• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

V. KESIMPULAN DAN SARAN

3.5 Metode Pengambilan Data

3.6.4 Uji Kualitas Air

Parameter uji kualitas air yang diamati ialah pH, suhu, DO, TAN dan kekuatan arus. Pengukuran parameter pH dan suhu dilakukan dapat diketahui secara langsung saat pengamatan. Sedangkan untuk parameter DO, TAN dan kekuatan arus harus melalui tahap perhitungan melalui rumus agar diperoleh hasilnya.

a) DO

Dissolved oksigen (DO) atau oksigen terlarut ialah jumlah kadar oksigen di dalam air. Seperti manusia, ikan pun memerlukan oksigen untuk dapat mempertahankan hidupnya. Pengamatan DO dapat dilakukan menggunakan DOmeter atau DO winkler. Pemilihan cara pengamatan menggunakan DO winkler disebabkan oleh pengamatan dilakukan di lapang dan pengamatan DO harus dilakukan langsung atau tidak terlalu lama dari proses pengambilan air sampel yang berpengaruh terhadap keakuratan hasil. Penghitungan DO menggunakan rumus sebagai berikut :

) ( 8000 l volumeboto en volumereag l volumeboto el volumesamp Ntitranx mltitraanx DO − = ... (7) b) TAN

Total Amonia Nitrogen atau TAN pada suatu perairan diperlukan untuk membantu proses metabolisme organisme perairan. Kadar TAN yang terlalu tinggi menunjukan kondisi perairan telah tercemar. Semakin kecil kadar TAN suatu perairan, semakin baik kondisi perairan tersebut. Namun, bukan berarti kadar TAN yang terlalu rendah pun baik bagi perairan, sebab ikan membutuhkan ammonia untuk metabolisme tubuh.

20 Perhitungan TAN atau Total Amonia Nitrogen dilakukan menggunakan rumus :

TAN= ... …..(8)

c) Kekuatan arus

Arus laut adalah gerakan massa air laut dari satu tempat ke tempat lain baik secara vertical (gerak ke atas) maupun secara horizontal (gerakan ke samping). Kecepatan arus air berpengaruh terhadap layak tidaknya suatu kawasan digunakan untuk budidaya, khususnya dalam sistem karamba jaring apung. Menurut Sunyoto (1996) bahwa perairan yang memiliki kecepatan arus lebih dari 4 m/s termasuk dalam kategori sesuai untuk usaha budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung. Pengamatan kecepatan arus dapat dilakukan dengan menggunakan metode

Floating droudge atau metode bola pingpong. Dalam penelitian ini pengamatan kecepatan arus dilakukan dengan metode Floating droudge sederhana. Arus diukur dengan menggunakan alat yang sederhana yakni botol air mineral, tali tambang ukuran 2 mm, meteran, stopwatch yang ada di hand phone serta alat tulis untuk mencatat hasil. Pertama botol diikat mengunakan tali, kemudian ukur panjang jalur yang akan dipakai. Panjang yang digunakan sepanjang 1 meter dan diukur menggunakan meteran, jadi hasil yang di dapat dalam meter per detik. Setelah siap, botol yang diikat tali tersebut dilemparkan ke atas permukaan air dan

stopwatch mulai dinyalakan. Botol dibiarkan terbawa arus sampai jarak 1 meter yang telah diukur tadi. Apabila botol telah terbawa arus sepanjang 1 meter maka

stopwatch dimatikan dan dicatat hasilnya. Proses ini dilakukan di atas KJA. Perhitungan arus dilakukan menggunakan rumus :

t s

V = ... (9) Ket:

V = Kecepatan arus (m/s)

s = Jarak yang ditempuh Floating droudge dari saat menyentuh air sampai menegang (m)

21

3.7 Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Data dan informasi yang telah terkumpul ditabulasikan untuk selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus-rumus perhitungan data teknis yang kemudian hasilnya digunakan sebagai acuan pada analisis fungsi produksi model Cobb-Douglas dan analisis finansial.

