• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II.1.1 Unsur-Unsur Komunikasi

Komunikasi dapat berjalan dengan baik dan lancar, jika pesan yang disampaikan seseorang tersebut dengan tujuan tertentu dapat diterima dengan baik dan mengerti maksud dari pesan tersebut. Suksesnya suatu komunikasi apabila dalam penyampainnya menyertakan tujuh unsur-unsur berikut ini :

1. Pengirim Pesan/Sumber

Pengirim pesan adalah individu atau orang yang mengirim pesan. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalm bentuk kelompok misalnya partai, organisasi, atau lembaga. 2. Pesan

Pesan adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara tertulis maupun lisan. Pesan nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka, dan nada suara.

3. Saluran/Media

Saluran atau media adalah jalan/jalur yang dilalui pesan dari si pengirim dengan si penerima. Saluran yang biasa dalam komunikasi adalh gelombang cahya dan gelombang suara yang dapat kita lihat dan dengar.

Media yang dimaksud di sini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepda si penerima.

4. Penerima Pesan

Penerima pesan adalah pihak yangmenganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya. Pesan bisa terdiri dari satu orang atau bahkan lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa inggris disebut audience atau receiver.

5. Efek aatu Pengaruh

Efek atau pengaruh adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh si penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebgai akibat penerimaan pesan.

6. Tanggapan balik atau Feedback

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya salah satubentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima.

7. Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

Aristoteles mengatakan bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukungnya yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkan. Sedangkan, David K. Berlo mengatakan bahwa proses komunikasi dapat berlangsung dengan 5 unsur saja yang dikenal dengan nama “SMCR”, yakni Source (pengirim), Message (pesan), Channel(saluran-media),

dan Receiver (penerima). Kemudian Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin De Fleur menambahkan unsur efek dan umpan balik (Canggara, 2006:22).

II.1.1 Prinsip Komunikasi

Untuk dapat memahami hakikat suatu komunikasi perlu diketahui prinsip dari komunikasi tersebut. Menurut Seiler (Arni, 2000:19-22), ada empat prinsip dasar dari komunikasi yaitu sebagai berikut :

1. Komunikasi adalah Suatu Proses

Komunikasi adalah suatu proses karena merupakan suatu seri kegiatan yang terus-menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu berubah-ubah. Komunikasi juga melibatkan suatu variasi saling berhubungan yang kompleks yang tidak pernah ada duplikat dalam cara yang persis sama yaitu : saling hubungan diantara orang, lingkungan, keterampilan, sikap, status, pengalaman dan perasaan, semuanya menentukan komunikasi yang terjadi pada waktu tertentu.

2. Komunikasi adalah Sistem

Komunikasi terdiri dari beberapa komponen dan masing-masing komponen tersebut mempunyai tugas/perannya masing-masing. Tugas/peranan dari masing-masing komponen itu berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan suatu komunikasi. Bila terdapat gangguan pada satu komponen maka akan berpengruh pada proses komunikasi secara keseluruhan.

3. Komunikasi Bersifat Interaksi dan Transaksi

Yang dimaksud interaksi adalah saling bertukar pesan. Proses komunikasi tidak selalu terjadi secara teratur terkadang sambil menyandikan pesan kia juga menginterpretsaikan pesan yang kita terima. Dalam keadaan demikian komunikasi tersebut bersifat transaksi.

4. Komunikasi Dapat Terjadi Disengaja maupun Tidak Disengaja

Komunikasi yang disengaja terjadi apabila pesan yang mempunyai maksud tertentu dikirimkan kepada penerima yang dimasudkan. Tetapi apabila pesan yang tidak disengaja dikirimkan atau tidak dimaksudkan untuk orang tertentu untuk menerimanya maka itu dinamakan komunikasi tidak disengaja.

II.1.3 Bentuk-bentuk Komunikasi

Berdasarkan jumlah peserta komunikasi kelompok komunikasi Amerika yang menulis buku Human Communication membagi komunikasi kedalam lima bentuk (Cangara, 2006:29:36), yakni :

1. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)

Komunikasi antarpribadi adalah kmunikasi antar orang-orang secara tatap muka , yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.

2. Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication)

Komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota- anggotanya saling berinteraksi satu sam lainnya.

