• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fluktuasi harga minyak dan semakin berkurangnya bahan bakar yang bersumber dari fosil telah mendorong para peneliti untuk mendapatkan sumber energi alternatif yang terbarukan. Salah satu alternatif sumber energi yang terbarukan adalah Jatropha curcas. Jatropha curcas mempunyai banyak keuntungan seperti dapat tumbuh pada berbagai tipe lahan, dapat sebagai tanaman penyimpan air, kandungan minyak relatif tinggi, produknya tidak berkompetisi untuk keperluan pangan. Kandungan minyak biji

J. curcas berkisar 37-39%. Selain itu, tanaman jarak mempunyai banyak manfaat seperti obat-obatan, pestisida dan sumber bahan makan ternak (King et al. 2009). Namun demikian, Jatropha curcas masih kurang kompetitif jika ditanam di lahan yang subur. Lahan pilihan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya Jatropha curcas adalah lahan marginal. Lahan marginal ini sebagian besar adalah tanah ultisol yang kebanyakan mempunyai pH rendah dan kelarutan Al tinggi (Prasetyo & Suridikarta 2006).

J. curcas tersebar dari Amerika Selatan,Tengah, Afrika, India dan Asia Tenggara (Heller, 1996). Di Indonesia, terdapat dua jenis tanaman jarak yaitu jarak kepyar (Ricinus communis L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Jarak kepyar hanya berbuah setahun sekali, sedangkan jarak pagar mampu berbuah terus menerus jika agroklimatnya mendukung (Prihandana & Hendroko 2007). Secara umum J. curcas

cukup adaptif terhadap tanah yang rendah nutrisinya dan rendah curah hujannya (Heller, 1996), tetapi juga adaptif di kondisi lembab dengan curah hujan tinggi (Makkar & Becker 2009).

Pilihan J. curcas sebagai sumber utama biodiesel merupakan hal yang tepat karena tidak berkompetisi manfaatnya sebagai pangan (Makkar & Becker, 2009), dan mampu tumbuh baik di lahan kering (Rustina et al. 2007; Lapanjang et al. 2008), serta memiliki manfaat ekologis dalam kaitannya dengan kemampuannya menyimpan air (Fairless, 2007). Tanaman jarak juga dapat ditanam dengan sistem intercropping

dengan tanaman berkayu (Behera et al, 2010).

Produksi biji tanaman jarak tergantung pada variable iklim seperti rerata suhu, suhu minimal, presipitasi tahunan dan presipitasi berkala (Trabucco et al. 2010). Pada

kondisi tidak diairi dan tidak dipupuk, curah hujan 652 mm selama 5 bulan, Jatropha curcas berumur 4 tahun dengan kerapatan 741 pohon/ha dapat menghasilkan biji kering 1286 kg/ha /tahun (Jongschaap et al. 2009).

Perbaikan genetik J. curcas dapat dilakukan di beberapa aspek misalnya jumlah biji, kandungan minyak, dan perbaikan sifat agronomis lainnya. J. curcas dinilai kurang kompetitif dikembangkan di lahan yang subur, maka pengembangan di lahan yang marginal menjadi pilihan. Peningkatan produksi dan kandungan minyak merupakan target utama bagi pemuliaan J. curcas (King et al. 2009). Salah satu faktor pendukung produktifitas tanaman adalah pertumbuhan tanaman yang optimal di mana tanaman tersebut akan dibudidayakan. Perbaikan genetik dapat dilakukan dengan persilangan buatan antara genotipe terpilih atau dengan introduksi gen dari spesies lainnya.

Gressel (2007) menyatakan bahwa untuk memperbaiki produktivitas tanaman J. curcas dapat memanfaatkan rekayasa genetik. Kandungan minyak pada biji dapat ditingkatkan dengan introduksi gen diasilgliserol asiltransferase (Lardizabal et al. 2008), Sedangkan upaya meningkatkan jumlah biji telah dilakukan introduksi gen pembungaan Hd3a (Sulistyaningsih 2012). Dari penelitian pertama diketahui bahwa pertumbuhan J. curcas menurun akibat cekaman aluminium. Salah satu upaya untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap aluminium dapat dilakukan dengan mengintroduksi gen CS (de la Fuente et al. 1997).