3.7.1 Analisis Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. Analisis fungsi produksi digunakan pada analisis fungsi produksi kerapu macan. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menduga hubungan antara produksi pembesaran kerapu dengan penggunaan faktor-faktor produksinya. Asumsi penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan ialah hasil dari analisa teknis. A Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut :

Y = aX1b1X2b2X3b3X4b4X5b5 X6b6... (10) Model pendugaan tersebut didasarkan pada kegiatan budidaya selama satu siklus produksi (9 bulan). Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas, maka persamaan tersebut diubah ke dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi :

LnY = ln a + b1lnX1 + b2lnX2 + b3lnX3 + b4lnX4+ b5lnX5……..………….……..(11) Dimana :

Y = Produksi kerapu (ekor/m2)

X1 = Luas KJA (m2)

X2 = Benih Kerapu (ekor/m2)

X3 = Pakan Rucah (Kg)

X4 = Tenaga Kerja Operasional (Jam Kerja)

X5 = Tenaga Kerja Pemeliharaan (Jam Kerja)

Ketepatan model yang digunakan sebagai alat analisis diuji dengan menggunakan uji statistik sebagai berikut :

1) Uji statistik t, digunakan untuk mengetahui seberapa jauh masing- masing faktor produksi (Xi) sebagai variabel bebas mempengaruhi produksi

22 (Y) sebagai variabel tidak bebas. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :

H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)

t hitung = (bi – 0)/Sbi

Keterangan : Sbi = standard error dari b bi = koefisien regresi

• Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima, artinya X1 tidak berpengaruh nyata terhadap Y.

• Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak, artinya X1 berpengaruh nyata terhadap Y.

2) Uji statistik f, digunakan untuk mengetahui faktor produksi (X1) secara bersama mempengaruhi output (Y). Hipotesis yang diuji adalah :

H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)

F hitung = ……..……… ……….………...(12) Keterangan :

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKD = Jumlah Kuadrat Residual n = Jumlah Sampel

k = Jumlah Variabel

• Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima, artinya faktor produksi secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.

• Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak, artinya faktor produksi secara simultan berpengaruh nyata terhadap produksi.

Pada analisis fungsi produksi, selain digunakan analisis kriteria statistik juga dilakukan analisis kriteria ekonometrik untuk menguji ketepatan model yang digunakan. Analisis kriteria ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan autokorelasi.

Menurut Santoso (2000), normalitas adalah suatu kondisi dalam model regresi dimana nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara

23 normal terhadap nilai X (variabel independent). Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi normalitas ini.

Menurut Santoso (2000), multikolinearitas adalah problem dalam suatu model regresi yang diakibatkan adanya korelasi antar variabel

independent.

Beberapa cara untuk mengatasi problem multikolinearitas diantaranya dengan menambah jumlah sampel dan mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi tinggi.

Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi disekitar garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Santoso, 2000). Bila asumsi ini tidak terpenuhi berarti model regresi mengalami problem heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah masalah yang terjadi pada model regresi apabila terjadi asumsi variance error term konstan untuk setiap nilai pada variabel penjelas dilanggar. Masalah heteroskedastisitas ini sering terjadi pada data cross-section. Cara mengatasi masalah heteroskedastisitas ini diantarnya adalah dengan :

a) Menggunakan Weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedastisitas).

b) Menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas yang mengakibatkan heteroskedastisitas.

Autokorelasi adalah masalah dalam model regresi linear karena adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi ini biasanya terjadi pada model regresi yang menggunakan data time series atau berdasarkan waktu berkala (Santoso, 2000).

Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang sedang diteliti tersebut berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Analisis RTS ini dilakukan dengan menjumlahkan besaran elastisitas (bi). Berdasarkan persamaan 1 maka :

24 a. Jika b1 + b2 + b3 + b4 < 1, maka usaha berada dalam keadaan

decreasing return to scale. Artinya apabila faktor produksi yang digunakan ditambahkan maka besarnya penambahan output akan lebih kecil dari proporsi penambahan input.

b. Jika b1 + b2 + b3 + b4 = 1, maka usaha berada dalam keadaan

constant return to scale, dimana penambahan proporsi input yang digunakan akan sama dengan penambahan proporsi output yang dihasilkan. c. Jika b1 + b2 + b3 + b4 > 1, maka usaha berada dalam keadaan

increasing return to scale, dimana proporsi penambahan output yang dihasilkan akan lebih besar dari penambahan proporsi input.

