• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Kopi (Ton)

B. Uji Seluruh Variabel (Uji G)

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0, dimana tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat.

H1 : βx ≠ 0, sekurang kurangnya terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat.

Sig > 0,05 : tolak H1, terima H0

Sig ≤ 0,05 : terima H1, tolak H0

Tabel 5.6. Uji Seluruh Variabel (uji G)

Step Chi-square Df Sig.

1 51,458 8 0,000

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 4

Hasil pada Tabel 5.6. nilai G yang diperoleh adalah sebesar 51,458 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Tingkat signifikansi yang diperoleh < 0,05, sehingga terima H1, tolak H0, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai signifikansi berpengaruh nyata, artinya bahwa sekurang-kurangnya terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat.

C. Uji Wald

Uji ini untuk menguji signifikansi setiap variabel bebas.

H0 : βj = 0 untuk suatu j tertentu; j = 1,2..p maka tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

H1: βj ≠ 0 maka ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Wj ≤ 𝑥𝑎,12 atau Sig. > 0,05; tolak H1, terima H0

Wj >𝑥𝑎,12 atau Sig. < 0,05; terima H1, tolak H0

Pada hasil perhitungan yang ditampilkan pada Tabel 5.4., dapat dilihat nilai Wald dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu sebagai berikut :

1. Pengaruh Jumlah Produktivitas Jeruk Terhadap Keputusan Konversi

Nilai Wald antara variabel jumlah produktifitas terhadap keputusan yaitu sebesar 5,277 lebih besar dari nilai Chi Square (3,841) dan dari tingkat signifikansi yang diperoleh yakni 0,022 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat jumlah produktifitas berpengaruh nyata terhadap keputusan petani.

Usahatani dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik baiknya. Dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan atau input. Pengertian efisien sangat relatif, efisien diartikan

sebagai penggunaan input sekecil kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar besarnya (Soekartawi, 2001).

Menurut Soekartawi, dkk. (1986), produktivitas petani umumnya masih rendah.

Pada umumnya pengetahuan petani kecil itu terbatas, sehingga mengusahakan kebunnya secara tradisional, kemampuan permodalannya juga terbatas danbekerja dengan alat sederhana. Dengan demikian produktivitas dan produksinya rendah.

2. Pengaruh Harga Pupuk Terhadap Keputusan Konversi

Nilai Wald antara variabel harga pupuk terhadap keputusan yaitu sebesar 4,571 lebih besar dari nilai Chi Square (3,841) dan dari tingkat signifikansi yang diperoleh yakni 0,033 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa variabel harga pupuk berpengaruh nyata terhadap keputusan petani. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hanafie (2010) yang menyatakan efisiensi ekonomi dikatakan tercapai apabila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga faktor produksi dapat ditekan, tetapi dapat menjual produksinya dengan harga yang tinggi. Efisiensi ekonomi adalah hasil kali antara efisiensi teknis dengan efisiensi harga/ dari seluruh faktor input dan dapat tercapai apabila kedua efisiensi tercapai, yaitu efisiensi teknik dan efisiensi (Soekartawi, 1990).

Pada saat ini di Indonesia belum memiliki Prosedur Operasional Baku (POB) atau Best Management Practices untuk rekomendasi pemupukan hara spesifik lokasi

(PHSL) yang dibangun berdasarkan analisis tanah. Bahkan pemupukan masih belum masuk ke dalam salah satu faktor dari POB tersebut. Akibatnya rekomendasi pupuk yang ada sangat bervariasi dengan skala rentang dosis yang lebar sehingga sangat sulit dipakai sebagai acuan untuk meningkatkan hasil sayuran secara

maksimal. Disamping itu, status kecukupan hara tanaman khususnya P dan K terutama di dataran rendah lahan kering belum tersedia, sedangkan data status tersebut sangat diperlukan sebagai dasar untuk menentukan rekomendasi penggunaan pupuk (Izhar, 2010).

