• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya-upaya yang Ditempuh oleh Para Pihak Apabila Muncul

BAB II AKIBAT HUKUM DARI PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN

D. Upaya-upaya yang Ditempuh oleh Para Pihak Apabila Muncul

dilaksanakan dengan sukarela atau etikat baik, namun dalam kenyataanya perjanjian kerjasama yang dibuatnya seringkali dilanggar. Persoalannya, bagaimanakah cara

penyelesaian sengketa yang terjadi diantara para pihak. Secara yuridis pola penyelesaian sengketa dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:126

(1) melalui pengadilan

(2) alternatif penyelesaian sengketa (3) mufakat bersama

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli (Pasal 1 ayat (10)) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 maka cara penyelesaian sengketa melalui ADR dibagi menjadi lima cara, yaitu : Konsultasi, Negoisasi, Mediasi, Konsiliasi atau Penilaian Hukum. Pada dasarnya penyelesaian secara musyawarah/mufakat adalah penyelesaian yang sangat sesuai dengan kultur “Orang Timur”. Namun demikian, ada 1 (satu) hal yang mungkin sangat sulit untuk mewujudkan tercapainya musyawarah/mufakat dalam suatu sengketa. Hal tersebut adalah para pihak pada umumnya menganggap remeh hal-hal yang kelihatannya sangat sepele. Justru hal-hal yang dianggap sepele oleh satu pihak, malah dianggap hal yang sangat materil, oleh pihak lainya. Selain itu, hal-hal sepele tersebut apabila

tidak segera diselesaikan, akan berakibat pada membesarnya masalah ‘sepele’ tadi, maka terjadilah sengketa yang hampir tidak mungkin diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Walaupun mufakat dianggap sebagai kultur yang hidup dimasyarakat. Apalagi sengketa bisnis yang berhubungan dengan untung rugi secara ekonomis.

Perjanjian Pengadaan Barang merupakan perjanjian yang kompleks karena mengatur banyak aspek baik secara legal maupun teknis tentang proses pengadaan barang, yang membutuhkan kajian lebih lanjut guna ditemukannya format kontrak perjanjian pengadaan barang dan jasa yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya.127

Keberadaan Perjanjian Pengadaan Barang muncul sebagai bagian dari proses pembangunan yang merupakan program kerja pemerintah yang sangat signifikan, untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan potensi nasional. Pembangunan identik dengan pembangunan sarana dan prasarana umum oleh pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan publik maupun penyelenggaran pemerintahan. Pada dasarnya pembangunan merupakan proses yang berlangsung secara berkesinambungan menyebabkan perubahan bertahap yang meliputi seluruh aspek kehidupan menuju peningkatan taraf hidup masyarakat. Pembangunan tidak akan

127 Masjchun Sofwan, Sri Soedewi.Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan,

dapat berjalan dengan baik tanpa partisipasi aktif masyarakat, terutama sektor swasta dalam kaitannya dengan program pembangunan sarana dan prasarana umum.128

Pada prinsipnya, semua pengadaan barang dan jasa agar diusahakan melalui metoda pelelangan umum dengan tujuan supaya terjadi pelelangan yang kompetitif, sehingga diharapkan akan diperoleh harga barang dan/atau jasa yang paling menguntungkan bagi Perusahaan.129

Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa sering dibuat dalam bentuk kontrak standar, dimana suatu kontrak telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak dan pihak yang lainnya hanya dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut.130

Perjanjian baku atau standar lahir sebagai bentuk dari perkembangan dan tuntutan dunia usaha. Kontrak standar telah banyak diterapkan dalam dunia usaha seperti perbankan, lembaga pembiayaan konsumen, dan berbagai bentuk usaha lainya. Kontrak standar atau baku dipandang lebih efisien dari sisi waktu dan biaya. Secara formal di Indonesia aturan hukum mengenai perjanjian baku atau standar belum diatur dengan jelas, sehingga perlu mendapatkan kajian lebih lanjut. Hukum pada dasarnya adalah untuk perlindungan kepentingan manusia. Dalam setiap hubungan hukum, termasuk perjanjian harus ada keseimbangan antara para pihak

128Djumialdji.Perjanjian Pemborongan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), hal 55 129Masjchun Sofwan, Sri Soedewi.Op.Cit,hal 48

supaya tidak terjadi konflik kepentingan. Namun dalam realitasnya tidak selalu demikian.131

