Penyakit Layu pada Stroberi di Bali dan Pemanfaatan Trichoderma sp.
untuk Pengendaliannya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta
Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pidana Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Udayana UniverSity PreSS 2022
Gusti ngurah alit Susanta Wirya i Putu Sudiarta
editor:
i Gede rai Maya temaja trisna agung Phabiola
Penyakit Layu pada Stroberi di Bali dan Pemanfaatan Trichoderma sp.
untuk Pengendaliannya
v
Hak Cipta pada Penulis.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Penulis:
Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya I Putu Sudiarta
Editor:
I Gede Rai Maya Temaja Trisna Agung Phabiola
Design & Lay Out:
I Wayan Madita Diterbitkan oleh:
UdAyANA UNIveRSITy PReSS Gedung vokasional Udayana Jl. diponegoro 256, Sanglah, denpasar - Bali [email protected] https://udayanapress.unud.ac.id
Cetakan Pertama:
2022, xvi + 71 hlm, 15 x 23 cm ISBN: 978-602-294-530-7
Penyakit Layu pada Stroberi di Bali dan Pemanfaatan Trichoderma sp.
untuk Pengendaliannya
v Buku referensi, merupakan salah satu jenis buku pendidikan, selain buku ajar, buku monograf, diktat, dan modul. Buku Referensi merupakan suatu karya tulisan ilmiah dalam bentuk buku dengan substansi pembahasan difokuskan pada satu bidang ilmu tertentu.
Namun demikian, topik yang dibahas cukup luas implikasinya, namun dibatasi mencakup bidang ilmu yang menjadi kerangka berpikirnya (frame of thinking). Urutan materi dan struktur buku referensi disusun berdasarkan logika bidang ilmu (content oriented).
Karekteristik buku referensi yang demikian itu, dibutuhkan setiap saat oleh insan akademik di lembaga pendidikan formal (terutama lembaga pendidikan tinggi) maupun informal (masyarakat umum).
Kehadirannya diperlukan untuk mendukung proses belajar-mengajar, penelitian ilmiah, dan literasi masyarakat umum.
Buku referensi berjudul “Penyakit Layu pada Stroberi di Bali dan Pemanfaatan Trichoderma sp. untuk Pengendaliannya” yang sampai ke hadapan sidang pembaca ini diterbitkan oleh Penerbit Udayana University Press untuk memperkaya khazanah buku referensi. Ditulis oleh akademisi Universitas Udayana Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya dan I Putu Sudiarta yang menekuni bidang Ilmu Pertanian. Menilik isi buku “Penyakit Layu pada Stroberi di Bali dan Pemanfaatan Trichoderma sp. untuk Pengendaliannya” kehadirannya diperlukan oleh peneliti lain yang menekuni bidang yang sama maupun sebagai bahan ajar dalam proses belajar-mengajar. Di samping itu, dari segi praktis, buku ini juga diperlukan oleh masyarakat karena mengeksplanasi penyakit tanaman (stroberi) dan solusi pengendaliannya yang dapat diaplikasikan langsung untuk masksimalisasi hasil prosuksi pertanian.
Oleh karenanya, buku “Penyakit Layu pada Stroberi di Bali dan Pemanfaatan Trichoderma sp. untuk Pengendaliannya” perlu dibaca oleh akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum yang menaruh minat pada bidang ilmu pertanian. Semoga buku ini bermanfaat.
Pengantar Penerbit
v
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga buku referensi ini berhasil diselesaikan. Judul buku ini adalah Penyakit Layu pada Stroberi di Bali dan Pemanfaatan Trichoderma sp.
untuk Pengendaliannya. Buku ini disusun agar dapat membantu pembaca dalam mempelajari penyakit layu pada stroberi dan konsep-konsep manajemen pengendalian penyakit layu pada stroberi.
Penulis pun menyadari jika didalam penyusunan buku ini mempunyai kekurangan, namun penulis meyakini sepenuhnya bahwa sekecil apapun buku ini tetap akan memberikan sebuah manfaat bagi pembaca.
Akhir kata untuk penyempurnaan buku ini, maka kritik dan saran dari pembaca sangatlah berguna untuk penulis kedepannya.
Denpasar, Januari 2022
Penulis
v
Prakata
Stroberi (Fragaria sp.) termasuk dalam tanaman buah yang tergolong anggota Familia Rosaceae. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman hortikultura yang digemari di beberapa negara termasuk di Indonesia. Budidaya tanaman stroberi di daerah Bedugul Bali dimulai pada tahun 1983. Beberapa tahun terakhir terjadi serangan pathogen yang menyebabkan penyakit layu pada beberapa sentra produksi stroberi diantaranya, Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan dan Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Penyakit layu yang terjangkit pada tanaman stroberi tergolong penyakit yang baru berkembang di daerah tersebut dan mengakibatkan penurunan produksi mencapai 85%. Gejala yang dpat dilihat pada stroberi yang terjangkit penyakit layu adalah membusuknya perakaran tanaman. Bagian batang dan pangkal batang menunjukkan perubahan warna dari hijau menjadi kecoklatan, dan pada daun mengalami bercak coklat yang menyebabkan bagian daun menjadi layu dan kering. Gejala layu pada tanaman terjadi secara bertahap pada beberapa daun dan berkembang ke bagian tanaman lainnya.
Gejala pada tanaman yang tingkat keparahannya tinggi dapat mengakibatkan kematian tanaman stroberi secara cepat. Informasi terkait dengan penyakit layu pada tanaman stroberi di Indonesia, khususnya di Bali sangat sedikit sehingga patogen penyebab penyakit sangat sulit untuk diidentifikasi secara visual berdasarkan gejalanya. Identifikasi pathogen penyebab penyakit layu dapat dilakukan dengan melihat morfologi patogen. Metode identifikasi yang lebih akurat dilakukan dengan pendekatan molekuler dan
v
analisis DNA yang menyandi ribosomal DNA (rDNA). Gen 18S rDNA, termasuk daerah internal transcribed spacers (ITS), ITS1 dan ITS4 telah banyak digunakan dalam kajian filogenetik. Hasil amplifikasi daerah ini menghasilkan pita dengan ukuran berbeda yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies cendawan.
Pengendalian penyakit layu di wilayah pegunungan Bedugul tergantung dengan penggunaan pestisida sintetis. Seiring dengan tingginya perhatian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan, penggunaan pestisida sintetis sangat dihindari terutama untuk produksi bahan pangan segar. Berdasarkan pemahaman di atas, dan penelitian terkait dengan identifikasi patogen penyebab penyakit layu pada tanaman stroberi secara morfologi dan analisis molekuler perlu dilakukan, sehingga hasil identifikasi lebih akurat.
Identifikasi molekuler akan dilakukan dengan metode PCR, serta sequence dan analisis filogenetik. Pengendalian dengan mikroba antagonis juga perlu ditemukan sebagai salah satu alternatif pestisida sintetis untuk mengendalikan penyakit layu stroberi.
ix
Daftar Isi
Pengantar Penerbit ... v
Kata Pengantar ... vi
Prakata ... vii
Daftar Isi ... ix
Daftar Gambar ... xii
Daftar Tabel ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Urgensi (keutamaan) penelitian... 4
BAB II TEORI MUTAKHIR ... 6
2.1 Stroberi di Bali ... 6
2.2 Penyakit pada Tanaman Stroberi ... 7
2.2.1 Penyakit pada Buah Stroberi ... 7
2.2.2 Penyakit pada Daun ... 9
2.2.3 Penyakit pada Akar ... 11
2.3. Ribosomal DNA (rDNA) ... 12
2.4. Mikroba Antagonis ... 13
2.5 Bagan Alir Penelitian ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 18
3.1 Identifikasi Patogen Penyebab Penyakit Layu ... 18
3.1.1 Isolasi Patogen Penyebab Penyakit Layu pada Stroberi ... 18
x
3.1.2 Uji Patogenitas Jamur Hasil Isolasi ... 19 3.1.3 Identifikasi Patogen penyebab penyakit layu
secara morfolo ... 19 3.1.4 Identifikasi Molekuler ... 20 3.2 Isolasi Mikroba Antagonis Patogen Penyebab
Penyakit Layu pada Stroberi ... 21 3.3 Uji In Vitro Kemampuan Mikroba Antagonis
Mengendalikan Patogen Penyebab Penyakit
Layu Strober ... 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24 4.1. Keparahan Penyakit Layu Stroberi di Kawasan
Bedugul ... 24 4.2 Isolasi dan identifikasi mikroba yang berasosiasi
dengan stroberi bergejala layu ... 26 4.3 Uji patogenitas hasil isolasi patogen penyebab
penyakit layu stroberi ... 29 4.4. Identifikasi secara Molekuler Patogen penyebab
Layu Stroberi ... 30 4.5. Isolasi mikroba antagonis yang berpotensi sebagai
agens pengendali penyakit ... 35 4.6 Kemampuan berbagai mikroba antagonis
menekan pertumbuhan penyakit layu Verticilium sp.