3. Pengaruh Harga Pestisida Terhadap Keputusan Konversi

Nilai Wald antara variabel harga pestisida terhadap keputusan yaitu sebesar 5,235 lebih besar dari nilai Chi Square (3,841) dan dari tingkat signifikansi yang diperoleh yakni 0,022 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa variabel harga pestisida berpengaruh terhadap keputusan petani. Mengingat intensitas serangan hama lalat buah yang semakin meningkat maka petani membutuhkan pestisida untuk membasminya.

Pada lokasi penelitian petai merasakan peningkatan harga pestisida dianggap berat sehingga tidak memberikan keuntungan bagi petani.

Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Adiyoga (1999) yang menyatakan bahwa pengendalian secara preventif menggunakan pestisida dilakukan oleh 80%

dari petani, karena ada kecenderungan pestisida dipandang sebagai asuransi.

Dengan demikian petani tidak terlalu mempermasalahkan harga pestisida, walaupun pestisida dianggap mahal tetapi bila petani merasa perlu untuk menambah kuantitas pestisida tetap akan dilakukannya. Jika serangan OPT sangat berat dan dianggap dapat mengakibatkan kegagalan panen petani justru mengganti dengan jenis pestisida yang berharga mahal.

4. Pengaruh Harga Jeruk Terhadap Keputusan Konversi

Nilai Wald antara variabel harga jeruk terhadap keputusan yaitu sebesar 3,342 lebih kecil dari nilai Chi Square (3,841) dan dari tingkat signifikansi yang diperoleh yakni 0,068 > 0,05, dapat disimpulkan bahwa variabel harga jeruk tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan petani. Mengingat harga jeruk perpengaruh pada penerimaan dan pendapatan petani kemudian akan memberikan keuntungan.

Hal tersebut tidak sesuai dengan perubahan harga jual akan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap petani. Salah satu pengaruhnya yaitu tingkat pendapatan para petani, yang selanjutnya sangat berpengaruh untuk memotivasi atau meningkatkan produktivitas kerja para petani. Darwis (2006), menyatakan bahwa “harga jual merupakan salah satu perangsang (motivator) bagi petani”.

Dari hasil uji regresi logistik faktor eksternal bisa ditarik kesimpulan bahwa variabel jumlah produktivitas jeruk, harga pupuk dan harga pestisida berpengaruh nyata terhadap keputusan petani untuk mengkonversikan lahannya dari tanaman jeruk ke tanaman kopi.

Adapun variabel harga jeruk tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani untuk mengkonversikan lahan pertaniannya. Faktor tersebut menjadi tidak berpengaruh disebabkan karena tidak adanya perbedaan yang signifikan dari petani yang menjadi sampel penelitian, sehingga tidak sesuai dengan hipotesis variabel yang menyatakan bahwa harga jeruk mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversikan lahan pertaniannya.

D. Efek Marjinal

Hasil uji regresi logistik dari empat faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan petani terdapat tiga variabel yang signifikan yaitu variabel jumlah produksi, harga pupuk, dan harga pestisida, dengan penjelasan sebagai berikut:

ln ( Pi

1-Pi) = - 19,559 -0,000265 X6 + 0,001 X7 + 0,000070 X8 Efek Marjinal = βi. Pi. (1 - Pi)

Dimana :

P = probabilitas petani mengkonversikan lahannya β = koefisien dari variabel independen

1. Jumlah Produktifitas Jeruk Diketahui,

β1 = 0,000230

odds ratio X1 (

e

Yi

)

= 1,000

Probabilitas

=

eYi

1+ eyi

=

1+ 1,0001,000

= 0,50 = 50%

Efek Marjinal = βi. Pi. (1 - Pi)

= 0,000230. 0,50 . 0,50

= 0,0000575

Variabel jumlah produktifitas secara signifikan berpengaruh nyata terhadap probabilitas keputusan petani mengkonversi lahannya. Koefisien variabel sebesar 0,000230, ini berarti jika variabel lain konstan dan proporsi jumlah produktifitas

meningkat 1 ton dari total jumlah produktifitas maka rata-rata estimasi naik sebesar 0,000230. Nilai odds ratio sebesar 1,000 artinya apabila jumlah produktifitas naik sebeasar 1 ton pada level tertentu maka menaikkan odds ratio sebesar 1 persen.

