• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS

II.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

II.3.2. Radio Sebagai Media Massa

Radio mendapat julukan sebagai Kekuasaan Kelima atau “the fifth estate”, setelah pers (baca surat kabar) dianggap sebagai Kekuasaan Keempat atau “the fourth estate” disebabkan karena daya kekuatan dalam mempengaruhi khalayak. Ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain:

1. Daya Langsung

Untuk mencapai sasarannya, yakni pendengar, sesuatu hal atau program yang disampaikan tidak mengalami proses yang kompleks. Peristiwa penting yang memerlukan pemberitaan kepada masyarakat secara cepat, dapat dilakukan melaui media massa.

2. Daya Tembus

Siaran radio tidak mengenal jarak dan rintangan. Selain waktu, ruang pun bagi radio siaran tidak merupakan masalah. Bagaimanapun jauhnya sasaran yang dituju, dengan radio dapat dicapai.

3. Daya Tarik

Ini disebabkan sifat radio yang hidup berkat tiga unsur yang ada pada radio, seperti musik, kata-kata, dan efek suara (sound effect). Musik adalah tulang punggung dari radio siaran. Mendengarkan musik merupakan hiburan yang relatif lebih murah daripada membeli kaset ataupun menonton pertunjukan langsung. Unsur kata-kata yang mempunyai “style” tertentu dalam penggarapannya menjadikan radio mampu menjalin keakraban dengan pendengar. Dan efek suara menjadi daya tarik, dapat memberi gambaran-gambaran sesuatu untuk menyentuh emosi pendengar radio (Ardianto, 2004:120).

Saat ini musik merupakan perangkat yang mendominasi dunia hiburan. Hampir tidak dapat ditemui sebuah hiburan tanpa mengabaikan peran musik, sebaliknya musik menjadi sebuah bangunan hiburan yang besar dan paling lengkap (Bungin, 2006:102).

Keuntungan radio siaran adalah sifatnya yang santai. Orang bisa menikmati acara siaran radio sambil makan, sambil bekerja bahkan sambil mengemudikan mobil. Tidak demikian halnya dengan media massa yang lain. Dibalik keuntungannya radio juga memiliki kelemahan, yakni mengandalkan suara, sekejap dan tidak bisa mendemonstrasikan karena layarnya terletak pada imajinasi pendengar itu sendiri.

Kini, stasiun radio swasta yang telah mengudara semakin banyak. Berbagai macam cara dilakukan oleh masing-masing stasiun radio dalam rangka meraih jumlah pendengar sebanyak-banyaknya. Salah satunya adalah pertumbuhan radio swasta yang menjurus kepada spesialisasi kelompok khalayak tertentu. Ada radio yang khusus memformatkan diri menjadi radio anak muda, ada radio yang mengkhususkan diri bagi kelompok masyarakat hedonis (kaum pekerja, eksekutif), ada juga radio yang mengkhususkan diri bagi khalayak dengan jenis kelamin tertentu (female radio). Tidak hanya pola format penyajian radionya saja, namun ada juga radio yang khusus melantunkan musik tertentu seperti hanya musik Indonesia atau musik dangdut saja. Kehadiran dan kemunculan radio swasta ini diharapkan dapat memenuhi keinginan masyarakat untuk mencapai kepuasan dalam hal hiburan dan informasi. Di Medan, sudah ada puluhan stasiun radio baik yang bermodulasi AM maupun FM. Saat ini tercatat 69 stasiun yang mengudara pada jalur FM dan 19 stasiun di jalur AM (http//www.depkominfo.go.id/download/Radio/LampiranDATASUMUT298.xls).

 Beberapa keuntungan dari sistem FM adalah:

a. Dapat menghilangkan “interference” (gangguan yang disebabkan oleh cuaca, bintik-bintik matahari atau alat listrik).

b. Dapat menghilangkan interference yang disebabkan oleh dua stasiun yang bekerja pada gelombang yang sama.

c. Dapat menyiarkan suara dengan sebaik-baiknya dan dapat ditangkap oleh pendengar secara sempurna.

