• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5 Uji Viabilitas Kapsul Kultur BAL Selama Penyimpanan

Pengujian terhadap viabilitas bakteri probiotik setelah proses enkapsulasi dilakukan dengan penghitungan jumlah populasi bakteri menggunakan metode hitungan cawan yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Viabilitas bakteri terhadap suhu simpan selama waktu penyimpanan

Suhu Kapsul Populasi Bakteri (Log

CFU mL-1

) Minggu ke- Persentase Penurunan Sel (%) 0 1 2 3 4 4 oC AL 8,88 8,23 8,40 8,77 8,15 8,22 ALSI 10,15 10,53 10,15 10,38 10,30 -1,48 ALTI 9,23 10,28 9,63 9,00 9,18 0,54 27 oC AL 8,88 8,52 8,56 8,94 8,23 7,32 ALSI 10,15 10,08 10,67 10,87 10,20 -0,49 ALTI 9,23 10,83 10,75 10,75 10,43 -13,0

Populasi bakteri probiotik AK2 terenkapsulasi diuji viabilitasnya terhadap suhu penyimpanan (4 oC dan 27 oC) selama 4 minggu. Populasi bakteri probiotik AK2 yang dikapsul dengan bahan yang berbeda memiliki jumlah populasi yang berbeda-beda dalam variasi waktu simpan dan waktu penyimpanan. Bakteri pada kapsul AL memiliki jumlah populasi awal 8 log CFU mL-1,kapsul ALSI memiliki jumlah populasi awal 10 log CFU mL-1 dan kapsul ALTI memiliki jumlah populasi awal 9 log CFU mL-1.

Viabilitas sel terenkapsulasi pada kapsul AL, ALSI dan ALTI relatif stabil, hal ini dapat dilihat dari grafik suhu penyimpanan 4 oC dan 27 oC. Populasi sel awal dari masing-masing variabel berbeda-beda yaitu 8,88 log CFU mL-1 pada kapsul AL, 10,15 log CFU mL-1 pada kapsul ALSI dan 9,23 log CFU mL-1 pada kapsul ALTI. Perbedaan dalam jumlah populasi awal disebabkan kepadatan sel pada suspensi yang dimasukkan dalam bahan pengkapsul berbeda. Setelah 4 minggu penyimpanan, jumlah populasi bakteri pada kapsul AL dengan suhu simpan 4 oC sebesar 8,15 log CFU mL-1 sedangkan pada suhu simpan 27 oC sebesar 8,23 log CFU mL-1. Pada kapsul ALSI, jumlah populasi akhir setelah 4 minggu ialah 10,30 log CFU mL-1 untuk suhu simpan 4 oC dan 10,20 log CFU mL-1 untuk suhu simpan 27 oC, sedangkan pada kapsul ALTI, jumlah populasi akhir ialah 9,18 log CFU mL-1 pada suhu simpan 4 oC dan 10,43 log CFU mL-1 pada suhu simpan 27 oC. Dengan demikian, populasi sel awal dan sel akhir tidak

29

variabel suhu yang berbeda. Terjadinya fluktuasi terhadap viabilitas sel pada tiap minggunya disebabkan karena persebaran sel pada setiap kapsul yang tidak merata yang menyebabkan pengambilan kapsul tiap minggunya menunjukkan jumlah yang naik maupun turun dari jumlah populasi sebelumnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Viabilitas bakteri pada suhu simpan A. 4 oC dan B. 27 oC.

