BAB I PENDAHULUAN
1.4 Urgensi (keutamaan) penelitian
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan:
4. Mengetahui spesies patogen penyebab penyakit layu tanaman stroberi berdasarkan analisa morfologi dan molekuler.
5. Mengetahui mikroba antagonis yang mempunyai potensi sebagai agen pengendali patogen penyebab penyakit layu stroberi di Bali.
6. Mengethaui formulasi mikroba antagonis untuk pengendalian penyakit layu stroberi.
1.4 Urgensi (keutamaan) penelitian
Tanaman stroberi di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng dan Desa Candikuning Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, saat ini banyak sakit dengan dengan gejala layu dan kering. Gejala penyakit tersebut diikuti dengan membusuknya perakaran tanaman. Batang dan pangkal batang mengalami perubahan warna dari hijau menjadi coklat dan pada bagian terdapat bercak berwana coklat kemudian daun menjadi layu. Kelayuan tanaman dapat terjadi secara bertahap pada beberapa daun dan akan berkembang ke seluruh bagian tanaman.
Gejala tanaman yang terserang parah ditandai oleh tanaman layu dan mati secara cepat.
Penyakit layu pada tanaman, umumnya disebabkan oleh patogen tular tanah. Namun sampai saat ini, informasi mengenai penyakit pada tanaman stroberi di Indonesia masih sangat terbatas sehingga susah menentukan upaya pengendalian penyakit yang efektif dan efisien. Penentuan patogen penyebab penyakit layu pada stroberi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi patogen penyebab penyakit dengan cara mengamati morfologi maupun secara molecular. Identifikasi patogen pada tanaman selama ini masih bertumpu pada identifikasi berdasarkan ciri morfologi.
5 Identifikasi menggunakan pendekatan tersebut mengalami banyak kendala ketika harus menentukan spesies dari patogen tersebut, karena kemiripan satu spesies dengan spesies lain. Pendekatan yang lebih akurat dan cepat dapat dilakukan dengan menggunakan identifikasi secara molekuler dengan menggunakan metode PCR.
Metode PCR berpatokan pada gen spesifik suatu organism serta penyandi berupa oligomer yang dikenal dengan primer. Gen yang digunakan dalam mengidentifikasi patogen penyebab penyakit layu stroberi adalah Gen 18S rDNA, termasuk daerah internal transcribed spacers (ITS) memiliki urutan DNA sangat berbeda antara satu spesies dengan spesies lain, sehingga dapat dibedakan dengan jelas perbedaan suatu spesies. Sehingga dalam penelitian ini identifikasi secara morfologi dan molekuler sangat diperlukan untuk menentukan patogen penyebab penyakit untuk menentukan langkah pengendalian yang tepat.
Pengendalian penyakit menggunakan pestisida kimia sintetis yang berlebihan dan terus menerus mengakibatkan dapat mengganggu kesehatan dan merusak lingkungan, sehingga penggunaannya semakin hari semakin dikurangi. Pengendalian menggunakan agens hayati diantaranya dengan mikroba antagonis merupakan salah satu alternatif pengendalian yang efektip dan ramah terhadap lingkungan. Indonesia merupakan negara yang berada pada daerah subtropis, dan memiliki keaneka ragaman mikroba yang sangat kaya. Dalam rangka pengendalian penyakit layu stroberi yang ramah terhadap lingkungan melalui penelitian ini akan dieksplorasi mikroba antagonis yang mempunyai potensi dalam mengendalikan penyakit layu stroberi.
6
BAB II
TEORI MUTAKHIR
2.1 Stroberi di Bali
Pengembangan stroberi di Bali banyak dilakukan di daerah dataran tinggi seperti kawasan Bedugul meliputi Desa Candikuning, Kabupaten Tabanan dan Desa Pancasari, Kabupatten Buleleng, karena memiliki letak geografis dan iklim yang sangat cocok untuk pertumbuhan stroberi. Stroberi dapat tumbuh dengan baik pada dataran tinggi dengan ketinggian tempat 1000-1500m dpl yang memiliki curah hujan 600-700 mm/tahun dan lama penyinaran cahaya matahari 8–10 jam setiap harinya serta kelembaban udara antara 80-90% (Sunarjono, 2006). Syarat tumbuh yang memerlukan kelembaban dan curah hujan yang tinggi juga merupakan kondisi yang sangat bagus untuk pertumbuhan mikroba patogen penyebab penyakit.