pada tanaman stroberi secara in vitro ... 39 4.7 Tinggi tanaman stroberi yang ditanam dalam pot . 49 4.8 Perkembangan Populasi mikroba antagonis dalam
kompos ... 50 4.9 Pengaruh Penambahan Trichoderma sp.
pada Kompos Daun ... 51 4.10 Pengaruh Perlakuan Trichoderma sp. yang
Ditambahkan pada Kompos Daun terhadap
Persentase Penyakit ... 53
xi 4.11 Pengaruh Perlakuan Trichoderma sp. yang
Ditambahkan pada Kompos Daun
terhadap Populasi Trichoderma sp. ... 54
4.12 Pengaruh Perlakuan Trichoderma sp. yang Ditambahkan pada Kompos Daun terhadap Tinggi Tanaman ... 54
4.13. Pengaruh Perlakuan Trichoderma sp. yang Ditambahkan pada Kompos Daun terhadap Hasil Panen ... 55
4.13.1 Pengaruh Perlakuan Trichoderma sp. yang Ditambahkan pada Kompos Daun terhadap Berat Tanaman ... 55
4.14. Pembahasan ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 63
RIWAYAT HIDUP PENULIS ... 70
xii
Daftar Gambar
Gambar 1
Tanaman stroberi di Desa Pancasari, Kecamatan
Sukasada mengalami kekeringan dan layu akibat serangan patogen pada bulan Nopember 2016. ... 6 Gambar 2
Bagan alir penelitian ... 17 Gambar 3
Skema uji daya hambat mikroba antagonis
terhadap pertumbuhan patogen penyebab penyakit layu
stroberi secara in vitro ... 23 Gambar 4
Gejala layu stroberi pada bagian tanaman di atas dan di bawah permukaan tanah. (A) Gejala layu bagian tanaman di atas permukaan tanah. (B) Perakaran tanaman yang mengalami gejala kelayuan, 1. Tanaman sehat;
2. Tanaman terserang ringan; tanaman terserang berat .. 24 Gambar 5
Jamur hasil isolasi dari tanaman stroberi layu dibiakkan pada media PDA. (A) Tampak bawah koloni jamur pada 3 hari setelah isolasi (hsi); (B) Tampak atas koloni jamur pada 3 hsi; (C) Tampak bawah koloni jamur pada 5 hsi, koloni berwarna merah kehitaman; (D) Tampak atas koloni jamur pada 5 hsi. ... 27
xiii Gambar 6
Makrokonidia dan mikrokonidia jamur hasil isolasi dari
tanaman stroberi layu di Desa Pancasari ... 27 Gambar 7
Hasil reinokulasi isolat jamur hasil isolasi pada tanaman stroberi. (A) Tanaman bergejala penyakit layu di lapangan;
(B) Tanaman kontrol yang diinokulasikan air; (C) Tanaman stroberi yang diinokulasi dengan jamur hasil isolasi, menunjukkan gejala yang sama dengan gejala
tanaman sakit di lapang. ... 29 Gambar 8
Visualisasi pita DNA jamur hasil amplifikasi
menggunakan pasangan primer ITS1F dan ITS4R. M, Penanda DNA 1 kb (Promega USA); 1, isolat jamur yang
diisolasi dari stroberi layu di Pancasari. ... 31 Gambar 9
Hubungan kekerabatan 12 isolat jamur hasil analisis
Internal Transcribed Spacer (ITS) dengan metode Parsimoni.
Skala menunjukkan panjang cabang, Angka pada cabang merupakan persentase tingkat kepercayaan
pengelompokan. ... 33 Gambar 10
Pengamatan mikroskopis struktur kandidat mikroba antagonis (a) Konidiofor hasil pengamatan mikroskopis kandidat mikorba antagonis (b) Fialid hasil pengamatan mikroskopis kandidat mikorba antagonis
(c) Konidiofor Trichoderma sp. menurut Gusnawaty, (2014). (d) Fialid trichoderma sp menurut
Gusnawaty, (2014). ... 37
xiv
Gambar 11
Dual kultur Trichoderma dengan Fusarium oxysporum
penyebab penyakit layu stroberi. ... 38 Gambar 12
Isolat 12 (A) pengamatan secara mikroskopis,
(B) uji dual kultur ... 41 Gambar 13
Grafik persentase penyakit selama 6 minggu pengamatan 46 Gambar 14
1. Tanaman stroberi pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu tanpa diberi perlakuan Trichoderma sp. dan kompos daun 2. Tanaman stroberi pada perlakuan P5 yaitu Trichoderma sp. dan kompos daun dengan
perbandingan (1:25) ... 59
xv
Daftar Tabel
Tabel 1
Peta Jalan (Road Map) Ketahanan Pangan ... 17 Tabel 2
Tingkat kesamaan hasil sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) patogen penyebab penyakit layu dengan
isolat jamur lainnya ... 31 Tabel 3
Matrik jarak genetik hasil sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) patogen penyebab penyakit layu dengan
isolat jamur lainnya ... 32 Tabel 4
Persentase hambatan kandidat mikroba antagonis yang diisolasi dari berbagai risosfir dalam menekan pertumbuhan F. oxysporum penyebab penyakit layu bakteri stroberi pada media PDA ... 36 Tabel 5
Persentase daya hambat kandidat mikroba antagonis isolat 1-6 dalam mengendalikan patogen penyebab
penyakit layu ... 40 Tabel 6
Persentase daya hambat kandidat mikroba antagonis isolat 7-12 dalam mengendalikan patogen penyebab
penyakit layu ... 40
xvi Tabel 7
Persentase rata-rata penyakit layu Verticilium sp. pada tanaman stroberi (umur 60 - 104 hst) yang diberi perlakuan berbagai jenis kompos yang ditambahkan
dengan mikroba ... 43 Tabel 8
Kandungan unsur hara dalam kompos ... 44 Tabel 9
Rata-rata tinggi tanaman stroberi ... 49 Tabel 10
Populasi awal dan akhir mikroba antagonis
(Trichoderma sp.) ... 50 Tabel 11
Signifikansi pengaruh perlakuan Trichoderma sp. yang ditambahkan pada kompos daun terhadap semua
variabel pengamatan ... 52 Tabel 12
Nilai rata-rata pengaruh perlakuan Trichoderma sp.
yang ditambahkan pada kompos daun terhadap persentase penyakit, populasi Trichoderma sp. di tanah, dan tinggi
tanaman ... 52 Tabel 13
Nilai rata-rata pengaruh perlakuan Trichoderma sp.
yang ditambahkan pada kompos daun terhadap hasil
panendan berat tanaman ... 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroberi (Fragaria sp.) merupakan tanaman hortikultura yang diminati oleh masyarakat karena memiliki berbagai khasiat kesehatan dan nilai ekonomi yang tinggi. Stroberi dibudidayakan di dataran tinggi dengan keadaan suhu yang relatif rendah.
Sentra produksi stroberi di Indonesia tersebar di beberapa daerah diantaranya Berastagi, Sumatera Utara; Daerah Ciwidey, Jawa Barat; Purbalingga, Jawa Tengah; Batu, Jawa Timur; Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, dan Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Beberapa tahun terakhir daerah sentra produksi stroberi mengalami penurunan produksi yang disebabkan oleh penyakit layu (Gambar 1).
Hasil survei dan wawancara bersama petani, menunjukkan bahwa kehilanga hasil akibat penyakit layu pada tanaman stroberi mencapai 85%. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit layu pada stroberi diawali dengan perakaran tanaman yang mulai membusuk, bagian pangkal batang menunjukkan perubahan warna kecoklatan, dan bagian daun mengalami bercak coklat dan mulai layu. Stroberi yang sudah layu apabila diamati akan terlihat akar tanaman dan pangkal batang yang busuk, hal tersebut menyebabkan gangguan fisiologis yang mengakibatkan kematian pada tanaman. Penyebab penyakit layu pada stroberi belum diketahui sampai saat ini, hal tersebut mengindikasikan perlu adanya penelitian untuk mengetahui patogen penyebabnya.
