• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unsur-unsur Tindak Pidana

Dalam dokumen LAPORAN KERJA PRAKTEK PROSEDUR PENANGANA (Halaman 26-34)

3.1 Pengertian

3.1.2 Tindak Pidana

3.1.2.3 Unsur-unsur Tindak Pidana

Para Ahli Hukum berpendapat bahwa dalam setiap perbuatan yang bersifat melawan hukum tersebut terdiri dari unsur-unsur. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

a. Subjek Hukum Pidana

Dalam pandangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang dapat menjadi subjek dari tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum dari tindak pidana tersebut. Perumusan ini mudah terlihat pada perumusan-perumusan tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat dari subjek tindak pidana itu. Perumusan ini juga dapat terlihat pada wujud hukuman yang termuat dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu hukuman penjara, kurungan dan denda. Dalam hal suatu tindak pidana dilakukan atas nama suatu badan hukum, organisasi dan sebagainya, yang menjadi subjek hukum pidana dalam suatu tindak pidana adalah oknum-oknum dalam badan hukum atau organisasi tersebut yaitu orang-orang yang berfungsi sebagai pengurus dari badan hukum, misalnya seorang direktur dari

suatu perseroan terbatas yang akan mempertanggungjawabkan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh perseroan terbatasnya atas perintah direktur tersebut.9

b. Perbuatan dari Tindak Pidana

Wujud dari perbuatan tindak pidana dapat dilihat dari perumusan tindak pidana pada pasal-pasal peraturan pidana. Perumusan ini dalam bahasa Belanda dinamakan delicts-omshrijving. Misalnya dalam tindak pidana mencuri, perbuatannya dirumuskan sebagai “mengambil barang”. Ini merupakan perumusan secara formal, yaitu benar-benar disebutkan wujud suatu gerakan tertentu dari badan seorang manusia. Sebaliknya, pada perumusan secara material memuat penyebutan suatu akibat yang disebabkan oleh perbuatannya, misalnya tindak pidana pembunuhan, membunuh dirumuskan sebagai “mengakibatkan matinya orang lain”.10

c. Hubungan Sebab – Akibat (Causaal Verband)

Tindak pidana sebagai unsur pokok harus ada suatu akibat tertentu dari perbuatan si pelaku berupa kerugian atas kepentingan orang lain, menandakan keharusan ada hubungan sebab – akibat (Causaal Verband) antara perbuatan pelaku dan kerugian kepentingan tertentu. 11

9Ibid., Hal. 59 10Ibid,.

d. Sifat Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad)

Onrechmatigedaad juga dinamakan sebagai wederrechtelijkheid. Unsur ini secara tegas disebutkan dalam perumusan ketentuan hukum pidana (strafbepaling). Misalnya, dalam pasal 362 KUHP tentang pencurian sering disebutkan bahwa pencurian ini adalah mengambil barang milik orang lain dengan maksud memiliki barang itu “secara melawan hukum”. Artinya, seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku tindak pidana pencurian harus tidak memiliki hak atas barang tersebut, sehingga perbuatan pelaku dalam mengambil barang tersebut adalah sifat melawan hukum.12

e. Kesalahan Pelaku Tindak Pidana

Unsur kesalahan ini berupa 2 (dua) macam yaitu :

- Kesengajaan (Opzet)

Yang dimaksud dengan kesengajaan (opzet) di sini adalah pelaku dalam melakukan suatu tindak pidana dilakukan karena memang adanya niat untuk itu. Kesengajaan (Opzet) dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu kesengajaan yang bersifat tujuan (Opzet Oogmerk), Kesengajaan secara keinsyafan kepastian (Opzet Bij Zekerheids Bewustzinj), dan Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan (Opzet Bij Mogelijkheids Bewustzijn).13

12Ibid,. Hal 61 13Ibid,. Hal 65

 Kesengajaan yang bersifat tujuan (Opzet Oogmerk)

Teori kesengajaan bersifat tujuan (Opzet Oogmerk) dapat artikan bahwa pelaku dalam melakukan tindak pidana benar-benar menghendaki mencapai hasil yang diinginkan oleh pelaku, sehingga perbuatan pelaku tersebut dapat dijadikan pokok alasan untuk diadakan ancaman hukuman pidana. Contoh dari Kesengajaan yang bersifat tujuan (Opzet Oogmerk), A menembak B dengan menggunakan senapan yang mengakibatkan B meninggal dunia, dari kasus ini dapat terlihat maksud atau tujuan A dalam menembak B adalah untuk mencapai tujuan A yaitu menghendaki B meninggal dunia, sehingga A dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan.14

 Kesengajaan secara keinsyafan kepastian (Opzet Bij Zekerheids Bewustzinj)