3. Komunikasi Organisasi (Organizational Communication)

Komunikasi organisasi adalh komunikasi yang terrjadi dalm organisasi yang bersifat formal dan juga informal, berkangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar dari komunikasi kelompok.

4. Komunikasi Massa (Mass Commnunication)

Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik media cetak (surat kabar, majalah) ataupun elektoni (televisi, radio,

film) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang delembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen.

5. Komunikasi Publik (Publik Communication)

Komunikasi publik adalah komunikasi anatra seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak dikenali satu persatu. Komunikasi ini sering disebut pidato, ceramah atau kuliah.

II.2 Komunikasi Perspektif Budaya

Setiap teori komunikasi menyajikan perspektif khusus darimana prosesnya dapat dipandang. Suatu perpektif adalah sebuah titik pandang, suatu cara mengkonseptualisasikan sebuah bidang studi. Perpspektif pertama komunikasi multikultural bertitik tolak pada kajian komunikasi yang memfokuskan diri pada level komunikasi antarpersonal di berbagai level komunikasi. Proses interaksional dan transaksional partisipan komunikasi dalam komunikasi personal dikaji secara mendalam dalam perspketif budaya yang melibatkan berbagai pendektan bidang-bidang ilmu lain yang mendukungnya seperti sosiologi, psikologi sosial, antropologi budaya dan bahasa. Hal ini sejalan dengan sifat ilmu komunikasi sendiri yang heterogen multidisiplin dan eklektif. Sumbangan berbagai disiplin ilmu yang mendasari pertumbuhan ilmu komunikasi tersebut pada mulanya memang lebih banyak memfokuskan diri pada studi komunikasi massa, yang pada awalnya disebut publisistik.

Hasil kajian yang pernah dilakukan oleh para ahli biasanya merupakan hasil kajian mengenai diffusion of inovation, flow and diffussion of information, agenda setting, uses and gratification, mass media and social reality, dependecy theory of mass media, mass media and social change. Jika komunikasi massa yang memfokuskan diri pada media studies sedangkan komunikasi multikultural mencoba mengkaji komunikasi antarpersona dan komunikasi massa dalam perspektif budaya. Keduanya dalam dunia pengembangan ilmu komunikasi belum cukup mendapatkan perhatian yang serius dari para ahli, ditandai dengan

sedikitnya studi-studi yang telah diterbitkan untuk bidang kajian tersebut. Sebagaimana kajian bidang-bidang komunikasi lain, kajian komunikasi multikultural membutukan pendekatan, metode dan teori yang agak berbeda dengan pendekatan, metode dan teori yang digunakan dalam kajian komunikasi massa seperti media effect, media contents dan media studies. Kajian multikultural mempunyai pendekatan, metode, dan teori yang khas sesuai dengan visi peneltiannya. Dengan demikian, teori-teori yang digunakan untuk membahas kajian komunikasi multikultural juga sangat berbeda dengan kebiasaan komunikasi massa, karena sifat penelitian ini lebih mengarah pada studi komunikasi dalam perspektif antropologi budaya (perilaku) dan etnografi (mentalitas).

Kajian komunikasi multikultural memerlukan suatu telaah analisis kritis, pengungkapan data yang berulang-ulang agar supaya mencapai tingkat kedalaman yang dibutuhkan. Dengan kata lain penelitian komunikasi multikultural lebih bersifat eksploratif (grounded research) jika penelitian lapangan melibatkan partisipan komunikasi dalam tindak komunikasi massa dalam ranah komunikasi sosial-budaya. Sedangkan bersifat analisis tekstual manakala bahan kajian merupakan produk manusia yang telah terdokumentasi baik dalam sosifak, mentalfak, dan artefak. Meskipun demikian, komunikasi multikultural tetap terbuka untuk berbagai jenis penelitian seperti jenis survei, eksperimen dengan berbagaimacam metode kuantitatifnya.