Identifikasi patogen dapat dilakukan dengan melihat morfologi dari patogen. Identifikasi yang lebih akurat dilakukan identifikasi
2
melalui pendekatan molekuler dengan menganalisa DNA yang menyandi ribosomal DNA (rDNA). Gen 18S rDNA, termasuk daerah internal transcribed spacers (ITS), ITS1 dan ITS4 telah banyak digunakan dalam kajian filogenetik. Hasil amplifikasi daerah ini menghasilkan pita dengan ukuran berbeda yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies jamur. Penentuan urutan basa nukleotida pada molekul DNA jamur menggunakan metode sikuensing. Metode sikuensing ini bertujuan untuk menentukan identitas dan fungsi masing-masing fragmen DNA pada jamur target.
Pengendalian penyakit untuk tanaman stroberi di Bali masih sangat tergantung pada penggunaan pestisida sintetis. Penggunaan pestisida sintetis yang dilakukan secara terus menerus dan berlebihan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan dapat mengganggu kesehatan. Seiring dengan berkembangnya perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan, penggunaan mikroba antagonis sebagai agen pengendali penyakit tanaman telah banyak dikembangkan (Wirya, 2006; Mahartha K.A. 2013), seperti: Trichoderma sp., Pseudomonas flurescens, dan Bacillus sp (Haas, D. and Devago, G., 2005). Sanjaya et al. (2019) berhasil mengisolasi bakeri anatagonis yang memiliki potensi untuk mengendalikan penyakit layu pada stroberi, namun belum diketahui karakteristiknya.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi patogen penyebab penyakit layu pada tanaman stroberi dan potensi mikroba sebagai salah satu satu alternatif pengganti pestisida sintetis untuk mengendalikan penyakit layu stroberi.
Potensi mikroba yang ditambahkan dengan pupuk kompos dalam mengendalikan penyakit jamur pada tanaman sangat baik. Sutarini et al. (2015) menyatakan aplikasi kompos dengan Trichoderma sp. efektif dalam pengendalian penyakit layu pada tanaman tomat. Kompos dengan tambahan mikroba antagonis
3 memiliki fungsi ganda selain berperan dalam pertumbuhan tanaman (Setyadi et al. 2017; Hendrawati et al. 2015), juga memiliki fungsi dalam proteksi penyakit tanaman. Mikroba antagonis dalam bentuk Trichoderm sp. yang diaplikasikan pada pengendalian Phytophthora infestans penyebab penyakit hawar daun pada tanaman tomat dan penyakit akar gada yang disebabakan oleh Plasmodiophora brasicae, dapat menurunkan intensitas penyakit di lapangan. (Ariyanta et al. 2015; Wirya et al. 2015; Yasa et al.
2020). Mikroba antagonis pada pupuk kompos memiliki peranan dalam menekan persentase penyakit dengan melibatkan unsur N dan K. Unsur Kalium (K) memiliki peranan sebagai aktivator berbagai enzim dalam pembentukan gula, protein, dan karbohidrat, serta memperkuat jaringan tanaman dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (Rahman, 2000 dalam Nurfitriana, 2013).
Kompos dengan mikroba antagonis Trichoderma sp. Memiliki peranan dalam menekan penyakit layu karena unsur K yang terkandung dalam kompos mampu membentuk protein yang dapat berfungsi sebagai sistem imun bagi tanaman.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana identitas spesies patogen penyebab penyakit layu tanaman stroberi berdasarkan analisa morfologi dan molekuler.
2. Apakah spesies mikroba antagonis yang mempunyai potensi sebagai agen pengendali patogen penyebab penyakit layu stroberi di Bali.
3. Bagaimana formulasi mikroba antagonis untuk pengendalian penyakit layu stroberi.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan:
4. Mengetahui spesies patogen penyebab penyakit layu tanaman stroberi berdasarkan analisa morfologi dan molekuler.
5. Mengetahui mikroba antagonis yang mempunyai potensi sebagai agen pengendali patogen penyebab penyakit layu stroberi di Bali.
6. Mengethaui formulasi mikroba antagonis untuk pengendalian penyakit layu stroberi.
1.4 Urgensi (keutamaan) penelitian
Tanaman stroberi di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng dan Desa Candikuning Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, saat ini banyak sakit dengan dengan gejala layu dan kering. Gejala penyakit tersebut diikuti dengan membusuknya perakaran tanaman. Batang dan pangkal batang mengalami perubahan warna dari hijau menjadi coklat dan pada bagian terdapat bercak berwana coklat kemudian daun menjadi layu. Kelayuan tanaman dapat terjadi secara bertahap pada beberapa daun dan akan berkembang ke seluruh bagian tanaman.
Gejala tanaman yang terserang parah ditandai oleh tanaman layu dan mati secara cepat.
Penyakit layu pada tanaman, umumnya disebabkan oleh patogen tular tanah. Namun sampai saat ini, informasi mengenai penyakit pada tanaman stroberi di Indonesia masih sangat terbatas sehingga susah menentukan upaya pengendalian penyakit yang efektif dan efisien. Penentuan patogen penyebab penyakit layu pada stroberi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi patogen penyebab penyakit dengan cara mengamati morfologi maupun secara molecular. Identifikasi patogen pada tanaman selama ini masih bertumpu pada identifikasi berdasarkan ciri morfologi.
5 Identifikasi menggunakan pendekatan tersebut mengalami banyak kendala ketika harus menentukan spesies dari patogen tersebut, karena kemiripan satu spesies dengan spesies lain. Pendekatan yang lebih akurat dan cepat dapat dilakukan dengan menggunakan identifikasi secara molekuler dengan menggunakan metode PCR.
Metode PCR berpatokan pada gen spesifik suatu organism serta penyandi berupa oligomer yang dikenal dengan primer. Gen yang digunakan dalam mengidentifikasi patogen penyebab penyakit layu stroberi adalah Gen 18S rDNA, termasuk daerah internal transcribed spacers (ITS) memiliki urutan DNA sangat berbeda antara satu spesies dengan spesies lain, sehingga dapat dibedakan dengan jelas perbedaan suatu spesies. Sehingga dalam penelitian ini identifikasi secara morfologi dan molekuler sangat diperlukan untuk menentukan patogen penyebab penyakit untuk menentukan langkah pengendalian yang tepat.
Pengendalian penyakit menggunakan pestisida kimia sintetis yang berlebihan dan terus menerus mengakibatkan dapat mengganggu kesehatan dan merusak lingkungan, sehingga penggunaannya semakin hari semakin dikurangi. Pengendalian menggunakan agens hayati diantaranya dengan mikroba antagonis merupakan salah satu alternatif pengendalian yang efektip dan ramah terhadap lingkungan. Indonesia merupakan negara yang berada pada daerah subtropis, dan memiliki keaneka ragaman mikroba yang sangat kaya. Dalam rangka pengendalian penyakit layu stroberi yang ramah terhadap lingkungan melalui penelitian ini akan dieksplorasi mikroba antagonis yang mempunyai potensi dalam mengendalikan penyakit layu stroberi.
6
BAB II
TEORI MUTAKHIR
2.1 Stroberi di Bali
Pengembangan stroberi di Bali banyak dilakukan di daerah dataran tinggi seperti kawasan Bedugul meliputi Desa Candikuning, Kabupaten Tabanan dan Desa Pancasari, Kabupatten Buleleng, karena memiliki letak geografis dan iklim yang sangat cocok untuk pertumbuhan stroberi. Stroberi dapat tumbuh dengan baik pada dataran tinggi dengan ketinggian tempat 1000-1500m dpl yang memiliki curah hujan 600-700 mm/tahun dan lama penyinaran cahaya matahari 8–10 jam setiap harinya serta kelembaban udara antara 80-90% (Sunarjono, 2006). Syarat tumbuh yang memerlukan kelembaban dan curah hujan yang tinggi juga merupakan kondisi yang sangat bagus untuk pertumbuhan mikroba patogen penyebab penyakit.
Semenjak pertengahan Tahun 2015 saat kondisi curah hujan dan kelembaban tiggi tanaman stroberi di Desa Candikuning mengalami layu dan mengakibatkan kerugian petani sampai dengan 80 % (Gambar 1).
Gambar 1
Tanaman stroberi di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada mengalami kekeringan dan layu akibat serangan patogen pada bulan Nopember 2016.
7 Gejala penyakit penyakit layu stroberi ditandai dengan membusuknya perakaran tanaman. Batang dan pangkal batang mengalami perubahan warna dari warna hijau menjadi coklat, dan pada daun terdapat bercak berwana coklat mengalami nekrosis mengakibatkan tanaman menjadi layu. Kelayuan tanaman dapat terjadi secara bertahap pada beberapa daun yang terletak dekat dengan tanah, kemudian berkembang ke seluruh bagian tanaman yang akhirnya mengakibatkan kekeringan. Penyakit pada tanaman yang ditandai dengan gejala kelayuan umumnya disebabkan oleh patogen yang bersifat tular tanah. Menurut Koike et al, (2003) gejala yang paling umum disebabkan oleh patogen tular tanah adalah busuk yang mempengaruhi jaringan bawah tanaman termasuk busuknya biji, damping off atau rebah kecambah, busuk akar, dan layu jaringan karena adanya infeksi pada akar.