Tingkat alokasi input yang optimal dapat diketahui melalui analisis dari fungsi keuntungan, yaitu :

Π = TR – TC atau Π = PyY – PxiXi ... (14) Keuntungan maksimum pada usaha pembesaran kerapu dapat tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan usaha terhadap faktor produksi sama dengan nol, yaitu :

Π = PyY – PxiXi = 0 Py (dy/dxi) = Pxi PyPMxi = Pxi NPMxi = Pxi = 1... (15) 3.7.2 Analisis Finansial

Analisis finansial adalah analisis yang dilakukan terhadap suatu proyek, dimana proyek dilihat dari sudut badan atau orang yang menanamkan uangnya dalam proyek maupun yang memiliki kepentingan terhadap jalannya proyek. Analisis finansial digunakan untuk menganalisis kegiatan budidaya kerapu macan dan kerapu bebek. Analisis finansial ini penting untuk memperhitungkan insentif bagi badan maupun orang-orang yang terlibat di dalam proyek.

25

i=0

3.7.2.1 Analisis Usaha

Analisis usaha merupakan bagian dari analisis finansial yang digunakan untuk menghitung besarnya keutungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu tahun. Asumsi penghitungan analisa usaha diperoleh dari analisa teknis. Analisis usaha ini terdiri dari analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), analisis payback period

(PP), dan analisis break even point (BEP). a. Analisis Pendapatan Usaha

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input

dan output yang terlibat di dalam usaha dan besar keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha. Secara matematis konsep pendapatan dapat dirumuskan sebagai

berikut :

Π = Y.Py – ∑n Xi . Pxi ... (16) Dimana :

Π = Pendapatan (Rp per musim)

Y = Total Produksi (Kg per musim)

Xi = Jumlah input i yang digunakan (unit)

Py = Harga persatuan output (Rp)

Pyi = Harga persatuan input (Rp)

Py.Y = Penerimaan total (Rp) Px.ΣXi = Biaya Total (Rp)

b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan.

Secara matematis analisis imbangan penerimaan dan biaya dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995)

R/C = ... (17) Dimana :

26

TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp) Dengan kriteria usaha

R/C > 1, usaha menguntungkan

R/C = 1, usaha impas

R/C = 1, usaha rugi

c. Payback period (PP)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menutupi investasi yang ditanamkan pada suatu usaha (Husnan, 1998). Metode payback period secara sistematis dinyatakan dalam rumus berikut:

Payback Period = X 1 tahun ……….(18)

d. Analisis Break Event Point (BEP)

Break Event Point merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan

output produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi Break Event Point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi (Husnan, 1998). Selain itu BEP dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP dapat dihitung dengan persamaan matematis seperti ini:

BEP (Nilai Produksi) =

/ …………..(19)

BEP (Volume Produksi) = ………..(20) Dimana:

TFC = Biaya tetap total (Rp)

AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp) Py = Harga komoditas (Rp/kg)

3.7.2.2 Analisis Kriteria Investasi

Analisis kriteria investasi penting dilakukan untuk mengetahui besar manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Indikator yang biasa digunakan untuk analisis kriteria investasi diantaranya adalah :

27 a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang akan didapatkan pada masa yang akan datang. NPV ini pada dasarnya merupakan kombinasi pengertian present value penerimaan dan present value

pengeluaran (Husnan, 1998). Secara matematis NPV dinyatakan dalam rumus berikut :

NPV = Σi=0n …...……...………... (21) Dengan kriteria usaha sebagai berikut :

- NPV < 0 , usaha tidak layak

- NPV = 0 , usaha tersebut memberikan hasil yang sama dengan modal yang digunakan (impas)

- NPV > 0 , usaha layak untuk dijalankan karena akan dapat menghasilkan keuntungan

