• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

B. Tinjauan Pondok Pesantren

2. Unsur-unsur Pondok Pesantren

Sebuah lembaga pendidikan dapat disebut sebagai pondok pesantren apabila didalamnya terdapat sedikitnya lima unsur, yaitu: a. Kiai

Kiai merupakan unsur paling penting dari sebuah pondok pesantren.Karena kiai merupakan seorang pendiri dari pondok pesantren.Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pondok pesantren semata-mata tergantung kepada kemampuan pribadi kiainya.

Figur kiai menjadi sosok kunci bagi santri di pondok pesantren tradisional menurut Sartono Kartodirjo, sebagaimana dikutip, oleh Sukamto dalam buku karya Muhtarom (2005: 55) sebagai berikut:

“Kiai- kiai pondok pesantren, dulu dan sekarang dapat membentuk kehidupan sosial, kultural dan keagamaan warga muslim. Pengaruh kiai sendiri terhadap kehidupan santri tidak terbatas pada saat santri masih dipondok pesantren, melainkan pengaruh itu tetap berlaku dalam kurun waktu yang panjang bahkan seumur hidup.“

Corak kehidupan dan pertumbuhan di pondok pesantren tergantung kepada kemampuan pribadi kiainya.Kiai merupakan sumber mutlak dari kekuasan dan kewenangan dalam kehidupan dan lingkungan pondok pesantren (Haedari, 2010: 4-5). Menurut Zamkhsyari Dhofier (2011: 93) usal-usul kata kiai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:

1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, umpamanya “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta.

2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya. 3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli

agama Islam yang memiliki atau yang menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kiai, dia juga sering disebuat seorang alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya). b. Santri

Santri adalah seseorang yang berada di pondok pesantren untuk mempelajari kitab-kitab yang membahas Islam secara dalam dibawah bimbingan kiai.Setelah selesai belajar di pondok pesantren diharapkan dapat menjadi orang pandai yang dapat mengajarkan kitab-kitab para ulama salaf kepada masyarakat dan dapat memimpin masyarakat dalam kegiatan keagamaan (Mas‟ud, 2005: 218).

Menurut Iskandar Engku dan Siti Zubaidah ( 2014: 118 ) santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren yang biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu:

1) Santri mukim, yaitu santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren. Santri mukim

yang paling lama tinggal dipesantren biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah.

2) Santri kalong, yaitu santri-santri yang berasal dari daerah- daerah sekitar pesantren, dan biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren. Mereka pulang kerumah masing- masing setiap selesai mengikuti pelajaran di pesantren. Menurut Dhofier (2011 : 89-90) seorang santri pergi dan menetap di podok pesantren karena berbagai alasan:

1) Ia ingin mempelajari kitab- kitab lain yang membahas Islam secara lebih mendalam dibawah bimbingan kiai yang memimpin pesantren.

2) Ia ingin memperoleh pengalaman kehidupan pondok pesantren, baik dalam bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan dengan pesantren-pesantren terkenal. 3) Ia ingin memusatkan studinya di pondok pesantren tanpa

disibukkan oleh kewajiban sehari-hari dirumah keluarganya. Disamping itu, dengan tinggal di pondok pesantren sangat jauh letaknya dari rumahnya sendiri iatidak mudah pulang- balik meskipun kadang-kadang menginginkannya.

Berdasarkan penjelasan diatas santri adalah peserta didik yang menuntut ilmu di pondok pesantren yang berperan aktif dalam perkembangan dan kemajuan sebuah pondok pesantren. c. Pondok / Asrama

Pondok atau asrama merupakan ciri khas tradisi pesantren, dimana pondok atau asrama sebagai tempat tinggalnya santri. Pondok merupakan tempat tinggal sekaligus tempat beribadah yang dibangun disekeliling rumah guru atau kiai untuk santri yang berasal dari daerah yang sangat jauh sebagai tempat tinggal selama belajar di pondok pesantren ( Saerozi, 2013: 26).

Menurut Zamakhsyari Dhofier (2011: 82-83) ada tiga alasan utama mengapa pondok pesantren harus menyediakan asrama atau pondok bagi para santri:

1) Kemasyhuran seorang kiai dan kedalaman pengetahuannya tentang islam menarik santri-santri dari tempat-tempat yang jauh untuk berdatangan. Untuk dapat menggali ilmu dari kiai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama, para santri harus meninggalkan kampung halaman dan menetap di dekat kediaman kiai dalam waktu yang lama.

2) Hampir semua pesantren berada di desa-desa. Di desa tidak ada model kos-kosan seperti kota-kota Indonesia pada umumnya dan juga tidak tersedia perumahan yang cukup

untuk dapat menampung santri-santri. Dengan demikian perlu ada asrama khusus bagi para santri.

