• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Uji Korelasi antara Pretest dan Posttest I

Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yang mengukur seberapa kuat hubungannya, hubungan positif atau negative, dan untuk mengetahui apakah hubungan signifikan atau tidak (Priyatno, 2010: 46). Untuk melihat hubungannya positif atau negatif maka dapat dilihat pada angka koefisien korelasi, jika angka positif maka hubungan positif artinya jika

pretest tinggi maka posttest I akan tinggi juga. Jika angka negatif maka

hubungan negatif artinya semakin tinggi pretest maka semakin rendah posttest

I. Sedangkan untuk pengujian hubungan, apakah hubungannya signifikan atau

tidak maka bisa menggunakan signifikansi 0,05. Artinya jika signifikansi < 0,05 maka terjadi hubungan, sedangkan jika signifikansi > 0,05 maka tidak ada hubungan (Priyatno, 2012: 44)

Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut (Sugiyono dalam Priyatno, 2012: 44-45):

0,00 – 0,199 : Sangat rendah 0,20 – 0,399 : Rendah 0,40 – 0,599 : Sedang 0, 60 – 0,799 : Kuat

0,80 – 1,00 : Sangat kuat

Berikut merupakan hasil perhitungan uji korelasi menggunakan Pearson (lihat lampiran 4.13)

Kelompok Pearson Correlation Sig. (2-tailed)

Kontrol 0,619 0,01

82

Tabel di atas menunjukkan bahwa korelasi antara pretest dan posttest I pada kelompok kontrol didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0,619. Angka korelasi positif, menunjukkan terjadi hubungan positif, artinya semakin tinggi

pretest maka posttest I juga semakin meningkat. Nilai 0,619 menunjukkan

besarnya koefisien korelasi dan dapat disimpulkan bahwa hubungan kuat karena berada pada rentang 0,60-0,799. Nilai signifikansi antara pretest dan

posttest I kurang dari 0,05 (0,01 < 0,05), artinya ada hubungan yang signifikan

antara pretest dan posttest I. Sedangkan korelasi antara pretest dan posttest I pada kelompok eksperimen didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0,408. Angka korelasi positif, menunjukkan terjadi hubungan positif, artinya semakin tinggi pretest maka posttest I juga semakin meningkat. Nilai 0,408 menunjukkan besarnya koefisien korelasi dan dapat disimpulkan bahwa hubungan sedang karena berada pada rentang 0,40-0,599. Nilai signifikansi antara pretest dan posttest I lebih dari 0,05 (0,043 < 0,05), artinya ada hubungan yang signifikan antara pretest dan posttest I.

3. Uji Retensi Pengaruh Perlakuan

Uji retensi pengaruh perlakuan dilakukan untuk mengetahui apakah pengaruh perlakuan sesudah sekian waktu atau pada posttest II masih sekuat pengaruh perlakuan pada posttest I (Krathwohl, 2004: 546). Uji retensi pengaruh perlakuan ini dilakukan dengan cara memberikan posttest II pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Posttest II dilakukan tiga minggu kemudian setelah pelaksanaan posttest I. Hasil rerata skor dari posttest II akan diuji perbandingannya dengan rerata skor posttest I, hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan rerata skor posttest I dan posttest II pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Uji statistik yang digunakan adalah statistik parametrik, dalam hal ini Paired samples t-test dengan tingkat kepercayaan 95%.

Kriteria yang digunakan untuk menarik kesimpulan yaitu jika harga Sig.

(2-tailed) > 0,05 maka Hnull diterima dan Hi ditolak. Hal ini berarti tidak ada perbedaan antara skor posttest I dan skor posttest II pada kelompok kontrol

83

maupun pada kelompok eksperimen. Dengan kata lain tidak terjadi penurunan skor yang signifikan dari posttest I ke posttest II pada kemampuan memahami pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen (Priyatno, 2010: 108). Berikut merupakan hasil perhitungan uji retensi pengaruh perlakuan kemampuan memahami (Lihat lampiran 4.12)

Tabel 4.18 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Memahami

No Kelompok Tes Peningkatan

(%)

Sig. (2-tailed)

Keterangan

Posttest I Posttest II

1 Kontrol 3,51 1,95 -44,44 0,00 Ada perbedaan

2 Eksperimen 3,73 1,35 -63,8 0,00 Ada perbedaan

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Paired samples t-test diketahui bahwa rerata skor posttest I-posttest II kelompok eksperimen lebih tinggi daripada rerata selisih posttest I-posttest II kelompok kontrol pada kemampuan

memahami. Pada kelompok kontrol diperoleh harga M = 1,56, SD = 0,68, SE =

0,13, t = 11,5 dan df = 24 sedangkan pada kelompok eksperimen harga M = 2,37, SD = 0,70, SE = 0,14, t = 16,92 dan df = 24.