II.3 Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif pertama kali dikemukakan oleh psikolog Leon Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger, perilaku seseorang dapa dijelaskan dari keiinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya (M. Surip, 2011:63). Kognisi terkait dengan sikap atau perilaku yang dipegang seseorang yang terekam dalam pikirannya. Lebih lanjut Festinger mengemukakan, bahwa seseorang dimotivasi untuk mengurangi ketidaknyamanan sebanyak mungkin, bahkan bila perlu mengubah sikap yang sudah dianutnya. Disonansi kognitif sebagian besar

merupakan teknik pembelaan diri yang dilakukan oleh sesorang untuk memperoleh harga diri. Untuk mendapatkannya seseorang harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan berbagai pilihan dan kemungkinan yang beragam.

Istilah disonansi kognif menurut Festinger berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagi aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mecari dalih untuk mengurangi disonansinya itu (Effendy, 2003:262). Dalam kamus komunikasi, dissonance artinya : situasi psikologi yang tidak menyenangkan sebgai akibat dari ketidakserasian antara dua unsur atau hal dalam suatu proses komunikasi (M. Surip, 2011:64). Secara defenitif, cognitive dissonance berasal dari dua suku kata, yaitu cognitive dan dissonance. Cognitive merupakan knowledge (pengetahuan), sedangkan Dissonance dikatakan sebagai ketidakcocokan (incongruity) . Teori ini mengemukakan bahwa keyakinan seseorang dapat berubah pada saat mereka sedang berada pada situasi konflik. Ini dapat terjadi karena pada dasarnya manusia didorong oleh keinginan untuk selalu berada dalam suatu keadaan psikologis yang seimbang (konsonan).

Teori Disonansi kognitif dari Festinger (1957) tidak jauh berbeda dengan teori-teori konsistensi kognitif lainnya, tetapi ada dua perbedaan yang perlu dicatat:

1. Teori ini adalah tentang tingkah laku umum, jadi tidak khusus tentang tingkah laku sosial.

2. Walaupun demikian, pengaruhnya terhadap penelitian-penelitian psikologi sosial jauh lebih menyolok daripada teori-teori konsistensi lainnya. Antara elemen-elemen kognitif mungkin terjadi hubungan – hubungan yang tidak pas (nonfiiting relation) yang menimbulkan disonansi (kejanggalan) kognitif disonansi menimbulkan desakan untuk mengurangi disonansi tersebut dan menghindari pendekatannya, hasil desakan-desakan tersebut muncul dalam perubahan pada kognisi, perubahan tingkah laku, dan

menghadapkan diri pada beberapa informasi dan pendapat-pendapat pendapat baru yang sudah diseleksi terlebih dahulu.

Menurut Festinger (1957) disonansi dapat terjadi dari beberapa sumber antara lain inkonsistensi logis, nilai-nilai budaya, pendapat umum serta pengalaman masa lalu (Sarwono, 1991). Dalam teori ini beranggapan bahwa dua elemen penegtahuan merupajkan hubungan yang disonan (tidak harmonis) apabila dengan mempetimbangkan dua elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen satunya (Saverin dan Tankard, 2008:165). Dengan adanya Disonansi selalu menimbulkan dorongan untuk menghindari disonansi tersebut. Dalam hubungan ini caranya adalah dengan menambah-menambah informasi – informasi baru yang diharapkan dapat mengarahkan dukungan terhadap pendapat orang yang bersangkutan tau menambah perbendaharaan elemen kognitif dalam diri orang yang bersangkutan. Penambahan elemen baru harus sangat selektif yaitu hanya mencari pada orang-orang yang dapat diberi dukungan dan menghindari orang-orang yang pandangannya berbeda. Demikianlah caranya disonansi dapat dihindarkan.

II.4 Persepsi

Secara etimologis persepsi atau dalam bahasa Inggris Perception berasal dari bahasa latin “perceptio”, dari percipare yang artinya menerima atau mengambil. Dalam arti sempit, persepsi ialah penglihatan, yakni bagaimana seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau penegrtian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2003:445).

Manusia dalam menerima informasi, mengolah, menyimpan dan menghasilkannya kembali mengalami empat proses, yaitu meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Persepsi ialah proses pemberian makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasikan

informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respon. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi, menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 2005:51). Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Perhatian (attention) merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi persepsi.

