19 nya pldana bag! aatiap pelanggarnya*
2"$ undangan, balk aengenai prakarea maupun formulasinya.
Dibandingkan dengan apa yang oerlaku di Aaerika Serikat, aaka dapatlah dibayangkan, bagaimana proses pembuatan Undang-un-
dang yang berlaku di Indonesia* Di Indonesia, dengan keadaan DPR seperti sekarang (dengan sar&na yang aasih aangat terbatas), ae- aang vajar apabila prakarsa Undang-undang leblh banyak dipegang oleh Peaerintah* Tang tidak vajar adalah apabila DPR aaaa sekall tidak aaapu neabuat dan aengajukan RUU berdaearkan "hak iniala- tif* nya* seperti berlaku seaenjak PeaiIn 1971*
Bebenaraya, apabila whak iniaiatlf" DPR serisg di?erguna~
kaa» akan dapat aeapereepat produk Undang-undang y&ng bertirti ikat aeabantn peabaagun&n hukuffi yang pada masa sekarang dirasa- kan eeaakin ter ting gal
ifalaupmn pada aaaa sekarang ada keeendemngan eeaakin ae- nonjolnya perana* Peaerintah dalaa proses peabuatan Undang-un- dan|f balk aengenal prakarsa aaupun foraulaainya, faktor-faktor seperti dlaralkan dlatas tetap aempakan kesulltan/hanbataa bagi pelaksamaan nhak iniaiatlf13 DPR*
B. t o m tiabul karana "hit iniaiatlf" DPB unrang
Dleantuakannya ketentuan paaal 21 ayat (l) UUD-1945 oleh Peabeatukaya, sudah tentu aeapnnyai aaksud-aaksud tertentu* Me-
*
aurut JCT# Slaorangkir* aaksnd tera©but dlaaaplng untuk aenggaa- barkaa adanya kebersaaaan kedudukan antara DPR dan Preelden, kh£ •asnya dalaa bidaag peabentukan Undang-undang, juga sebagal sa- salah saivt bentuk kontrol DPR atas kelalaian Presiden untuk aea- baat RUU aengenal aarffclah yang bersifaic uaua dan penting?**
Presidenlah yang aenegang kakuasaan membentuk Undang-undang, se dans DPR hanya aenyetujuinya* Adanya ketentuan pasal 21 ayat 1,
TnJT)-l9if5, kasan deaikian dapat dihilangkan, apalagl jika DPR aaa-
pu ■alakaanakannya« Salain itu, dalaa aasa pambangunan dlsegala bldang aekarang ini, adanya katantuan paaal 21 ayat 1 UUD-I9V5 41
harapkan dapat aengatasi kalaabatan pengaturan barbagai aaaalah
yaag berslfat uaua dan panting yang dlhadapi Presiden (Peaarintah)* Klsalnya usaha Peaarintah untuk aeaajukan industri, pengusahaan ke kayaan alaa dan sebagalnya, ternyata belum dilkuti dengan pengatu£ an nengenai a&salah uaaht perlindungan lingkungan hidup, kalesta rtan alan0 tata guna tanah dan aabagalayac
Sebagal halnya suatu negara yang sedang berkeabang dan giat
aalaksanakan peabangunan dlaagala bldang, aaka di Indonesia dawasa ini aeaang diraaakan seaakin aaningkatnya kebutuhan pengaturan ae- agenal berbagal aaaalah yang tiabul sebagai aklbat peabangunan dan atau yang dlharapkan dapat aenunjang palaksanaan peabangunan Itu
sendlrio Apablla tidak sagera dladakan pengaturan* maka peobangun-
an hukua akan seaakin tertlnggal dibandlngkan dengan peabangunan dllaln bldang, khuausnya peabangunan ekonoai* Tartltfggalnya peaba* aganaa hukua akan beraklbat tlabulnya praktek-praktak yang aenya- lahl hukua, kurang lanoarnya pambangunan, tlabulnya ketldak adll- an dalaa aaayarakat^San tlabulnya ketegangan-ketegangan aoslal dl-
keaudian hari2£
Meskipun ada beberapa oara untuk mamperoepat peabangunan hukua, akan tetapi jalan plntas yang tardekat adalah dangan jalan perundang-undangan yang lebih oepat proses pembuatannya2?Dalan hal lal Undang-undang akan aeaegang peranan panting, sehingga parlu
eegera diusahakan pembentukan Undang-undang yang cepat dan tepat.
