• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KENDALA APA YANG DIHADAPI YAYASAN LEMBAGA KONSUMEN

3.2. Upaya Penyelesaian Sengketa terhadap Konsumen

“Banyak istilah yang mungkin bisa menggambarkan sengketa (dispute), seperti konflik, debat, gugatan, keberatan, Kontroversi, perselisihan dan lain-lain.”24 Walaupun demikian kata tersebut mempunyai arti tersendiri dan berbeda–beda penggunaannya tergantung pada situasi dan kondisi tertentu.

Sengketa dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan ini menyampaikan ketidakpuasan itu kepada pihak kedua, dan pihak kedua tidak menanggapi dan memuaskan pihak pertama, serta menunjukkan perbedaan pendapat di antara mereka, maka terjadi apa yang dinamakan dengan sengketa25.

Sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diberikan oleh undang-undang tentang perlindungan konsumen dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen. “Maka setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang merugikan serta menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen”.26

24Abdul Kadir Muhamad, 2000, Hukum Acara Perdata, Penerbit, PT. Citra Aditya, Bandung, hal. 16.

25Sujud Margono, 2000, ADR & Arbitrase – Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum , Penerbit Ghalia Indonesia, hal. 34.

26Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2008, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 3

43

Sengketa konsumen adalah sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen. Diberikannya ruang penyelesaian sengketa dibidang

konsumen merupakan kebijakan yang baik dalam upaya memberdayakan (empowerment system) konsumen. Upaya pemberdayaan konsumen merupakan

bentuk kesadaran mengenai karakteristik khusus dunia konsumen, yakni adanya perbedaan kepentingan yang tajam antara pihak yang berbeda posisi tawarnya ( bargaining position ).

Penuntutan penyelesaian sengketa konsumen dengan mengajukan gugatan class action melalui peradilan umum telah dibolehkan sejak keluarnya Undang-undang Perlindungan Konsumen yang mengatur class action ini di Indonesia. Tentu saja ini merupakan angin segar yang diharapkan akan membawa perubahan terhadap perlindungan konsumen di Indonesia khususnya perlindungan konsumen terhadap penggunaan tabung gas LPG.

Jumlah konsumen bersifat masif dan biasanya berekonomi lemah. Pelaku usaha memiliki pengetahuan yang lebih tentang informasi atas keadaan produk yang dibuatnya. Mereka umumnya berbeda pada posisi lebih kuat, baik dari segi ekonomi dan tentunya pula dalam posisi tawar ( bargaining position ).

Kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha juga sangat berbeda. Jika ada keluhan terhadap produknya, pelaku usaha akan mengupayakan penyelesaian tertutup. Sementara itu konsumen berkepentingan agar penyelesaian dilakukan lewat saluran umum supaya tuntas.27

Dibukanya ruang penyelesaian sengketa secara khusus oleh UUPK 1999 memberikan berbagai manfaat bagi berbagai kalangan, bukan saja konsumen tetapi juga bagi pelaku usaha sendiri, bahkan juga bagi pemerintah.

27N.H.T. Siahaan, 2005, Op.cit, hal 202.

44 Manfaat bagi konsumen adalah :

a. Mendapat ganti rugi atas kerugian yang diderita;

b. Melindungi konsumen lain agar tidak mengalami kerugian yang sama, karena satu orang mengadu maka sejumlah orang lainnya akan dapat tertolong. complain yang diajukan konsumen melalui ruang publik dan mendapat liputan media massa akan menjadi mendorong tanggapan yang lebih positif kalangan pelaku usaha;

c. Menunjukkan sikap kepada masyarakat pelaku usaha lebih memperhatikan kepentingan konsumen.28

Bagi kalangan pelaku usaha, ruang penyelesaian sengketa atau penegakan hukum konsumen memiliki arti dan dampak tertentu, manfaatnya adalah:

a. Pengaduan dapat menjadi tolak ukur dan titik tolak untuk perbaikan mutu produk dan memperbaiki kekurangan lain yang ada;

b. Dapat sebagai informasi dari adanya kemungkinan produk tiruan;

Bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan pengendali berbagai kepentingan rakyat, perkembangan itu penting karena memberikan mamfaat-mamfaat seperti berikut :

1. Lebih memudahkan pengawasan dan pengendalian terhadap produk yang beredar di pasaran

2. Mengetahui adanya kelemahan penerapan peraturan atau standar pemerintah

3. Merevisi berbagai standar yang ada

Berikut ini akan dipaparkan berbagai model penyelesaian sengketa (dispute resettlement ). Model yang dikenal tidak lagi semata-mata bersifat konvensional seperti oleh pengadilan atau penyelesaian dan kejaksaan yang bersifat compulsory. Model yang baru itu memungkinkan adanya penyelesaian

28Ibid, hal. 206

45

sengketa konsumen bahkan di luar jalur penegakan hukum yang ditangani Negara. Model penyelesaian sengketa yang sifatnya alternative itu dikenal sebagai alternative dispute resolution (ADR).