Rekayasa genetik pada tanaman perlu didukung dengan metode regenerasi dari kalus menjadi tanaman yang sudah mapan. Rekayasa genetik tanaman perlu memerhatikan kemampuan meregenerasi tanaman transgenik yang meliputi pemilihan media, zat pengatur tumbuh dan jenis eksplan. Pada tanaman padi digunakan Oriza japonica sebagai tanaman model transformasi dan menggunakan skutelum sebagai eksplan (Hiei & Komari 2008). Pan et al. (2010) menyebutkan bahwa kotiledon muda lebih baik digunakan untuk transformasi genetik pada J. curcas karena lebih rentan terhadap infeksi Agrobacterium.

Regenerasi in vitro tanaman J. curcas telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan berbagai eksplan seperti daun (Sujatha et al. 2005), hipokotil (Wei et al. 2004) dan kotiledon ( Li et al. 2007; Pan et al. 2010). Transformasi genetik J. curcas telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Li et al. (2007) melakukan introduksi gen

DRE-binding protein dengan reporter gen β-glucuronidase. Li et al. 2007 menggunakan herbisida fosfinotrisin sebagai agen penyeleksi. Pan et al. (2010) berhasil mengintroduksikan gen β-glucuronidase ke kotiledon muda J. curcas.

Penelitian ini bertujuan mengintroduksikan gen PaCS pada beberapa aksesi J. curcas untuk meningkatkan sintesis dan sekresi sitrat sebagai agen pengkelat aluminium .

Metodologi Penelitian

Penyediaan eksplan dan inokulum

Percobaan ini menggunakan tiga jenis aksesi yaitu IP 3A (Asem Bagus), IP 3M (Muktiharjo), dan IP 2P (Pakuwon). Biji dibuang kulitnya dan disterilisasi dengan 20% pemutih 20 menit, lalu dibilas air steril. Biji ditumbuhkan pada media ½ konsentrasi Murashige & Skoog (MS) (Murashige & Skoog 1962) yang ditambah dengan 20 g sukrosa dan 8 g agar murni, selama 2 minggu. Koloni tunggal A. tumefaciens LB 4404 yang membawa kontruksi gen sitrat sintase ditumbuhkan pada media yang mengandung 50 µg/ml streptomisin dan 50 µg/ml kanamisin. Kultur bakteri digoyang dengan shaker

dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 28O

Introduksi Gen PaCS ke Jatropha curcas dengan di Mediasi oleh A. tumefaciens C selama 24 jam.

Introduksi gen PaCS ke tanaman J. curcas mengikuti metode Li et al. (2007). Sebanyak 100 µl kultur Agrobacterium ditumbuhkan di dalam 10 ml media Luria Bertoni (LB) yang mengandung 50 µg/ml streptomisin dan 50 µg/ml kanamisin. Bakteri dikulturkan selama 24 jam, atau setelah mencapai kerapatan Agrobacterium mencapai OD600 nm = 0.6-0,8. Bakteri diendapkan dengan cara disentrifugasi pada 4000 rpm selama 5 menit. Pelet bakteri dilarutkan dengan media MS cair yang mengandung 20 µM asetoseringgon, hingga kerapatan mencapai OD600 = 0,4-0,5. Kotiledon J.curcas

dipotong menjadi berukuran 1 cm2

Potongan daun direndam di dalam media yang mengandung Agrobacterium

selama 10 menit sambil digoyang. Eksplan dipindahkan ke medium kokultivasi yaitu medium induksi kalus (MIK): MS, 0.2 mg/l mio-inositol, 10 mg/l thiamine, 1,5 ppm BA, . Jumlah eksplan pada perlakuan kontrol pada aksesi IP 3A, IP 3M dan IP 2P berturut-turut sebanyak 54, 56 dan 54 eksplan yang masing-masing terbagi dalam 10 botol kultur. Sedangkan, jumlah eksplan yang ditransformasi tiap aksesis IP 3A, IP 3M dan IP 2P berturut-turut sebanyak 150, 164, dan 177 eksplan.