Dilaporkan pula bahwa infeksi beberapa patogen tular tanah dapat menyebabkan bercak pada daun dan atau bagian tanaman di atas tanah lainnya.
2.2 Penyakit pada Tanaman Stroberi
Penyakit pada tanaman dapat terjadi pada bagian tanaman di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.
Umumnya gejala gejala penyakit yang terjadi di atas permukaan tanah disebabkan oleh patogen yang menular lewat udara, sedangkan penyakit pada perakaran disebabkan oleh patogen tular tanah. Penyakit yang terjadi pada buah, daun, batang dan perakaran dapat terjadi karena infeksi jamur, bakteri maupun virus.
2.2.1 Penyakit pada Buah Stroberi
Buah stroberi umumnya terinfeksi oleh beberapa jamur patogen seperti: Botrytis cinerea penyebab penyakit Kapang Kelabu dan Rhizopus stolonifer penyebab penyakit Busuk rizopus. Penyakit Kapang kelabu umumnya menyerang bagian
atas tanaman terutama buah. Bagian yang terinfeksi jamur ini menunjukkan gejala noda cokelat yang kemudian ditutupi oleh lapisan yang berwarna abu-abu kecokelatan dan agak tebal.
Patogen ini menyerang buah stroberi baik yang masih muda maupun yang sudah masak (Gunawan, 2003). Dilaporkan juga bahwa buah stroberi yang terserang berat membusuk, berwarna coklat dan akan mongering.
Penyakit Kapang kelabu banyak terjadi pada musim dingin yang berkepanjangan, dan miselia patogen akan hidup pada bahan tanaman yang busuk. Pada kondisi yang tidak mendukung jamur patogen membentuk sklerotia yang keras, berukuran pendek dan gemuk. Miselium terlepas dari jamur dan akan berkecambah pada musim dingin. Pada proses infeksi konidia masuk ke tanaman yang rusak atau jaringan yang rentan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran, melunakkan jaringan dan akhirnya busuk (Agrios, 1978).
Rhizopus stolonifer yang menginfeksi buah strobberi dilaporkan oleh Semangun (2006) mengakibatkan gejala: buah menjadi busuk, berair, berwarna coklat muda dan bila ditekan akan mengeluarkan cairan yang berwarna keruh. Infeksi pada saaat pasca panen terutama saat penyimpanan mengakibatkan buah yang terinfeksi tampak tertutupi oleh miselium jamur berwarna putih dengan spora yang hitam. R. stolonifer pada media biakan cepat berkembang berwarna abu-abu sampai akhirnya berwarna hitam pada saat sporulasi. Hifa R. stolonifer pada saat menginfeksi tanaman menghasilkan enzim pectinolytic yang merusak lamella tengah, mengakibatkan buah menjadi lunak, busuk berair (Nishijima, 1993).
Penyebaran R. stolonifer dilakukan oleh spora dengan bantuan hembusan angin. Penyakit ini sering kali dijumpai pada buah saat penyimpanan karena patogen ini tidak dapat melakukan penetrasi pada tanaman sehat, tanpa mengalami pelukaan pada
permukaan buah. R. stolonifer dapat masuk hanya melalui luka yang terjadi pada waktu pemanenan, transportasi, perawatan hasil panen, dan pemeliharaan tanaman (Nishijima, 1993).
2.2.2 Penyakit pada Daun
Beberapa penyakit yang menunjukkan gejala pada daun stroberi telah banyak dilaporkan seperti: Penyakit daun gosong disebabkan oleh Diplocarpon earliana atau Marssonina fragariae, Bercak Daun disebabkan oleh Mycosphaerella fragariae, Penyakit Busuk Daun disebabkan oleh Phomopsis obscurans, dan Bercak daun disebabkan oleh Rhizoctonia solani.
Daun stroberi yang terinfeksi Diplocarpon earliana memiliki bercak bulat telur sampai bersudut tidak teratur, berwarna ungu tua (Anonimus, 2005). Gejala pada daun yang berupa becak atau luka yang memiliki 2 bentuk yaitu berupa luka yang besar atau kecil berjumlah banyak atau luka seperti bisul. Pusat becak menjadi menjadi berwarna abu-abu atau yang berupa becak berupa bisul berubah menjadi keunguan sampai merah terang. Pada infeksi lanjut daun menjadi coklat, kering dan tepi daun naik. Penyakit ini sering dikenal juga sebagai penyakit terbakar atau gosong (Heidenreich and Turechek, 2001a).
Patogen penyebab penyakit gosong dalam kondisi cuaca lembab membentuk banyak konidium pada becak daun, maupun sisa-sisa tanaman sakit yang akan menjadi sumber inokulum untuk penyebaran paenyakit. Penyakit gosong dapat meningkat sepanjang tahun tetapi pada kondisi kering dan suhu diatas 35oC mengurangi penyakit.
Mycosphaerella fragariae penyebab penyakit Bercak Daun dapat menginfeksi tangkai daun, tangkai buah dan buah (Semangun, 2003). Infeksi patogen mengakibatkan bercak kecil berwarna ungu tua pada daun stroberi. Pusat bercak berwarna coklat kemudian berubah menjadi putih (Anonimus, 2005). Pada
10
serangan berat mengakibatkan seluruh daun mengalami kematian.
Infeksi M. fragariae diawali dengan penempelan konidia pada permukaan daun kemudian membentuk tabung kecambah dan melakukan penetrasi melalui lubang alami daun (stomata).
Penyebaran konidia dibawa oleh percikan air dari sumber inokulum ke daun baru. Hasil penelitian Heindenreich and Turechek, 2001 melaporkan serangan yang berat dapat terjadi pada daun muda dan waktu yang diperlukan adalah 12 – 96 jam.
Phomopsis obscurans penyebab penyait Busuk daun memiliki 2 tipe konidia yaitu bulat telur sampai berbentuk seperti kelos (fusoid), ramping dan melengkung (stylospora).
Piknidia terletak tidak terlalu dalam pada jaringan (Streets, 1980).
Phomopsis obscurans biasanya menyerang daun, petiole, stolon, buah, tangkai buah. Gejala penyakit pada daun, diawali dengan noda bulat berjumlah satu sampai enam (Gunawan, 2003). Noda bulat tersebut berwarna abu-abu dikelilingi warna merah ungu, kemudian noda membentuk luka mirip huruf V (Anonimus, 2005).
Infeksi patogen dapat juga mengakibatkan luka yang terjadi dekat lapisan utama yang berbentuk bulat panjang. Becak ini dapat berubah warna yaitu merah, ungu atau pinggirnya kekuningan, dan coklat terang dengan pusat becak coklat tua. Piknidia berkembang di pusat luka dan kelihatan tersebar berupa titik hitam yang kecil (Partridge, 2003)
P. obscurans menghasilkan piknidia di dalam jaringan yang telah lama terinfeksi. Setiap piknidia mengandung ribuan spora (konidia) yang dapat terlempar keluar pada keadaan lembab dan disebarkan pada bagian tanaman yang lain dengan bantuan percikan air hujan atau pengairan irigasi. Air yang ada pada permukaan tanaman dapat berfungsi tempat konidia untuk berkembang biak dan menginfeksi tanaman (Ellis and Nita, 2002).
Rhizoctonia solani mengakibatkan bercak pada daun stroberi berwarna coklat kehitaman berukuran besar (Anonimus,
11 2005). Rhizoctonia solani dapat mempertahankan diri dari musim ke musim di dalam tanah berbentuk sklerotium. R. solani berkembang dalam tanah pada pH 5.8 - 8.1 dan suhu tanah 15 – 18oC. (Semangun, 2003).
2.2.3 Penyakit pada Akar
Penyakit pada tanaman strawberry dilaporkan disebabkan oleh Phytophthora fragariae Hickman yang mengakibatkan gejala empulur merah. P. fragariae yang biasanya menyerang akar mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil, daun tidak segar, kadang-kadang layu terutama siang hari (Anonimus, 2005). Infeksi patogen menyebabkan tanaman layu dan mati karena kekurangan air dan makanan akibat dari rusaknya jaringan xylem dan floem.
Daun tanaman yang layu masih menunjukkan warna hijau (Gunawan, 2003). Penyakit ini dilaporkan merupakan penyakit serius pada stroberi. Jamur ini hanya menyerang tanaman stroberi, penyebarannya dari satu areal ke areal yang lain dan menyebabkan penyakit pada tanaman. Pada akar tanaman yang sakit bagian tengah atau pusat berwarna coklat merah (Gunawan, 2003).
