BAB III
PENGELOLAAN HUTAN SECARA BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
3.3. Indikator Ketercapaian
4.1.1. Uraian Data dan Informasi Kawasan Hutan KPH Rinjani Timur
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 337/Menhut-VII/2009 Tanggal 15 Juni 2009 yang menetapkan wilayah KPH Rinjani Timur di Kabupaten Lombok Timur sebagai KPH Lindung dengan dominasi fungsi hutan lindung lebih dari 80 % dari seluruh wilayah pengelolaan. Sejak ditetapkan sampai saat ini luas kawasan hutan KPH Rinjani Timur tidak mengalami perubahan namun secara kualitas terjadi degradasi fungsi kawasan hutan.
Data lahan kritis di Kabupaten Lombok Timur dalam kawasan hutan pada tahun 2004 (BP DAS Dodokan Moyosari, 2010) menunjukkan bahwa luas lahan sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis, dan tidak kritis adalah masing-masing 2.723 ha, 1.697 ha, 13.375 ha, 43.517 ha, 2.816 ha.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk menurunkan lahan kritis khususnya dalam kawasan hutan. Beberapa kegiatan rehabilitasi yang dapat dihimpun pada wilayah KPHL Rinjani Timur seluas + 3.784 ha antara lain: (a) Gerhan 2002 s/d 2007 seluas 1.810 ha, (b) JIFPRO seluas 480 ha, (c) SOCFOR 2005 seluas 300 ha, (d) PHTUL 2002 seluas 80 ha, (e) HKm OECF seluas 250 ha, (f) JICA, (g) Kegiatan Reboisasi lainnya 864 ha.
Hutan Lindung KPH Rinjani Timur berdasarkan hasil inventarisaasi diperoleh tingkat kerapatan untuk semai adalah 12.719 individu/ha. Kerapatan tingkat pancang adalah 2.075 individu/ha. Kerapatan tingkat tiang 617 individu/ha, dan kerapatan tingkat pohon 93 individu/ha. Data inventarisasi ini menunjukkan bahwa semua kelompok hutan memiliki kerapatan yang tinggi pada tingkat permudaannya tapi sebagian besar kerapatan tingkat pohonnya berada dibawah 200 individu/ha. Kerapan hutan yang tinggi pada tingkat semai, pancang dan tiang menunjukkan adanya potensi peningkatan kerapatan pohon jika dilakukan pemeliharaan atau pengelolaan dengan baik khususnya pada pohon yang memiliki kesesuaian yang tinggi dengan lingkungannya.
A N A L I S I S D A N P R O Y E K S I BAB
IV
62 Struktur hutan lindung juga berpotensi mengalami perubahan. Hasil inventarisasi Dinas Kehutanan NTB (2011) menunjukkan bahwa jumlah pohon pada diameter 20-29 cm, 30-39 cm, 40-49 cm, 50-59 cm dan 60 cm ke atas pada hutan lindung KPH Rinjani Timur adalah masing-masing 33, 31, 17, 6, 6 pohon per ha. Struktur tegakan hutan lindung menunjukkan jumlah pohon yang semakin berkurang dari kelas diameter kecil ke kelas diameter besar, sehingga dapat dikatakan hutan tersebut masih normal.
Nilai INP pada kawasan hutan lindung Rinjani (RTK1) yang merupakan bagian dari wilayah KPH Rinjani Timur menunjukkan bahwa pada tingkat semai terdapat 77 jenis. 10 jenis pertama adalah Elok-elok, Sonokeling, Lempinyo, Lenggaru, Mangga hutan, Kleyang, Jambu Hutan, Kukun dan Sengon. Jenis Elok-elok dan Sonokling memiliki nilai INP sebesar 16 -17, sedangkan 8 jenis lainnya memiliki nilai INP antara 7-10. Pada tingkat pancang ditemukan 84 jenis dimana jenis Elok-elok dan Sonokling memiliki INP tertinggi yaitu 15 - 15.5. Delapan jenis lainnya yaitu Mangga hutan, Jambu hutan, Kukun, Lempinyo, Lenggaru, Kleyang, Renge, Mreke memiliki nilai INP antara 6-10. Pada tingkat tiang ditemukan 94 jenis dimana Sonokling memiliki nilai INP tertinggi yaitu 64,3. Sedangkan jenis Elok-elok, Jambu hutan, Ketimus mempunyai INP 12-15, dan Mreke, Kunyitan, Kesambi, Rengge, Oles dan Jati memiliki INP 6-10. Pada tingkat pohon ditemukan 123 jenis. Jenis Sonokling menempati INP tertinggi yaitu 47,9, Ketimus (24,9), Kunyitan (18), Sengon (13) dan Kesambi (11). Jenis lainnya seperti Laban, Lembunutan Elok-elok, Joet dan Koak memiliki INP antara 6-10.