Nilai efek marjinal dari variabel produktifitas adalah sebesar 0,0000575 artinya setiap kenaikan 1000 ton jumlah produktifitas, maka akan meningkatkan probabilitas pengambilan keputusan petani untuk melakukan konversi lahan sebesar 5,75%.

Dalam ilmu ekonomi pertanian produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan) dengan biaya (pengorbanan) yang harus dikeluarkan. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi, dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Usahatani yang bagus merupakan usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti usahatani yang memiliki produktivitas yang tinggi. Pengertian produktivitas ini merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Jika efisiensi fisik kemudian di nilai dengan uang maka akan dibahas efisiensi ekonomi. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan sebidang tanah untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Jadi secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas tanah (Mubyarto, 1989).

Kegiatan ekonomi yang memiliki produktivitas yang semakin berkembang akan memiliki daya tahan lebih kuat terhadap kenaikan harga input. Untuk dapat

mengembangkan produktivitas, perekonomian harus mampu memperbaiki dirinya sendiri (self upgrading) demi untuk memperkokoh perekonomian itu sendiri (self propelling) sehingga menjamin kelangsungan pembangunan (self sustaining).

Dalam hal ini teknologi harus dipandang sebagai: bagaimana mengkombinasikan berbagai input produktif dalam proses produksi dengan menggunakan teknik produksi tertentu secara efisien untuk menghasilkan output dengan kualitas yang semakin membaik dan yang dapat dipasarkan. Selain teknologi hal yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah melakukan inovasi secara terus-menerus dalam hal produk dan prosesproduksi (Pasay, Gatot dan Suahasil, 1995).

2. Harga Pupuk Diketahui,

β2 = 0,001

odds ratio X2 (

e

Yi

)

= 1,001

Probabilitas

=

1+ eeYiyi

=

1+ 1,0011,001

= 0,5003 = 50,03%

Efek Marjinal = βi. Pi. (1 - Pi)

= 0,001 . 0,5003 . 0,4997

= 0,00025

Variabel harga pestisida secara signifikan mempengaruhi probabilitas keputusan petani mengkonversi lahannya. Koefisien variabel sebesar 0,001, ini berarti jika variabel lain konstan dan proporsi harga pupuk meningkat 1 rupiah/kilogram dari total harga pupuk maka rata-rata estimasi naik sebesar 0,001. Nilai odds ratio

sebesar 1,001 artinya apabila jumlah harga pupuk naik sebeasar 1 rupiah/kilogram pada level tertentu maka menaikkan odds ratio sebesar 1,001 persen.

Nilai efek marjinal dari variabel harga pupuk adalah sebesar 0,00025 artinya setiap peningkatan seribu rupiah/kilogram harga pupuk, maka akan meningkatkan probabilitas pengambilan keputusan petani untuk melakukan konversi lahan sebesar 25%.

Pemupukan merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya meningkatkan hasil tanaman. Pupuk yang digunakan sesuai anjuran diharapkan dapta memebrikan hasil secara ekonomis menguntungkan. Dengan demikian, dampak yang diharapkan dari pemupukan tidak hanya meningkatkan hasil persatuan luas tetapi juga efisien dalam penggunaan pupuk. Hal ini, mengingat penggunaan pupuk ditingkat petani cukup tinggi, sehingga dapat menimbuklan masalah terutama difesiensi unsur hara mikro, pemadatan tanah dan pencemaran lingkungan (Bangun, 2000).

Tanaman jeruk dapat tumbuh subur di tanah yang kaya akan unsur hara, untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemupukan merupakan salah satu jalan. Namun, perkembangannya peningkatan harga pupuk mempengaruhi petani untuk melakukan konversi.