P. fragariae dapat bertahan selama beberapa tahun di tanah berupa oospora yang resisten. Hasil penelitian melaporkan bahwa jamur dapat bertahan selama 4 tahun setelah pemanenan stroberi.
Sampai saat ini belum ada laporan inang lain selain stroberi.
Oospora P. fragariae untuk membentuk sporangia memerlukan temperatur yang optimum 10 – 15oC dan sporangia tumbuh pada suhu 20oC Pertumbuhan sporangia lambat pada suhu 5oC.
Sporangia biasanya melepaskan zoospora kemudian membentuk kecambah untuk melakukan penetrasi pada akar. Saat penetrasi jamur masuk melewati korteks dan berkolonisasi pada perisikel dan pada floem dan jamur berkembang di dalamnya tetapi hifa tumbuh diluar akar untuk membentuk sporangia yang baru yang akan melepaskan lebih banyak lagi zoospora dan menimbulkan infeksi baru pada akar tumbuhan yang lain (Anonimus, 2003).
12
2.3. Ribosomal DNA (rDNA)
Penemuan struktur DNA, mengakibatkan berkembangnya teknik identifikasi secara molekular terutama karena identifikasi berdasarkan karakter morfologi tidak dapat digunakan untuk membedakan spesies mikroba hingga tingkat spesies (Price et al., 1978). Sebaliknya, karakter molekular dapat digunakan untuk mengidentifikasi hingga tingkat spesies (Van der Vossen et al., 2003), untuk mengatasi masalah taksonomi (Takamatsu, 1998) dan identifikasi (Guo et al., 2000).
Data molekuler dapat digunakan untuk mengkarakterisasi mikrorganisme, salah satu adalah urutan nukleotida dari rDNA.
DNA ribosomal (rDNA) adalah daerah penyandi genom untuk komponen RNA ribosom. Pada eukariot deret rDNA terletak pada nukleus/inti dan mitokondria. Daerah rDNA dipisahkan antara satu dengan yang lainnya oleh suatu pembatas yang disebut spacer.
Subunit rDNA baik yang besar maupun yang kecil dipisahkan oleh ETS (external transcribed spacer) dan IGS (intergenic spacer). Kedua pembatas tersebut kadang-kadang disebut NTS (nontranscribed spacer). Jamur termasuk organisme eukariotik, pada rDNA jamur terdapat daerah konservatif yaitu gen penyandi rRNA 18S, 5.8S dan 28S yang di antaranya terdapat daerah ITS (Internal Transcribed Spacer) (Gomes et al., 2002; O’Brien et al., 2005).
Ketiga gen ribosom tersebut mempunyai tingkat konservasi yang sangat tinggi (Gomes et al., 2002; O’Brien et al., 2005).
Daerah ITS biasanya mengalami perubahan atau mutasi sehingga dapat berbeda atau bervariasi di antara spesies. Sekuen rDNA subunit kecil 18S berkembang relatif lambat dan digunakan untuk studi hubungan kekerabatan pada tingkat spesies suatu organisme sedangkan daerah ITS dan IGS pada unit pengulangan rRNA berkembang lebih cepat dan memungkinkan terjadinya variasi di antara spesies dan populasi (Jamil, 2005). Hal ini akan
13 mempermudah dalam identifikasi spesies dengan membandingkan tingkat kemiripan (homologi) sekuens DNA daerah ITS yang dimiliki suatu fungi dengan fungi lainnya.
Ilmuwan menggunakan bioinformatika untuk menganalisis genom dan fungsinya. Beberapa lembaga-lembaga bioinformatika yang mengelola terkait data sekuen DNA, diantaranya adalah National Center for Biotechnology Information (NCBI), European Molecular Biology (EMB), dan DNA Data Bank Of Japan. Hasil sekuen DNA dapat dianalisis dengan mengunjungi salah satu situs yang ada pada lembaga tersebut. Lembaga tersebut menyediakan beberapa aplikasi-aplikasi yang memberikan informasi seputar DNA yang dianalisis (Campbell dan Reece, 2010).
Beberapa aplikasi bioinformatika telah digunakan dalam menganalisis beragam informasi terkait dengan sekuen DNA, seperti aplikasi Bioedit dan aplikasi MEGA. Aplikasi ini dapat memberikan informasi terkait dengan hubungan kekerabatan (filogenetik) diantara organisme. Hubungan kekerabatan (filogenetik) diantara organisme dapat diketahui dengan menentukan nilai similaritas sekuen DNA yang dianalisis. Nilai similaritas DNA lebih dari 95% menunjukkan bahwa organisme yang dibandingkan merupakan satu spesies (Henry et al., 2000).
Selain itu, aplikasi ini dapat menentukan situs enzim restriksi sekuen DNA organisme tertentu. Situs pemotongan enzim restriksi yang sama pada sekuen DNA dapat mengindikasikan bahwa sekuen DNA yang dianalisis merupakan organism yang sama (Muzuni, 2014).
2.4. Mikroba Antagonis
Penggunaan pestisida kimia sintetis untuk pengendalian penyakit tanaman hortikultura pada saat ini saat tergolong tinggi, bahkan laporan dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa residu pestisida kimia sintetis sudah mencapai ambang
14
yang mengkhawatirkan. Penggunaan pestisida kimia sintetis yang berlebihan dilaporkan mengakibatkan kerusakan terhadap lingkungan dan menganggu kesehatan. Upaya-upaya pengendalian lain sebagai alternatif pengganti pestisida kimia sintetis telah mulai dilakukan salah satunya adalah dengan menggunakan mikroba antagonis.
Penggunaan mikroba antagonis untuk mengendalikan patogen tanaman (OPT) terus dikembangkan karena penggunaan mikroba antagonis memiliki keunggulan dibandingkan dengan menggunakan pestida kimia sintetis. Beberapa keunggulan tersebut adalah: (1) aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan; (2) dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; (3) produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida; (4) terdapat di sekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan (5) menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali dalam satu musim panen (Tombe, 2002).
Mikroba antagonis pengendali penyakit tanaman dapat berupa mikroorganisme yang diperoleh dari alam, baik berupa bakteri, cendawan, actinomycetes maupun virus yang dapat menekan, menghambat atau memusnahkan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Tombe 2002). Pengendalian patogen penyebab penyakit tanaman oleh mikroba antagonis mikroba antagonis biasanya dilakukan lewat beberapa mekanisme seperti: antibiosis, mendegradasi dinding sel, kompetisi, dan menigkatkan ketahanan tanaman (Wirya et al. 2006; Thomashow dan Weller 1988).
Berbagai spesies mikroorganisme telah berhasil ditemukan dan dievaluasi keefektifannya sebagai pengendali patogen tanaman. Mikroba antagonis dapat berasal dari golongan bakteri, jamur, actinomycetes dan virus. Golongan bakteri yang telah digunakan sebagai mikroba antagonis antara lain adalah Bacillus spp. (Hanudin 2007), B. cereus (Damayanti dan Katerina 2008),
15 B. polimyxa (Aspiras dan Cruz 1986), dan B. subtilis (Baker et al.1985; Hall et al. 1986; Rytter et al. 1989). Kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai mikroba antagonis pengendali penyakit tanaman adalah Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. (Nuryani dan Djatnika 1999; Manohara et al. 2002; Rusman et al. 2018). Selanjutnya Nuryani dan Djatnika (1999) telah memproduksi secara massal biofungisida berbahan aktif T. harzianum . Cendawan lain yang berpotensi sebagai mikroba antagonis penyakit tanaman yaitu Fusarium oxysporum nonpatogenik (FoNP). Beberapa peneliti melaporkan bahwa FoNP efektif mengendalikan penyakit layu fusarium pada ubi jalar (Komada 1990).
Salah satu kelompok actinomycetes yang telah diteliti dan digunakan sebagai mikroba antagonis penyakit tanaman adalah Streptomyces spp. Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik yang efektif mengendalikan R. solani dan F. oxysporum pada kapas (Tombe 2002). Mikroba antagonis ini mengandung antibiotik, efektif mengendalikan cendawan R. solani dan F.
oxysporum pada kapas, dan sebagai perlakuan benih pada tomat untuk mengendalikan penyakit layu bakteri R. solanacearum.
Biakan Streptomyces spp. isolat A 20 efektif menekan serangan Sclerotium rolfsii pada tanaman paprika (Hanudin, dkk.,)
Penggunaan virus sebagai mikroba antagonis untuk mengendalikan penyakit tanaman telah dilakukan melalui teknik proteksi silang. Dalam teknik proteksi silang, virus lemah diinokulasikan ke tanaman untuk mengendalikan virus patogenik.