Keterangan:

Bt = manfaat unit usaha pada tahun t (Rp)

Ct = Biaya usaha pada tahun ke t (Rp)

i = Discount rate (%)

t = umur proyek (3 tahun)

b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif (Kadariah et al, 1976). Secara matematis Net B/C dinyatakan dengan rumus :

Net B/C = ………...(22)

Syarat : Bt – Ct > 0 Ct – Bt < 0 Dengan kriteria usaha :

28 tidak layak

- Net B/C > 1, berarti usaha itu akan mendatangkan keuntungan, sehingga usaha ini dapat dilaksanakan.

Keterangan :

Bt = Benefit sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) Ct = Biaya sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp)

t = Umur Proyek (3 tahun)

i = Discount rate (%)

c. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol (Kadariah et al, 1976). Secara matematis IRR dinyatakan dengan rumus:

IRR = i + ….…………...………….. (23)

IRR ≥ i (discount rate), berarti usaha dapat dilaksanakan

IRR < i (discount rate), berarti usaha lebih baik tidak dilaksanakan Keterangan :

i’ = discount rate yang menghasilkan NPV+ (%)

i” = discount rate yang menghasilkan NPV- (%)

NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’(Rp)

NPV” = NPV pada tingkat bunga i”(Rp)

3.7.3 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis, unsur yang digunakan pada analisis sensitivitas usaha pembesaran ikan kerapu ini adalah unsur pakan. Pakan merupakan faktor produksi yang utama, sehingga perubahannya akan sangat berpengaruh pada kelangsungan usaha. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kenaikan harga pakan tertinggi selama 5 tahun terakhir.

29

3.8 Batasan dan Pengukuran

a) Variabel yang dijelaskan (output) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini adalah kerapu macan dengan size 100-200 gram, 200-300 gram, 300-400 gram, 400-500 gram, dan up 500 gram.

b) Variabel yang menjelaskan (input) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini terdiri atas jumlah benih (ekor), pakan rucah (Kg), t e n a g a k e r j a o p e r a s i o n a l ( J a m k e r j a ) , tenaga kerja pemeliharaan (Jam kerja), obat-obatan (ml) dan BBM (l). Variabel input ini dihitung per m2. c) Umur proyek dalam penelitian ini ditetapkan selama 3 tahun dan

merupakan umur teknis terlama dari komponen investasi yaitu jaring yang digunakan.

d) Optimalisasi dengan menggunakan metode Cobb-Douglas dan kelayakan usaha dengan analisis kelayakan finansial.

e) Analisis sensitivitas dengan menaikan harga pakan sebesar kenaikan harga pakan tertinggi selama 5 tahun terakhir.

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Budidaya

Secara geografis Kelurahan Pulau Panggang merupakan salah satu kelurahan di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Wilayah ini merupakan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari 13 pulau, dimana dua pulau diperuntukan sebagai pemukiman yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka, 6 pulau diperuntukan sebagai peristirahatan, dan sebagian lainnya untuk PHU, pariwisata, PHKA, perkantoran, TPU dan marcusuar. Kelurahan Pulau Panggang memiliki luas wilayah 62,10 Ha dengan ketinggian tanah 1 meter dari permukaan laut dan suhu udara rata-rata 27oC-32oC. Kelurahan Pulau Panggang memiliki batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : 05’41’41”LS-05’41’41”LS Sebelah Selatan : 106’44’50”BT

Sebelah Barat : 106’19’30”BT

Sebelah Timur : 05’47’00”LD-05’45’14”LS

Keadaan angin di Kelurahan Pulau Panggang Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin muson yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada musim barat bervariasi antara 7-20 knot per jam, yang umumnya bertiup dari barat daya sampai barat laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot per jam biasanya terjadi antara bulan Desember-Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot per jam yang bertiup dari arah timur sampai tenggara. Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Peta wilayah Pulau Panggang dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kegiatan budidaya kerapu di Pulau Panggang sudah berjalan lebih dari 6 tahun. Pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini ialah pembudidaya yang termasuk ke dalam kelompok Sea Farming. Jumlah anggota kelompok Sea Farming sebanyak 74 orang dengan jumlah anggota yang aktif hanya 43 orang. Anggota yang menjadi responden dipilih sebanyak 20 orang