3. Harga Pestisida Diketahui,

β3 = 0,000072

odds ratio X3 (

e

Yi

)

= 1,000

Probabilitas

=

1+ eeYiyi

=

1+ 1,0001,000

= 0,50 = 50%

Efek Marjinal = βi. Pi. (1 - Pi)

= 0,000072. 0,50 . 0,50

= 0,00018

Variabel harga pestisida secara signifikan mempengaruhi probabilitas keputusan petani mengkonversi lahannya. Koefisien variabel sebesar 0,000072, ini berarti jika variabel lain konstan dan proporsi harga pestisida meningkat 1 rupiah/liter dari total harga pestisida maka rata-rata estimasi naik sebesar 0,00072. Nilai odds ratio sebesar 1,000 artinya apabila jumlah harga pestisida naik sebeasar 1 rupiah/liter pada level tertentu maka menaikkan odds ratio sebesar 1 persen.

Nilai efek marjinal dari variabel harga pestisida adalah sebesar 0,00018 artinya setiap peningkatan seribu rupiah/liter harga pestisida, maka akan meningkatkan probabilitas pengambilan keputusan petani untuk melakukan konversi lahan sebesar 18%.

Hama adalah binatang yang merusak tanaman kebutuhan manusia. Hama yang tersebar pada tanaman jeruk adalah dari kelas serangga, yaitu binatang beruas-ruas berkaku enam. Serangga ada yang menguntungkan tetapi ada juga yang merugikan, sehingga dalam pengendaliannya harus hati-hati jangan sampai seranga yang menguntungkan dibinasakan. Adapun hama jeruk yang terdapat di Kabupaten Karo antara lain: kutu daun hijau, coklat dan hitam, tungau merah dan tungau karat, thrips, ulat peliang daun, kutu sisik/kutu perisai, penggerek buah, lalat buah, kutu dempolan, hama siput/keong daun dan kumbang pemakan daun.

Gangguan hama yang menjadi ancaman bagi tanaman jeruk adalah serangan hama lalat buah. Menurut Tarigan (2012) intensitas serangan hama lalat buah dapat mencapai 90%, apabila tidak ada upaya pengendalian akan mengganggu pencapaian produksi bahkan gagal panen yang mengakibatkan kerugian petani.

Penggunaan pestisida kimia yang terus menerus dan dalam dosis yang tinggi tidak memberikan jaminan terkendalinnya hama lalat buah, karena penggunaan perstisida yang terus menerus dalam jangka waktu yang panjang hanya semakin membuat hama lalat buah resisten dan semakin sulit dikendalikan. Salah satu keadaan tersebutlah yang membuat tingginya serangan hama lalat huah sekarang ini. Hal ini sesuai dengan Agus dan Najamuddin (2008) yang menyatakan bahwa cara penendalian hama yang umum dilakukan petani adalah secara kimiawi dengan pestisida yang penerapannya kadang tidak memperdulikan kaidah-kaidah sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Hasil uji regresi logistik dari empat faktor eksternal terdapat satu variabel yang tidak signifikan yaitu variabel harga jeruk dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Harga Jeruk Diketahui,

β4 = 0,002

Odds ratio X4 (

e

Yi

)

= 1,002

Probabilitas

=

1+ eeYiyi

=

1+ 1,0021,002

= 0,5004 = 50,04%

Efek Marjinal = βi. Pi. (1 - Pi)

= 0,002. 0,5004 . 0,4996

= 0,00049

Variabel harga jeruk petani tidak signifikan mempengaruhi probabilitas keputusan petani mengkonversi lahannya. Koefisien variabel sebesar 0,002, ini berarti jika variabel lain konstan dan proporsi harga jeruk meningkat meningkat 1 rupiah/kilogram dari total harga maka rata-rata estimasi naik sebesar 0,002. Nilai odds ratio sebesar 1,002 artinya apabila harga jeruk naik 1 rupiah/kilogram pada level tertentu maka menaikkan odds ratio sebesar 1,002 persen.

Nilai efek marjinal dari variabel harga jeruk sebesar 0,00049 artinya setiap kenaikan 1000 rupiah/kilogram, maka akan meningkatkan probabilitas pengambilan keputusan petani untuk melakukan konversi lahan sebesar 49%.

Walaupun nilai efek marjinal dari harga jeruk lumayan besar namun pada kenyataannya tidak berpengaruh signifikan. Hal tersebut dikarenakan harga jeruk yang cendrung fluktuatif.

BAB VI

Dokumen terkait