Kapsul pada ALSI dan ALTI mampu memberikan perlindungan sel yang baik karena adanya lapisan ganda pada kapsul, dimana alginat sebagai lapisan

0 2 4 6 8 10 12 0 1 2 3 4 Lo g10 C F U m L -1 Alginat (AL)

Alginat-susu skim-inulin (ALSI) Alginat-tepung kedelai-inulin (ALTI)

A

Waktu Penyimpanan (Minggu)

0 2 4 6 8 10 12 0 1 2 3 4 Lo g10 C F U m L -1 Aginat (AL)

Alginat-susu skim-inulin (ALSI) Alginat-tepung kedelai-inulin (ALTI)

Waktu Penyimpanan (Minggu)

pertama dan susu skim-inulin dan tepung kedelai-inulin sebagai lapisan kedua. Alginat ialah bahan enkapsulan yang berbasis karbohidrat rantai panjang yang mampu memberikan perlindungan terhadap suhu dan inulin sebagai prebiotik merupakan bahan berbasis karbohidrat rantai pendek (oligosakarida) yang mampu memberikan perlindungan terhadap penguraian oleh asam (saluran pencernaan) dan sebagai bahan makanan bagi probiotik, sedangkan bahan berbasis protein yang ada pada bahan susu skim dan tepung kedelai mampu memberikan struktur pori yang lebih halus pada permukaan kapsul yang memungkinkan perlindungan terhadap paparan asam pada kondisi asam lambung tiruan. Pati resisten dapat memberikan karakteristik pembawa yang baik karena proses pelepasan bakteri terjadi ketika kapsul mencapai usus besar. Dengan demikian, pati resisten dapat digunakan oleh bakteri probiotik di usus besar (Mortazavian et al., 2008).

Suhu penyimpanan kapsul berbeda yaitu suhu 4 oC dan 27 oC. Hasil yang didapat dari ketiga varian kapsul ialah bahwa baik suhu 4 oC dan 27 oC tidak mempengaruhi jumlah populasi bakteri dalam kapsul. Perbedaan nyata yang diakibatkan dari perbedaan suhu diatas ialah bahwa baik suhu 4 oC dan 27 oC selama waktu 4 minggu mengurangi kadar air pada kapsul, dimana kapsul yang dihasilkan dari teknik ekstrusi ialah kapsul yang transparan dan berkadar air tinggi. Jika suatu bahan dengan aktivitas air yang lebih tinggi dimasukkan ke dalam

refrigerator maka air akan diserap dari bahan tersebut sehingga kadar air bahan menurun. Demikian halnya dengan bahan yang disimpan pada suhu 27 oC, kadar air bahan akan semakin berkurang.

Viabilitas probiotik menurun selama pengolahan dan penyimpanan produk (Mattila-Sandholm et al., 2002). Supaya probiotik dapat memberikan manfaat bagi inang, sel probiotik harus sampai di kolon pada konsentrasi 107 sel hidup/gram kandungan usus (Bouhnik, 1993). Sel probiotik dapat dienkapsulasi dengan bahan prebiotik (misalnya pati resisten) maupun cryoprotectant (misalnya gliserol) untuk meningkatkan viabilitas sel (Sultana et al., 2000). Pati resisten (resistant starch) ialah pati dan produk hasil degradasi pati yang tidak dapat dicerna oleh usus halus orang sehat. Pati resisten juga merupakan permukaan yang ideal untuk pelekatan sel probiotik ke granul pati (Anal dan Singh, 2007) dan

31

dapat meningkatkan probiotik dalam hal viabilitas dan fase metabolisme aktif pada usus (Crittenden et al., 2001).

Teixeira et al. (1995) melaporkan bahwa mikroenkapsulasi BAL dapat meningkatkan stabilitas dan viabilitas BAL selama penyimpanan, terutama di bawah kondisi ekstrem seperti asam, basa, panas dan cekaman garam dalam pemrosesan makanan. Ann et al., 2007 melaporkan bahwa selama waktu penyimpanan, stabilitas L. acidophilus ATCC 43121 yang dienkapsulasi dengan mikroenkapsulasi ganda secara efektif memberikan manfaat probiotik ke inang.