31 dimana ia memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu telah memiliki pengalaman berbudidaya kerapu minimal satu tahun dan memiliki ikan kerapu macan atau kerapu bebek dengan size 100-200 gram, 200-300 gram, 300- 400 gram, 400-500 gram dan up 500 gram. Lama waktu pengalaman berbudidaya kerapu dari pembudidaya yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Lama Pengalaman Berbudidaya Kerapu Responden

Lama Berbudidaya (Tahun) Jumlah (Orang) %

8 11 55

7 7 35

6 2 10

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2011

Setiap anggota Sea Farming diwajibkan mendapat pelatihan tentang budidaya yang diadakan oleh Suku Dinas Perikanan-Kelautan Administratif Kepulauan Seribu bekerja sama dengan PKSPL IPB. Berdasar tingkat pendidikan anggota yang menjadi responden dalam penelitian ini, jumlah responden terbanyak adalah lulusan SD. Tingkat pendidikan responden terdiri dari tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA. Data tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Responden

Pendidikan Jumlah (Orang) %

Tidak tamat SD 2 14.3

Tamat SD 15 71.4

SMP 2 9.5

SMA 1 4.8

Jumlah 20 100

Sumber : Data Primer Diolah, Tahun 2011

Usia responden berkisar antara 37 tahun sampai 65 tahun dengan usia rata- rata 49 tahun yang tergolong usia produktif. Responden memiliki jumlah tanggungan keluarga berkisar antara dua orang sampai enam orang dengan rata- rata jumlah tanggungan keluarga tiga orang. Berdasarkan usia responden, dapat diketahui bahwa rata-rata responden berada pada usia produktif. Hal ini menunjukan bahwa responden memiliki kesempatan mencari usaha yang lebih

32 banyak. Namun kenyataannya responden memilih budidaya perikanan sebagai usahanya karena mayoritas responden sudah berkeluarga. Mayoritas responden bermatapencaharian utama sebagai nelayan, sedangkan pembudidaya merupakan matapencaharian sampingan. Jenis pekerjaan budidaya yang bersifat sampingan ini berpengaruh terhadap manajemen budidaya yang dilakukan oleh responden. Pembagian jam kerja sebagai nelayan dan sebagai pembudidaya terlihat kurang seimbang atau dapat dikatakan jam kerja untuk kegiatan budidaya masih kurang. Responden masih berpikiran tradisional bahwa matapencaharian sebagai nelayan tetap yang utama, dan jika tidak melaut mereka tidak akan bisa memberi makan untuk keluarga mereka. Peran serta keluarga dalam kegiatan budidaya pun kurang, padahal hal ini akan sangat membantu untuk melaksanakan suatu manajemen budidaya yang baik dan sesuai dengan yang diajarkan dalam pelatihan berbudidaya yang diselenggarakan oleh kelompok Seafarming, misalnya dalam hal pemantauan biota, pemberian pakan dan pembersihan KJA. Seharusnya jika responden tidak dapat mengontrol keadaan KJA karena pergi melaut, keluarga dapat membantu menggantikan responden melakukan hal tersebut agar kegiatan budidaya lebih terkontrol sehingga hasil dari usaha budidaya bisa lebih meningkat dari sebelumnya. Karakteristik pembudidaya ikan kerapu di Pulau Panggang yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

4.2 Analisis Teknis Budidaya

Perolehan hasil analisis teknis budidaya digunakan sebagai acuan dalam analisis finansial usaha pembesaran kerapu.