Kesengajaan semacam ini ada apabila pelaku dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi pelaku mengetahui apabila perbuatan tersebut dilakukan, maka akibat dari perbuatannya akan mengakibatkan perbuatan pidana. Contoh dari Kesengajaan secara keinsyafan kepastian (Opzet Bij Zekerheids Bewustzinj), Seorang pemilik kapal dengan sengaja menggantikan mesin kapalnya dengan mesin yang sudah tidak layak

digunakan dan apabila tetap digunakan, mesin tersebut akan meledak. Akan tetapi, demi mendapatkan uang asuransi kapal, pemilik kapal tersebut sengaja menggunakan mesin kapal tersebut untuk berlayar. Pada saat di tengah laut, kapal tersebut meledak dan mengakibatkan awak-awak kapal tersebut meninggal dunia. Meskipun perbuatan pemilik kapal tersebut tidak bertujuan membunuh awak-awak kapal tersebut, namun oleh karena pemilik kapal mengetahui apabila mesin tersebut tetap digunakan, maka akan meledak dan mengakibatkan awak-awak kapal tersebut meninggal dunia, pemilik kapal tersebut dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan.15

 Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan (Opzet Bij Mogelijkheids Bewustzinj)

Kesengajaan ini diartikan sebagai perbuatan yang sengaja dilakukan pelaku tanpa disertai bayangan suatu akibat yang pasti, melainkan hanya bayangan suatu kemungkinan. 16

- Kelalaian (Culpa)

Culpa dalam bahasa Belanda berarti kesalahan pada umumnya. Namun dalam ilmu hukum, culpa diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh pelaku secara tidak sengaja atau karena kurang berhati-hati

15Ibid,. Hal 67 16Ibid,. Hal 69

sehingga menimbulkan suatu akibat yang merugikan. Dalam hukum pidana Indonesia, meskipun menimbulkan akibat yang sama dengan opzet, perbuatan pidana yang dilakukan secara culpa dihukum lebih ringan dibandingkan perbuatan yang dilakukan secara sengaja (Opzet). Misalnya, dalam hal mengakibatkan matinya orang lain, jika perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja (Opzet), maka berlaku pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan hukuman setinggi-tingginya 15 (lima belas) tahun penjara, berbeda dengan hal mengakibatkan matinya orang lain yang dilakukan karena kelalaian (culpa), maka berlaku pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan hukuman setinggi-tingginya 5 (lima) tahun penjara.17

f. Tiada Hukuman Tanpa Kesalahan (Genn Straf Zonder Schuld)

Dalam menerapkan pasal-pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatan pelaku harus terdapat unsur kesalahan. Pada sebagian pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dijelaskan dengan tegas bahwa untuk menerapkan pasal tersebut, harus terpenuhi unsur kesalahan, baik berupa kesengajaan (Opzet) ataupun Kelalaian (Culpa). Contoh pasal yang menjelaskan unsur kesalahan secara tegas adalah sebagai berikut :

- Pasal 338 menyatakan “barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Dalam pasal ini, terlihat bahwa untuk mendakwakan seorang pelaku dengan pasal 338, harus terdapat unsur kesalahan pada perbuatan pelaku tersebut, yaitu kesalahan berupa kesengajaan (Opzet).

- Pasal 359 menyatakan “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”. Dalam pasal 359, terlihat bahwa untuk mendakwakan seorang pelaku dengan pasal 359, harus terdapat unsur kesalahan pada perbuatan pelaku tersebut, yaitu kesalahan berupa kelalaian (Culpa).

Akan tetapi tidak semua pasal menyatakan secara tegas unsur kesalahan dari perbuatan tersebut, namun secara tidak langsung tersirat dalam kalimat pasal tersebut. Contohnya antara lain :

- Pasal 490 ke-1 menyatakan “Barang siapa menghasut hewan terhadap orang atau terhadap hewan yang sedang ditunggangi, atau dipasang di muka kereta atau kendaraan, atau sedang memikul muatan”. Dalam pasal 490 ke-1, terlihat dari kata kerja “menghasut” mengandung unsur kesengajaan (Opzet).

- Pasal 490 ke-3 menyatakan “Barang siapa tidak menjaga secukupnya binatang buas yang ada di bawah penjagaannya, supaya tidak menimbulkan kerugian”. Dalam pasal 490 ke-3, terlihat dari kata kerja “tidak menjaga” mengandung unsur kelalaian (Culpa).

g. Unsur-unsur Khusus dari Tindak-tindak Pidana Tertentu.

Sebelumnya, telah dibahas unsur-unsur pidana pada umumnya. Namun, pada tindakan pidana tertentu, harus memenuhi unsurnya tersendiri. Unsur khusus tersebut dapat berupa identitas pelaku tersebut, misalnya:

- Pada Bab XXVII dari buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kejahatan jabatan, memuat beberapa pasal yang menyebutkan sebagai unsur khusus bahwa pelaku harus seorang pegawai negeri.

- Pada Bab XXIX dari buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kejahatan pelayaran, memuat beberapa pasal yang menyebutkan sebagai unsur khusus bahwa pelaku harus sebagai orang yang mengendarai kapal atau sebagai awak kapal.

- Pada Pasal 341 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang melarang membunuh bayi yang baru lahir menyebutkan sebagai unsur khusus bahwa pelaku harus merupakan ibu dari bayi tersebut.

Dalam dokumen LAPORAN KERJA PRAKTEK PROSEDUR PENANGANA (Halaman 26-34)

Dokumen terkait