PERTUMBUHAN EKONOMI
2.2.2 ASPEK PELAYANAN UMUM FOKUS LAYANAN URUSAN WAJIB DASAR .1 Pendidikan
2.2.2.2 Urusan Kesehatan .1 Angka Kematian Ibu
Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat memberi gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat atau dapat digunakan sebagai indikator penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya.
tinggi rendahnya angka kematian, secara umum dipengaruhi erat dengan tingkat kesakitan golongan bayi, balita dan ibu maternal (hamil, melahirkan, nifas).
Angka Kematian Ibu (maternal mortality rate) adalah jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan dan paska persalinan per 100.000 kelahiran hidup pada masa tertentu.
Kematian ibu adalah kematian wanita dalam masa kehamilan, persalinan dan dalam masa 42 hari (6 minggu) setelah berakhirnya kehamilan tanpa memandang usia kehamilan maupun tempat melekatnya janin, oleh sebab apa pun yang berkaitan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau pengelolaannya, bukan akibat kecelakaan. Angka kematian ibu (AKI) atau maternal mortality rate (MMR) berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan dan masa nifas.
Tabel 2.28
Angka Kematian Ibu (AKI) Provinsi Gorontalo Tahun 2016-2019
Indikator 2016 2017 2018 2019
Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran
Hidup
301,7 209,5 138,3 180,7
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2020
Perkembangan Angka Kematian Ibu Provinsi Gorontalo selama 3 tahun terakhir dalam kurun waktu tahun 2018 sampai 2019 mengalami fluktuasi. Angka kematian ibu tahun 2018
mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun 2017, namun ditahun 2019 kembali mengalami peningkatan. Tahun 2017 sebesar 209,5 per 100.000 kelahiran hidup menurun menjadi 138,3 per 100.000 kelahiran hidup ditahun 2018, sedangkan di tahun 2019 mengalami kenaikan menjadi 180,7 per 100.000 kelahiran hidup.
Gambar 2.15
Angka Kematian Ibu Kabupaten/Kota se-Provinsi Gorontalo Tahun 2019
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2019
Jumlah kejadian kematian Ibu Hamil dan Melahirkan di Provinsi Gorontalo tahun 2019 sebanyak 40 orang, dan kejadian terbanyak berada di Kabupaten Boalemo. Faktor penyebab terbesar kematian ibu hamil saat melahirkan diantaranya karena pendarahan sebesar 32,5 persen, Jantung Paru sebesar 32,5 persen, Hipertensi dalam masa kehamilan sebesar 17,5 persen, Emboli air sebesar 7,5 persen dan lainnya sebesar 10 persen. Untuk menekan angka kematian ibu hamil saat melahirkan tersebut, berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Provinsi Gorontalo diantaranya pendampingan dan sosialisasi kepada ibu hamil beresiko selama masa kehamilan sampai pada saat melahirkan dan pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada Bumil KEK. Kaderisasi tenaga kesehatan agar ibu hamil mengkonsumsi makanan bergizi, memperbanyak pelatihan, gerakan senam ibu hamil, dan mengintensifkan koordinasi dengan bidan dan memanfaatkan sarana kesehatan yang terdekat. Pemberian tablet penambah darah melalui puskesmas atau pada saat pendampingan juga dilakukan dalam rangka upaya mengurangi angka kematian ibu.
2.2.2.2.2 Angka Kematian Bayi, Balita dan Neonatal
Angka kematian bayi, balita dan neonatal merupakan indikator penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena kondisi ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi.
Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian, serta kemampuan masyarakat dalam memperoleh makanan bergizi, akses terhadap layanan kesehatan, akan tercermin secara jelas terhadap indikator Angka Kematian Bayi, Balita dan Neonatal. Dengan demikian indikator tersebut juga merupakan tolok ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan pemerintah khususnya di bidang kesehatan.
Angka 357,1 344,1 284,2 183,3 81,4 73,3 180,7
Lahir Hidup 2.800 2.325 2.815 2.728 7.371 4.093 22.132
Tabel 2.29
Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita dan Neonatal (AKB, AKABA dan Neonatal) Provinsi Gorontalo Tahun 2016 – 2019
Indikator 2016 2017 2018 2019
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2020
Angka Kematian Bayi Tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,1 poin yaitu sebesar 11,5 per 1000 kelahiran hidup dibanding tahun 2018 sebesar 11,6 per 1.000 kelahiran hidup.
Demikian halnya dengan Angka Kematian Balita yang mengalami kenaikan dari 11,4 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2018 meningkat menjadi 18,3 per 1.000 kelahiran hidup tahun 2019. Berbeda halnya dengan Angka Kematian Neonatal Provinsi Gorontalo tahun 2019 mengalami penurunan dari 8,90 per 1000 kelahiran hidup tahun 2018 menjadi 7,47 per 1000 kelahiran hidup tahun 2019.