Kailasapathy (2004) melaporkan adanya penurunan jumlah sel yang berbeda secara nyata pada sel bebas mapun sel terenkapsulasi L. acidophilus

DD910 dan B. lactis DD920 dalam yoghurt setelah 7 minggu. Penurunan populasi berkisar 4 dan 3 log CFU mL-1 pada masing-masing sel bebas L. acidophilus

DD910 dan B. lactis DD920. Sedangkan sel yang dienkapsulasi menunjukkan penurunan populasi hanya 2 log CFU mL-1. Li dan Chen (2009) melakukan enkapsulasi terhadap empat isolat bakteri asam laktat (S1, S2, S3 dan S4) yang kemudian disimpan pada suhu 4 oC dan diamati viabilitas bakteri dalam produk selama 8 minggu. Populasi awal sel pada minggu pertama ialah ~ 7 log CFU g-1. Dari keempat isolat, hanya isolat S3 yang tetap stabil viabilitasnya ~7 log CFU g-1 setelah 8 minggu sedangkan isolat lainnya mengalami penurunan jumlah sel. Jika dibandingkan dengan sel bebas, terjadi penurunan dari 6 log CFU g-1 menjadi 4 CFU g-1 setelah 2 minggu.

4.6 Uji Ketahanan Sel Bebas dan Sinbiotik Terenkapsulasi Dalam Cairan Asam Lambung Tiruan

Uji ketahanan sel bebas dan sinbiotik terenkapsulasi terhadap asam lambung tiruan dilakukan dengan melihat pengaruh pH terhadap viabilitas sel baik sel bebas maupun sel terenkapsulasi. Asam lambung tiruan dikondisikan dengan adanya variasi pH 2, 3 dan 6. Hal ini dimaksudkan untuk melihat ketahanan sel BAL dalam saluran pencernaan inang khususnya terhadap cairan asam lambung. Data viabilitas sel bebas dan sel terenkapsulasi dalam larutan asam lambung tiruan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Viabilitas Sel Bebas dan Sel Terenkapsulasi Terhadap Larutan Asam Lambung Tiruan Selama 2 jam

pH Variabel Uji

Populasi Bakteri Tiap 30 Menit (Log CFU mL-1) Persentase Penurunan sel (%) 0 30 60 90 120 2 Sel Bebas 9,54 9,61 8,53 7,49 6,61 30,71 AL 9,97 9,41 9,28 8,72 7,52 24,57 ALSI 9,84 9,25 9,36 8,45 8,59 12,70 ALTI 9,75 9,96 9,36 9,00 8,83 9,44 3 Sel Bebas 9,74 9,25 8,65 7,69 7,30 25,05 AL 9,97 9,11 8,90 8,40 7,60 23,77 ALSI 9,84 9,96 9,90 8,59 8,45 14,13 ALTI 9,75 9,93 9,83 9,34 9,11 6,56 6 Sel Bebas 9,23 9,23 9,68 9,18 8,54 7,48 AL 9,97 9,90 9,65 9,40 8,84 11,33 ALSI 9,84 9,08 9,79 9,71 8,98 8,74 ALTI 9,75 9,67 9,28 9,41 8,84 9,33

Viabilitas sel bebas dan sel terenkapsulasi dalam pH 2, 3 dan 6 mengalami penurunan dari menit ke-30 hingga menit ke-120, namun penurunan yang paling besar terjadi pada pH 2 dan 3, sedangkan pada pH 6 yang mendekati netral hanya mengalami sedikit penurunan. Sel bebas isolat AK2 mampu bertahan hidup selama 2 jam dalam larutan asam lambung tiruan pada pH 6 dengan sedikit penurunan (0,69 log CFU mL-1 dari jumlah sel awal) atau turun 7,48%. Namun, sel bebas tidak mampu menjaga viabilitas selnya pada larutan asam lambung tiruan pada pH 3 dan pH 2 yang ditunjukkan dengan penurunan viabilitas sel sebanyak 2,44 log CFU mL-1 (25,05%)dan 2,93 CFU mL-1 (30,71%) dari jumlah sel awal selama 2 jam waktu inkubasi. Enkapsulasi kapsul AL mampu melindungi sel lebih baik dari sel bebas terhadap pengaruh pH 2 dengan populasi akhir 7,52 log CFU mL-1 sedangkan enkapsulasi ALSI dan ALTI mampu memberikan perlindungan sel terbaik terhadap pH asam tanpa menurunkan viabilitas sel secara drastis dengan populasi akhir sel pada kapsul ALSI dan ALTI ialah 8,59 log CFU mL-1 dan 8,83 log CFU mL-1.