Semenjak pertengahan Tahun 2015 saat kondisi curah hujan dan kelembaban tiggi tanaman stroberi di Desa Candikuning mengalami layu dan mengakibatkan kerugian petani sampai dengan 80 % (Gambar 1).
Gambar 1
Tanaman stroberi di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada mengalami kekeringan dan layu akibat serangan patogen pada bulan Nopember 2016.
7 Gejala penyakit penyakit layu stroberi ditandai dengan membusuknya perakaran tanaman. Batang dan pangkal batang mengalami perubahan warna dari warna hijau menjadi coklat, dan pada daun terdapat bercak berwana coklat mengalami nekrosis mengakibatkan tanaman menjadi layu. Kelayuan tanaman dapat terjadi secara bertahap pada beberapa daun yang terletak dekat dengan tanah, kemudian berkembang ke seluruh bagian tanaman yang akhirnya mengakibatkan kekeringan. Penyakit pada tanaman yang ditandai dengan gejala kelayuan umumnya disebabkan oleh patogen yang bersifat tular tanah. Menurut Koike et al, (2003) gejala yang paling umum disebabkan oleh patogen tular tanah adalah busuk yang mempengaruhi jaringan bawah tanaman termasuk busuknya biji, damping off atau rebah kecambah, busuk akar, dan layu jaringan karena adanya infeksi pada akar.
Dilaporkan pula bahwa infeksi beberapa patogen tular tanah dapat menyebabkan bercak pada daun dan atau bagian tanaman di atas tanah lainnya.
2.2 Penyakit pada Tanaman Stroberi
Penyakit pada tanaman dapat terjadi pada bagian tanaman di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.
Umumnya gejala gejala penyakit yang terjadi di atas permukaan tanah disebabkan oleh patogen yang menular lewat udara, sedangkan penyakit pada perakaran disebabkan oleh patogen tular tanah. Penyakit yang terjadi pada buah, daun, batang dan perakaran dapat terjadi karena infeksi jamur, bakteri maupun virus.
2.2.1 Penyakit pada Buah Stroberi
Buah stroberi umumnya terinfeksi oleh beberapa jamur patogen seperti: Botrytis cinerea penyebab penyakit Kapang Kelabu dan Rhizopus stolonifer penyebab penyakit Busuk rizopus. Penyakit Kapang kelabu umumnya menyerang bagian
atas tanaman terutama buah. Bagian yang terinfeksi jamur ini menunjukkan gejala noda cokelat yang kemudian ditutupi oleh lapisan yang berwarna abu-abu kecokelatan dan agak tebal.
Patogen ini menyerang buah stroberi baik yang masih muda maupun yang sudah masak (Gunawan, 2003). Dilaporkan juga bahwa buah stroberi yang terserang berat membusuk, berwarna coklat dan akan mongering.
Penyakit Kapang kelabu banyak terjadi pada musim dingin yang berkepanjangan, dan miselia patogen akan hidup pada bahan tanaman yang busuk. Pada kondisi yang tidak mendukung jamur patogen membentuk sklerotia yang keras, berukuran pendek dan gemuk. Miselium terlepas dari jamur dan akan berkecambah pada musim dingin. Pada proses infeksi konidia masuk ke tanaman yang rusak atau jaringan yang rentan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran, melunakkan jaringan dan akhirnya busuk (Agrios, 1978).
