suhu 400C selama 8 jam. Pada percobaan pendahuluan pemanasan dilakukan hingga lapisan etil selulosa kering yaitu membutuhkan waktu selama 6 jam, tetapi lapisan kedua polimer tersebut tidak saling bersatu. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2 yang menunjukkan penampakan patch secara mikroskopis dengan perbesaran 100 kali.

A B

Gambar 4.2. Organoleptis patch. A = patch bilayer yang dikeringkan selama 6 jam (mengalami pemisahan). B = Patch bilayer yang dikeringkan selama 8 jam (tidak mengalami pemisahan).

Patch yang terbentuk agak kaku, terutama pada lapisan baking. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan uji pelipatan pada patch, patch

dilipat pada lokasi yang sama hingga patch robek. Hasil uji pelipatan jika diambil rata-ratanya menunjukkan bahwa lapisan backing memiliki ketahanan terhadap pelipatan hingga lipatan ke-25, sedangkan lapisan HPMC tidak mengalami kerusakan hingga pelipatan ke-300. Penambahan gliserin sebagai plasticizer sebanyak 40% untuk lapisan HPMC mampu membentuk lapisan polimer yang tidak mudah sobek. Hasil uji pelipatan dapat dilihat pada tabel 4.2.

UIN Syarif Hidayatullah

Tabel 4.2. Uji pelipatan patch

Formula Lapisan HPMC Lapisan Backing

A1 > 300 22

A2 > 300 25

A3 > 300 27

Untuk memastikan sediaan patch yang terbentuk memiliki organoleptis yang serupa dilakukan pengamatan organoleptis secara mikroskopis. Pengamatan secara mikroskopis juga bertujuan untuk mengetahui apakah natrium diklofenak dalam sediaan tersebut tidak mengalami rekristalisasi. Hasil pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa patch yang mengandung natrium diklofenak sebagai zat aktif dengan

patch yang tidak mengandung zat aktif memiliki penampak yang sama di bawah mikroskop. Hasil pengamatan di bawah lensa mikroskop dengan perbesaran 100x menunjukkan bahwa natrium diklofenak yang telah dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol dan kemudian ditambahkan pada larutan yang telah mengandung polimer dan plasticizer yang kemudian dilakukan proses pengeringan tidak mengalami rekristalisasi. Natrium diklofenak pada masing-masing formula terdispersi secara molekuler dalam larutan polimer HPMC sehingga hasil pengamatan secara mikroskopis tidak menunjukkan adanya partikel dari natrium diklofenak. Hasil pengamatan secara mikroskopis tersebut dapat dilihat pada gambar. 4.3.

Karakteristik fisikokimia patch natrium diklofenak yang berbasis polimer hidroksi propil metil selulosa (HPMC) dapat dilihat pada tabel 4.3.

UIN Syarif Hidayatullah A1 A2 A3 Blangko Na diklofenak

Gambar 4.3. Penampakan mikroskopis patch. Kiri = gambar mikroskopis bagian permukaan patch. Kanan = gambar mikroskopis penampang melintang.

Tabel 4.3. Sifat fisikokimia patch

Formula Bobot (mg) Ketebalan

(µm)

Kandungan Zat Aktif (µg)

A1 10 ± 1 70 ± 1 814 ± 17

A2 17 ± 0 102 ± 1 851 ± 11

UIN Syarif Hidayatullah

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa patch yang dihasilkan memiliki bobot dan ketebalan yang cukup seragam yang dilihat dari simpangan baku yang diperoleh. Peningkatan jumlah polimer pada formula secara langsung menyebabkan peningkatan bobot dan ketebalan patch yang dibentuk. Bobot patch paling rendah diperoleh dari bobot formula A1 dengan konsentrasi larutan polimer HPMC terendah yaitu 1%, sedangkan bobot

patch terberat adalah patch dengan formula A3 yang mengandung konsentrasi larutan polimer HPMC terbanyak yaitu 2%.

Gambar 4.4. Grafik keragaman bobot

Begitu juga ketebalannya, ketebalan maksimal dihasilkan patch

dengan konsentrasi larutan polimer terbesar yaitu 2% sedangkan patch

dengan ketebalan minimal dihasilkan oleh formula A1 yang mengandung konsentrasi larutan polimer terendah yaitu 1%.

UIN Syarif Hidayatullah

Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya seperti yang telah dilakukan oleh Hamabindu tahun 2012. Dari penelitiannya diketahui bahwa peningkatan konsentrasi polimer HPMC pada formulasi patch yang mengandung Cyproheptadine Hydrochloride menunjukkan adanya peningkatan bobot dan ketebalan dari patch yang terbentuk (Himabindu, 2012). Adanya keseragaman bobot dan ketebalan pada patch yang dibuat diharapkan memberikan distribusi zat aktif yang seragam, karena zat aktif yang ditambahkan pada proses preparasi patch sudah dalam bentuk terdispersi secara molekuler dalam etanol, sehingga keseragaman distribusi zat aktif pada sediaan dipengaruhi oleh ketebalan patch. Pengujian kandungan zat aktif dalam sediaan menunjukkan bahwa jumlah zat aktif dalam sediaan patch yang dibuat sekitar 800-851 µg. Pengujian kandungan zat aktif menggunakan medium campuran antara buffer posfat pH 6,8 –

etanol 96% dengan perbandingan 85:15. Penggunaan campuran etanol ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan natrium diklofenak dalam medium air, karena natrium diklofenak memiliki karakteristik agak sukar larut dalam air. Sebelum dilakukan pengujian kandungan natrium diklofenak dalam sediaan patch yang berukuran 8 x 20 mm2 dilakukan pengujian terhadap perolehan kembali dari natrium diklofenak dalam 1 cetakan. Hasil perolehan kembali diketahui sebesar 91,148 %.

Dokumen terkait