1. Melalui Peradilan

Sengketa konsumen dimaksud bukan sebagai sengketa dalam arti luas, yakni sengketa yang melingkupi hukum pidana dan hukum administrasi Negara karena UUPK mengatur penyelesaian sengketa bersifat ganda dan alternative.

Pengertian bersifat ganda di sini ialah penyelesaian sengketa dengan berbagai sistem, yakni:

1. Penyelesaian sengketa perdata di pengadilan (in court resolution) ( pasal 45, 46 dan 48 );

2. Penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan (out court resolution atau disebut juga alternative dispute resolution) (pasal 45, 46, 47);

3. Penyelesaian perkara secara pidana (criminal court resolution) (pasal 59, 61 s/d 63);

4. Penyelesaian perkara secara administrative (administrative court resolution) (pasal 60).29

a. Penyelesaian di Peradilan Umum Pasal 45 ayat 1 UUPK menyatakan:

Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Ketentuan ayat berikutnya mengatakan,

Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Ayat pertama itu kurang jelas, di situ hanya dikatakan, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha. Apakah secara a-contrario dapat

29Ibid, hal 204.

46

ditafsirkan, hak itu tidak diberikan kepada pelaku usaha. tentu, jika melihat ke dalam asas-asas hukum acara, hak yang sama semua diberikan kepada semua pihak yang berkepentingan.

Pertegas dengan Pasal 45 ayat (2) UUPK Tentang Penyelesaian Sengketa, yang mengatakan:

Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan dan di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (2) UUPK dihubungkan dengan penjelasannya, maka dapat disimpulkan penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:

a. Penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melibatkan pengadilan atau pihak ketiga yang netral. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara-cara damai tanpa mengacu pada ketentuan-ketentuan Pasal 1851 sampai Pasal 1864 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Pasal-pasal tersebut mengatur tentang pengertian syarat-syarat dan kekuatan hukum dan mengikat perdamaian (dading).

b. Penyelesaian melalui pengadilan, penyelesaian melalui pengadilan mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum pada peradilan umum tersebut.

c. Penyelesaian di luar pengadilan, melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). 30

Kemudian pasal 45 ayat 3 UUPK menyebutkan:

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Jelas seharusnya bukan hanya tanggung jawab pidana yang tetap dibuka kesempatannya untuk diperkarakan, melainkan juga tanggung jawab lainnya, misalnya dibidang administrasi Negara. Konsumen yang dirugikan haknya, tidak

30Rachmadi Usman, 2000, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Cetakan Pertama, Jakarta Djambatan, hal. 224

47

hanya diwakilkan oleh jaksa dalam penuntutan di peradilan umum kasus pidana, tetapi ia sendiri dapat juga menggugat pihak lain di lingkungan peradilan tata usaha Negara jika terdapat sengketa administrative didalamnya.

Hal ini dapat terjadi, misalnya dalam kaitannya dengan kebijakan aparat pemerintah yang ternyata dipandang merugikan konsumen secara individual. Bahkan, mengingat makin banyaknya perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, juga tidak tertutup kemungkinan ada konsumen yang menggugat pelaku usaha di peradilan Negara lain, sehingga sengketa konsumen inipun dapat bersifat transnasional.31

b. Penyelesaian di Peradilan Tata Usaha Negara

Pasal 45 ayat 1 dan pasal 46 ayat 2 UUPK terkesan hanya membolehkan gugatan konsumen diajukan ke lingkungan peradilan umum. Pembatasan ini jelas menghalangi konsumen yang perkaranya mungkin menyentuh kompetensi peradilan tata usaha Negara. Kendati demikian, jika konsumen diartikan secara luas yakni mencakup juga penerimaan jasa layanan publik, tentu peradilan tata usaha Negara seharusnya patut juga melayani gugatan tersebut. “Untuk itu perlu diperhatikan, bahwa syarat-syarat, bahwa sengketa itu berawal dari adanya penetapan tertulis, bersifat konkret, individual dan final, harus tetap terpenuhi:32.

Hukum administrasi Negara cukup penting di dalam masalah perlindungan konsumen. Aspek hukum administrative merupakan sarana alternative public menuntut kebijakan pemerintah untuk meningkatkan perlindungan konsumen. Aspek ini berkaitan dengan perizinan yang diberikan pemerintah kepada pelaku usaha.33

Sanksi administrative sebenarnya lebih efektif dari pada sanksi perdata dan pidana karena dapat diterapkan langsung dan sepihak. Pemerintah misalnya secara sepihak dapat menjatuhkan sanksi untuk membatalkan izin yang diberikan

31Praditya, 2008, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Penerbit Garuda, Jakarta, hal 135

32Ibid., hal. 40

33N.H.T. Siahaan, 2005, Op cit, hal 204.