DPH dan Preelden eebagai Pembentuk Undang-undang, telah
dilengkapi dengan hak untuk aengajukan RUU* Akan tetapi dalam ke- nyataaaaya, eeaenjak Peailu 1971 hanya Preelden yang aaapu aeabu- at dan aengajukan RUU, Heekipun eetlap tahun atae daear RUU yang dlajukan Preelden, dapat dlhaellkan rata-rata 7 (tujuh) buah Un- daag-nndangv akan tetapi aenglngat eeaakla aendeeaknya kebutuhan pengaturan aengenal beberapa aaealah eekarang ini (lihat Repel!'*
fca XII Bidang Hukua), aaka hasll tereebu$ diraeakan raaeih jauh
dari eukupf^
Salah eatu ueaha yang dapat dllakukan untuk aeapercepat
produk Undang-undang adalah apabila DPR Ikut eeoara aktif dalaa
pottbuatan daa pengajuaa RUU dengan Bering aenggunakan ”hak inlet-
atlf^aya*
Jelaalah bahwa kurang dipergunakannya "hak inielatlf” DPR
••lain aenyebabk&a kuraag/tidak berartinya ketentuan paeal 21 ayat 1 UUD-45" aeeklpun keoll akan aenyebabkan eeaaki& tertiag- galnya peabangunaa hukua dibandingkan dengan peabangunaa dil&ia bidang yaag biaa neniabulkan beberapa akibat dalaa kehidupan ke- tatanegaraan*
$ 2» Huaalah peageaahaa RUU Ueul Inlelatif DPR oleh Preelden Menurut paaal 21 ayat 2 UUD-19^9 jlka euatu RUU ueul Ini- eiatif sudah dlaetujul oleh DPR, akan tetapi tidak diaahkaa ofteh Preelden, aaka RUU tereebut tidak boleh dimajukan lagi dalaa per- eldangaa DPR aaea Itu*
BUU yang telah disetujui oleh DPB, balk RUU yang berasal dari Pe-
nerintah naupun dari DPB, harus dikirimkan kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-undang (paeal 9 no*2/1950» LN.no* 32, yo* paoal 6 Lampiran I Inpres no.15/1970, yo* pasal 114 Peratur
an Tata Tertlb DPB-BI). Dari sini tanpak peranan penting Presi
den dalan penbentukan Undang-undang* Selain Itu ketentuan terse- but nemmjttkkan bahva ketentuan pasal 21 ayat 2 UUD-19^5 berlaku
pula bagi BUU yang diajukaa Presiden dan telah disetujui DPB*
Mengingat pentingnya nasalah pengesahan BUU oleh Presiden dalaa proses penbentukan Undang-undang, naka perlu eagera diada~ kan pengaturan yang tegas aengenai berbagai keaaungkinaa yang tin bul disekitar nasalah tersebutc sebagai akibat pengaturan UUD-45 yang sangat singkat*
Mengingat pembahasan RUU di DPB, kemungklnan Presiden ne- nolak nensahkan BUU yang telah disetujul oleh DPB adalah kecil,
>
bahkan tidak adaf karena ikut eertanya Presiden (Penerintah) da laa penbahasan BUU tersebut (pasal 116-119 dan paaal 123 ayat 8t Peraturan Tata ?ertib DPR-BX) dan keputusan DPR untuk menyetujui BUU tersebut diambil setelah dicapai kata nufakat, baik antara berbagai Fraksi di DPB naupun antara DPB dengan Penerintah*
Kenungkinan yang ada (neskipun keoil) adalah apabila DPB berani nenganbil keputusan tersebut tanpa teroapai nufakat anta ra DPB dengan Penerintah* Dalan hal ini berlakulah ketentuan pa aal 21 ayat 2 UUD-1945, apabila Presiden menolak mensahk&n RUU tersebut* Persoalan yang timbul adalah apabila Presiden selalu menolak, neskipun BUU itu telah berkali-kali dibahaa di DPR,
Meskipun dalan keadaan deaikian, tarhadap RUU tersebut te- tap berlaku ketentuan pasal 21 ayat 2 UUD-I945, tetapi ada kenraag