Menurut Wahyudi (1996:8), adapaun sifat khas dari radio adalah:

1. Adanya proses pemancaran/transmisi

2. Isi pesan audio dapat didengar sekilas waktu sewaktu ada siaran 3. Tidak dapat diulang

4. Dapat menyajikan peristiwa/pendapat yang sedang terjadi 5. Dapat menyajikan nara sumber secara langsung

6. Penulisan dibatasi oleh detik, menit dan jam 7. Distribusi melalui pemancar/transmisi

8. Bahasa yang digunakan formal dan nonformal 9. Kalimat sederhana, singkat, padat dan jelas

II.4. Komunikator

Komunikator adalah pihak yang mengirim pesan kepada khalayak. Oleh karena itu, komunikator biasa disebut pengirim, sumber, source atau encoder (Cangara,2007:85)

Dalam komunikasi peranan komunikator sangat penting. Komunikasi haruslah luwes sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat komunikasi bisa datang sewaktu-waktu, lebih-lebih jika komunikasi dilangsungkan melalui media massa. Faktor-faktor yang berpengaruh bisa terdapat pada komponen media atau komponen komunikan sehingga efek yang diharapkan tak kunjung tercapai. Para ahli komunikasi berpendapat bahwa dalam melancarkan komunikasi lebih baik mempergunakan pendekatan yang disebut AA Procedure atau from attention to action procedure.

AA Procedure ini sebenarnya penyederhanaan dari suatu proses yang disingkat AIDDA (Khasali, 1995:178). Lengkapnya adalah sebagai berikut:

A = Attention (Perhatian) I = Interest (Minat) D = Desire (Hasrat)

D = Decision (Keputusan) A = Action (Tindakan)

Proses pentahapan komunikasi mengandung maksud bahwa komunikasi hendaknya dimulai dengan membangkitkan perhatian. Dalam hubungan ini komunikator harus menimbulkan daya tarik. Pada dirinya harus terdapat faktor daya tarik komunikator (source attractiveness). Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku komunikasi melalui mekanisme daya tarik jika pihak komunikan merasa

bahwa komunikator ikut serta dengannya, dengan kata lain pihak komunikan merasa adanya kesamaan antara komunikator dengannya, sehingga dengan demikian komunikan bersedia untuk taat pada pesan yang dikomunikasikan oleh komunikator.

Sikap komunikator yang berusaha menyamakan diri dengan komunikan ini akan menimbulkan simpati komunikan pada komunikator. Dimulainya komunikasi dengan membangkitkan perhatian (attention) merupakan awal kesuksesan komunikasi. Apabila perhatian komunikan telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat (interest), yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari perhatian.

Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Hanya ada hasrat saja pada diri komunikan, bagi komunikator belum berarti apa-apa, sebab harus dilanjutkan dengan datangnya keputusan (decision), yakni keputusan untuk melakukan kegiatan (action) sebagaimana daharapkan komunikator.

Dalam proses komunikasi seorang komunikator akan sukses apabila ia berhasil menunjukkan source credibility, artinya menjadi sumber kepercayaan bagi komunikan.

Kepercayaan komunikan kepada komunikator ditentukan oleh keahlian komunikator dalam bidang tugas pekerjaannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Seorang ahli hukum akan mendapat kepercayaan apabila ia berbicara mengenai

masalah hukum. Demikian pula seorang dokter akan memperoleh kepercayaan kalau ia membahas masalah kesehatan.

Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang disampaikan kepada komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris. Jadi seorang komunikator menjadi menjadi source of credibility disebabkan adanya ethos pada dirinya yaitu apa yang dikatakan oleh Aristoteles, dan yang hingga kini tetap dijadikan pedoman yaitu good sense, good moral character dan good will, yang oleh para cendikiawan modern diterjemahkan menjadi itikad baik (good intentions), dan dapat dipercaya (thrustworthiness) dan kecakapan atau kemampkuan (competence or expertness). Berdasarkan hal itu komunikator yang ber-ethos menunjukkan bahwa dirinya mempunyai itikad baik, dapat dipercaya dan mempunyai kecakapan dan keahlian.

Ditinjau dari komponen komunikator, maka terdapat dua faktor yang sangat menentukan, yaitu:

1. Kepercayaan kepada Komunikator (Source Credibility)

Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan bisa tidaknya ia dipercaya. Hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa ahli menunjukkan bahwa kepercayaan yang besar akan meningkatkan daya perubahan sikap, sedangkan kepercayaan yang rendah akan menyebabkan berkurangnya daya perubahan yang diharapkan. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima oleh komunikan dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris.