Rhizopus stolonifer yang menginfeksi buah strobberi dilaporkan oleh Semangun (2006) mengakibatkan gejala: buah menjadi busuk, berair, berwarna coklat muda dan bila ditekan akan mengeluarkan cairan yang berwarna keruh. Infeksi pada saaat pasca panen terutama saat penyimpanan mengakibatkan buah yang terinfeksi tampak tertutupi oleh miselium jamur berwarna putih dengan spora yang hitam. R. stolonifer pada media biakan cepat berkembang berwarna abu-abu sampai akhirnya berwarna hitam pada saat sporulasi. Hifa R. stolonifer pada saat menginfeksi tanaman menghasilkan enzim pectinolytic yang merusak lamella tengah, mengakibatkan buah menjadi lunak, busuk berair (Nishijima, 1993).
Penyebaran R. stolonifer dilakukan oleh spora dengan bantuan hembusan angin. Penyakit ini sering kali dijumpai pada buah saat penyimpanan karena patogen ini tidak dapat melakukan penetrasi pada tanaman sehat, tanpa mengalami pelukaan pada
permukaan buah. R. stolonifer dapat masuk hanya melalui luka yang terjadi pada waktu pemanenan, transportasi, perawatan hasil panen, dan pemeliharaan tanaman (Nishijima, 1993).
2.2.2 Penyakit pada Daun
Beberapa penyakit yang menunjukkan gejala pada daun stroberi telah banyak dilaporkan seperti: Penyakit daun gosong disebabkan oleh Diplocarpon earliana atau Marssonina fragariae, Bercak Daun disebabkan oleh Mycosphaerella fragariae, Penyakit Busuk Daun disebabkan oleh Phomopsis obscurans, dan Bercak daun disebabkan oleh Rhizoctonia solani.
Daun stroberi yang terinfeksi Diplocarpon earliana memiliki bercak bulat telur sampai bersudut tidak teratur, berwarna ungu tua (Anonimus, 2005). Gejala pada daun yang berupa becak atau luka yang memiliki 2 bentuk yaitu berupa luka yang besar atau kecil berjumlah banyak atau luka seperti bisul. Pusat becak menjadi menjadi berwarna abu-abu atau yang berupa becak berupa bisul berubah menjadi keunguan sampai merah terang. Pada infeksi lanjut daun menjadi coklat, kering dan tepi daun naik. Penyakit ini sering dikenal juga sebagai penyakit terbakar atau gosong (Heidenreich and Turechek, 2001a).
Patogen penyebab penyakit gosong dalam kondisi cuaca lembab membentuk banyak konidium pada becak daun, maupun sisa-sisa tanaman sakit yang akan menjadi sumber inokulum untuk penyebaran paenyakit. Penyakit gosong dapat meningkat sepanjang tahun tetapi pada kondisi kering dan suhu diatas 35oC mengurangi penyakit.
Mycosphaerella fragariae penyebab penyakit Bercak Daun dapat menginfeksi tangkai daun, tangkai buah dan buah (Semangun, 2003). Infeksi patogen mengakibatkan bercak kecil berwarna ungu tua pada daun stroberi. Pusat bercak berwarna coklat kemudian berubah menjadi putih (Anonimus, 2005). Pada
10
serangan berat mengakibatkan seluruh daun mengalami kematian.
Infeksi M. fragariae diawali dengan penempelan konidia pada permukaan daun kemudian membentuk tabung kecambah dan melakukan penetrasi melalui lubang alami daun (stomata).
Penyebaran konidia dibawa oleh percikan air dari sumber inokulum ke daun baru. Hasil penelitian Heindenreich and Turechek, 2001 melaporkan serangan yang berat dapat terjadi pada daun muda dan waktu yang diperlukan adalah 12 – 96 jam.
Phomopsis obscurans penyebab penyait Busuk daun memiliki 2 tipe konidia yaitu bulat telur sampai berbentuk seperti kelos (fusoid), ramping dan melengkung (stylospora).
Piknidia terletak tidak terlalu dalam pada jaringan (Streets, 1980).
Phomopsis obscurans biasanya menyerang daun, petiole, stolon, buah, tangkai buah. Gejala penyakit pada daun, diawali dengan noda bulat berjumlah satu sampai enam (Gunawan, 2003). Noda bulat tersebut berwarna abu-abu dikelilingi warna merah ungu, kemudian noda membentuk luka mirip huruf V (Anonimus, 2005).