Hasil uji perbandingan skor posttest I ke posttest II di atas menunjukkan

bahwa harga Sig. (2-tailed) kelompok kontrol sebesar 0,00 (atau p < 0,05) Hnull

ditolak dan Hi diterima. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara skor

posttest I dan posttest II pada kelompok kontrol. Dengan kata lain terjadi

penurunan skor yang signifikan dari posttest I ke posttest II pada kemampuan memahami di kelompok kontrol. Presentase penurunan skor pada kelompok kontrol sebesar -44,44%.

Hasil uji perbandingan skor posttest I ke posttest II di atas menunjukkan bahwa harga Sig. (2-tailed) kelompok eksperimen sebesar 0,00 (atau p < 0,05) Hnull ditolak dan Hi diterima. Artinya, ada perbedaan yang signifikan antara skor posttest I dan posttest II pada kelompok kontrol. Dengan kata lain terjadi penurunan skor yang signifikan dari posttest I ke posttest II pada kemampuan

84

memahami di kelompok kontrol. Persentase penurunan skor pada kelompok kontrol sebesar -63,8%.

Berikut adalah grafik retensi pengaruh perlakuan kemampuan memahami.

Gambar 4.4 Grafik perbandingan pretest, posttest I, dan posttest II

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hipotesis Penelitian I

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat. Pengaruh ini dapat terlihat dari perbedaaan yang signifikan antara selisih skor skor pretest dan posttest I kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dengan harga Sig.

(2-tailed) sebesar 0,48 (atau p > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan yang

signifikan antara selisih skor posttest kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Dengan demikian Hnull diterima dan Hi ditolak yang artinya penerapan

model pembelajaran van Hiele tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mengingat. Kesimpulannya adalah penerapan model pembelajaran van Hiele tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan mengingat.

Hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa model pembelajaran van Hiele tidak berpengaruh terhadap kemampuan mengingat. Pengaruh perlakuan terhadap tiap kelompok adalah sebagai berikut. 1) Model pembelajaran van Hiele pada kelompok eksperimen memberikan pengaruh besar terhadap

85

kemampuan mengingat yaitu dengan harga r = 0,87 atau 76%. 2) Metode ceramah pada kelompok kontrol memberikan pengaruh besar yaitu dengan harga r = 0,93 atau 86%. Hal ini berarti penggunaan model pembelajaran van Hiele memberikan pengaruh sebesar 76% terhadap kemampuan mengingat, sedangkan 24% sisanya merupakan pengaruh dari variabel lain di luar variabel yang diteliti. Metode ceramah memberikan pengaruh sebesar 86% terhadap kemampuan mengingat, sedangkan 14% sisanya merupakan pengaruh dari variabel lain di luar variabel yang diteliti. Variabel lain tersebut dapat berasal dari faktor-faktor dalam diri siswa dan lingkungan. Faktor-faktor dalam diri siswa misalnya konsentrasi, minat, motivasi, dan kesehatan tubuh. Faktor-faktor dari lingkungan misalnya latar belakang keluarga siswa.

Kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen berbeda dengan kegiatan pembelajaran pada kelompok kontrol. Siswa pada kelas eksperimen mengikuti pembelajaran dengan aktif melakukan proses berpikir melalui kegiatan percobaan dan interaksi dengan guru, teman, serta lingkungan (Sanjaya, 2006: 197-199). Siswa pada kelas eksperimen memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mengingat lebih banyak dari pada kelas kontrol ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Siswa pada kelas eksperimen aktif mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang ingin mereka ketahui. Setelah itu siswa mencoba untuk memberikan jawaban sementara (hipotesis) akan pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui diskusi dengan teman sekelompok. Berbeda dengan kelompok kontrol yang menggunakan metode ceramah, siswa kurang aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Siswa mendengarkan guru yang menjelaskan materi pelajaran, mengerjakan LKS, dan kemudian mencocokkan. Siswa di kelompok kontrol duduk dengan tenang dan teratur, tetapi tidak ada inisiatif untuk bertanya yang berkaitan dengan materi yang belum dimengerti, justru sebaliknya guru yang terlihat aktif bertanya pada siswa.