0,1 ppm IBA, 5 g/ l PVP, 30 g/l sukrosa, 10 g/l agar murni, di tambah 20 mM asetoseringon, pH medium 5,8. Eksplan dipindahkan ke media MIK tanpa asetosiringon setelah dikokultivasi selama 4 hari. Eksplan di subkultur setiap 10 hari hingga muncul kalus. Kultur diinkubasikan di suhu 25 O

Eksplan yang berkalus dipindahkan ke dalam medium MIK ditempatkan pada kondisi cahaya 2000 lux. Pada tahapan ini medium MIK tersebut ditambah dengan 200 mg/l cefotaksim dan 20 mg/l kanamisin. Jumlah tunas yang muncul dihitung pada 1 bulan pertama dan kedua setelah 2 bulan perlakuan. Tunas yang hidup pada media seleksi ini kemudian dipindahkan ke dalam media ½ MS, yang diperkaya dengan 20 ppm IBA, 100 µl/L 0,1 M AgNO

C dalam kondisi gelap. Jumlah kalus yang muncul dari eksplan dihitung.

3

Penghitungan jumlah eksplan yang berkalus dan jumlah tunas yang tumbuh dari kalus digunakan untuk mengetahui efisiensi transformasi. Persentase eksplan yang berkalus dihitung dari jumlah kalus yang muncul dibagi dengan jumlah eksplan yang dikulturkan dari masing-masing aksesi. Efisiensi transformasi dihitung dari jumlah eksplan yang menghasilkan tunas diseleksi media dibagi dengan jumlah eksplan yang berkalus dari masing-masing aksesi.

: Na Thiofosfat (1:4), dan disubkultur setiap 10 hari. Tunas ditumbuhkan pada media yang sama tanpa pemberian zat pengatur tumbuh hingga muncul akar (Pan et al. 2010). Plantlet diaklimatisasi di media arang sekam dan disungkup dengan plastik selama 1 minggu.

Ekstraksi DNA Daun Eksplan JarakJ. curcas

Analisis integrasi gen PaCS di dalam tanaman yang lolos dari seleksi higromisin dilakukan dengan metode PCR. DNA diisolasi dengan cara menggerus 0,1 g daun hingga halus di dalam mortar dengan menambahkan 650 µl buffer ekstraksi (2% CTAB, 0.1 M Tris HCL pH 9.5, 20 mM EDTA, 1.4 M NaCl dan 2% PVP), dan 5 μl β -merkaptoetanol, lalu dimasuk ke tabung 1,5 ml. Ekstrak diinkubasikan pada suhu 65 OC selama 30 menit, dan setiap 10 menit dibolak-balik. Setelah disimpan es selama 5 menit, ekstrak ditambah dengan 1 kali volume kloroform:isoamilalkohol, (24:1), dan dibolak-balik. Ekstrak lalu disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm, pada suhu 4 OC selama 15 menit. Supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan sebanyak 1 kali volume fenol:kloroform:isoamilalkohol, (25:24:1). Setelah disentrifugasi dengan kecepatan yang sama dengan sebelumnya, supernatan dipindahkan ke dalam tabung

baru dan ditambah dengan 0,1 kali volume 2 M Na asetat pH 5,2 dan 2 kali volume etanol absolut untuk presipitasi DNA. Larutan disimpan di suhu -20 OC semalam. DNA diendapkan dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm, 4 OC selama 30 menit. Endapan DNA dibilas dengan 500 µl 70% etanol, dan disentrifugasi pada kecepatan yang sama selama 5 menit. Setelah dikeringkan, DNA dilarutkan kembali dengan menambahkan 20 µl ddH2O. Kontaminasi RNA yang terikut didegradasi dengan menambahkan 5 µl RNAase (10 mg/ml) dan diinkubasikan pada suhu 37OC selama 10 menit, lalu diinaktivasi di suhu 70 O

Deteksi Tanaman Transgenik

C selama 10 menit (Suharsono & Widyastuti 2006).