Di Indonesia, Sulyo dan Muharam (1992) telah berhasil menemukan strain lemah Carna-5 yang efektif mengendalikan penyakit cucumber mosaic virus (CMV) pada tanaman sayuran.
16
2.5 Bagan Alir Penelitian
Mengacu pada Rencana Induk Penelitian (RIP) Universitas Udayana 2012 – 2016, penelitian ini mendukung bidang unggulan Ketahanan Pangan. Salah satu indicator yang ingin dicapai pada pengembangan komuditas hortikultura buah-buahan sayuran dan tanaman hias tahun 2017-2021 adalah aplikasi peningkatan produktivitas dan kualitas. Peningkatan produktivitas dan kualitas dapat bisa dicapai dengan pengendalian hama dan penyakit tumbuhan. Penyakit layu adalah salah satu penyakit yang banyak terdapat pada tanaman stroberi di kawasan bedugul pada akhir akhir ini, yang sangat mengganggu produktivitas dan kualitas buah-buahan. Penelitian pendahuluan kami menunjukkan keberadaan penyakit ini mengakibatkan penurunan produksi sampai dengan 80% di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng dan Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan (hasil wawancara petani). Keberadaan penyakit ini, sebbelumnya belum pernah dilaporkan sehingga untuk upaya pengendaliannya sangat sulit dilakukan secara efektip dan efisien. Untuk itu diperlukan identifikasi patogen penyebab penyakit layu. Identifikasi penyebab patogen tanaman dapat dilakukan dengan meliaht ciri ciri morfologi dari patogen penyebab penyakit, tetapi biasanya dengan cara seperti itu hanya mampu untuk mengidentifikasi sampai tingkat genus.
Identifikasi yang lebih akurat dapat dilakukan dengan identifikasi secara molekuler melalui PCR, sequencing dan analisis filogeni.
Oleh karena itu maka penelitian ini dibuat untuk mengumpulkan data yang akurat untuk mengetahui spesies patogen, sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian patogen secara efektip.
17
PENELITIAN PENDAHULUAN:
Pengumpulan data intensitas penyakit layu pada berbagai daerah sentra produksi stroberi; yaitu :
Desa Pancasari, Kecamatan, Sukasada, Buleleng
Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan
Tahun I
Identifikasi patogen penyebab penyakit layu stroberi dengan melihat ciri morfologi.
Identifikasi patogen penyebab penyakit layu stroberi dengan melihat ciri morfologi.
Mengkoleksi mikroba antagonis yang berpotensi sebagai pengendali patogen penyebab penyakit layu stroberi
Luaran dan indikator capaian
1. Hasil Identifikasi yang akurat tidak hanya secara morfologi tetapi juga secara molekuler melali PCR, sequence nukleotida (DNA) dan filogeni penyakit layu stroberi di Bali
2. Dapat dianalisis kekerabatan secara filogeni patogen penyebab penyakit layu stroberi dengan di Bali dengan daerah lainnya 3. Mikroba antagonis yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi agen pengendali penyakit layu stroberi yang ramah lingkungan.
Sejalan dengan road map diatas maka perencanaan penelitian kami buat sebagai berikut:
Gambar 2 Bagan alir penelitian
Tabel 1
Peta Jalan (Road Map) Ketahanan Pangan
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Identifikasi Patogen Penyebab Penyakit Layu
Identifikasi patogen penyebab penyakit layu dilakukan mengikuti prosedur postulat Koch. Prosedur postulat Koch meliputi: Penyebab penyakit harus ditemukan dalam tanaman yang sakit, tidak pada yang sehat, penyebab penyakit harus dapat diisolasi dari tanaman sakit dan dibiakkan dalam kultur murni, penyebab penyakit dapat dikulturkan dan menimbulkan penyakit pada tanaman sehat dengan gejala yang sama dengan gejala awal ditemukan penyakit, penyebab penyakit harus dapat diisolasi ulang dari tanaman yang diinokulasikan.
3.1.1 Isolasi Patogen Penyebab Penyakit Layu Pada Stroberi Sampel tanaman sakit diambil dari tanaman stroberi yang menunjukkan gejala layu dan berbecak pada batangnya di sentra pertanaman stroberi di desa Pancasari. Isolasi dilakukan dengan cara memotong bagian yang terinfeksi (daun, batang atau akar) dengan ukuran sekitar 1x1cm, dicelupkan ke dalam alkohol 70%
selama 2 menit untuk menghilangkan kontaminasi pada bagian luarnya. Potongan bagian tanaman kemudian dibilas dengan cara dicelupkan ke dalam akuades steril sebanyak 3 kali, setelah itu diletakkan pada permukaan media Potato Dextrose Agar (PDA) yang telah berisi antibiotik kloramfenikol (100mg/L) (Samson et al. 1995), kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari.
Miselium jamur yang tumbuh selanjutnya dimurnikan dengan cara mebiakkan kembali hifa dari jamur yang tumbuh pada media PDA. Jamur yang sudah murni kemudian dibiakkan dalam media PDA miring dan disimpan untuk uji berikutnya (Tsao, 1983).
19 Jamur yang telah berhasil diisolasi dan dimurnikan selanjutnya diuji patogenitasnya pada tanaman stroberi. Identifikasi spora jamur dilakukan berdasarkan tingkat pertumbuhan, warna koloni, diameter koloni, dan bentuk spora. Isolat yang akan diidentifikasi dibuatkan slide culture sesuai dengan metode (Duncan dalam Onions et.al 1981) dengan tujuan mengamati struktur jamur secara jelas. Slide yang telah dibuat diidentifikasi pada mikroskop dengan perbesaran 40x dan 100x. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap struktur miselium, spora atau konidianya, dan badan penghasil sporanya. Ciri-ciri setiap isolat dibandingkan berdasarkan kunci determinasi pada Atlas of Entomopathogenic Fungi (Samson et al, 1996) dan sumber lainnya.
3.1.2 Uji Patogenitas Jamur Hasil Isolasi
Jamur patogen yang telah diisolasi dari tanaman stroberi yang menunjukkan gejala layu, diinokulasikan pada tanaman stroberi sehat yang berumur 1 bulan. Inokulasi dilakukan dengan menyiramkan biakan jamur yang telah dibiakkan selama 3 hari pada media PD-broth ke bagian akar dan mengoleskan isolat jamur pada batang dan daun stroberi yang telah dilukai sebelumnya. Stroberri yang telah diinokulasikan dengan kandidat patogen selanjutnya diamati perkembangan penyakitnya dengan mencatat gejala yang ditimbulkan. Pengamatan dilakukan mulai 3 hari setelah inokulasi.
Kandidat patogen yang mengakibatkan tanaman sakit sesuai dengan gejala awal ditemukan penyakit selanjutnya diisolasi kembali sesuai dengan metode di atas kemudian diidentifikasi.
3.1.3 Identifikasi Patogen penyebab penyakit layu secara morfologi
Patogen penyebab penyakit layu hasil isolasi kemudian diidentifikasi dengan mengamati morfologi jamur secara makroskopis dan mikroskopis. Karakteristik morfologi jamur
20
kemudian dicocokkan dengan karakteristik jamur yang terdapat pada buku CMI untuk menentukan nama genusnya.
3.1.4 Identifikasi Molekuler
Identifikasi molekuler jamur dilakukan dengan menggunakan primer universal yang didesain dari Internal Transkript Spacer (ITS) 1 (5-TCCGTAGGTGAACCTGCGG- 3) dan ITS 4 (5-TCCTCCGCTTATTGATATGC-3). Tahapan identifkasi molekuler terdiri dari ekstraksi DNA total, PCR, Visualisasi, dan sikuensing.
Ekstraksi DNA. Isolat jamur penyeab penyakit layu stroberi diremajakan pada media padat Potato Dextrose Agar (PDA). Isolasi DNA dilakukan pada miselium berumur 4 hari dengan metode kit Wizard Genomic ex Promega Corp.
PCR. Hasil ekstraksi DNA kemudian diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer yang didesain dari Internal Transkript Spacer (ITS) 1 (5-TCCGTAGGTGAACCTGCGG-3) dan ITS 4 (5-TCCTCCGCTTATTGATATGC-3). Total volume untuk amplifikasi PCR adalah 50 μL, terdiri dari isolat DNA sebanyak 3 μL, primer ITS1 dan ITS4 masing-masing 10 μL, dNTP 2 mM sebanyak 5 μL, Gotec Colourless sebanyak 5 μL, MgCl2 sebanyak 3 μL, akuades steril sebanyak 8,75 μL dan Taq DNA polimerase sebanyak 0,25 μL. dilakukan pada Thermal cycler pada kondisi predenaturasi pada 94 ºC selama 4 menit ; dilanjutkan dengan 40 siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94 ºC selama 35 detik, penempelan primer (annealing) pada 52 ºC selama 30 detik dan pemanjangan (extension) pada 72 ºC selama 30 detik; dan siklus terakhir ditambahkan 10 menit pada 72 ºC.