2. Daya Tarik Komunikator (Source Attractiveness)

Wilbur Schramm mengatakan bahwa apabila kita berkomunikasi, berarti kita sedang mengusahakan kesamaan makna antara komunikator dengan komunikan. Seorang komunikator harus mempunyai kemampuan untuk mengubah sikap komunikan melalui mekanisme daya tarik, artinya komunikan merasa bahwa komunikator terlibat atau turut serta dengan mereka.

II.5. Efek Komunikasi Massa

Efek komunikasi massa ini pada dasarnya memberikan penjelasan dimana terdapat efek tertentu akibat dari pesan yang disampaikan oleh media kepada komunikannya (http://digilib.petra.ac.id)

Setiap aktifitas komunikasi akan menimbulkan pengaruh atau efek baik terhadap individu maupun masyarakat, dan bertalian dengan pengetahuan, sikap dan perilaku. Efek bukan hanya sekedar reaksi penerima terhadap pesan yang dilontarkan oleh komunikator, melainkan merupakan panduan sejumlah kekuatan yang bekerja dalam masyarakat. Dimana komunikator hanya dapat menguasai satu kekuatan saja yaitu pesan-pesan yang dilontarkan. Bentuk konkrit efek dalam komunikasi adalah terjadinya perubahan pendapat atau sikap atau perilaku khalayak akibat pesan yang menyentuhnya.

Kajian tentang efek atau pengaruh komunikasi massa sudah muncul sejak masa Perang Dunia II ketika menyoroti berbagai ketakutan akibat propaganda

yang dilakukan untuk mempengaruhi individu maupun massa melalui media pada masa itu.

Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Efek dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori (Effendy, 2007:318) yaitu:

1. Efek kognitif yaitu berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti yang tadinya bingung menjadi merasa jelas.

2. Efek afektif yaitu berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca surat kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi atau film bioskop dapat menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak. 3. Efek konatif yaitu berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang

cenderung menjadi suatu tindakan atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan afektif. Dengan kata lain timbulnya efek konatif setelah muncul efek kognitif dan efek afektif.

Efek komunikasi massa perlu menjadi perhatian dalam menyusun strategi komunikasi. Efek komunikasi massa menjadi indikator atau tolak ukur keberhasilan komunikasi.

II.6. Sikap

didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar. Sedangkan menurut Allport (1924) melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan respons.

Sikap menurut Charles K. Atkin (1981:299-328) yaitu merupakan salah satu faktor personal yang berasal dari diri manusia itu sendiri, yang mempengaruhi manusia itu dalam berperilaku ataupun bertindak. Di dalam komunikasi massa sikap merupakan efek afektif dari komunikasi massa yang merupakan kecenderungan yang timbul dari seorang komunikan untuk bertindak atau berperilaku akibat dari terpaan media massa. Dalam penelitian bidang komunikasi politik, khususnya peranan media massa dalam sosisalisasi politik, telah berulang kali menunjukkan korelasi yang berarti antara terpaan media massa denga sikap-sikap politik. Sikap terhadap pemerintah, penolakan pada otoritas, kesenangan pada pemimpin. Negara, sikap dan politisi erat berkaitan dengan terpaan televisi, radio, dan surat kabar.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, Rakhmat (2005: 39-40) menyimpulkan beberapa hal, seperti:

1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.

2. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan

diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.

3. Sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.

4. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

5. Sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah. Sikap adalah suatu bangun psikologis. Seperti juga semua wujud psikologi, sikap adalah hipotesis. Para ilmuan sosial menyelidiki keyakinan dan perilaku orang dalam usahanya untuk menarik kesimpulan-kesimpulan mengenai keadaan mental dan proses mental. Sikap tidak dapat diobservasi atau diukur secara langsung. Keberadaannya harus ditarik kesimpulan dan hasil-hasilnya (Mueller, 1992:2).

Aspek pengetahuan yang mempengaruhi sikap adalah aspek pengetahuan yang berisikan aspek positif atau aspek negatif dari sesuatu hal. Sikap positif atau sikap negatif, tergantung pada segi positif atau segi negatif dari komponen pengetahuan. Makin banyak segi positif dari komponen pengetahuan dan makin penting komponen itu, banyak segi negatifnya maka makin negatif sikap yang terbentuk (Ancok, 1992:5).

II.7. Pesan

Dalam sebuah artikel “How Communication Works” yang dipublikasikan tahun 1954, Wilbur schramm membuat 3 model yang dimulai dari komunikasi manusia yang sederhana, kemudian mengembangkan dengan memperhitungkan pengalaman dua individu hingga model komunikasi yang interaktif.