Gen PaCS yang tersisip dianalisis menggunakan primer 35S forward dan PaCS reverse. Kondisi PCR diatur sebagai berikut: pre PCR 95 OC selama 4 menit, denaturasi 94 OC selama 30 detik, annealing pada suhu 55 OC selama 45 detik, pemanjangan pada suhu 72 OC selama 2 menit, siklus ini diulang 40 kali, dan pasca PCR 72 OC selama 5 menit dan suhu 20 OC selama 5 menit. Deteksi hpt menggunakan primer forward

5’GATGGTTGGCGACCTCGTATT3’ dan reverse 5’GATGTAGGA-GGGCGTGG-ATA3’. Kondisi PCR sebagai berikut Pre PCR 95OC selama 4 menit, denaturasi 94 OC selama 30 detik, anneling pada suhu 60 OC selama 45 detik, pemanjangan pada suhu 72OC selama 1 menit, siklus ini diulang 40 kali, dan pasca PCR pada 72 OC selama 5 menit dan suhu 20 O

Hasil dan Pembahasan

C selama 5 menit.

Introduksi gen PaCS ke dalam Jatropha curcas dengan A. tumefaciens

Proses infeksi Agrobacterium ke potongan kotiledon berlangsung 10 hingga 20 menit. Potongan kotiledon perlu dilukai pada bagian tengah untuk meningkatkan peluang infeksi dan terbentuknya kalus (Gambar 25). Kokultivasi dilakukan selama 3-4 hari. Proses kokultivasi lebih dari 5 hari hingga 7 hari dapat juga dilakukan dengan menggunakan konsentrasi bakteri yang lebih rendah. Pan et al 2010 dan Li et al. 2007 menggunakan konsentrasi bakteri OD600

Kalus mulai muncul pada hari ke-15 hingga 20 setelah tanam dan pertumbuhan kalus mencapai optimum pada 45 hari setelah tanam. Tidak semua kalus menghasilkan tunas dan ada juga dalam satu eksplan menghasilkan beberapa tunas. Pada eksplan

kontrol yaitu eksplan IP 3A, IP 3M dan IP 2P yang tidak diperlakukan dengan

Agrobacterium, jumlah kalus yang muncul berturut-turut 59,25 %, 76,79%, dan 66,67% dari jumlah eksplan yang ditanam. Eksplan yang dikokultivasi dengan Agrobacterium

menghasilkan persentase kalus 64%, 69, 51%, dan 58,19% berturut-turut untuk eksplan IP 3A, IP 3M, IP 2P (Tabel 2).

Gambar 25. Proses introduksi gen PaCS ke dalam tanaman J. curcas dengan perantara

Agrobacterium tumefaciens. Infeksi eksplan kotiledon dengan A. tumefaciens (a). Kokultivasi eksplan dengan A. tumeaciens selama 3 hari (b). Induksi kalus menggunakan media MIK yang mengandung 200 ppm cefotaksim (c), di kondisi gelap. Induksi tunas menggunakan media MIK

dengan agen seleksi 20 μg/ml kanamisin (d). Pemanjangan tunas di media yang mengandung 0,5 ppm GA3

Kondisi fisiologis sumber eksplan menentukan kemampuan eksplan menghasilkan kalus. Biji J. curcas termasuk tidak dapat disimpan lama. Biji yang baru dipanen mulai berkecambah pada 5 hari setelah tanam dan mencapai kecambah dewasa pada umur 2 minggu. Proses perkecambahan ini menurun seiring lamanya penyimpanan. Viabilitas biji J. curcas yang disimpan pada suhu 4

(e). Induksi pengakaran menggunakan media yang mengandung 20 ppm IBA (f).

O

C, masih normal hingga penyimpanan 4 bulan. Mitchel et al. (2008) melaporkan bahwa genotipe dan jenis eksplan mempunyai perbedaan dalam menghasilkan kalus pada media dasar yang sama.