Elektroforesis dan Sekuensing. Produk PCR 5 μl (ditambah 2 μl loading dye) dielektroforesis dalam gel agarose 2%.
Elektroforesis dilakukan selama 30 menit pada 100 Volt. DNA yang telah dielektroforesis kemudian divisualisasi dengan UV
21 transluminator. Sekuensing dilalukan di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk dilakukan sekuen nukleotida.
Analisis Sikuen. Hasil sekuen dianalisis untuk membuat allignment kemudian digunakan untuk mengetahui tingkat homologi atau kesejajaran dengan sekuen gen B. bryoniae yang telah dipublikasikan di GeneBank dengan Program Basic Local Alignment Tool (BLAST) (NCBI 2014).
Analisis Filogenetik. Data sekuen nukleotida kemudian dilanjutkan dengan analisis filogenetika menggunakan software Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA 5.05).
3.2 Isolasi Mikroba Antagonis Patogen Penyebab Penyakit Layu Pada Stroberi
Mikroba antagonis diisolasi dari tanah rhizosfer tanaman stroberi sehat di daerah Bedugul, rhizosfer tanaman jambu biji kristal di desa Plaga, rhizosfer tanaman brokoli, rhizosfer tanaman sehat di Kebun Raya Bedugul dan tanah di sekitar kotoran sapi.
Isolasi mikroba antagonis dilakukan dengan metode pengenceran berseri. Sampel tanah sebanyak 50 gram disuspensikan dengan 500 ml air steril dalam erlenmeyer. Suspensi tersebut dikocok sampai homogen menggunakan rotary shaker berkecepatan 200 rpm selama 30 menit, selanjutnya larutan yang sudah tercampur secara homogen dipindahkan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml air steril sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Hasil pengenceran tersebut selanjutnya diencerkan kembali secara berseri sehingga diperoleh suspensi 10-2, 10-3, 10-4 sampai 10-6. Kandidat mikroba antagonis dari golongan jamur dibiakkan dari tingkat pengenceran 10-3-10-4, sedangkan dari golongan bakteri dibiakkan dari pengenceran 10-5-10-6.
Pembiakan kandidat mikroba antagonis dilakukan dengan meneteskan suspensi sebanyak 0,5 ml pada media biakan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Suspensi yang telah diteteskan
22
pada cawan petri kemudian diratakan menggunakan glass rod steril dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 2-3 hari.
Media yang telah ditumbuhi dengan kandidat mikroba antagonis kemudian disemprotkan dengan spora mikroba patogen yang telah diencerkan pada air steril. Kandidat mikroba antagonis yang menghasilkan zone hambatan dipilih untuk dimurnikan. Koloni mikroba antagonis yang tumbuh selanjutnya diidentifikasi
3.3 Uji In Vitro Kemampuan Mikroba Antagonis Mengen- dalikan Patogen Penyebab Penyakit Layu Stroberi Kandidat mikroba antagonis terpilih diuji kemampuannya untuk mengendalikan patogen penyebab penyakit layu pada tanaman stroberi secara in vitro dengan metode biakan ganda (dual culture method) (Benhamou dan Chet, 1993). Uji biakan ganda dilakukan dengan menanam isolat mikroba antagonis dan isolat jamur patogen penyakit layu berhadapan dalam cawan petri berdiameter 9 cm, jarak antar inokulum 3 cm. Inokulum patogen penyakit layu dan mikroba antagonis berupa potongan biakan berdiameter 8 mm yang diambil menggunakan pelubang gabus (cork borer) (Sudantha dan Abadi, 2007). Selanjutnya cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu ruang selama 6 hari.
Pengamatan dilakukan dengan mengukur selisih jari-jari koloni patogen pada kontrol (R0) dengan jari jari koloni patogen pada perlakuan (R1) dibandingkan dengan jari-jari koloni patogen pada kontrol (R0) cawan kontrol / tanpa perlakuan isolat mikroba antagonis seperti Gambar 1
23
Gambar 3
Skema uji daya hambat mikroba antagonis terhadap pertumbuhan patogen penyebab penyakit layu stroberi secara in vitro
Rumus persentase daya hambat mikroba antagonis terhadap pertumbuhan patogen penyebab penyakit layu stroberi secara in vitro :
P = R0-R1 x 100%
R0 Dimana:
R0 = Jari-jari pertumbuhan jamur patogen pada kontrol (cm), R1 = Jari-jari pertumbuhan jamur patogen pada perlakuan (cm),
P = Persentase daya hambat (%).
Pengamatan dilakukan dengan mengukur selisih jari-jari koloni patogen pada kontrol (R0) dengan jari jari koloni patogen pada perlakuan (R1) dibandingkan dengan jari-jari koloni patogen pada kontrol (R0) cawan kontrol / tanpa perlakuan isolat mikroba antagonis seperti Gambar 1
R0 R1
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keparahan Penyakit Layu Stroberi di Kawasan Bedugul
Penyakit layu stroberi semenjak tahun 2017 menjadi permasalahan penting bagi petani stroberi di Kawasan Bedugul.
Tanaman stroberi yang menunjukkan gejala kelayuan di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng adalah 90% dan di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan adalah 82%. Gejala penyakit layu tanaman stroberi di Desa Pancasari selain menunjukkan gejala kelayuan, pada bagian tanaman diatas permukaan tanah seperti: daun, memiliki bercak yang kemudian melebar ke seluruh permukaan daun sehingga daun tampak berwarna merah serta mengalami kekeringan (Suryawan et al. 2017; Sari et al. 2018; Wirya et al. 2020).
Gambar 4
Gejala layu stroberi pada bagian tanaman di atas dan di bawah permukaan tanah. (A) Gejala layu bagian tanaman di atas permukaan tanah. (B) Perakaran tanaman yang mengalami gejala kelayuan, 1. Tanaman sehat;
2. Tanaman terserang ringan; tanaman terserang berat
A
B 1 2 3
25 Batang, mengalami bercak berwarna coklat yang selanjutnya akan menyebar ke seluruh batang sampai dengan pangkal batang dan mengalami kebusukan. Bagian tanaman di bawah permukaan tanah menunjukkan perakaran tanaman yang pendek dan mengalami kebusukan (Gambar 4.B). Kebusukan pada perakaran tanaman mengakibatkan terganggunya proses penyerapan zat makanan dari akar sehingga menyebabkan tanaman layu. Demikian pula kebusukan pada pangkal batang dan batang mengakibatkan terganggunya proses transportasi bahan makanan dari perakaran ke bagian atas tanaman, sehingga tanaman mengalami layu dan kematian. Gejala-gejala pada tanaman stroberi seperti di atas belum pernah dilaporkan di Bali sebelumnya.
Penyakit layu pada tanaman stroberi di Indonesia pernah dilaporkan terjadi di Berastagi, Sumatera Utara yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum (Dwiastuti dkk, 2015). Gejala penyakit layu akibat infeksi F. oxysporum di Berastagi ditandai dengan adanya perubahan warna pada bagian pucuk tanaman yang terserang menjadi cokelat kemerahan, kemudian bagian tersebut akan menjadi layu. Kelayuan tanaman dapat terjadi secara bertahap pada beberapa daun dan akan berkembang ke seluruh bagian tanaman. Gejala tanaman yang terserang parah ditandai oleh tanaman layu, mati secara cepat dan akar tanaman sakit mengalami pembusukan (Alex, 2012; Dwiastuti dkk, 2015).
F. oxysporum juga dilaporkan oleh Phillips & Hossein (2008) menyebabkan penurunan produksi buah stroberi sampai dengan 70% di Australia Barat.
Penyakit layu pada tanaman stroberi selain disebabkan oleh Fusarium, juga didilaporkan di California, Amerika Serikat disebabkan oleh Verticillium (Gordon, et al 2008). Penyakit Layu Verticillium sering muncul pada tanaman yang baru ditanam. Infeksi oleh Verticillium pada tanaman stroberi mengakibatkan daun tanaman bagian luar dan tua terkulai, layu pada pinggiran daun, serta
26
diantara tulang daun mengalami kekeringan dan menjadi kuning kemerahan atau coklat tua. Infeksi pada daun yang baru terbentuk mengakibatkan pertumbuhan daun terlambat dan mengalami layu.