Mengingat kawasan hutan KPH Rinjani Timur didominasi oleh hutan lindung, maka konsekuensi pengelolaan KPH Rinjani Timur akan lebih banyak terfokus pada pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Potensi hasil hutan bukan kayu yang potensial dikembangkan di KPH Rinjani Timur dapat berupa rotan, shellak dan madu. Hasil hutan bukan kayu lainnya yang akan dikembangkan berupa kayu manis, kemiri, buah (durian, manggis, nangka, melinjo), bambu dan getah. Khusus untuk jenis kayu manis, jenis ini pada beberapa tahun yang lalu banyak terdapat pada kawasan hutan lindung Kelompok Hutan Gunung Rinjani yang masuk kedalam wilayah Kecamatan Suela, namun populasinya saat ini telah sangat jauh berkurang akibat penebangan dan perambahan hutan. Potensi hasil hutan bukan kayu di KPH Rinjani Timur pada umumnya belum terinventarisasi dengan baik sehingga
63 ketersediaan data dan informasi sangat terbatas. Ada keyakian bahwa jika potensi hasil hutan bukan kayu dikelola dengan baik dan optimal, akan memberikan kontribusi besar bagi pembangunan daerah.
Potensi jasa lingkungan yang dapat dikelola di KPH Rinjani Timur antara lain: jasa lingkungan aliran air dan wisata alam. Potensi jasa lingkungan umumnya terdapat pada kawasan hutan lindung dan relatif belum terkelola. Pengembangan jasa lingkungan ini dapat menjadi fokus pengelolaan hutan di KPHL Rinjani Timur. Beberapa lokasi pada kawasan hutan lindung telah menjadi destinasi pariwisata baru diantaranya kawasan Hutan Lindung Sekaroh (RTK. 15), dimana sebagian besar lokasi pada kawasan hutan ini telah banyak menarik minat investor untuk mengembangkan wisata alam baik wisata pantai maupun wisata sejarah.
Potensi air yang cukup besar pada kawasan hutan lindung Kelompok Hutan Gunung Rinjani (RTK. 1) memberikan peluang yang besar untuk pemanfaatan air sebagai sumber air minum, air irigasi dan sumber energi baru terbarukan melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) dan sampai saat ini telah banyak diminati oleh berbagai investor.
Pada kawasan hutan produksi hasil inventarisasi yang dilakukan Dinas Kehutanan Provinsi NTB tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah pohon pada diameter 20-29 cm, 30-39 cm, 40-49 cm, 50-59 cm dan 60 cm ke atas adalah masing-masing 60, 27, 5, 0.7, 0.9 pohon per ha. Struktur tegakan hutan produksi menunjukkan jumlah pohon yang semakin berkurang dari kelas diameter kecil ke kelas diameter besar, sehingga dapat dikatakan hutan tersebut masih normal. Namun demikian, jumlah pohon per ha dengan diameter 40 cm ke atas sangat kecil. Jumlah permudaan yang melimpah dapat menjadi indikasi kesinambungan kawasan hutan produksi dan perlu dipertahankan.
Hasil inventarisasi tingkat kerapatan populasi hutan produksi Rinjani Timur pada tingkat semai adalah 10.963 individu/ha, pada tingkat pancang 1.950 individu/ha, tingkat tiang 622 individu/ha dan tingkat pohon 93 individu/ha. Berdasarkan data hasil inventarisasi hutan produksi tersebut maka kondisi permudaan hutan produksi Rinjani Timur belum menghawatirkan namun demikian jumlah pohon diameter 50 cm ke atas sangat sedikit sehingga ke depan pemeliharaan permudaan sangat penting untuk dilaksanakan.
64 Potensi kayu di hutan produksi, untuk tingkat tiang sebesar 25 m3 dan untuk tingkat pohon sebesar 343 m3. Peningkatan produksi kayu dimasa mendatang berpeluang ditingkatkan. Dalam hal ini, pengelolaan hutan produksi perlu mempertimbangkan pemilihan jenis kayu yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan permintaan pasar.