Tabel 2. Jumlah tunas dari masing-masing aksesi tanpa perlakuan Agrobacterium dan tunas kandidat transgenik.

Jumlah Eksplan Jumlah Kalus Jumlah

Tunas Rata-rata tunas

Kontrol IP 3A 54 32 62 1.94 Kontrol IP 3M 56 43 67 1,56 Kontrol IP 2P 54 36 49 1,36 Transgenik IP 3A 150 96 24 0,25 Transgenik IP 3M 164 114 18 0,16 Trangenik IP 2P 177 103 17 0,17

Penurunan jumlah eksplan yang berkalus pada eksplan yang dikokultivasi dengan A. tumefaciens berkisar 3,67%. Hal ini menunjukkan kokultivasi dengan A. tumefaciens tidak nyata menurunkan kemampuan eksplan kotiledon J. curcas dalam menghasilkan kalus. Kotiledon merupakan bagian paling mudah diinduksi untuk membentuk kalus diikuti hipokotil, petiol, dan daun (Li et al. 2007; Pan et al. 2010).

Ttunas terbentuk pada media yang sama dengan media MIK, tetapi pada kondisi kultur ada pencahayaan (Li et al 2007). Jumlah tunas pada kontrol masih kurang dari 2 tunas/eksplan. Jumlah tunas yang terbentuk masih sangat rendah untuk keperluan mendapatkan klon-klon unggul atau untuk kebutuhan komersialisasi. Pemberian zat pengatur tumbuh pada medium MIK diperlukan untuk meningkatkan jumlah tunas. Thomas dan Puthur (2004) melaporkan adanya peningkatan organogenesis dengan

penambahan thidiazuron. Pemberian 0,9 μM thidiazuron menghasilkan tunas dua kali

lebih banyak dibandingkan dengan BAP pada tanaman J. curcas jika menggunakan eksplan dari daun (Khurana-Kaul et al. 2010). Penelitian tersebut juga melaporkan adanya peningkatan jumlah tunas sepuluh kali lipat dengan menambahkan CuSO4 pada media dasar. Pemberian BAP tanpa dikombinasikan dengan thiadizuron menyebabkan eksplan cenderung menghasilkan kalus, sedangkan dengan penambahan thidiazuron saja pembentukan tunas meningkat (Deore & Jhonson 2008). Pemberian BAP dikombinasikan dengan IBA menghasilkan sebanyak 3,91 tunas/eksplan, sedangkan

penambahan 2,72 μM thidiazuron menyebabkan naiknya jumlah tunas yang dihasilkan, yaitu mencapai 17,13 tunas/eksplan kotiledon (Khumar et al. 2011).

Tidak semua kalus dapat menghasilkan tunas pada medium seleksi yang

mengandung 20 μg/ml kanamisin (Tabel 2). Persentase tunas yang terbentuk yang toleran kanamisin dari aksesi IP 3A, IP 3M dan IP 2P adalah 12,88%, 10,26% dan 12,5% dari rata-rata tunas pada media tanpa antibiotik. Jumlah tunas toleran ini masih lebih rendah daripada penelitian sebelumnya. Li et al. (2007)) mampu mendapatkan tunas yang toleran sebanyak 15-20%. Kemungkinan hal ini disebabkan perbedaan genotipe yang digunakan dalam penelitian ini.

Analisis integrasi Gen hpt dan Promoter-PaCS di dalam Genom Tanaman Trasngenik

Konfirmasi tanaman yang lolos seleksi dari kanamisin dilakukan dengan menggunakan metode PCR. Primer yang digunakan untuk konfirmasi adalah primer gen

PaCS, primer spesifik ketahanan higromisin dan primer kombinasi 35S CaMV forward dengan PaCS reverse.

Pada penelitian ini telah diisolasi dari 38 sampel tanaman transgenik yaitu 12 tunas IP 3A, 15 tunas dari IP 3M, dan 11 tunas IP 2P. Dari jumlah tersebut hanya 27 sampel yang diperoleh DNA yang berkualitas. Kegagalan isolasi ini dikarenakan beberapa faktor seperti jumlah sampel yang sangat sedikit, dan kualitas sampel yang sudah tidak segar.