Tanaman yang terinfeksi Verticillium sp. seringkali kerdil dengan warna daun yang berubah menjadi kekuningan, nampak seperti tanaman yang menderita kekurangan air. Pada stolon dan tangkai daun, terdapat bercak coklat atau hitam kebiruan. Akar yang baru tumbuh dari batang utama seringkali mengalami kekerdilan dan menghitam. Garis-garis berwarna kecoklatan juga biasanya terjadi di dalam pangkal batang utama dan pada akar yang membusuk.
Infeksi patogen yang berat mengakibatkan sebagian besar tanaman layu dan segera mengalami kematian. Kematian stroberi akibat infeksi Verticillium, biasanya terjadi pada kondisi tanaman yang mengalami stres akibat panas, kekeringan, atau kelebihan air.
Infeksi Verticillium terkadang tidak mengakibatkan kematian pada keseluruhan tanaman, dimana ketika tanaman induk mati, satu atau lebih stolon tanaman tetap bertahan dan tidak menunjukkan gejala (Gordon, et al 2008).
4.2 Isolasi dan identifikasi mikroba yang berasosiasi dengan stroberi bergejala layu
Hasil penelitian Sari et al. (2018) mengisolasi dan mengamati perkembangan tanaman stroberi yang bergejala layu secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makrokopis dilakukan dengan melihat bentuk dan warna koloni.
Secara mikroskopis, dengan melihat bentuk hifa dan bentuk spora patogen. Hasil dari isolasi, satu jenis jamur dapat diisolasi dari perakaran tanaman stroberi yang menunjukkan gejala sakit.
Pada media PDA pertumbuhan jamur cepat, koloni jamur yang berwarna putih mulai tumbuh pada hari ketiga setelah inokulasi, selanjutnya pada hari kelima koloni berubah warna menjadi coklat tua kehitaman (Gambar 5). Pada hari ke tujuh media PDA sudah terisi penuh oleh koloni jamur.
27
Gambar 5
Jamur hasil isolasi dari tanaman stroberi layu dibiakkan pada media PDA. (A) Tampak bawah koloni jamur pada 3 hari setelah isolasi (hsi); (B) Tampak atas koloni jamur pada 3 hsi; (C) Tampak bawah koloni jamur pada 5 hsi, koloni
berwarna merah kehitaman; (D) Tampak atas koloni jamur pada 5 hsi.
Gambar 6
Makrokonidia dan mikrokonidia jamur hasil isolasi dari tanaman stroberi layu di Desa Pancasari
b
d
A B
C D
28
Hasil pengamatan secara mikroskopis jamur yang berasosiasi dengan tanaman stroberi memiliki 2 jenis konidia yaitu makrokonidia dan mikrokonidia. Makrokonidia berbentuk tabung memanjang dengan bagian ujung yang meruncing dan memiliki 2 – 6 sel, Warna dari konidia jamur ini hialin atau terang.
Mikrokonidia berbentuk lonjong dapat terdiri dari 1 sel atau 2 sel. Miselium dari jamur yang tumbuh pada media bersekat dan membentuk percabangan (Suryawan et al. 2017; Sari et al. 2018;
Sanjaya, 2018).
Hasil pengamatan bentuk dan warna koloni jamur hasil isolasi yang telah dibiakan pada media PDA kemudian dicocokkan dengan buku CMI description of pathogenic fungi & bacteria (1981). Jamur hasil isolasi memiliki kesamaan dengan warna dari koloni patogen Fusarium oxysporum. CMI description of pathogenic fungi & bacteria, (1981) melaporkan F. oxysporum pada media sintetis awalnya berwarna putih tapi kemudian menjadi ungu, dengan sporodokia oranye, tampak pada beberapa strain. Konidiospora, sarana di mana F. oxysporum aseksual bereproduksi, adalah monofialida yang tunggal, berbentuk labu yang kemudian disusun menjadi kelompok bercabang padat.
Konidia berbentuk lonjong, sedikit melengkung, mengarah ke ujungnya, kebanyakan terdiri dari tiga septa, sel basal pedicellate, 23-54 x 3-4,5 μm. Mikrokonidia berlimpah, tidak pernah berbentuk berantai, kebanyakan tidak berseptate, berbentuk silindris, lurus atau melengkung, berukuran 5-12 x 2.3-3.5 μm. Dari hasil pengamatan mikroskopis dan makroskopis hasil isolasi mikroba yang berasosiasi dengan tanaman stroberi yang mengalami kelayuan, kemungkinan mikroba yang berhasil diisolasi adalah Fusarium sp. Untuk memastikan spesies dari Fusarium penelitian dilanjutkan dengan identifikasi secara molekuler dengan PCR dan sequencing.
29 4.3 Uji patogenitas hasil isolasi patogen penyebab penyakit
layu stroberi
Untuk mengetahui patogenitas dari Fusarium yang telah diisolasi dari tanaman stroberi, penelitian (Suryawan et al.
2017; Sari et al. 2018) berhasil menguji daya patogenitasnya.
Uji patogenitas dilakukan dengan menginokulasikan tanaman sehat dengan mikroba hasil isolasi. Tanaman stroberi yang diinokulasi dengan isolat jamur kemudian diamati selama 6 minggu atau sampai tanaman memperlihatkan gejala layu. Gejala akibat infeksi Fusarium sp. mulai terlihat pada akar tanaman stroberi 2 minggu setelah infeksi. Infeksi oleh Fusarium pada minggu ke-2 setelah inokulasi mengakibatkan perubahan warna akar menjadi hitam dan mulai menampakkan gejala kebusukan.
Pada minggu ke-3 dan 4 setelah inokulasi, pada batang dan daun stroberi yang diinokulasi Fusarium mulai menampakkan bercak berwarna coklat. Pada minggu ke-6 setelah inokulasi tanaman yang sebelumnya mengalami kelayuan menjadi mati karena terganggunya proses fisiologis tanaman akibat infeksi patogen penyakit layu. Sedangkan Tanaman kontrol yang diinokulasikan dengan air steril pada minggu ke-6 masih sehat tidak ada tanda kelayuan pada tanaman. Gejala sakit pada tanaman stroberi pada uji patogenitas ini serupa dengan gejala penyakit yang ditemukan pada stroberi di lapang.
Gambar 7
Hasil reinokulasi isolat jamur hasil isolasi pada tanaman stroberi. (A) Tanaman bergejala penyakit layu di lapangan; (B) Tanaman kontrol yang diinokulasikan air; (C) Tanaman stroberi yang diinokulasi dengan jamur hasil isolasi, menunjukkan gejala yang sama dengan gejala tanaman sakit di lapang.
A B C
30
Jamur hasil uji patogenitas diisolasi kembali dan dibiakkan pada media PDA untuk mendapatkan biakan jamur murni penyebab penyakit. Biakan jamur murni kemudian diamati secara mikroskopis. Hasil pengamatan secara mikroskopis menunjukkan jamur hasil uji patogenitas memiliki konidia yang sama dengan konidia yang ditemukan pada tanaman stroberi layu di lapang. Jamur memiliki du tipe konidia yaitu mikrokonidia dan makrokonidia. Makrokonidia berbentuk tabung memanjang dengan bagian ujung yang meruncing dan memiliki 2 - 6 sel, Warna dari konidia jamur ini hialin atau terang. Mikrokonidia berbentuk lonjong dapat terdiri dari 1 sel atau 2 sel. Miselium dari jamur yang tumbuh pada media bersekat dan membentuk percabangan. Sehingga dapat dipastikan mikroba yang berhasil diisolasi dari tanaman stroberi sakit, yaitu Fusarium adalah patogen yang menginfeksi tanaman stroberi di Desa Pancasari (Sari et al. 2018). Untuk mengetahui spesies dari Fusarium, yang telah dipastikan sebagai patogen penyebab penyakit layu stroberi, penelitian dilanjutkan dengan mengidentifikasi Fusarium secara molekuler.
4.4. Identifikasi secara Molekuler Patogen penyebab Layu Stroberi
Jamur patogen hasil isolasi dari tanaman stroberi yang layu dari Desa Pancasari setelah dideteksi dengan PCR menggunakan primer universal ITS1F (5’ TCCGTAGGTGA ACCTGCGG 3’) dan ITS4R (3’ TCCTCCGCTTATTGATATGC 5’) berhasil teramplifikasi. Isolat tersebut berhasil terdeteksi dengan produk PCR 544 bp, sesuai dengan primer yang digunakan, dengan patokan ukuran DNA menggunakan 1kb DNA Ladder (Promega, USA) (Wirya et al. 2020). Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.