* %
kinan DPR menjalankan fungsi kontrolnya, karena menurut anggapan DPR, dengan penol&kan tersebut Presiden talah melanggar haluan ne gar a*
J Lain halnya apabila DPB yang menolak untuk menyetujui RUU yang diajukan oleh Presiden* Dengan alasan adanya hal ikhval ke~ gentingan yang nemaksa, Presiden dapat nenggunafcan ketentuan pa~
sal 22 ayat 1 UUD..1945 yaitu aoaetapkan Perpu untuk menga^ur
calah/nateri yang diatur dalaa RUU yang ditolak oleh DPR itu®
Dalam hal penbentukan Undang-undang, yang berlaku di Indo nesia nenang berbeda dengan di Anerika Serikat9 khususnya menge- nai naoalah pengesahaa RUU ^ang telah disetujui oleh £*eglslatdf« Di Anerika Serikat, apabila Presiden menolak untuk menanda tangani suatu RUU yang diajukan Congress, maka dalan waktu 10 (sepuluh) harl setelah RUU itu diajukan kepadanya, RUU itu harus dikeaba** llkan kepada Congress, Dalan hal demikian , Congress oasih
nenpunyai jalan supaya RUU tersebut dapat menjadi Undang-undang* Setelah nenerina pengenbalian RUU dari Presiden, Congress mulai nenbiearakan lagl RUU itu* Apabila dalan pembieagaan tersebut, 2/3 (dua pertiga) suara Congress menyetujui RUU itu untuk disah- kan nenjadi Undang-undang, naka RUU itu menjadi Undang-undang djs ngan sendirinya (intisari dari terjemahan bebaa pasal 7 ayat 2 UUD Anerika Serikat)**?
Pengaturan denikian itu memang sesuai dengan ketentuan pa sal 1 UUD Anerika Serikat bahva s "Kekuasaan untuk membentuk Un-
dang-undang dipegang oleh Congraaa yang terdiri dari Senate dan
Houee ofHepraeentativaa# Praaidan hanya berhak manolak atau ma-
nyetujul RUU yang diajukan Congraaa aaeuai dengan ketentuan pa* aal 7 ayat 2 UUD Anerika Serikat"*
Dl Indonesia* menurut OUD-19^5* kekuaaaan mambentnk Un-
dang-undang dipegang olah Praaidan dengan paraatujuan DPRt (pa*
aal 5 ayat 1 dan paaal 20 ayat 1 UUD-19^5)® Dangan ketentuan da aikian dan aengingat ketentuan pasal 2®, 21 dan 22 UUD-19*f5, ma ka menurut ale tee UUD-19^5* Praaidan dan DPS memang dituntnt Bambina hubungan karja earn* yang balk dan serasi dalam pemben tukan Undang-unaang*
Pareoalan aelanjutaya dalaa kaitan dangan nasalah penga- esihan KUU olah Praaidan adalah ? ”kanan Praaidan harua manyata- ton »»ta1u atau ■tnolak nntok B«ng«— hi-n Biro -r.nr t.i»h .a.nd^-
pat prmtuiuan DPH. khuauanra BPP Paul Iniaiatlf DPR ?"
Dalam hal ini, UUD-19^5 yang eangat eingkat tarnyata tl dak lengatur aeeara tagae dan jelaa* Tang ada hanya ketentuan
paeal 21 ayat 2 UUD-19^5 tareebut* Seunpai eekarang tarnyata be>*
Inn ada uaaha dari Pambentuk Undang-undang untuk snengatur masa-
lah taraabuto
^ Pareoalan tereebut, meakipun kelihatan eepele* tetapi
■eapunyal pengaruh baear tarhadap pembangunan hukum. Tidak ada nya ketentuan waktu Mkapan Preelden harua menyatakan eetuju/me- nolak untuk nengeeahkan RUU yang talah dieatujul D PR ,, dapat ne-
ngaklbatkan Praaidan berbuat eemaunya atau menunda pengeeahan BUU tereebute Hal ini akan berarti tertundanya aaat berlakunya
RUU tersebut dengan akibat terhanbatnya pembangunan hukum.