3) Ada sikap timbal balik antara kiai dan santri, di mana para santri menganggap kiainya seolah-olah sebagai bapaknya sendiri sedangkan kiai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi. Sikap timbale balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan terus-menerus. Sikap ini juga menimbulkan perasaan tanggung jawab di pihak kiai untuk dapat menyediakan tempat tinggal bagi para santri. Di samping itu, dari pihak santri tumbuh perasaan pengabdian kepada kiainya, sehingga para kiai memperoleh imbalan dari para santri sebagai sumber tenaga bagi kepentingan pesantren dan keluarga kiai.

4) Disinalah kiai dan santrinya bertempat tinggal. Adanya pondok sebagai tempat tinggal bersama kiai dan para santri, mereka memanfaatkan dalam rangka bekerjasamamemenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, hal ini merupakan pembeda dengan lembaga pendidikan lainnya.

d. Pengajaran Kitab Islam Klasik

Unsur pokok lain yang membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya adalah pada pesantren diajarkan kitab-kitab klasikyang dikarang pada ulama terdahulu, mengenai

berbagai macam ilmu pengetahuan ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang berbagai ilmu yang mendalam.Tingkatan suatu pesantren dan pengajarannya, biasanya diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan (Zubaidah, 2014: 120).

Pengajaran kitab klasik yang ada didalam pondok pesantren merupakan pengajaran yang ada sejak dulu dan masih dibudidayakan hingga saat ini terutama karangan ulama yang menganut faham Syafi‟i merupakan satu-satunya pengajaran formal yang masih diberikan dalam lingkungan pesantren sampai saat ini (Dhofier, 2011:86-87).Kurikulum yang ada di pondok pesantren berbeda-beda, sesuai dengan kondisi daerah, kemauan santri, dan kompetensi keilmuan kiainya.Oleh karena itu dalam tradisi pesantren, adalah lazim jika terjadi perpindahan santri.Selain untuk maksud tabarrukan pada kiai tertentu, perpindahan itu juga untuk memenuhi keperluan spesialisasi ilmu dan menambah wibawa diri santri (Saerozi, 2013: 36).

Dalam buku Repoduksi Ulama di Era Globalisasi (Muhtarom, 2005: 117) dituliskan bahwa kitab-kitab klasik yang diajarkan di pondok-pondok pesantren mencakup beberapa macam bidang ilmu pengetahuan keislaman antara lain:

2) Fikih ( hukum Islam) 3) Usul fikih

4) Hadis 5) Tafsir

6) Tauhid (Teologi Islam) 7) Tasawuf (Sufisme)

8) Tarikh (Sejarah Islam) dan balaqoh ( retorik)

Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang terdiri dari jilid-jilid tebal mengenai hadist, tafsir, fiqh, usul fiqh dan tasawuf. Kesemuanya dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok tingkatan, yaitu: kitab dasar, kitab tingkat menengah, kitab tingkat tinggi (Dhofier, 2011: 87).

Kitab-kitab Islam klasik merupakan suatu karangan- karangan ulama‟-ulama‟ pada abad terdahulu yang masih dikaji dipondok-pondok pesantren hingga saat ini.Dan dalam mengkaji kitab tersebut melalui tingkatan dasar, menengah dan tingkatan tinggi.

e. Masjid

Secara harfiah masjid diartikan sebagai tempat atau tempat yang digunakan untuk beribadah.Masjid adalah tempat shalat berjamaah (orang banyak).Masjid memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan Islami. Karena itu masjid

atau surau merupakan sarana yang pokok dan mutlak bagi perkembangan masyarakat Islam ( Zubaidah, 2014:112).

Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dari pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembayang jum‟at, dan mengajarkan kitab- kitab Islam klasik. Para kiai selalu mengajar santri-santrinya dimasjid dan menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk menanakan disiplin para santri dalam mengajarkan kewajiban sembahyang lima waktu, memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban agama yang lain (Dhofier, 2011: 85-86).

Menurut Moh Roqib (2009: 17) pertimbangan masjid dipilih sebagai alternatif tempat pendidikan karena sebagai berikut:

1) Masjid merupakan tempat yang paling steril dari bau-bau kemusrikan dengan tempat yang memiliki nilai ubudiyahyang tinggi dibanding yang lain. Nilai ibadah akan berlipat karena mencari ilmu dalam konsepsi Islam adalah wajib.

2) Masjid merupakan tempat terbuka untuk berbagai kalangan dengan tanpa membedakan unsur ras, golongan, jenis kelamin dan stratifikasi sosial.

3) Didalam masjid ada proses interaksi iman, ilmu dan amal (ibadah) dan juga menolak dikotomi ilmu dan sikap materialistik.

4) Mampu memperkuat tali persaudaraan, persatuan dan cinta kasih antar sesama.

5) Memperteguh integritas kepribadian kesabaran, keberanian untuk ber-amar ma‟ruf nahi mungkar.

Dokumen terkait