Infeksi patogen dapat juga mengakibatkan luka yang terjadi dekat lapisan utama yang berbentuk bulat panjang. Becak ini dapat berubah warna yaitu merah, ungu atau pinggirnya kekuningan, dan coklat terang dengan pusat becak coklat tua. Piknidia berkembang di pusat luka dan kelihatan tersebar berupa titik hitam yang kecil (Partridge, 2003)
P. obscurans menghasilkan piknidia di dalam jaringan yang telah lama terinfeksi. Setiap piknidia mengandung ribuan spora (konidia) yang dapat terlempar keluar pada keadaan lembab dan disebarkan pada bagian tanaman yang lain dengan bantuan percikan air hujan atau pengairan irigasi. Air yang ada pada permukaan tanaman dapat berfungsi tempat konidia untuk berkembang biak dan menginfeksi tanaman (Ellis and Nita, 2002).
Rhizoctonia solani mengakibatkan bercak pada daun stroberi berwarna coklat kehitaman berukuran besar (Anonimus,
11 2005). Rhizoctonia solani dapat mempertahankan diri dari musim ke musim di dalam tanah berbentuk sklerotium. R. solani berkembang dalam tanah pada pH 5.8 - 8.1 dan suhu tanah 15 – 18oC. (Semangun, 2003).
2.2.3 Penyakit pada Akar
Penyakit pada tanaman strawberry dilaporkan disebabkan oleh Phytophthora fragariae Hickman yang mengakibatkan gejala empulur merah. P. fragariae yang biasanya menyerang akar mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil, daun tidak segar, kadang-kadang layu terutama siang hari (Anonimus, 2005). Infeksi patogen menyebabkan tanaman layu dan mati karena kekurangan air dan makanan akibat dari rusaknya jaringan xylem dan floem.
Daun tanaman yang layu masih menunjukkan warna hijau (Gunawan, 2003). Penyakit ini dilaporkan merupakan penyakit serius pada stroberi. Jamur ini hanya menyerang tanaman stroberi, penyebarannya dari satu areal ke areal yang lain dan menyebabkan penyakit pada tanaman. Pada akar tanaman yang sakit bagian tengah atau pusat berwarna coklat merah (Gunawan, 2003).
P. fragariae dapat bertahan selama beberapa tahun di tanah berupa oospora yang resisten. Hasil penelitian melaporkan bahwa jamur dapat bertahan selama 4 tahun setelah pemanenan stroberi.
Sampai saat ini belum ada laporan inang lain selain stroberi.
Oospora P. fragariae untuk membentuk sporangia memerlukan temperatur yang optimum 10 – 15oC dan sporangia tumbuh pada suhu 20oC Pertumbuhan sporangia lambat pada suhu 5oC.
Sporangia biasanya melepaskan zoospora kemudian membentuk kecambah untuk melakukan penetrasi pada akar. Saat penetrasi jamur masuk melewati korteks dan berkolonisasi pada perisikel dan pada floem dan jamur berkembang di dalamnya tetapi hifa tumbuh diluar akar untuk membentuk sporangia yang baru yang akan melepaskan lebih banyak lagi zoospora dan menimbulkan infeksi baru pada akar tumbuhan yang lain (Anonimus, 2003).
12
2.3. Ribosomal DNA (rDNA)
Penemuan struktur DNA, mengakibatkan berkembangnya teknik identifikasi secara molekular terutama karena identifikasi berdasarkan karakter morfologi tidak dapat digunakan untuk membedakan spesies mikroba hingga tingkat spesies (Price et al., 1978). Sebaliknya, karakter molekular dapat digunakan untuk mengidentifikasi hingga tingkat spesies (Van der Vossen et al., 2003), untuk mengatasi masalah taksonomi (Takamatsu, 1998) dan identifikasi (Guo et al., 2000).
Data molekuler dapat digunakan untuk mengkarakterisasi mikrorganisme, salah satu adalah urutan nukleotida dari rDNA.