Gambar 2.16
Angka Kematian Bayi Kabupaten/Kota se-Provinsi Gorontalo Tahun 2019
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2019
Jumlah kematian Bayi selama tahun 2019 sebanyak 240 kejadian, tertinggi berada di Kabupaten Boalemo sebesar 53 kejadian. Penyebab kematian pada kelompok umur ini disebabkan oleh Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 27,9 persen dan Asfiksia sebanyak 19,2 persen, Diare 5,8 persen, kelainan bawaan 5,8 persen, Pneumonia 3,8 persen dan masalah lainnya 37,5 persen.
Pemerintah Provinsi Gorontalo tetap berupaya melakukan pendampingan kepada Ibu Hamil Perbaikan Gizi selama kehamilan dalam rangka menekan Angka Kematian Bayi. Upaya lainnya dilakukan melalui peningkatan pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan, keberhasilan
Kab. Gorut Kab.
Lahir Hidup 2.325 2.800 2.815 2.728 4.093 7.371 22.132
program KB, serta semakin baiknya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Dalam usaha meminimalkan AKB diperlukan penanganan yang intensif baik dari faktor eksternal maupun internal, antara lain melalui keberadaan penolong persalinan yang mumpuni dan kemudahan akses ke tempat pelayanan kesehatan serta peningkatan perawatan bayi seperti pemberian asupan makanan yang cukup serta pemberian ASI dan imunisasi.
Persentase Desa UCI adalah suatu kondisi dimana minimal 80 persen bayi yang ada didesa tersebut mendapatkan imunisasi dasar lengkap (IDL).
Gambar 2.17
Persentase Desa UCI per Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo Tahun 2019
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2019
2.2.2.2.3 Angka Usia Harapan Hidup
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk. Peningkatan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, dengan mengutamakan pada upaya promotif dan preventif, Peningkatan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alkes dan makanan. Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk suatu Negara atau wilayah. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas.
Angka Harapan Hidup (AHH) pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka usia harapan hidup pada waktu lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya.
Tabel 2.30
Angka Usia Harapan Hidup (AHH) Provinsi Gorontalo Tahun 2016 - 2019
Indikator 2016 2017 2018 2019
Angka Usia Harapan
Hidup (Tahun) 67,13 67,14 67,28 67,45
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2019
Melalui program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan, berpengaruh terhadap tingkat Usia Harapan Hidup Masyarakat. Angka Usia Harapan Hidup (UHH) Provinsi Gorontalo yang mengalami peningkatan, dari 67,14 tahun pada tahun 2017, menjadi 67,28 tahun pada 2018. Sedangkan pada tahun 2019 UHH meningkat menjadi 67,45.
2.2.2.2.4 Prevalensi Kekurangan Gizi
Gambaran prevalensi status gizi Balita diperoleh dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang menjadi salah satu dasar untuk menetapkan kebijakan berbasis bukti status gizi masyarakat yang hanya dilakukan 3-5 tahun sekali. Hasil yang berhasil dipotret adalah prevalensi gizi kurang/kekurangan gizi (underweight) pada anak usia di bawah lima tahun (Balita) serta prevalensi pendek dan sangat pendek (stunting) pada anak usia di bawah dua tahun (Baduta). Prevalensi kekurangan gizi tahun 2019 mencapai 26,16 persen, capaian ini mengalami peningkatan di banding tahun 2013 sebesar 26,10 persen.
Perbaikan status gizi masyarakat antara lain melalui perbaikan status gizi anak balita. Namun demikian, dari data Dinas Kesehatan Provinsi, tercatat Persentase Balita Gizi Buruk tahun 2019 sebesar 6,8 persen, meningkat dibanding tahunn 2018 sebesar 2,5 persen. Pemerintah Provinsi Gorontalo terus berupaya dalam perbaikan gizi antara lain melalui kegiatan Penyuluhan tentang PHBS, Pola Asuh Balita dan Penyehatan Lingkungan (Jamban dan Air Bersih) serta Pemberian Makanan Tambahan pada Balita Gizi Buruk.Dari upaya yang dilakukan pemerintah terhadap penanganan gizi buruk di Provinsi Gorontalo, menunjukkan bahwa Tingkat capaian indikator kinerja persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan dengan indikasi medis maupun tanpa indikasi medis yang terdeteksi telah dirawat, baik itu rawat inap di TFC, puskesmas perawatan dan di rumah sakit maupun rawat jalan di puskesmas non perawatan dan rumah sakit pada tahun 2018 telah mencapai target.
2.2.2.2.5 Prevalensi Stunting
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa.
Gambar 2.18
Prevalensi Stunting Provinsi Gorontalo 2015-2019
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Riskesdas 2019
Kasus stunting Provinsi Gorontalo Tahun 2019 sebesar 24,0 persen, menurun signifikan dari tahun 2018 sebesar 31,4 persen. Keberhasilan penurunan prevalensi stunting di Gorontalo tidak lepas dari Peran Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam hal perbaikan gizi tidak hanya mendorong ketersediaan makanan, namun dengan mengintervensi sampai pada tingkat keluarga untuk megubah pola hidup sehat.