Perbandingan rerata selisih skor pretest dan posttest I kemampuan mengingat pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat dilihat pada

86

Gambar 4.1. Gambar tersebut adalah sebuah diagram yang menggambarkan peningkatan rerata skor pretest ke posttest I pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Peningkatan rerata skor pada kelompok eksperimen sebesar 1,44, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 1,58. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mengalami peningkatan yang signifikan dengan harga

Sig. (2-tailed) sebesar 0,00 (p < 0,05). Pengaruh penggunaan model

pembelajaran van Hiele dan metode ceramah tidak sekuat posttest I sesudah dilakukan perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan harga Sig. (2-tailed) sebesar 0,00 (p <0,05) pada kelompok kontrol dan 0,02 kelompok eksperimen.

4.2.2 Hipotesis Penelitian II

Hasil analisis data menunjukkan bahwa proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran van Hiele berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami. Pengaruh ini dapat terlihat dari perbedaan yang signifikan antara selisih skor pretest dan posttest I kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan harga Sig. (2-tailed ) sebesar 0,00 atau (p < 0,05)

yang menunjukkan bahwa Hnull ditolak dan Hi diterima. Dengan demikian

terdapat perbedaan yang signifikan antara selisih skor pretest dan posttest I kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kesimpulannya adalah penerapan model pembelajaran van Hiele berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami.

Pengaruh perlakuan terhadap tiap kelompok adalah sebagai berikut. 1) Model pembelajaran van Hiele pada kelompok eksperimen memberikan pengaruh besar terhadap kemampuan memahami yaitu dengan harga r = 0,86 atau 73%. 2) Metode ceramah pada kelompok kontrol memberikan pengaruh besar yaitu dengan harga r = 0,77 atau 59%. Hal ini berarti penerapan model pembelajaran van Hiele memberikan pengaruh sebesar 73% terhadap kemampuan memahami, sedangkan 27% sisanya merupakan pengaruh dari variabel lain di luar variabel yang diteliti. Metode ceramah memberikan pengaruh sebesar 59% terhadap kemampuan memahami, sedangkan 41% sisanya merupakan pengaruh dari variabel lain di luar variabel yang diteliti.

87

Variabel lain tersebut dapat berasal dari faktor-faktor dalam diri siswa dan lingkungan. Faktor-faktor dalam diri siswa misalnya konsentrasi, minat, motivasi, dan kesehatan tubuh. Faktor-faktor dari lingkungan misalnya latar belakang keluarga siswa.

Kegiatan pembelajaran pada kelompok eksperimen berbeda dengan kegiatan pembelajaran pada kelompok kontrol. Siswa pada kelas eksperimen mengikuti pembelajaran dengan aktif melakukan proses berpikir melalui kegiatan percobaan dan interaksi dengan guru, teman, serta lingkungan (Sanjaya, 2006: 197-199). Siswa pada kelas eksperimen memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan memahami lebih banyak dari pada kelas kontrol ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Siswa pada kelas eksperimen aktif mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang ingin mereka ketahui. Setelah itu siswa mencoba untuk memberikan jawaban sementara (hipotesis) akan pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui diskusi dengan teman sekelompok. Berbeda dengan kelompok kontrol yang menggunakan metode ceramah, siswa kurang aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Siswa mendengarkan guru yang menjelaskan materi pelajaran, mengerjakan LKS, dan kemudian mencocokkan. Siswa di kelompok kontrol duduk dengan tenang dan teratur, tetapi tidak ada inisiatif untuk bertanya yang berkaitan dengan materi yang belum dimengerti, justru sebaliknya guru yang terlihat aktif bertanya pada siswa.

Perbandingan rerata selisih skor pretest dan posttest I kemampuan memahami pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar tersebut adalah sebuah diagram yang menggambarkan peningkatan rerata skor pretest ke posttest I pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Terjadi peningkatan rerata skor yang signifikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Peningkatan rerata skor pada kelompok eksperimen sebesar 1,36, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 0,75. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mengalami peningkatan yang signifikan dengan harga Sig. (2-tailed) sebesar 0,00 (p <

88

0,05). Pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele tidak sekuat posttest

I sesudah perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan harga Sig. (2-tailed) sebesar

0,00 (p <0,05) untuk kelompok eksperimen. Pengaruh penggunaan metode ceramah dan van Hiele tidak sekuat posttest I sesudah tiga minggu dilakukan perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan harga Sig. (2-tailed) sebesar 0,00 (p < 0,05) untuk kelompok kontrol dan eksperimen.