Dalaa praktek selama ini, pengesahan RUU oleh Presiden se ring dilakukan setelah berbulan-bulan diajukan oleh DPRfneskipun Pemerlntah ikut dalan penbahaean RUU tersebut* Dalan kaitan de ngan maaalah ittij sisten UUD-19^5 memang berbeda dengan eistem Konstituai RIS-19^9 dan UUDfl-1950 yang seoara tegas oenetapkan
batas waktu "kapan Presiden harus nenolak atau menyetujui untuk
"50 nengesahkan RUU yang telah disetujui oleh Parlemenv
Oleh karena itu kebutuhan akan peraturan perundang~undanj£
an yang nengatur aaaalah tersebut nemang sudah sangat mendesak9
Tanpa adanya ketentuan mengenai maaalah i*uf akan menyebabkan
berbagai usaha untuk neningkatkan pembangunan hukun* khuausnya yang nelalui perundang-undangan (ternasuk usaha melaksanakan .hak iniaiatif DPS) nenjadi kurang berarti*
Mengingat ikut sertanya Pemerlntah dalan setlap perabahas* an RUU di DPR, ketentuan nengenai jangka waktu tersebut tidak parlu terlalu lana seperti ketentuan dalaa Konst ltusl a IS-194-9
dan UUDS-I950t karena untuk mengesahkannya Presiden tidak perlu
cenpelajari lagi RUU tersebut. Sebaiknya dibuat ketentuan seper«
ti ketentuan pasal 7 ayat 2 UUD Anerika Serikat, yaitu 10 (sepu- luh) hari setelah Presiden menerima RUU itu dari DPR, atau setl* dak-tldaknya nendekati.
Selain itu dalan peraturan perundang-undangan tersebut ha rus ditentukan pula bahwa : "apabila dalam jangka waktu yang te» lah dltetapkan, Presiden tidak menyatakan keberatan apa-apa un
aaadlrlnya ataa daagan perkataan laia Praaidaa talah aenyotujui daa aaagaaahkaa RUU taraibut aaoara diaa-dlaa*
Ada kenungkinaa aal ah oatm aebab tartuadaaya paageeahaa Praaidaa ataa RUU yang talah diaetujM olah DPH adalah maaalah ha
lva alapaya paraturaa palakaaaaam: dari RUU yaag haadak diaahkaa «
Uatuk dapat barlaku aaoara effaktif, Uadang-undang niaang aering targaataag kapada paraturaa palakaaaaaaaya<> Hiaalaya RUU taataag Parkaviaaa yaag talah dlaatujul olah DPR pada fcaSma 197^* baru da pat barlaku aaoara affaktlf pada tahua 1976 karaaa aaauaggu para
turaa palakaaa&aaaya dlbuat* Sabanaraya hal daaikiaa tldak parlu
tarjadl9 apabila Paaariatah bagltu aengajukan RUU kapada DPR, ae« gara aaoyiapkaa paraturaa palakaaoaaaayae
Dalaa hal RUU uaul iniaiatlf yaag dibuat olah anggota DPRt paagaaahaaaya akan aeaakin tertuada-tuadaf karaaa Paaariatah ti~ dak aegera dapat aaabuat paraturaa palakaaaaaaaya* Dalaa hal lai Paaariatah audah taatu parlu aaapelajarl aatarl daa aakaud dari RUU uaul ialaifttif DPR itae Sabaaaraya hal laipua bukaa peraoalaa blla dllagat bahva Paaariatah ikut aaoara aktlf dalaa paabahaaan XUU uaul ialaifttif DPR* Dari paabahaaan inilah Paaariatah akan aaa}arolah hal-hal yaag diparlakaa aatuk paabuataa paraturaa pa lakaaaaam RUU itu. Daugaa daalkiaa bagltu RUU teraebut aalaaal di bahaa di DPR, Paaariatah dapat aagara aaabuat paraturaa palakaaaa aaayat aahlagga KUtJ taraabut aagara dapat diaahkaa dan diuadangkaa aaajadi Uadaag-uadaag yang difiaitlf* Bag! RUU uaul inialatift ada nya kataatuaa "kapaa Praaidaa harua aenolak atau aengeaahkaaaya", aaaaag puaya art! paatiag9 karaaa nanutup kemungkinan penundaaa pa agaaahanaya, dengan alaaaa peraturan pelakaanaaanya balua dibuat*
Jelaalah bahva tldak adanya ketentuan jangka waktu dalan hubungan dangan nasalah "pangaaahan RUU yang telah mandapat par- aatujuan DPR olah Praaldaa", aacara tldak langaung dapat nanghan-
bat panbangunan hukua, Selain itu nenurut JCT, Simorangkir* tl
dak adanya katantuaa danikian dapat dijadlkan bukti bahva aiatan ketatanegaraan nenurut UUD-19V5 adalah "Executive heavy!} ^ dalas
artl paranan Panarintahlah yang labih naaonjol dibandingkan da-
agan Lanbaga Nagara yang lala*
^flakratarlat Jenderal DFR-RI* Suatu Oatatan Kegiatan DPR-
BZ. v r t o i * 1971-1977. Jakarta, 1977, hal. 2«1.