DNA ribosomal (rDNA) adalah daerah penyandi genom untuk komponen RNA ribosom. Pada eukariot deret rDNA terletak pada nukleus/inti dan mitokondria. Daerah rDNA dipisahkan antara satu dengan yang lainnya oleh suatu pembatas yang disebut spacer.
Subunit rDNA baik yang besar maupun yang kecil dipisahkan oleh ETS (external transcribed spacer) dan IGS (intergenic spacer). Kedua pembatas tersebut kadang-kadang disebut NTS (nontranscribed spacer). Jamur termasuk organisme eukariotik, pada rDNA jamur terdapat daerah konservatif yaitu gen penyandi rRNA 18S, 5.8S dan 28S yang di antaranya terdapat daerah ITS (Internal Transcribed Spacer) (Gomes et al., 2002; O’Brien et al., 2005).
Ketiga gen ribosom tersebut mempunyai tingkat konservasi yang sangat tinggi (Gomes et al., 2002; O’Brien et al., 2005).
Daerah ITS biasanya mengalami perubahan atau mutasi sehingga dapat berbeda atau bervariasi di antara spesies. Sekuen rDNA subunit kecil 18S berkembang relatif lambat dan digunakan untuk studi hubungan kekerabatan pada tingkat spesies suatu organisme sedangkan daerah ITS dan IGS pada unit pengulangan rRNA berkembang lebih cepat dan memungkinkan terjadinya variasi di antara spesies dan populasi (Jamil, 2005). Hal ini akan
13 mempermudah dalam identifikasi spesies dengan membandingkan tingkat kemiripan (homologi) sekuens DNA daerah ITS yang dimiliki suatu fungi dengan fungi lainnya.
Ilmuwan menggunakan bioinformatika untuk menganalisis genom dan fungsinya. Beberapa lembaga-lembaga bioinformatika yang mengelola terkait data sekuen DNA, diantaranya adalah National Center for Biotechnology Information (NCBI), European Molecular Biology (EMB), dan DNA Data Bank Of Japan. Hasil sekuen DNA dapat dianalisis dengan mengunjungi salah satu situs yang ada pada lembaga tersebut. Lembaga tersebut menyediakan beberapa aplikasi-aplikasi yang memberikan informasi seputar DNA yang dianalisis (Campbell dan Reece, 2010).
Beberapa aplikasi bioinformatika telah digunakan dalam menganalisis beragam informasi terkait dengan sekuen DNA, seperti aplikasi Bioedit dan aplikasi MEGA. Aplikasi ini dapat memberikan informasi terkait dengan hubungan kekerabatan (filogenetik) diantara organisme. Hubungan kekerabatan (filogenetik) diantara organisme dapat diketahui dengan menentukan nilai similaritas sekuen DNA yang dianalisis. Nilai similaritas DNA lebih dari 95% menunjukkan bahwa organisme yang dibandingkan merupakan satu spesies (Henry et al., 2000).
Selain itu, aplikasi ini dapat menentukan situs enzim restriksi sekuen DNA organisme tertentu. Situs pemotongan enzim restriksi yang sama pada sekuen DNA dapat mengindikasikan bahwa sekuen DNA yang dianalisis merupakan organism yang sama (Muzuni, 2014).
2.4. Mikroba Antagonis
Penggunaan pestisida kimia sintetis untuk pengendalian penyakit tanaman hortikultura pada saat ini saat tergolong tinggi, bahkan laporan dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa residu pestisida kimia sintetis sudah mencapai ambang
14
yang mengkhawatirkan. Penggunaan pestisida kimia sintetis yang berlebihan dilaporkan mengakibatkan kerusakan terhadap lingkungan dan menganggu kesehatan. Upaya-upaya pengendalian lain sebagai alternatif pengganti pestisida kimia sintetis telah mulai dilakukan salah satunya adalah dengan menggunakan mikroba antagonis.
