• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Modal Sosial

2.4.3 Unsur-Unsur Modal Sosial

Uphoof (2000) menyebutkan bahwa unsur modal sosial terbagi dalam dua kategori yaitu modal sosial struktural yang merupakan hubungan sosial yang mengakibatkan tindakan bersama saling menguntungkan dan kategori modal sosial kognitif yang merupakan proses proses mental dan ide-ide yag berbasis pada ideologi dan budaya dengan unsur-unsur norma, nilai, sikap, keyakinan, kepercayaan solidaritas, kerjasama dan kedermawanan. Unsur-unsur modal sosial berdasarkan kategori struktural dan kognitif tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori modal sosial

Kategori Struktural Kognitif

Sumber dan manifestasi Peranan dan aturan jaringan dan hubungan interpersonal lainnya

Prosedur dan preseden

Norma, nilai, sikap dan keyakinan

Domain Organisasi sosial Budaya sipil

Faktor dinamis Hubungan/keterkaitan

horizontal dan vertikal

Kepercayaan, solidaritas, kerjasama dan

kedermawanan

Unsur-unsur umum Ekspektasi yang mengarah pada perilaku kooperatif dan memberimanfaat untuk semuan

Sumber: Uphoff (2000)

Uphoff (2000) membagi modal sosial dalam empat tingkatan (kontinuum) yaitu minimum, rendah, sedang dan tinggi sebagaimana tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Tingkatan modal sosial

Tingkatan modal social

Minimum Rendah Sedang Tinggi Tidak mementingkan

kesejahteraan orang lain; memaksimalkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain

Hanya mengutamakan kesejahteraan sendiri; Kerjasama terjadi sejauh menguntungkan sendiri Komitmen terhadap upaya bersama; kerjasama terjadi bila memberi keuntungan kepada orang lain

Komitmen terhadap kesejahteraan oranglain;Kerjasama tidak terbatas pada kemanfaatan sendiri tetapi juga untuk kebaikan bersama

Nilai-nilai:

Hanya menghargai kebesaran diri sendiri

Nilai-nilai: Efisiensi kerjasama Nilai-nilai: Efektifitas kerjasama Nilai-nilai: Altruism dipandang sebagai hal yang baik

Isu-isu pokok: Selfisness:

Bagaimana sifat seperti ini bisa dicegah agar tidak merusak Petani secara keseluruhan

Isu-isu pokok:

Biaya transaksi: Bagaimana biaya ini bisa dikurangi untuk meningkatkan manfaat bersih bagi masing- masing orang Isu-isu pokok: Tindakan kolektif: Bagaimana kerjasama (penghimpunan sumberdaya)bisa berhasil berkelanjutan Isu-isu pokok: Pengorbanan diri: Sejauh mana hal-hal seperti patriotisme dan pengorbanan demi fanatisme agama perlu dilakukan Strategi: Jalan sendiri Strategi: Kerjasama teknis Strategi: Kerjasama Strategis Strategi: Bergabung atau melarutkan kepentingan individu Kepentingan bersama: Tidak jadi pertimbangan Kepentingan bersama: Instrumental Kepentingan bersama: Intitusional Kepentingan bersama: Transedental Pilihan:

Keluar: bila tidak puas

Pilihan: Bersuara: berusaha untuk memperbaiki syarat pertukaran Pilihan: Bersuara: mencoba memperbaiki keseluruhan produktifitas Pilihan: Setia: menerima apapunjika hal itu baik untuk kepentingan bersama secara keseluruhan

Teori permainan: Zero-sum

Tapi apabila kompetisi tanpa adanya hambatan pilihan akan menghasilkan negative-sum Teori permainan: Zero-sum Pertukaran yang memaksimalkan keuntungan sendiri bisa menghasilkan positive-sum Teori permainan: Positive-sum Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan sendiri dan kepentingan untuk mendapatkan manfaat bersama Teori permainan: Positive-sum Ditujukan untuk memaksimalkan kepentingan bersama dengan mengesampingkan kepentingan sendiri Fungsi utilitas: Independent Penekanan diberikan bagi utilitas sendiri

Fungsi utilitas: Independent

Dengan utilitas bagi diri sendiri diperbesar melalui kerjasama Fungsi utilitas: Interdependent positive Dengan sebagaian penekanan diberiikan bagi kemanfaatan orang lain Fungsi utilitas: Interdependent positive

Dengan lebih banyak penekanan diberikan bagi kemanfaatan orang lain daripada

keuntungan diri sendir Sumber : Uphoff (2000)

Hasbullah (2006) membagi unsur modal sosial menjadi enam yaitu kepercayaan, partisipasi dalam jaringan, resiprocity, norma sosial, nilai-nilai dan tindakan yang proaktif.

a.

Kepercayaan atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam 1993). Fukuyama (2007) berpendapat bahwa kepercayaan adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Kepercayaan merupakan warna dari suatu sistem kesejahteraan bangsa yang merupakan karakteristik yang menjadi prakondisi dari terciptanya kemampuan berkompetisi.

Kepercayaan (trust)

Fu (2004) dalam Hasbullah (2006) membagi kepercayaan dalam tiga tingkatan yaitu (1) tingkatan individual yang merupakan kekayaan individu, variabel personal dan karakteristik individu, (2) tingkatan relasi sosial yang merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan kelompok dan (3) tingkatan sistem sosial yang merupakan nilai publik yang perkembangannya difasilitasi oleh sistem sosial yang ada

Nahapit & Ghosal (1998) dalam Hasbullah (2006) menyatakan bahwa kepercayaan pada tingkat individu berasal dari nilai-nilai yang yang bersumber pada kepercayaan dan agama yang dianut, kompetensi seseorang dan keterbukaan yang telah menjadi norma-norma di dalam masyarakat, sedangkan pada tingkat komunitas kepercayaan bersumber dari norma sosial yang telah melekat pada struktur sosial yang ada. Putnam (1993) memandang kepercayaan terkait dengan perilaku dan ada atau tidaknya resiprocity dalam masyarakat. Pada tingkatan institusi sosial kepercayaan akan bersumber dari karakteristik sistem tersebut yang memberi nilai tinggi pada tanggung jawab sosial setiap anggota kelompok.