48 tanpa meminta persetujuan pihak lain.

Perkembangan baru dibidang hokum administrative menurut UUPK tercantum dalam pasal 60 ayat 1 tentang sanksi administrative. Ayat ini menentukan, BPSK berwenang menjatuhkan sanksi administrative terhadap pelaku usaha. Seperti diketahui, BPSK adalah lembaga alternative penyelesaian sengketa konsumen yang dibentuk sebagai organ pemerintah hingga ke tingkat kabupaten atau pemerintah kota. “Dengan demikian, organ pemerintah yang berwenang melembaga-lembaga administrative telah bertambah di samping lembaga-lembaga teknis (jika bersifat non litigatif) juga PTUN dan BPSK (litigatif).”34

2. Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan

Alternative dispute resolution (ADR) disebut juga dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) dalam arti luas adalah proses penyelesaian sengketa dibidang perdata di luar pengadilan melalui cara-cara arbitrase, negoisasi, konsultasi, mediasi, konsiliasi yang disepakati pihak-pihak.

Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen, penyelesaian dari permasalahan konsumen dapat dipecahkan melalui jalan peradilan maupun non-peradilan. Mereka yang bermasalah harus memilih jalan untuk memecahkan permasalahan mereka. “Penyelesaian dengan cara non-peradilan bisa dilakukan melalui Alternatif Resolusi Masalah (ARM) di BPSK, LPKSM, Direktorat Perlindungan Konsumen atau lokasi-lokasi lain baik untuk kedua belah pihak yang telah disetujui.”35

34Ibid, hal. 206

35http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sengketa, diakses, 18 Februari 2017

49

Ketika kedua pihak telah memutuskan untuk melakukan penyelesaian non-peradilan, nantinya ketika mereka akan pergi ke pengadilan (lembaga peradilan) untuk masalah yang sama, mereka hanya dapat mengakhiri tuntutan mereka di pengadilan jika penyelesaian non peradilan gagal.

3. Penyelesaian melalui LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat)

Proses penyelesaian sengketa melalui LPKSM menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dipilih dengan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Dalam prosesnya para pihak yang bersengketa/bermasalah bersepakat memilih cara penyelesaian tersebut. Hasil proses penyelesaiannya dituangkan dalam bentuk kesepakatan (Agreement) secara tertulis, yang wajib ditaati oleh kedua belah pihak dan peran LPKSM hanya sebagai mediator, konsiliator dan arbiter. Penentuan butir-butir kesepakatan mengacu pada peraturan yang dimuat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta undang-undang lainnya yang mendukung.

4. Penyelesaian melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)

BPSK adalah institusi non struktural yang memiliki fungsi sebagai “institusi yang menyelesaikan permasalahan konsumen di luar pengadilan secara murah, cepat dan sederhana”. Badan ini sangat penting dibutuhkan di daerah dan kota di seluruh Indonesia. Anggota-anggotanya terdiri dari perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha.

Konsumen yang bermasalah terhadap produk yang dikonsumsi akan dapat memperoleh haknya secara lebih mudah dan efisien melalui peranan BPSK.

Selain itu bisa juga menjadi sebuah akses untuk mendapatkan informasi dan

50

jaminan perlindungan hukum yang sejajar baik untuk konsumen maupun pelaku usaha..

Dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pihak yang bersengketa. Tagihan, hasil test lab dan bukti-bukti lain oleh konsumen dan pengusaha dengan mengikat penyelesaian akhir.

Tugas-tugas utama BPSK :

1. Menangani permasalahan konsumen melalui mediasi, konsiliasi atau arbitrasi;

2. Konsultasi konsumen dalam hal perlindungan konsumen;

3. Mengontrol penambahan dari bagian-bagian standarisasi;

4. Memberikan sanksi administrasi terhadap pengusaha yang menyalahi aturan;

Tata Cara Penyelesaian Sengketa melalui BPSK 1. Konsiliasi:

a. BPSK membentuk sebuah badan sebagai pasif fasilitator;

b. Badan yang membiarkan yang bermasalah untuk menyelesaikan masalah mereka secara menyeluruh oleh mereka sendiri untuk bentuk dan jumlah kompensasi;

c. Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan dinyatakan sebagai persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK;

d. Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja.

51 2. Mediasi:

1. BPSK membentuk sebuah fungsi badan sebagai fasilitator yang aktif untuk memberikan petunjuk, nasehat dan saran kepada yang bermasalah 2. Badan ini membiarkan yang bermasalah menyelesaikan permasalahan

mereka secara menyeluruh untuk bentuk dan jumlah kompensasinya;

3. Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan diletakkan pada persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK;

4. Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja.