Menurut Kenneth E. Andersen (1972) dikutip dari (Jalaluddin Rakhmat, 2000: 52-54) bukunya Psikologi Komunikasi, perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat- alat indera yang lain. Faktor yang mempengaruhi perhatian dibagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor situasional terkadang sering disebut sebagai faktor eksternal yang menarik perhatian atau penarik perhatian. Faktor internal dalam diri kita yang mempengaruhi perhatian adalah: faktor biologis, faktor sosiopsikologis, motif sosiogenis. Selain perhatian, ada faktor lain yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor fungsional dan faktor struktural. Berelson dan Steiner (1964:88) mengatakan “perception is the complex process by which people select, organize, and interpret sensory stimulation into a meaningful and

coherent picture of the world”. Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi

adalah anggapan (assumption), harapan kebudayaan (cultural expectations), motivasi (motivations), suasana hati (moods), dan sikap (attitudes). Proses persepsi tidak dapat berjalan dengan sendirinya, melainkan melalui tahapan- tahapan dalam individu yang didapat dan digambarkan sebagai berikut :

a. Pada tahap pertama dalam individu terdapat saringan perhatian (attention filter), yaitu setiap orang, sengaja atau tidak sengaja akan menghindari sebuah rangsangan (stimuli) yang menerpanya. Individu akan mencari informasi tertentu yang sesuai dengan kebutuhannya, dan kadangkala banyak terpaan stimuli yang ditepisnya karena dianggap tidak menarik

atau kurang relevan baginya, sehingga hanya sebagian kecil informasi yang berhasil menerpa seseorang.

b. Tahap kedua adalah proses penafsiran, individu menginterprestasikan sendiri setiap pesan yang diterimanya sesuai dengan pengalamanya sehingga menghasilkan suatu pemahaman yang sesuai pula dengan pengalaman individu itu sendiri. Dengan pemahamannya itu, maka individu diharapkan dapat mempersepsikan pesan yang menerpanya itu. Tayangan Little Miss Indonesia tersebut terdiri dari anak-anak perempuan yang berusia 3-7 tahun. Mereka memamerkan bakat baik menyanyi, menari, berakting, berceramah, serta modelling yang sudah menjadi transeter anak-anak sekarang. Kepiawaian media memadukan unsur drama dan realitas yang terekam selama proses audisi, penjurian, hingga pengumuman pemenang berhasil membuat penonton beranjak dari muka televisi. Untuk itu, orang tua dan guru perlu mengetahui “bakat” anak didiknya dan sekaligus tahu bagaimana mengarahkan pertumbuhan bakat tersebut demi mencapai perkembangannya yang optimal. Dunia anak-anak adalah dunia belajar yang tidak dapat dipaksakan. Bakat yang dimiliki oleh seorang anak akan tampak, muncul, berkembang dan menjadi keahlian secara alami dengan dorongan dan pembelajaran yang humanis. Tetapi akibatnya anak tersebut kehilangan kesempatan untuk tumbuh berkembang secara wajar dalam hal fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan. Usia mereka adalah seharusnya menikmati masa bermain, belajar, bergembira, dan mendapatkan kedamaian, bukan menjalani proses belajar yang menyita konsentrasi tinggi.

Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi tidak akurat kita tidak mungkin berkomunikasi efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk krlompok budaya ataupun kelompok identitas (Mulyana, 2007:180). Persepsi sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris (Severin, 2005:83). Data sensoris kepada kita melalui lima indera kita. Jhon R.

Wenburg dan William W. Wilmot (Mulyana, 2005:167), mengungkapkan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai cara orgainsm memberi makna. Sedangkan menurut J. Cohen, persepsi didefinisikan sebagai representatif objek eksternal, persepsi adaalh pengetahuan yang tampak menegnai apa yang ada diluar sana.

Dari urain diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal penting yang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan menrima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala rangsangan yang datang dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya, segala rangsangan yang diterimanya tersebut diolah, selanjutnya diproses.

II.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. David Krech dan Richard S. Crutchfield (Rakhmat, 2001:58) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Faktor Fungisional

Faktor fungisional berasal dari kebutuhan, pengalam masa lalu dan hal-hal lain termasuk apa yang kita sebut faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis stimuli atau bentuk stimuli itu. Tetapi karakteristik orang memberi respon pada stimuli itu. Dari sini, Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama yaitu persepsi bersifat selektif secara fungisional. Ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.