Hasil inventarisasi hutan produksi menunjukkan bahwa pada tingkat semai ditemukan 32 jenis. Nilai INP tertinggi adalah dari jenis Sonokeling (58). Sementara jenis Sengon, Lamtoro, Kukun mempunyai INP antar 21-25, lainnya seperti Kleyang, Renge, Elok-elok, Kesambi, Kali Bambang, Ketimus mempunyai INP antara 3-7,5. Pada tingkat pancang ditemukan 40 jenis dengan nilai INP lima tertinggi adalah jenis Sonokling (INP=33), disusul jenis Kukun (20), Lamtoro (19), Renge (12), dan Prek (12). Pada tingkat tiang ditemukan 38 jenis dengan nilai INP tertinggi pada jenis sonokling (163) dan Jati (21). Pada tingkat pohon ditemukan 34 jenis dengan nilai INP tertinggi pada jenis Sonokling (142), Sengon (64) dan jenis lainnya memiliki INP <= 10.
Data ini menunjukan bahwa jenis-jenis yang memiliki nilai INP tinggi pada tingkat pohon juga memiliki nilai INP tinggi pada tingkat permudaannya. Hal ini memberikan indikasi bahwa jenis ini cocok untuk tumbuh pada lokasi tersebut.
Kawasan hutan produksi di KPH Rinjani Timur memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu potensi penembangan hasil hutan kayu dengan jenis tanaman berumur pendek seperti Gmelina, Sengon, Jabon untuk menyikapi luas kawasan hutan produksi yang relatif kecil yaitu 3.042 ha agar kawasan hutan produksi dapat berproduksi secara berkesinambungan.
Pemanfaatan hutan pada KPH Rinjani sampai saat ini dilakukan dalam bentuk pengelolaan melalui skema Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakat (IUPHKm) baik pada kawasan hutan lindung maupun kawasan hutan produksi. IUPHKm pada kawasan hutan KPH Rinjani Timur terdiri dari IUPHKm atas nama Kelompok Tani HKm Wana Lestari yang berada di Dusun Sandongan, Desa Belanting, Kecamatan Sambelia seluas 420 ha, HKm Sekaroh Maju pada Kelompok Hutan Sekaroh (RTK. 15), Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru seluas 1.450 ha dan IUPHKm atas nama Kelompok Tani Lembah Sempager seluas 360 ha. Pada kawasan hutan produksi juga terdapat ijin pemanfaatan hutan dalam bentuk Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil
65 Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) atas nama PT. Shadana Arif Nusa seluas 1.794 ha.
Data dan informasi yang di peroleh dari data primer dan sekunder yang dilakukan melalui kegiatan survey lapangan merupakan dasar bagi penyusunan rencana pengelolaan pada KPH Rinjani Timur. Untuk mendukung data dan informasi yang diperoleh, juga dilakukan analisis perpetaan dengan memanfaatkan berbagai peta dan citra yang tersedia dari berbagai sumber yang mampu menginterpretasikan situasi dan kondisi kawasan Hutan. Hasil analisis data dan informasi serta analisis perpetaan secara umum memperlihatkan bahwa kawasan hutan KPH Rinjani Timur memiliki potensi untuk pengembangan tanaman budidaya penghasil kayu maupun bukan kayu, pengembangan jasa air dan pengembangan pariwisata alam. Secara umum hasil kajian yang dapat disampaikan dari kegiatan survey/orientasi lapangan, pengumpulan dokumen dan analisis peta serta uraian data dan informasi adalah sebagai berikut:
1. Kawasan Hutan pada KPH Rinjani Timur secara yuridis memiliki kekuatan hukum yang kuat. Sejak ditetapkan sampai saat ini luas Hutan KPH Rinjani Timur tidak mengalami perubahan. Luas Hutan KPH Rinjani Timur kedepan juga kemungkinan tidak akan mengalami perubahan mengingat luas kawasan hutan di Kabupaten Lombok Timur telah berada pada ambang batas minimal dari luas hutan yang dipersyarakan untuk pada suatu daerah berdasarkan undang-undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. Dilihat dari luasan, kawasan hutan di KPH Rinjani Timur tentunya tidak akan mengalami pengurangan luas. Namun apabila dilihat dari segi kualitas sangat dimungkinkan akan mengalami penurunan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Gangguan keamanan hutan pada kawasan Hutan KPH Rinjani Timur cukup tinggi baik dalam bentuk perambahan hutan, okupasi lahan dengan penerbitan sertifikat atau hak kepemilikan lahan pada beberapa lokasi, penebangan hutan dan penggembalaan liar serta kebakaran hutan. Penebangan liar yang terjadi pada kawasan hutan didominasi oleh penebangan pohon untuk memenuhi kebutuhan kayu untuk bahan bakar baik untuk keperluan sendiri maupun untuk kegiatan komersil terutama ada saat musim
66 pengovenan tembakau. Berbagai jenis tanaman telah mengalami penurunan jumlah populasi diantaranya Nimba (Azadirachta indica) dan asam (Tamarindus indica) yang menjadi pilihan utama untuk pengovenan tembakau virginia. Selain itu penebangan pohon diperuntukkan untuk kebutuhan kayu gergajian.