4.2.3 Dampak Pengaruh Perlakuan

Pembahasan tentang dampak perlakuan dilakukan dengan elemen penelitian kualitatif sederhana dengan cara triangulasi. Triangulasi data diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada guru mitra penelitian dan 3 siswa yang memiliki tingkat pemahaman yang berbeda, yaitu dengan tingkat pemahaman tinggi, sedang dan kurang. Berikut adalah hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan.

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran yang ada di kelas V SD Negeri Demangan. Observasi ini bertujuan untuk proses pembelajaran yang ada di kelas, meliputi karakteristik dan kondisi belajar siswa saat belajar di dalam kelas, serta untuk mengetahui bagaimana cara guru menyampaikan materi kepada siswa selama proses

pembelajaran. Pada saat pembelajaran guru menyampaikan materi

pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, penugasan dan memberi catatan. Selama proses pembelajaran siswa memperhatikan guru ketika guru menyampaikan materi pembelajaran. Proses pembelajaran berjalan satu arah, guru yang aktif menjelaskan materi pembelajaran, sementara siswa hanya duduk diam mendengarkan penjelasan yang diberikan kepada siswa. Ketika proses pembelajaran ada beberapa siswa yang berbicara dengan teman sebangkunya. Aktivitas pembelajaranpun kurang mampu mengaktifkan siswa, siswa hanya bekerja ketika diberi perintah oleh guru. Siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat dan mengerjakan tugas. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, guru sering menugaskan siswa untuk mengerjakan soal latihan yang ada pada buku paket siswa maupun guru membuat soal sendiri bagi siswa.

89

4.3.1 Hasil Wawancara

Wawancara dilakukan kepada guru dan tiga siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta dengan kemampuan yang berbeda. Peneliti melakukan wawancara kepada guru setelah guru menerima hasil belajar siswa, sedangkan wawancara kepada siswa dilakukan beberapa hari setelah siswa selesai mengerjakan posttest.

4.3.1.1 Hasil Wawancara Guru

Wawancara dilakukan pada hari Senin, 30 November 2015. Peneliti melakukan wawancara dengan wali kelas VB yang menjadi kelas eksperimen. Peneliti bertanya apakah sebelumnya guru pernah menggunakan model pembelajaran van Hiele saat mengajar matematika sebelumnya dan guru menjawab bahwa belum pernah mengajar menggunakan model pembelajaran

van Hiele bahkan belum pernah mendapatkan seminar tentang model pembelajaran van Hiele sehingga saat dilakukan penelitian kemarin adalah pengalaman pertama saya menerapkan model pembelajaran van Hiele (W.G

30 November 2015). Selain ceramah, guru pernah menggunakan metode

Gasing untuk mengajar matematika di kelasnya namun guru tidak sering menggunakan metode inovatif dalam pembelajaran karena menurutnya, metode ceramah lebih mempersingkat waktu (W.G 30 November 2015)

Guru sempat mengalami kesulitan saat mengajar menggunakan model pembelajaran van Hiele karena masih pertama kali menerapkannya. Guru belum

terlalu paham dengan tahap-tahap van Hiele sehingga harus benar-benar memahami RPP saat akan mengajar (W.G 30 November 2015). Kemudian

peneliti bertanya bagaimana pendapat guru mengenai model pembelajaran van Hiele dan guru menjawab bahwa model pembelajaran van Hiele ini bagus

karena siswa diberi kesempatan untuk mengenal bangun datar dengan mengamati terlebih dahulu bukan langsung diberi informasi oleh guru namun guru merasa kurang puas dengan hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran van Hiele (W.G 30 November 2015). Guru merasa belum puas

90

kemampuan siswa dari tahun ke tahun semakin menurun. Menurut beliau, anak sekarang tidak ada keinginan untuk mencari informasi sendiri, mereka lebih suka bila langsung diberi informasi oleh guru dan mereka hanya menerima saja. Selain itu, banyak siswa yang lebih suka bermain ketika guru menjelaskan materi di dalam kelas.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ada perbedaan ketika guru menggunakan model pembelajaran van Hiele dalam menjelaskan materi dan guru menjawab bahwa perubahannya tidak begitu terlihat. Anak-anak yang aktif

dalam pembelajaran semakin aktif ketika menggunakan model pembelajaran van Hiele dan sisanya hanya menggantungkan teman sekelompoknya yang aktif saja (W.G 30 November 2015).

