• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA HUKUM

Dalam dokumen Resume Hukum Acara Perdata (Halaman 39-44)

1. Pengertian Upaya Hukum

Upaya hukum menurut Prof. Sudikno Mertokusumo adalah upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.Sedangkan menurut Retnowulan Sutantio upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang – undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim.Jadi dapat dikatakan bahwa upaya hukum adalah suatu lembaga yang diberikan oleh undang – undang sebagai alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan kepada seseorang atau badan hukum.Seseorang atau badan hukum ini tentunya adalah orang yang merasa dirugikan dengan adanya putusan tersebut.

Upaya hukum dibedakan menjadi upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.Upaya hukum biasa terdiri dari perlawanan terhadap putusan verstek(verzet), banding, dan

kasasi.Sedangkan upaya hukum luar biasa dapat terdiri dari Peninjauan Kembali dan perlawanan pihak ketiga(derdenverzet).Pada upaya hukum biasa pada dasarnya akan menangguhkan

eksekusi dalam putusan, namun pengecualiannya apabila putusan tersebut dijatuhkan dengan ketetntuan dapat dijalankan terlebih dahulu(uitvoerbaar bij voorraad pasal 180 (1) HIR), maka eksekusi dapat berjalan meski diajukan upaya hukum biasa.Hal ini berbeda dengan upaya hukum luar biasa, dimana upaya hukum tersebut tidak sama sekali menangguhkan eksekusi.29

2. Perlawanan (verzet)

Perlawanan atau verzet adalah upaya hukum terhadap putusan verstek.Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat.Dasar hukumnya adalah pasal 129 HIR.Pengajuan verzet harus dalam tenggang waktu 14 hari sejak putusan verstek dijatuhkan atau disampaikan kepada tergugat (pasal 129 ayat (2) HIR), namun apabila terdapat eksekusi maka tidak boleh lebih dari 8 hari.Upaya hukum verzet ini diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang di wilayah hukum dimana penggugat mengajukan gugatan.

3. Upaya Hukum Banding

Upaya hukum banding diajukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri.Upaya hukum banding ini nantinya akan diperiksa dan diputus oleh

Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding.Dasar hukum upaya hukum banding, yaitu UU no. 20 tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan dan UU no 4 tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman, yang telah digantikan oleh UU no 48 tahun 2009.Peraturan – peraturan ini sekaligus mencabut ketentuan sebelumnya yang diatur oleh pasal 188-194 HIR.

Menurut Pasal 21 UU No 4/ tahun 2004 dan pasal 9 UU No 20 tahun1947,Semua putusan akhir pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan pemeriksaan ulang di tingkat banding oleh para pihak yg bersangkutan, kecuali UU menentukan lain, misalnya pengadilan niaga yang tidak menyediakan pengadilan tingkat banding, melainkan langsung ke tingkat kasasi.Pemeriksaan pada tingkat banding dilakukan dengan memeriksa ulang seluruh perkara, baik mengenai faktanya maupun hukumnya.Pemeriksaan ini sering disebut dengan pemeriksaan judex

factie.Jangka waktunya menurut pasal 11 ayat (1) UU no 20 tahun 1947 adalah 14 hari terhitung sejak para pihak mengetahui putusan pengadilan negeri, yaitu sejak dibacakan apabila para pihak 29 Ny. Retnowulan Sutantio & Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju,2009), hlm 122.

hadir atau pada saat para pihak menerima salinan putusan, apabila hari ke 14 (empatbelas) tersebut jatuh pada hari libur maka dihitung pada hari kerja selanjutnya.Meskipun yag

memeriksa adala Pengadilan Tinggi, permohonan banding harus diajukan kepada Panitera PN yg menjatuhkan putusan (Pasal 7 (1) UU 20/ 1947), jadi tidak diajukan ke pengadilan tinggi.Dalam pengajuannya, pihak pembanding atau pihak yang mengajukan dapat menyertakan (tidak wajib) memori banding, yang berisi alasan – alasan banding maupun bukti baru, disisi lain terbanding juga dapat mengajukan kontra memori banding30.

4. Upaya Hukum Kasasi

Upaya hukum kasasi dapat didefinisikan sebagai upaya hukum Upaya hukum kasasi diatur dalam UU no. 4 tahun 20erhadap putusan tingkat banding atau terhadap putusan tertentu yang tidak melaui pengadilan tingkat banding sekaligus sebagai pengadilan tingkat akhir dari semua tingkat peradilan UU no.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU no. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan UU no. 5 tahun 2004 tentang perubahan atas UU no. 4 tahun 1985.