Penggunaan mikroba antagonis untuk mengendalikan patogen tanaman (OPT) terus dikembangkan karena penggunaan mikroba antagonis memiliki keunggulan dibandingkan dengan menggunakan pestida kimia sintetis. Beberapa keunggulan tersebut adalah: (1) aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan; (2) dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; (3) produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida; (4) terdapat di sekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan (5) menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali dalam satu musim panen (Tombe, 2002).
Mikroba antagonis pengendali penyakit tanaman dapat berupa mikroorganisme yang diperoleh dari alam, baik berupa bakteri, cendawan, actinomycetes maupun virus yang dapat menekan, menghambat atau memusnahkan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Tombe 2002). Pengendalian patogen penyebab penyakit tanaman oleh mikroba antagonis mikroba antagonis biasanya dilakukan lewat beberapa mekanisme seperti: antibiosis, mendegradasi dinding sel, kompetisi, dan menigkatkan ketahanan tanaman (Wirya et al. 2006; Thomashow dan Weller 1988).
Berbagai spesies mikroorganisme telah berhasil ditemukan dan dievaluasi keefektifannya sebagai pengendali patogen tanaman. Mikroba antagonis dapat berasal dari golongan bakteri, jamur, actinomycetes dan virus. Golongan bakteri yang telah digunakan sebagai mikroba antagonis antara lain adalah Bacillus spp. (Hanudin 2007), B. cereus (Damayanti dan Katerina 2008),
15 B. polimyxa (Aspiras dan Cruz 1986), dan B. subtilis (Baker et al.1985; Hall et al. 1986; Rytter et al. 1989). Kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai mikroba antagonis pengendali penyakit tanaman adalah Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. (Nuryani dan Djatnika 1999; Manohara et al. 2002; Rusman et al. 2018). Selanjutnya Nuryani dan Djatnika (1999) telah memproduksi secara massal biofungisida berbahan aktif T. harzianum . Cendawan lain yang berpotensi sebagai mikroba antagonis penyakit tanaman yaitu Fusarium oxysporum nonpatogenik (FoNP). Beberapa peneliti melaporkan bahwa FoNP efektif mengendalikan penyakit layu fusarium pada ubi jalar (Komada 1990).
Salah satu kelompok actinomycetes yang telah diteliti dan digunakan sebagai mikroba antagonis penyakit tanaman adalah Streptomyces spp. Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik yang efektif mengendalikan R. solani dan F. oxysporum pada kapas (Tombe 2002). Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik, efektif mengendalikan cendawan R. solani dan F.
oxysporum pada kapas, dan sebagai perlakuan benih pada tomat untuk mengendalikan penyakit layu bakteri R. solanacearum.
Biakan Streptomyces spp. isolat A 20 efektif menekan serangan Sclerotium rolfsii pada tanaman paprika (Hanudin, dkk.,)
Penggunaan virus sebagai mikroba antagonis untuk mengendalikan penyakit tanaman telah dilakukan melalui teknik proteksi silang. Dalam teknik proteksi silang, virus lemah diinokulasikan ke tanaman untuk mengendalikan virus patogenik.
Di Indonesia, Sulyo dan Muharam (1992) telah berhasil menemukan strain lemah Carna-5 yang efektif mengendalikan penyakit cucumber mosaic virus (CMV) pada tanaman sayuran.
16
2.5 Bagan Alir Penelitian
Mengacu pada Rencana Induk Penelitian (RIP) Universitas Udayana 2012 – 2016, penelitian ini mendukung bidang unggulan Ketahanan Pangan. Salah satu indicator yang ingin dicapai pada pengembangan komuditas hortikultura buah-buahan sayuran dan tanaman hias tahun 2017-2021 adalah aplikasi peningkatan produktivitas dan kualitas. Peningkatan produktivitas dan kualitas dapat bisa dicapai dengan pengendalian hama dan penyakit tumbuhan. Penyakit layu adalah salah satu penyakit yang banyak terdapat pada tanaman stroberi di kawasan bedugul pada akhir akhir ini, yang sangat mengganggu produktivitas dan kualitas buah-buahan. Penelitian pendahuluan kami menunjukkan keberadaan penyakit ini mengakibatkan penurunan produksi sampai dengan 80% di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng dan Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan (hasil wawancara petani). Keberadaan penyakit ini, sebbelumnya belum pernah dilaporkan sehingga untuk upaya pengendaliannya sangat sulit dilakukan secara efektip dan efisien. Untuk itu diperlukan identifikasi patogen penyebab penyakit layu. Identifikasi penyebab patogen tanaman dapat dilakukan dengan meliaht ciri ciri morfologi dari patogen penyebab penyakit, tetapi biasanya dengan cara seperti itu hanya mampu untuk mengidentifikasi sampai tingkat genus.