4.3.1.2 Hasil Wawancara Siswa

Wawancara dilakukan pada hari Senin, 30 November 2015. Peneliti melakukan tanya jawab kepada siswa mengenai proses pembelajaran yang telah peneliti lakukan. Pertanyaan pertama peneliti bertanya apakah siswa menyukai pelajaran Matematika, siswa pertama menjawab tidak suka pelajaran

Matematika karena susah dipahami, siswa kedua menjawab kadang senang belajar Matematika kadang juga tidak senang belajar Matematika karena

ketika dia tidak bisa mengerjakan soal Matematika dia merasa tidak senang, siswa ketiga menjawab hanya sedikit senang belajar Matematika karena sulit. (W.S 30 November 2015). Pertanyaan kedua peneliti bertanya tentang metode yang pernah guru gunakan dalam mengajar Matematika, dari ketiga siswa mengungkapkan bahwa sebelumnya guru belum pernah menggunakan model

pembelajaran van Hiele (W.S 30 November 2015). Selama ini cara guru

mengajar Matematika adalah dengan menjelaskan materi kemudian siswa

diminta mengerjakan soal-soal yang ada di LKS jika belum selesai mengerjakan di sekolah, soal-soal itu akan dijadikan PR yang terkadang dibahas bersama dan kadang juga tidak dibahas (W.S 30 November 2015).

Terkadang juga guru tidak menjelaskan lebih dahulu dan langsung meminta siswa untuk mengerjakan. Dari tiga orang siswa, dua orang menjawab bahwa

91

pelajaran yang diberikan oleh guru selama ini membosankan karena siswa

selalu mengerjakan banyak soal sedangkan satu orang menjawab bahwa dia dapat memahami materi yang diberikan oleh guru selama ini (W.S 30

November 2015).

Pertanyaan selanjutnya peneliti lebih membahas tentang model pembelajaran van Hiele yang telah dilakukan. Peneliti bertanya bagaimana perasaan siswa ketika mengikuti pelajaran menggunakan model pembelajaran van Hiele. Siswa pertama menjawab lebih senang menggunakan model

pembelajaran van Hiele karena asyik, siswa kedua menjawab meyukai model

pembelajaran van Hiele namun juga menyukai pembelajaran yang digunakan guru selama ini dengan alasan pembelajaran van Hiele lebih mudah dipahami

sedangkan jika menggunakan pembelajaran yang dilakukan guru selama ini dia bisa mengerjakannya di rumah. Siswa ketiga menjawab lebih menyukai pelajaran yang diberikan guru selama ini dengan alasan tidak perlu mencari informasi di buku karena langsung dijelaskan guru (W.S 30 November 2015).

Sebagian besar dari mereka lebih memahami materi ketika belajar menggunakan model pembelajaran van Hiele, selain itu mereka merasa senang karena belajar Matematika tidak hanya mengerjakan soal-soal di LKS.

4.4 Pembahasan Lebih Lanjut

Penelitian ini memperlihatkan bahwa model pembelajaran van Hiele tidak berpengaruh terhadap kemampuan mengingat, namun berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian relevan yang menunjukkan bahwa model pembelajaran van Hiele dapat meningkatkan tingkat dan kualitas berpikir siswa dalam geometri (Anggarani, 2010). Penelitian lainnya juga memaparkan hasil yang sama yaitu model pembelajaran van Hiele lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran Matematika pada materi kesebangunan.

Ciri khas dari penelitian ini yang berbeda dengan penelitian sebelumnya karena model pembelajaran van Hiele hanya berpengaruh pada satu variabel dependent saja yaitu kemampuan memahami dan tidak berpengaruh pada

92

kemampuan mengingat. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa metode ceramah yang digunakan di kelas kontrol dapat membuat siswa mengingat materi seperti halnya kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran van Hiele. Namun, metode ceramah tidak dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi hal ini sedangkan model pembelajaran van Hiele dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi bangun datar.

Semua tahapan pembelajaran van Hiele sudah dilakukan oleh guru kelas tetapi pada kenyataannya konsentrasi siswa dalam belajar masih sangat rendah dan kurangnya rasa ingin tahu siswa dalam menyelesaikan soal, kendala lain adalah siswa sering mengalami kesulitan pada bahasa yang digunakan guru dalam menyampaikan materi. Oleh sebab itu, pentingnya peranan guru memahami tingkat pemahaman peserta didik, menciptakan rasa ingin tahu siswa dalam pembelajaran, dan membuat strategi belajar agar siswa bisa semangat lagi dalam belajar.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, apabila model pembelajaran van Hiele diterapkan pada siswa dengan latar belakang sekolah dan keluarga yang hampir sama, maka kemungkinan kemampuan memahami siswa akan meningkat. Penerapan model pembelajarn van Hiele menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi masalah rendahnya kemampuan kognitif siswa.

93

BAB V

Dokumen terkait