Berdasarkan pasal Pasal 22 UU No 4 tahun 2004 dan Pasal 43 UU No 14 tahun 1985 jo UU No 5 tahun 2004, upaya hukum kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung.Adapun secara keseluruhan kewenangan MA tercantum dalam pasal 29 dan pasal 30 UU no. 14 tahun 1985. Pasal 29 UU no. 14 tahun 1985 mengatur wewenang MA antara lain, memeriksa dan mrmutus kasasi; memeriksa sengketa kewenangan mengadili; dan memeriksa dan memutus peninjauan kembali.Sedangkan pasal 30 UU no 14 tahun 1985 menyatakan kewenangan MA lainnya, yaitu dapat membatalkan atau menguatkan putusan atau penetapan(dalam hal yang dimintakan kasasi adalah penetapan) dari semua lingkungan peradilan.Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung hanaya memeriksa penerapan hukumnya saja, oleh karena itu sering disebut sebagai pemeriksaan judex juris.

Permohonan kasasi diajukan kepada Panitera dari pengadilan tingkat pertama yang menjatuhkan putusan yg dimohonkan.Jangka waktu permohonan kasasi adalah 14 hari sejak putusan diketahui oleh pemohon.Tidak seperti pada tahap banding,dimana memori banding tidak wajib disertakan, pemohon kasasi wajib untuk mengajukan memori kasasi sedangkan pihak

termohon kasasi berhak menanggapi memori kasasi dengan mengajukan kontra memori kasasi31. (pasal 47 UU No.14 tahun 1985).

Hal yang juga berbeda dengan tingkat banding adalah alasan pengajuan kasasi.Alasan pengajuannya bersifat limitatif, dengan tidak dapat didasarkan kepada ketidakpuasan salah satu pihak saja.Pasal 30 UU no 14 tahun 1985 menentukan alasan pengajuan kasasi sebagai berikut :

1. Hakim pemutus perkara tidak berwenang baik secara absolute maupun relatif atau melampaui batas kewenangannya.

2. Hakim salah menerapkan hukum yang berlaku atau melanggar hukum yang berlaku 3. Hakim lalai memenuhi syarat – syarat yang diajukan peraturan perundang – undangan

yang karena lalainya itu dapat menyebabkan batalnya putusan.Misalnya hakim tidak menyatakan siding terbuka untuk umum.

5. Upaya Hukum Luar Biasa: Peninjauan Kembali

Mengenai peninjauan kembali, diatur dalam pasal 66 sampai dengan pasal 77 UU no. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan pada UU no. 5 tahun 2004 tentang perubahan atas UU no 14 tahun 1985.Peninjauan Kembali menurut pasal 23 ayat (1) UU No 4 tahun 2004 hanya dapat diajukan apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan UU, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan PK kepada MA dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yg berkepentingan.

Berdasarkan pasal 66 ayat (1) UU 14 tahun 1985 Terhadap putusan Peninjauan Kembali tidak dapat dilakukan Peninjauan Kembali.Jadi, Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.Misalnya penggugat mengajukan PK dan dikabulkan, maka tidak ada lagi pihak yang mengajukan PK terhadap PK tersebut.Kemudian pasal 67 UU no 14 tahun 1985 menentukan alasan – alasan Pengajuan PK, yaitu antara lain :

1. Bila putusan didasarkan pada tipu muslihat atau pada bukti yang palsu yang harus diketahui setelah kasasi diputus;

2. Bila setelah perkara diputus, ternyata ditemukan surat-surat bukti baru yang baru ditemukan dan bersifat menentukan, yang tidak dapat ditentukan saat pemeriksaan perkara;

3. Bila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau melebihi hal yang dituntut sehingga melanggar pasal 178 HIR;

4. Bila mengenai bagian dari tuntutan yang brlum diputus tanpa dipertimbangkan sebab – sebabnya;

5. Apabila antara pihak-pihak yg sama oleh pengadilan yg sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yg bertentangan satu dengan yg lain;

6. Apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Tengggang waktu pengajuan PK diatur dalam pasal 69 UU no 14 tahun 1985, yaitu 180 hari sejak keputusan BHT diketahui para pihak.Kemudian pasal 70 UU no 14 tahun 1985

menentukan permohonan PK diajukan kepada MA melalui Ketua Pengadilan Negeri dalam tingkat pertama yang memutus perkara tersebut.

6. Upaya Hukum Luar Biasa: Derdenverzet

Derdenverzet merupakan perlawanan pihak ketiga terhadap putusan apabila hak – hak pihak ketiga tersebut dirugikan32.Dasar hukumnya adalah pasal 378 Rv.Adanya derdenverzet ini adalah berdasarkan pasal 1917 KUHPerdata yang menekankan putusan tidak mengikat pihak ketiga, sehingga pihak ketiga dapat mengutarakan keberatannya dengan adanya upaya hukum derdenverzet ini.

BAB XII

Dalam dokumen Resume Hukum Acara Perdata (Halaman 39-44)

Dokumen terkait