PCR menggunakan primer spesifik gen PaCS menunjukkan bahwa semua tunas menghasilkan pita berukuran 1300 pb termasuk tipe liarnya. Diduga J. curcas

mempunyai gen famili sitrat sintase yang sekuennya mirip dengan PaCS (Gambar 26 a). PCR menggunakan primer spesifik gen hpt menunjukkan 4 planlet IP 3A, 4 planlet IP 3M dan 3 planlet IP 2P mengandung gen hpt yang berukuran 600 pb, sedangkan tipe liar (TL) tidak mempunyai gen tersebut (Gambar 26 b). Karena posisi gen hpt di sisi kiri (up stream) dari npt di dalam T-DNA maka dipastikan bahwa eksplan-eksplan tersebut mengandung gen ketahanan terhadap kanamisin.

Tidak semua eksplan yang mengandung hpt mengandung sisipan PaCS. Hasil PCR menggunakan kombinasi primer 35S CaMV F dengan primer PaCS R menunjukkan bahwa hanya ada dua eksplan yang mengandung gen PaCS yaitu A1 dan P7 (Gambar 26 c). Jumlah kalus yang diseleksi toleran terhadap kanamisis pada IP 3A dan IP 2P berturut-turut sebanyak 96 dan 103 kalus. Jika dibandingkan dengan jumlah kalus yang diseleksi dengan kanamisin maka jumlah tanaman transgenik PaCS hanya

berkisar 1%. Salah satu cara meningkatkan peluang mendapatkan tunas transgenik adalah dengan cara meningkatkan jumlah tunas yang diinduksi. Salah satu cara meningkatkan jumlah tunas yang dihasilkan dari kalus pada kultur jaringan J. curcas

adalah dengan menambahkan zat pengatur tumbuh ke media induksi tunas. Penambahan zat pengatur tumbuh thidiazuron di media kultur meningkatkan jumlah tunas in vitro J. curcas hingga 17 tunas/eksplan (Kumar et al. 2011).

a

b

c

Gambar 26. Hasil PCR terhadap tunas transgenik yang terdiri 4 galur IP 3A, 4 galur IP 3M dan 3 galur dari IP 3P. PCR menggunakan primer spesifik gen PaCS,

semua galur menghasilkan pita 1300 pb (a), menggunakan primer hpt

menghasilkan semua galur transgenik mengandung gen resistensi antibiotik higromisin (b), dan menggunakan primer promoter 35S CaMV forward dan PaCS reverse menghasilkan pita berukuran 1650 pb hanya pada 2 galur yang transgenik yaitu A1 dan P7 (c).

Tunas-tunas in vitro dipindahkan ke medium pengakaran selama 20 hari. Beberapa tunas yang masih bertahan hidup dipindahkan ke media ½ MS tanpa zat pengatur tumbuh. Jumlah tunas yang bertahan pada media ½ MS sebanyak10 tunas dari aksesi IP 3A, 10 dari aksesi IP3M dan 9 dari aksesi IP 2P. Dari 10 tunas tersebut hanya ada 4 tunas yang dapat berakar atau 40% tunas dapat berakar. Hal ini menunjukkan bahwa media perakaran dengan penambahan 20 ppm BAP dan AgNO3 cukup efektif untuk menginduksi perakaran tanaman jarak. Penelitian Pan et al. (2010) hanya mendapat satu planlet dari 120 tunas in vitro. Kajikawa et al. (2012) telah memperbaiki

sistem transformasi genetik pada J. curcas dengan efesiensi mencapai 4,3% yang menggunakan bispyribac untuk system seleksinya.

Kesimpulan

1. Gen PaCS berhasil diintroduksikan ke dalam J. curcas dengan menghasilkan PCR dua planlet transgenik yang mengandung gen PaCS yaitu A1 dan P7.

2. Efesiensi transformasi gen PaCS ke aksesi IP 3A, IP 3M dan IP 3P masih rendah yaitu berkisar 1%.

BAB VII

Dokumen terkait