Hasbullah (2006) menyatakan bahwa kepercayaan memberikan nilai positif yang besar apabila memiliki rentang (the radius of trust) yang luas Sehingga kelompok yang hanya berorientasi inward looking akan sulit untuk mengembangkan modal sosialnya. Sedangkan kelompok yang lebih terbuka akan mempunyai potensi yang lebih baik untuk mengembangkan modal sosialnya.

b. Partisipasi dalam jaringan Sosial (participant in social networking)

Jaringan kerjasama antar manusia merupakan wujud dari infrastruktur dinamis modal sosial (Putnam 1993). Wujud nyata dari jaringan adalah adanya interaksi sehingga jaringan itulah yang disebut modal sosial (Coleman 1988).

Modal sosial yang kuat sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan tidak dibangun oleh satu individu tetapi terletak pada jaringan sosial yang kuat yang dibangun dengan prinsip-prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). Tipologi dari jaringan sosial yang terbentuk di dalam masyarakat tergantung dari karakteristik dan orientasi kelompok. Kelompok sosial yang membangun jaringan atas dasar keturunan, pengalaman sosial dan Kesamaan kepercayaan dan agama cenderung akan membentuk jaringan dengan kohesifitas yang tinggi namun rentang jaringan maupun kepercayaan yang sempit, sedangkan kelompok masyarakat yang membangun jaringan dengan dasar kesamaan orientasi dan tujuan dan ciri pengelolan organisasi yang lebih modern akan memiliki tingkat partisipasi dan rentang jaringan yang lebih luas. Tipologi jaringan yang kedua inilah yang akan memberikan dampak positif bagi kemajuan kelompoknya dan masyarakat secara luas (Hasbullah 2006).

c. Hubungan Timbal Balik (Resiprocity) dan kepedulian terhadap sesama

dan lingkungan

Hubungan timbal balik adalah terjadinya pertukaran sumber daya dengan menyediakan pelayanan pada orang lain (Lenggono 2004). Rudito dan Fabiola (2008) menambahkan bahwa modal sosial terbentuk dari adanya dua macam solidaritas yaitu solidaritas mekanik yang mengikat masyarakat karena adanya rasa kebersamaan dan aturan dalam kelompok serta solidaritas organik yang

mengikat masyarakat karena adanya perbedaan keahlian antar individu sehingga saling membutuhkan antara individu satu dengan yang lainnya.

Modal sosial senantiasa diwarnai dengan kecenderungan untuk saling tukar kebaikan antar individu dalam kelompok maupun antar kelompak dengan nuansa altruism. Namun masyarakat dengan tingkat resiprositas yang kuat belum tentu memberikan dampak positif yang cukup besar bagi kelompok lainnya tergantung dari derajad keterbukaan masyarakat tersebut (Hasbullah 2006).

d. Normasosial (social norm)

Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu (Hasbullah 2006). Norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan oleh sekelompok orang (Suharto 2007). Norma sosial ini sangat berperan dalam mengontrol perilaku masyarakat. Norma-norma ini biasanya tidak tertulis tetapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat dan menentukan tingkah laku dalam konteks hubungan sosial.

Hasbullah (2006) menyatakan bahwa norma merupakan salah satu unsur modal sosial yang akan merangsang berlangsungnya kohesifitas sosial yang hidup dan kuat. Fukuyama (2007) menyatakan bahwa modal sosial dibentuk dari norma- norma informal yang medukung kerjasama antar individu. Lawang (2005) juga memandang bahwa norma merupakan bagian penting dari modal sosial.

e. Tindakan yang proaktif

Salah satu unsur penting modal sosial adalah keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi mencari senantiasa jalan bagi keterlibatan mereka dalam kegiatan masyarakat (Hasbullah 2006). Anderson et al. (2002) dalam Lawang (2005) menyatakan bahwa keberadaan modal sosial baik yang bersifat proses, pelumas maupun perekat tidak akan terjadi tanpa ada tindakan dari masyarakat. Lenggono (2004) menyebutkan bahwa proaktif sebagai bagian dari modal sosial merupakan kerelaan warga sebagai subyek dalam suatu pembangunan.

f. Nilai-nilai (values)

Menurut Hasbullah (2006) nilai adalah “suatu ide yang telah turun menurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok”. Dalam kebudayaan manusia terdapat nilai-nilai yang akan mendomisanai ide-ide yang berkembang. Ide-ide tersebut akan mempengaruhi aturan-atruan bertindak dalam Petani (the rules of conducts) dan aturan-aturan bertingkah laku (the rules of behavior) yang secara bersama-sama akan membentuk pola-pola kultural (cultural pattern).

Kekuatan modal sosial dalam masyarakat dipengaruhi oleh konfigurasi nilai yang ada di dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena sifat nilai yang memiliki konsekuensi ambivalen. Misalnya nilai harmoni yang dianggap menciptakan kerukunan akan menghalangi kompetisi. Padahal nilai-nilai kompetisi dalam Petani dapat memicu perkembangan dan kemajuan yang lebih cepat pada bidang-bidang tertentu (Hasbullah 2006).

Dokumen terkait