Schramm melihat komunikasi sebagai usaha yang bertujuan untuk menciptakan commonness antara komunikator dan komunikan. Hal ini karena komunikasi berasal dari kata latin communis yang artinya common (sama).

• Model Wilbur Schramm (1)

Encoder Decoder

Menurut Schramm komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya 3 unsur :

1. Sumber bisa berupa seorang individual berbicara, menulis, menggambar, dan bergerak atau sebuah organisasi komunikasi (koran, rumah produksi, televisi).

2. Pesan dapat berupa tinta dalam kertas, gelombang suara dalam udara, lambaian tangan, atau sinyal-sinyal lain yang memiliki makna.

3. Sasaran dapat berupa individu yang mendengarkan, melihat, membaca, anggota dari sebuah kelompok seperti diskusi kelompok, mahasiswa

Signal

Destination Source

Field of Experience Field of Experience dalam perkuliahan, khalayak massa, pembaca surat kabar, penonton televisi,dll.

• Model Wilbur Schramm (2)

Encoder Decoder

Gambar 4: Model Wilbur Schramm (2)

Schramm mengenalkan konsep field of experience, yang menurut Schramm sangat berperan dalam menentukan apakah komunikasi diterima sebagaimana yang diinginkan oleh komunikan. Schramm menekankan bahwa tanpa adanya field of experience yang sama (bahasa yang sama, latar belakang yang sama, kebudayaan yang sama, dll) hanya ada sedikit kesempatan bahwa suatu pesan akan diinterpretasikan dengan tepat. Dalam hal ini model schramm diatas adalah pengembangan dari model Shannon dan Weaver. Schramm mengatakan bahwa pentingnya feedback adalah suatu cara untuk mengatasi masalah noise. Menurut Schramm feedback membantu kita untuk mengetahui bagaimana pesan kita diinterpretasikan. Sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi balik pesan berdasarkan pengalaman yang dimilikinya masing-masing. Jika wilayah irisan semakin besar, maka komunikasi lebih mudah dilakukan dan efektif.

• Model Wilbur Schramm (3)

Gambar 5: Model Wilbur Schramm (3)

Pada model ini Schramm percaya bahwa ketika komunikan memberikan umban balik maka ia akan berada pada posisi komunikator (source). Setiap individu dilihat sebagai sumber sekaligus penerima pesan dan komunikasi dilihat sebagai suatu proses sirkular daripada suatu proses satu arah seperti pada dua model Shramm sebelumnya. Model yang ketiga ini disebut juga model Osgood dan Schramm (http://inherent.brawijaya.ac.id/vlm/login/index.php).

Pesan menurut teori Cutlip dan Center yang dikenal dengan The 7C’s of Communication, yaitu meliputi:

a. Credibility, yaitu memulai komunikasi dengan membangun kepercayaan. Oleh karena itu, untuk membangun berita kepercayaan itu berawal dari kinerja, baikpihak komunikator maupun pihak komunikan akan memnerima pesan tersebut berdasarkan keyakinan yang dapat dipercaya begitu juga tujuannya.

b. Context, yaitu suatu program komunikasi mestinya berkaitan dengan lingkungan hidup atau keadaaan social yang bertentangan dan seiring dengan keadaan tertentu dan memperhatikan sikap partisipatif.

Encoder Interpreter Decoder Message Message Encoder Interpreter Decoder

c. Content, pesan itu mempunyai arti bagi audiensnya dan memiliki kecocokan dengan system nilai-nilai yang berlaku bagi orang banyak dan bermanfaat.

d. Clarity, menyusun pesan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan mempunyai persamaan arti antara komunikator dan komunikan.

e. Continuity, komunikasi tersebut merupakan proses yang tidak ada akhirnya yang memerlukan pengulangan-pengulangan untuk mencapai tujuan.

f. Consistency, yaitu ketetapan terhadap makna pesan dimana isi atau materi pesan harus konsisten dan tidak membingungkan audiens.

g. Capability, kemampuan khalayak terhadap pesan, yaitu melibatkan berbagai factor adanya sesuatu kebiasaan-kebiasaan membaca atau menyerap ilmu pengetahuan dan sebagainya (Ruslan, 1997:83-84).

BAB III

Dokumen terkait