33

Gambar 4. Kemampuan hidup sel bebas dan sel terenkapsulasi dalam larutan asam lambung tiruan pada pH 2 (A), pH 3 (B) dan pH 6 (C).

0 2 4 6 8 10 12 0 30 60 90 120 Lo g10 C F U m L -1 Sel Bebas Alginat (AL)

Alginat-susu skim-inulin (ALSI) Alginat-tepung kedelai-inulin (ALTI)

A 0 2 4 6 8 10 12 0 30 60 90 120 Lo g10 C F U m L -1 Sel Bebas Alginat (AL)

Alginat-susu skim-inulin (ALSI) Alginat-tepung kedelai-inulin (ALTI)

B 0 2 4 6 8 10 12 0 30 60 90 120 Lo g10 C F U m L -1 Sel Bebas Alginat (AL)

Alginat-susu skim-inulin (ALSI) Alginat-tepung kedelai-inulin (ALTI)

Waktu (Menit)

Sel dalam kapsul memiliki viabilitas yang relatif lebih stabil daripada sel bebas dalam larutan asam lambung tiruan selama 2 jam. Hal ini disebabkan oleh pH rendah (pH 2 dan 3) pada larutan asam lambung tiruan yang kontak langsung dengan sel bebas dan mempengaruhi kerja enzim sehingga menghambat pertumbuhan dan dapat mengakibatkan penurunan jumlah sel, sedangkan sel dalam kapsul AL, ALSI dan ALTI memiliki pelindung berbahan karbohidrat dan/atau protein yang efektif meminimalkan kontak langsung sel terhadap pH rendah. Sel bebas mengalami penurunan populasi sel yang signifikan terutama pada pH 2 dan 3 yang diikuti oleh kapsul AL, sedangkan pada kapsul ALSI dan kapsul ALTI, persentasi penurunan sel relatif lebih sedikit yaitu 12,70% dan 9,44% pada pH 2 dan 14,13% dan 6,56% pada pH 3. Pada pH 6, keempat variabel uji menunjukkan viabilitas yang cukup stabil yang dapat dilihat pada grafik (Gambar 4. Kemampuan hidup sel bebas dan sel terenkapsulasi dalam larutan asam lambung tiruan pH 2, 3 dan 6), dimana persentase penurunan sel bebas 7,48%, kapsul AL 11,33%, kapsul ALSI 8,74% dan kapsul ALTI 9,33%.

pH lingkungan mempengaruhi viabilitas sel bebas dan sel terenkapsulasi. Kapsul AL mampu menjaga viabilitas sel pada lingkungan pH 6 dengan laju penurunan populasi sel hanya 1,13 log CFU mL-1, namun kurang efektif dalam menjaga viabilitas sel pada pH 2 dan pH 3 dengan laju penurunan populasi masing-masing sebesar 2,45 log CFU mL-1 dan 2,37 log CFU mL-1. Sel dalam kapsul ALSI mengalami penurunan populasi 1,25 log CFU mL-1 pada pH 2, 1,39 log CFU mL-1 pada pH 3 dan 0,86 log CFU mL-1 pada pH 6. Sedangkan penurunan jumlah sel pada kapsul ALTI kurang dari 1 log CFU mL-1 pada ketiga variasi pH setelah 2 jam waktu inkubasi.