4.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup tertinggi kerapu bebek berada pada kelas bobot 200-300 gram sebesar 51,57%, sedangkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi kerapu macan berada pada kelas bobot 100-200 gram sebesar 60,55%. Tingkat kelangsungan hidup terendah kerapu macan berada pada kelas bobot 300-400 gram sebesar 37,11% , demikian pula untuk kerapu bebek sebesar 35%. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup kerapu macan sebesar 36% dan rata-rata tingkat kelangsungan hidup kerapu bebek sebesar 59%. Tingkat kelangsungan hidup kerapu macan dan kerapu bebek mengalami ketidakstabilan pada tiap kelas

33 bobotnya. Pada kelas bobot diatas 500 gram disebutkan bahwa tingkat kelangsungan hidup kerapu macan dibawah sebesar 51,75%, jika dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia No 01-6488.4-2000 maka tingkat kelangsungan hidup kerapu macan pada bobot diatas 500 gram dibawah standar yang telah ditetapkan yaitu 95%. Jika dibandingkan pula dengan hasil penelitian Minjoyo,dkk (2004) di Lampung, tingkat kelangsungan hidup kerapu macan di Pulau Panggang pun di bawah nilai tingkat kelangsungan hidup yang pernah ada yaitu 80%. Grafik tingkat kelangsungan hidup kerapu macan dan kerapu bebek di Pulau Panggang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tingkat Kelangsungan Hidup Kerapu Macan dan Kerapu Bebek Periode April – Juli 2011 di Pulau Panggang

Dalam kegiatan budidaya, nilai tingkat kelangsungan hidup berbanding terbalik dengan kelas bobot. Semakin besar kelas bobot maka tingkat kelangsungan hidupnya akan semakin menurun. Secara keseluruhan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu di Pulau Panggang sesuai dengan kaidah tingkat kelangsungan hidup ikan budidaya, namun pada kelas bobot tertinggi yaitu up 500 gram, tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu justru naik atau lebih tinggi dari nilai tingkat kelangsungan hidup dikelas bobot yang lebih kecil. Hal ini diduga, kematian lebih banyak terjadi pada kelas bobot 300-500 gram untuk kedua jenis ikan kerapu yang disebabkan oleh pengaruh musim, kualitas air dan pakan. Kualitas air mempengaruhi pertumbuhan ikan berkaitan dengan habitat tinggal ikan tersebut. Jika kondisi habitat tidak sesuai dengan kondisi normal, maka berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan dan dapat menyebabkan kematian. Parameter yang lebih berpengaruh terhadap nilai tingkat kelangsungan hidup yang

60,55 43,93 37,11 36,22 47,14 98,5 35,00 51,75 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 100‐200 200‐300 300‐400 400‐500 up 500 Tingkat   Kelangsungan   Hidup   (%) Kelas Bobot (g) kerapu macan kerapu bebek

34 rendah pada masa pemeliharaan ikan kelas bobot 300-500 gram ialah DO dan TAN. Nilai DO yang rendah (4,04 mg/l) dan dibawah baku mutu yang ditetapkan MENLH untuk biota laut (> 5mg/l) yang mengakibatkan ikan kekurangan oksigen dan menyebabkan kematian. Nilai TAN lingkungan sekitar KJA pembudidaya (0,03-1,18 mg/l) juga tidak berada pada nilai baku mutu yang ditetapkan MENLH (0,3 mg/l), hal ini menunjukan perairan di sekitar lokasi budidaya sudah tercemar oleh limbah sehingga berpengaruh terhadap kemampuan ikan untuk bertahan hidup selama masa pemeliharaan. Musim berpengaruh terhadap ketersediaan pakan yang diberikan pada ikan mengingat pakan yang diberikan berupa ikan rucah dan diperoleh dari hasil tangkapan. Saat ikan kerapu berada pada kelas bobot 300-500 gram, masa pemeliharaan terjadi pada bulan Mei-Juni 2011 yang dipengaruhi oleh angin barat. Angin barat membawa air dingin dari samudra pasifik sehingga perairan yang dilewati arus tersebut suhunya menjadi turun, pH menjadi turun dan salinitas naik. Angin barat juga berpengaruh terhadap gelombang tinggi yang menyebabkan nelayan sulit untuk melaut sehingga hasil tangkapan ikan rucah sedikit. Diduga pula ikan-ikan rucah relatif berenang ke

Dokumen terkait