3. Arbitrasi:

a. Yang bermasalah memilih badan CDSB sebagai arbiter dalam menyelesaikan masalah konsumen

b. Kedua belah pihak seutuhnya membiarkan badan tersebut menyelesaikan permasalahan mereka;

c. BPSK membuat sebuah penyelesaian final yang mengikat;

d. Penyelesaian harus diselesaikan dalam jangka waktu 21 hari kerja paling lama.

e. Ketika kedua belah pihak tidak puas pada penyelesaian tersebut, kedua belah pihak dapat mengajukan keluhan kepada pengadilan negeri dalam 14 hari setelah penyelesaian diinformasikan;

f. Tuntutan dari kedua belah pihak harus dipenuhi dengan persyaratan sebagai berikut :

1) Surat atau dokumen yang diberikan ke pengadilan adalah diakui atau dituntut salah/palsu;

2) Dokumen penting ditemukan dan disembunyikan oleh lawan; atau;

52

3) Penyelesaian dilakukan melalui satu dari tipuan pihak dalam investigasi permasalahan di pengadilan.

g. Pengadilan negeri dari badan peradilan berkewajiban memberikan penyelesaian dalam 21 hari kerja;

h. Jika kedua belah pihak tidak puas pada keputusan pengadilan/penyelesaian, mereka tetap memberikan kesempatan untuk mendapatkan sebuah kekuatan hukum yang cepat kepada pengadilan tinggi dalam jangka waktu 14 hari.

i. Pengadilan Tinggi badan pengadilan berkewajiban memberikan penyelesaian dalam jangka waktu 30 hari.

53 BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan tersebut di atas maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah YLKI berperan aktif dalam melaksanakan perlindungan hukum kepada konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG) hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus yang telah di selesaikan oleh YLKI dan program-program kerja dari YLKI yang semuanya sangat berhubungan dengan konsumen khususnya pengguna Liquefied Petroleum Gas (LPG.

Yang banyak mengalami kejadian pada awal-awal pemakaian gas Elpiji tiga (tiga) kg. YLKI telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan untuk memperkenalkan apa itu perlindungan hukum kepada konsumen dan hak konsumen agar tidak selalu ditipu oleh para pelaku usaha YLKI sendiri telah berupaya melakukan upaya-upaya penyelesaian sengketa dengan pihak-pihak yang merugikan konsumen khususnya pemakai gas LPJ seperti melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait maupun dengan pemerintah agar kegiatannya dapat berjalan dengan baik.

2. Kendala-kendala yang dihadapi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perlindungan konsumen, banyaknya konsumen yang masih membiarkan

54

apabila terjadi pelanggaran terhadap haknya, pemerintah yang masih kurang melakukan pengawasan yang berkelanjutan.

4.2 Saran

Berdasarkan simpulan tersebut di atas maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :

1. Pemerintah hendaknya mengadakan sosialisasi lebih intensif terhadap undang-undang No. 8 tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, agar warga masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konsumen Gas LPG serta sadar dan tanggap bila ada pelanggaran dari pihak pengusaha.

2. Kepada masyarakat yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dalam pemakaian gas LPG seperti adanya pengoplosan gas LPG dari 3 kg ke 12 kg. karena adanya disparitas harga atau timbangan gas yang tidak tepat yang dilakukan oleh agen-agen LPG yang nakal, dapat melaporkan pelanggaran itu kepada YKLI di tempat masing-masing atau ke pihak kepolisian setempat.

.

55

DAFTAR BACAAN

Buku-buku

Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoretis dan Perkembangan Pemikiran, FH Unlas Press, Banjarmasin

Abdul Kadir Muhamad, 2000, Hukum Acara Perdata, Penerbit, PT. Citra Aditya, Bandung.

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Adrian Sutendi, ,2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor.

Ahmadi Miru, 2001, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Celina Tri Siwi Kristyanti, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinargrafika, Jakarta.

Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2001, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Happy Susanto, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Jakarta Selatan.

Janus Sidabalok, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Paulinus Josua, Medan.

Mariam Darus Badrulzaman, 1985, Perlindungan Terhadap Konsumen dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar) dalam BPHN Simposium Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Binacipta, Jakarta.

Munir Fuadi, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung

Nasution, Az 2011, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media Grup, Jakarta.

Praditya, 2008, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Penerbit Garuda, Jakarta.

56

Rachmadi Usman, 2000, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Cetakan Pertama, Jakarta Djambatan.

Siahan, N.H.T 2005, Perlindungan konsumen dan tanggung jawab Produk, Panta Rei, Jakarta.

Sidharta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta.

Soeroso R., 2006, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Sujud Margono, 2000, ADR & Arbitrase – Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Susanti Adi Nugroho, 2008, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta Kencana.

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata

Undang–undang No.8 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen

Internet

1http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sengketa, diakses, 18 Februari 2017

Dokumen terkait