3. tekanan terhadap kawasan hutan sangat tinggi, salah satunya adalah tekanan yang diakibatkan oleh desakan kebutuhan masyarakat akan lahan garapan untuk tanaman budidaya, bahan bakar kayu dan penggembalaan liar.
4. Kawasan Hutan KPH Rinjani Timur, meskipun memiliki kekuatan secara yuridis formal sebagai kawasan hutan tetap namun secara defacto di lapangan masih relatif lemah. Hal ini dapat dilihat dari adanya okupasi lahan pada bebeberapa lokasi yang menjadikan lahan kawasan hutan sebagai lahan dengan status lahan milik yang telah dilengkapi dengan surat-surat keterangan kepemilikan lahan berupa sporadik maupun sertifikat
5. Kawasan Hutan KPH Rinjani Timur memiliki topografi datar hingga sangat curam dengan kemiringan antara 0 % - > 40 %. Dari luasan Hutan KPH Rinjani Timur, kawasan dengan topografi agak curam hingga curam mendominasi keseluruhan kawasan hutan sehingga sangat berperan bagi kelangsungan wialyah yang ada disekitarnya. Kawasan Hutan KPH Rinjani Timur merupakan bagian dari wilayah Gunung Rinjani yang merupakan wilayah penyangga untuk penyediaan air bagi seluruh wilayah di Pulau Lombok.
6. Kawasan Hutan KPH Rinjani Timur belum terkelola secara baik mengingat selama ini belum ada dokumen perencanaan jangka panjang yang menjadi acuan dalam pengelolaan hutan di Kabupaten Lombok Timur. Pengelolaan yang dilakukan selama ini bersifat jangka pendek sesuai dengan ketersediaan anggaran di daerah.
7. Bedasarkan hasil interpretasi citra landsat dan peta situasi yang diperoleh dari download GoogleEart diperoleh gambaran tutupan lahan pada Hutan KPH Rinjani Timur tergolong rapat namun kondisi ini hanya ada pada kawasan hutan lindung yang relatif agak sulit di akses.
67 Sedangkan lokasi yang dapat diakses memiliki kerapatan jarang hingga terbuka berbentuk semak dan alang-alang. Kondisi ini dapat dilihat pada sebagian hutan lindung dan sebagian besar kawasan hutan dengan fungsi produksi. Penutupan lahan yang rapat pada hutan produksi terlihat berupa spot-spot pada beberapa lokasi yang merupakan hasil kegiatan rehabilitasi yang dilakukan sebelumnya. Dilihat dari tutupan lahan, secara umum kawasan hutan KPH Rinjani Timur perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi terutama pada kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung yang berdekatan dengan pemukiman penduduk dengan menerapkan pola kemitraan bersama masyarakat.
8. Kondisi faktual vegetasi yang ada saat ini didominasi oleh tanaman-tanaman eksitu yang tumbuh sebagai hasil kegiatan rehabilitasi terutama pada kawasan hutan produksi diantaranya Sengon, Sonokeling, Jati, Mahoni dan Gmelina. Tanaman asli lebih banyak ditemukan pada kawasan hutan lindung yang notabene masih belum secara intensif dikelola dalam bentuk program atau kegiatan-kegiatan kehutanan.