pH rendah pada lambung dapat menurunkan viabilitas sel. pH yang rendah dapat menghambat kerja enzim-enzim yang tidak tahan asam sehingga pertumbuhan sel akan terhambat dan kemudian diikuti dengan penurunan populasi sel. Adanya variasi pH 2, 3 dan 6 pada lambung akan mempengaruhi viabilitas sel dimana pH 6 yang mendekati netral akan mengalami penurunan populasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan penurunan populasi pada pH 2 dan 3. Menurut teori kemiosmosis, penghambatan bakteri terhadap pH rendah disebabkan oleh ketersediaan energi yang tidak mencukupi dalam perpindahan proton keluar

35

melalui membran sel untuk menyeimbangkan gradien proton. Secara umum, pH intraseluler mendekati netral dipertahankan oleh bakteri, namun pH intraseluler menjadi rendah ketika sel terpapar oleh asam di lingkungan sehingga terjadi penghambatan sel yang disebabkan oleh efek langsung dari ion H+ pada komponen sel (Garland, 1977).

Kapsul yang dibuat dengan tambahan bahan prebiotik maupun bahan

cryoprotectant (gliserol) dapat menjaga viabilitas probiotik pada produk namun tidak demikian dalam kondisi pencernaan tiruan (Sultana et al., 2000). Enkapsulasi dengan kedua bahan disebut dengan ko-enkapsulasi yang merupakan cara lain untuk meningkatkan viabilitas probiotik (Godward dan Kailasapathy, 2003). Mengggabungkan probiotik dan alginat dalam suatu kapsul mungkin lebih baik dalam melindungi probiotik dalam sistem pangan dan saluran pencernaan (Chen et al., 2005). Prebiotik dapat digunakan untuk meningkat potensi pertumbuhan probiotik dalam sistem gastro intestinal dan meningkatkan viabilitas selama waktu penyimpanan. Enkapsulasi memberikan suatu manfaat yang benar-benar meningkatkan viabilitas probiotik, karena adanya perlindungan dari material enkapsulannya (Wood, 2010).

Berdasarkan penelitian Ann et al. (2007), kapsul yang dilapisi dengan bahan enkapsulan mampu memberikan perlindungan terbaik dalam larutan asam lambung tiruan karena penurunan bentuk ukuran pori pada membran lapisan ganda dan hasilnya, difusi larutan asam lambung ke dalam kapsul menjadi terbatas sehingga melindungi kapsul dari interaksi terhadap larutan asam lambung (Murata et al., 1999).

Sultana et al. (2000) melaporkan bahwa enkapsulasi bakteri dalam kapsul alginat saja tidak efektif melindungi bakteri terhadap asam kuat. Hal ini didukung oleh Kim et al. (2008) yang melaporkan bahwa pada pH 1,2, non-enkapsulasi L. acidophilus mengalami penurunan populasi sel mencapai nol setelah 1 jam inkubasi sementara L. acidophilus yang dienkapsulasi dipertahankan populasi selnya diatas 6 log CFU mL-1 pada pH 1,5 setelah 2 jam inkubasi. Li dan Chen (2009) juga melaporkan bahwa enkapsulasi bakteri asam laktat menunjukkan adanya peningkatan kemampuan hidup sel dalam pemaparan ke dalam larutan asam (pH 1.2) dengan viabilitas sel 76%. Favaro-Tindale dan Grosso (2002)

menunjukkan bahwa sel L. acidophilus (La-05) tidak dapat bertahan di lingkungan lambung buatan pH 1,0 setelah 1 jam, namun mikroenkapsulasi L. acidophilus (La-05) mengalami penurunan populasi sel 1 log CFU mL-1 setelah 2 jam inkubasi. Krasaekoopt et al. (2004) menunjukkan bahwa untuk L. acidophilus, daya hidup sel yang dikapsul dengan bahan penyalut lebih baik daripada kapsul tanpa bahan pelapis.

BAB 5

Dokumen terkait