Identifikasi yang lebih akurat dapat dilakukan dengan identifikasi secara molekuler melalui PCR, sequencing dan analisis filogeni.
Oleh karena itu maka penelitian ini dibuat untuk mengumpulkan data yang akurat untuk mengetahui spesies patogen, sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian patogen secara efektip.
17
PENELITIAN PENDAHULUAN:
Pengumpulan data intensitas penyakit layu pada berbagai daerah sentra produksi stroberi; yaitu :
Desa Pancasari, Kecamatan, Sukasada, Buleleng
Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan
Tahun I
Identifikasi patogen penyebab penyakit layu stroberi dengan melihat ciri morfologi.
Identifikasi patogen penyebab penyakit layu stroberi dengan melihat ciri morfologi.
Mengkoleksi mikroba antagonis yang berpotensi sebagai pengendali patogen penyebab penyakit layu stroberi
Luaran dan indikator capaian
1. Hasil Identifikasi yang akurat tidak hanya secara morfologi tetapi juga secara molekuler melali PCR, sequence nukleotida (DNA) dan filogeni penyakit layu stroberi di Bali
2. Dapat dianalisis kekerabatan secara filogeni patogen penyebab penyakit layu stroberi dengan di Bali dengan daerah lainnya 3. Mikroba antagonis yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi agen pengendali penyakit layu stroberi yang ramah lingkungan.
Sejalan dengan road map diatas maka perencanaan penelitian kami buat sebagai berikut:
Gambar 2 Bagan alir penelitian
Tabel 1
Peta Jalan (Road Map) Ketahanan Pangan
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Identifikasi Patogen Penyebab Penyakit Layu
Identifikasi patogen penyebab penyakit layu dilakukan mengikuti prosedur postulat Koch. Prosedur postulat Koch meliputi: Penyebab penyakit harus ditemukan dalam tanaman yang sakit, tidak pada yang sehat, penyebab penyakit harus dapat diisolasi dari tanaman sakit dan dibiakkan dalam kultur murni, penyebab penyakit dapat dikulturkan dan menimbulkan penyakit pada tanaman sehat dengan gejala yang sama dengan gejala awal ditemukan penyakit, penyebab penyakit harus dapat diisolasi ulang dari tanaman yang diinokulasikan.
3.1.1 Isolasi Patogen Penyebab Penyakit Layu Pada Stroberi Sampel tanaman sakit diambil dari tanaman stroberi yang menunjukkan gejala layu dan berbecak pada batangnya di sentra pertanaman stroberi di desa Pancasari. Isolasi dilakukan dengan cara memotong bagian yang terinfeksi (daun, batang atau akar) dengan ukuran sekitar 1x1cm, dicelupkan ke dalam alkohol 70%
selama 2 menit untuk menghilangkan kontaminasi pada bagian luarnya. Potongan bagian tanaman kemudian dibilas dengan cara dicelupkan ke dalam akuades steril sebanyak 3 kali, setelah itu diletakkan pada permukaan media Potato Dextrose Agar (PDA) yang telah berisi antibiotik kloramfenikol (100mg/L) (Samson et al. 1995), kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari.
Miselium jamur yang tumbuh selanjutnya dimurnikan dengan cara mebiakkan kembali hifa dari jamur yang tumbuh pada media
Miselium jamur yang tumbuh selanjutnya dimurnikan dengan cara mebiakkan kembali hifa dari jamur yang tumbuh pada media