9. Hutan produksi KPH Rinjani Timur memiliki potensi yang besar untuk diusahakan guna mengasilkan hasil hutan kayu dan jasa lingkungan lainnya melalui sistem kemitraan dengan masyarakat sekitar hutan.
Mengingat kawasan hutan produksi yang belum dibebani ijin memiliki luas sangat terbatas (+ 3.042 ha), maka kecenderungan pemanfaatan diarahkan melalui penanaman tanaman umur pendek (fast growing species) dengan target pemenuhan kebutuhan kayu lokal baik untuk kayu pertukangan maupun kayu untuk bahan bakar oven tembakau virginia yang memiliki kebutuhan kayu setiap tahun sangat besar yaitu sekitar 48.000 m3 kayu.
10. Hutan Lindung pada wilayah utara KPH Rinjani Timur memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan seperti wisata alam, air dan karbon. Hasil hutan yang ada pada kawasan hutan lindung tersebut antara lain rotan, madu, lak, buah (kemiri, durian) dan kayu manis. Dalam rangka pemanfaatan jasa lingkungan air dan wisata alam juga sangat memungkinkan mengingat kawasan ini merupakan bagian dari Gunung Rinjani yang menjadi sumber air bagi penghidupan masyarakat di Pulau Lombok. Hutan
68 Lindung pada bagian selatan yaitu Hutan Lindung Sekaroh memiliki potensi untuk pengembangan wisata alam dengan dukungan panorama pantai dan tebing yang eksotis, vegetasi dan fauna yang masih ada, peninggalan sejarah berupa gua-gua yang menjadi peninggalan perang dunia kedua dan gua alami yang menjadi habitat bagi berbagai jenis burung, kekelawar dan binatang melata lainnya yang tentunya akan dapat menarik kunjungan wisata dalam pengembangan investasi kepariwisataan. Kawasan hutan KPH Rinjani Timur sampai saat ini telah menjadi salah satu lokasi kegiatan AR-CDM dengan luas sekitar 300 ha yang terletak pada Kelompok Hutan Lindung Sekaroh.
11. KPH Rinjani Timur memiliki potensi fauna untuk dikembangkan sebagai salah satu obyek wisata, pendidikan dan penelitian. Letaknya yang berada pada garis Wallacea sehingga banyak fauna yang mempunyai sebaran yang terbatas (endemic) bahkan diantara jenis-jenis tersebut mempunyai status dilindungi, atau juga mempunyai status menurut IUCN terancam, dinatara jenis-jenis tersebut diantaranya Rusa Timor (Cervus timorensis rusa), Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua shulpurea), Lutung/Pitu (Tracypetecus auratus), Landak (Hystrix sp), Trenggiling (Manis javanica), serta banyak jenis dari molusca (binatang laut), burung, penyu, dll.
12. Keseluruhan kawasan hutan KPH Rinjani Timur dikelillingi oleh akses jalan baik jalan provinsi maupun kabupaten sehingga dari setiap sisi dapat ditempuh dengan kendaraan darat yang menjadikan jangkauan terhadap kawasan hutan relatif lebih mudah untuk diakses. Namun akses jalan di dalam kawsan masih sangat terbatas.
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh akan ditindaklanjuti sebagai dasar untuk penyusunan perencanaan penataan kawasan yang akan mengakomodir berbagai kepentingan/kebutuhan baik kebutuhan untuk pengembangan produksi kayu, produksi hasil hutan bukan kayu dan usaha-usaha pemanfaatan jasa lingkungan serta areal-areal lindung sebagai wilayah perlindungan bagi daerah di sekitarnya dan ekosistem yang menjadi habitat bagi pengembangan dan perlindungan flora dan fauna. Penyusunan perencanaan penataan kawasan hutan mengkombinasikan data dan informasi riil di lapangan dengan data dan informasi spasial yang ada untuk membagi
69 keruangan wilayah Hutan KPH Rinjani Timur kedalam blok-blok berdasarkan kriteria dan indikator yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Data dan informasi dan hasil analisis beberapa faktor yang telah diungkapkan pada bab III akan menjadi bahan analisis lebih lanjut untuk mendapatkan berbagai prioritas program kegiatan yang akan dilakukan dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun kedepan. Analisis ini akan melihat berbagai faktor yang akan memberi pengaruh terhadap situasi dan kondisi lingkungan untuk pengelolaan kawasan hutan di KPH Rinjani Timur.