2. Faktor Struktural

Faktor-faktor struktural semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Para psikolog Gegstalt, Kohler, Wartheimer dan Koffka merumuskan prinsip- prinsip komunikasi persepsi yang bersifat struktural. Prinsip ini kemudian

dikenal dengan teori Gegstalt. Dari pesepsi inilah Krech dan Crutchfield melahirkan pesepsi yang kedua, yaitu : Medan perceptual dan Kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti.

3. Faktor Situasional

Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk prosemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, dan petunjuk paralinguistik adalah beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi.

4. Faktor Personal

Faktor personal terdiri atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian. Pengalaman bertambah melalui rangkaian yang pernah dihadapi. Sementara motivasi adalah faktor yang mempengaruhi stimuli yang akan diproses. Sedangkan kepribadian adalah ragam pola tingkah laku dan pikiran yang memiliki pola tetap yang dapat dibedakan dari orang lain yang merupakan karakteristik seseorang individu.

II.4.2 Proses Persepsi

Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Subproses psikologis lainnya adalah pengenalan, penalaran, perasaan, dan tanggapan. Seperti dinyatakan dalam bagan berikut ini :

Gambar 2

Variabel psikologis di antara rangsangan dan tanggapan

Sumber : Sobur, 2003: 447

Dari bagan diatas, digambarkan bahwa persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan psikologis. Bahkan, diperlukan bagi orang yang paling sedikit terpengaruh atau sadar akan adanya rangangan menerima dan dengan suatu cara menahan dampak dari rangsangan. Rasa dan nalar bukan bagian yang perlu dari setiap situasi rangsangan-tanggapan. Sekalipun kebanyakan tanggapan individu yang sadar dan bebas terhadap satu rangsangan atau satu bidang rangsangan sampai titik tertentu dianggap dipengaruhi oleh akal atau emosi, atau kedua-duanya.

Menurut Pareek (Sobur, 2003:451), Persepsi adalah proses menerima, meyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indra atau data. Dari definisi tersebut dikemukakan bahwa persepsi meliputi proses sebagai berikut :

1. Proses Menerima Rangsangan

Proses pertama dalam persepsi ialah menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indra. Kita melihat sesuatu, medengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya, sehingga kita mempelajari segi-segi lain dari sesuatu itu.

2. Proses Menyeleksi Rangsangan

Sudah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Tidaklah mungkin memperhatikan semua rangsangan yang diterima. Demi menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan itu disaring atau diseleksi untuk diproses lebih lanjut.

3. Proses Pengorganisasian

Rangsangan yang diterma selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian rangsangan, yakni: pengelompokan (berbagai rangsangan yang diterima dikelompokkan dalam suatu bentuk), bentuk timbul dan latar (dalam melihat rangsangan atau gejala, ada kecenderungan atau memusatkan perhatian pada gejala-

gejala yang timbul menonjol, sedangkan rangsangan atau gejala lainnya berada di latar belakang), kemantapan persepsi (adanya suatu kecenderungan untuk menstabilkan persepsi dan perubahan konteks tidak mempengaruhinya).

4. Proses Penafsiran

Setelah rangsangan atau data diterima atau diatur, si penerima lalu menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setlah data itu ditafsirkan. Persepsi pada dasarnya memberikan arti pada data informan yang diterima.

5. Proses Pengecekan

Setelah dapat diterima dan ditafsirkan, si penerima mengambil tindakan untuk mengecek penafsirannya benar atau salah.

6. Proses Reaksi

Tahap terakhir dan proses perceptual adalah tindakan sehubungan denga apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang bertindak sehubungan dengan persepsinya.

II.5 Komunikasi Massa

Komunikasi massa diadobsi dari istilah bahasa inggris “communications” sebagai kependekan dari mass media communication (komunikasi massa) artinya komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass comunications dapat diartikan sebgai salurannya yaitu media massa (mass media) sebgai kependekan dari media of massa (Wiryanto, 2004:69). Pengertian komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Ardianto, 2004:3), yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is message communication through a mass medium to large number of people). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi

massa itu harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak banyak, seprti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri ribuan bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa maka itu bukan komunikasi massa.

Mulyana (2005:75) berpendapat bahwa komunikasi yang menggunakan media massa baik cetak (majalah, surat kabar) ataupun elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan

Dokumen terkait