Selalu terdapat kemungkinan salah satu pihak mempunyai posisi yang lebih kuat baik dari sisi ekonomis maupun dari penguasaan teknologi atau suatu penemuan yang spesifik. Dalam kondisi ini salah satu pihak lebih mempunyai peluang untuk lebih diuntungkan dalam suatu perjanjian. Seringkali pihak penyusun menentukan syarat syarat yang cukup memberatkan apalagi kontrak tersebut disajikan dalam bentuk kontrak standard, karena ketentuan-ketentuan dalam perjanjian dapat dipakai untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian pada pihaknya. Dalam hal demikian salah satu pihak hanya punya pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut.

Di dalam perjanjian pengadaan barang, terlebih dahulu harus lulus dari seleksi prawalifikasi, kwalifikasi dan kliasifikasi yang dibuktikan dengan sertifikat prakwalifikasi, klasifikasi dan kwalifikasi, ikut serta dalam pelelangan dengan mempunyai dokumen pelelangan pekerjaan, mengajukan surat penawaran yang disertai jaminannya dan diakhiri dengan memperoleh keputusan pemberian pekerjaan (gunning). Setelah fase-fase tersebut dilalui maka barulah dibuat perjanjiannya. Perjanjian pengadaaan barang selalu dibuat di dalam bentuk tertulis, di buat dalam standar yang mendasarkan berlakunya peraturan standar.132

131 Ibid, hal. 108

132 Fx. Djumiadji, Eksistensi Hukum Bangunan dalam Pembangunan Nasional (Tinjauan

Perjanjian kerjasama pengadaan barang dalam PT TNC dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan, sehingga Akta perjanjian kerjasama pengadaan barang merupakan akta yang kurang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Hal ini dimaksudkan oleh para pihak PT. TNC untuk lebih memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya. Karena para pihak dalam membuat suatu akta tidak berpihak dan menjaga kepentingan para pihak secara obyektif. Dengan bantuan para pihak yang membuat perjanjian kerjasama antara PT. TNC dengan PT. Moratel akan mendapatkan bantuan dalam merumuskan hal-hal yang akan diperjanjikan. Namun suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak. Dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditemukan terjadinya berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian mengalami pembatalan, baik dibatalkan oleh para pihak maupun atas perintah pengadilan.

Pada dasarnya perjanjian pengadaan barang PT. TNC berdasarkan unsur- unsurnya dapat dikualifikasikan sebagai perjanjian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hanya di dalamnya terdapat kekhususan karena mempunyai sifat standard/baku, oleh karenya dapat disebut sebagai perjanjian jual beli standard. Sementara berkaitan dengan sahnya perjanjian, ternyata dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang PT. TNC diketahui terdapat beberapa kelemahan yaitu ada beberapa persyaratan pra kontrak / perjanjian pendahuluan yang secara tegas telah diatur namun sebagian atau seluruhnya tidak dilaksanakan oleh salah satu dan/ kedua belah pihak (PT. TNC dengan PT. Moratel) yang dapat

berakibat adanya tuntutan pembatalan perjanjian/kontrak dari penyedia barang lainnya dan atau pihak-pihak terkait lainnya, atau bahkan batal demi hukum133 Dari sisi ini pelaksanaan perjanjian kerjasama pengadaan barang menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat perjanjian kerjasama pengadaan barang merupakan suatu perbuatan hukum yang mendahului proses pengadaan barang. Sebagai suatu bentuk dari perikatan, perjanjian kerjasama pengadaan barang mengandung hak dan kewajiban dari para pihak yang membuatnya, sehingga apabila hal-hal yang telah disepakati dalam akta kerjasama pengadaan barang dilanggar atau tidak dipenuhi oleh para pihak yang membuatnya maka hal tersebut dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi. Namun dalam prakteknya perjanjian kerjasama pengadaan barang di PT. TNC dimungkinkan untuk dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak atau atas kesepakatan kedua belah pihak. Bahkan perjanjian kerjasama pengadaan barang tersebut dapat pula dibatalkan oleh suatu keputusan pengadilan. Dibatalkannya suatu akta perjanjian yang dibuat secara otentik tentu akan membawa konsekuensi yuridis tertentu.

E. Penyelesaian Wanprestasi dalam perjanjian kerjasama pengadaan barang