2Jfw«b«« DPB-RI ataa PTtamraan »ara.
^Sakratarlat DKR-GE, Hinnunan Paraturaa Tata Tertib DPR-
»X. i^g-1971. (BP.KMIP-DPR Pwlln ii}. Jakarta. 19717 'tel. 19.
35,61,96,126,173,209,2^,291, din 350*
Sakratariat Jandaral DPK-HI, op.clt. hal.281.
Irawan Soajite, faknik’Menbuat Pndane-Bndang. Pradnyt
Paranita* Jakarta,, 1976* hal*13*
S«laa Kata Pangantar buku Zravan Soajito* ibid, hal*7*
7Ibid. hal. 17-18.
®BPHH, lanoran Panalitlaapada Loka Karya Penyugnaan Pro-
P t f
Unlalatlf. dl Menado. Blna Clnta. JakarTa.1977. hal.27U-
278.*lbid. hal. 278-279. 10
Xrtwa* Soajito* oiuoit» hal* 17*
-rUC*^1 P«PglBlan 1ab»tan Piapinan Partal dan
^ Manialang Munaa Golkar dl Bali. Piinpinan Unattr-tJnaur Qol
m#1 Qf>tarkan pandapat yang barfrada nanganai kabi.1akaa-~
naan Plapinan Pttsat Golkar.
^Sakratariat Jandaral DPR-RI, oy*clt« hal* 281*
lifibia.
Otoehtar Kuauaaatsadja, Paabaharaa* Hutaut dangan Parun-
flaoara Karja pad. Loka Karya Pa-
■yaAunaa Progra. UgiilatU, di Manado, Biaa Clpta, Jakarta, 1977 hal. *H*
\C
Bv m iak xn t dlkutlp dari Itraku Ianail Stray. ’Makimiatta Daao’- kraal Pan? a 3ila» Akaara Bath, Jakartan 1978® halo ^
^Adang H« £udaraa» Batoaltwl Parlaaantar. Harlan Xcapaa,
tanggal 2k juli 1980, hal# IV*
J11trYna PPB-BI ataa partaaraan .or.,
19 7Atang h. 8udaraa, log.oit. *
20Sakr®tariat Jandaral DFR-RI, op.olt* hal.281*
^Hoohta* Kmsusaataadja, Pidato Pangarahan pada Lofca Karrft
Pan« . . « . » ^ - M T M Lagjalatlf. 41 Manado, Bina Clpta, Jakarta,
1977, hal. 28.
22Iaaai.1 6uayt Makaniaaa dan Proaedur Pa«banttaka& Paratur-
»
■ P.yn«d»n»-Pnd•raaah pada Loka Karya Panyuaonan Prograa Lagialatlf, di Manado,MHg»n dltlnian dafl Sudut Hatam Ketatanagar&an HI.BI m Oipta, Jakarta, 1977, hal, 211-2150
23H>ld. 9k
JCT. 8iao*angkir, Tantang daa flakitan DewanParvakllan
Rakyat. oat* kadna, ErlanggaV Jakarta, 1977, hal. 17*
^Ssroaryati Eartone, Program Penyuaunan Parun&ang^ttndang^
|» dalaa Repalita XII (Bnatu Proyakai). Kartaa KeVla pada Loka
Karya Penyuaunan Progran Legl8latif, dl Manadot Bina Clpta, Jakar ta, 1977* hal* 96.
^Tlochtar Kusumaat.adja, II, op.oit. hal. 26. 27Xbld. hal. ZU.
40
Sunaryati Hartono, op.cit. hal. 99.
2*Ih« Conatitutl O B »f Th» United Statas of Aaerloa (Analy-
■H a n d Int«rpr«tatiea). Laglalatly R«fir«not S»rrlo«. Library
of Congrasa - United Stataa Qovaraant Printing Office* Washington, 1953.
9% MO r . l 3M Mi » l tJ W & _ H ^ 1 9 4 9 _d»n p a s a l di-
kmilp dari i A*K* ?ringgodigde9 xiga undang-undang Dauar^PTV Pa*- bangunan9 J a k a r t a 196**