2.2.2.2.6 Angka kesakitan (Mordibitas)
Angka kesakitan (morbiditas) merupakan cermin dari situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Gorontalo. Beberapa indikator morbiditas penyakit tertentu yang merupakan keterkaitan dengan komitmen global. Program utama untuk menekan angka kesakitan adalah dengan mengembangkan sistem surveilans epidemiologi berbasis masyarakat, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan vektor penyakit lainnya, pengawasan pemeriksaan kualitas air dan lingkungan, perbaikan sarana air bersih dan sanitasi dasar, pengembangan program desa sehat, sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat dan revitalisasi Posyandu. Indikator angka kesakitan / Morbiditas yaitu TBC, HIV/AIDS, Malaria dan penyakit Demam Berdarah (DBD).
Berdasarkan WHO melalui Global Tuberculosis Report Tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia sebagai penyumbang penderita TBC terbanyak setelah India.
Diperkirakan kasus TBC baru (insidensi) di Indonesia adalah 395 per 100.000 penduduk (total kasus TB 1.020.000). Program Penanggulangan TBC selain melakukan kegiatan promosi aktif dan pencegahan, juga melakukan kegiatan deteksi dini dimana dilakukan penemuan penderita TBC secara intensif, aktif dan masif berbasis keluarga dan masyarakat serta pemberian pengobatan sampai sembuh.
Total kasus TB BTA+ di Provinsi Gorontalo untuk tahun 2019 sebanyak 3.644 kasus, jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2018 sebanyak 2.653 kasus.
Sementara angka kesembuhan juga cenderung meningkat dari tahun 2018 angka kesembuhan TB BTA+ 89,1% mengalami meningkat menjadi 92,5 % di tahun 2019. Untuk Kasus TB BTA+
di Gorontalo tahun 2019, tertinggi berada di Kabupaten Gorontalo sebanyak 1.186 kasus, sementara terendah berada di Kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 279 kasus.
Selain itu, prevalensi kasus HIV dan AIDS Provinsi Gorontalo mengalami penurunan sebagaimana yang ditunjukkan pada grafik dibawah ini. Berbagai program telah dilaksanakan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS. Penanganan intensif secara
40,7 37,6 32,3 31,4 24,0
0 50
2015 2016 2017 2018 2019
Prevalensi Stunting
Prevalensi Stunting
menyeluruh dan terpadu untuk mencegah dan menanggulangi HIV AIDS perlu digalakkan diantaranya sosialisasi pencegahan HIV AIDS pada kelompok potensial.
Gambar 2.19
Jumlah Penderita HIV/AIDS Provinsi Gorontalo Tahun 2017 s/d 2019
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2019
Untuk membantu peningkatan kesehatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah provinsi melalui program Jamkesta telah membantu pelayanan kesehatan gratis sesuai UU RI Nomor 40 tahun 2004. Untuk tahun 2019, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah memberikan jamkes kepada 205.584, meningkat dibanding tahun 2018 sebanyak 197.631 jiwa, dengan total anggaran Jamkesta tahun 2019 sebesar Rp. 49.423.184.250,00
,-Disamping itu pemanfaatan akses air bersih dan kelayakan sanitasi untuk meningkatkan hidup bersih dan layaknya kehidupan masyarakat juga terus dikembangkan, dimana untuk melihat tingkat kelayakan hidup penduduk yang sehat dapat dilihat dari Persentase rumah tangga pengguna air bersih yang sehat di provinsi Gorontalo tahun 2019 sebesar 77,9 persen. Angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar 62,88 persen.
Dalam rangka optimalisasi pelayanan Kesehatan perlu ditunjang dengan dengan ketersediaan sarana kesehatan dan ketersediaan tenaga medis.
Tabel 2.31
Rasio Tenaga Kesehatan di Provinsi Gorontalo Tahun 2019
No Tenaga Kesehatan
Rasio per 1.000 penduduk
2018 2019
Target Realisasi Target Realisasi
1 Dokter Spesialis 0,07 0,08 0,07 0,11
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2020
Kota
Pohuwato Kab. Bonbol Kab. Gorut Provinsi
2017 27 26 15 9 16 9 102
Tahun 2019 rasio dokter spesialis per satuan penduduk sebesar 0,11 per 1.000 penduduk meningkat dibanding tahun 2018 sebesar 0,08 per 1.000 penduduk, sementara rasio dokter gigi sebesar 0,01 per 1.000 penduduk, dokter umum 0,22 per 1.000 penduduk. Sementara rasio tenaga medis (perawat) sebesar 1,95 per 1.000 penduduk, bidan 1,20, apoteker sebesar 0,29, dan nutrisionis sebesar 0.34 per 1.000 penduduk. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa Gorontalo masih sangat kekurangan Tenaga kesehatan. Untuk rasio tenaga dokter sudah cukup baik, namun permasalahan yang ada adalah tingkat sebaran dokter yang masih belum merata.
Dari aspek sarana pelayanan kesehatan. Di Provinsi Gorontalo hingga tahun 2019 terdiri dari RSUD sebanyak 9 unit, RS Swasta 4 unit, sehingga total Rumah Sakit di Provinsi Gorontalo sejumlah 13 unit, dengan rasio per 1.000 penduduk sebesar 0,007 dari target 0,007 per 1000 penduduk, rasio puskesmas 0,08 per 1.000 penduduk, rasio puskesmas pembantu sebesar 0,20 per satuan penduduk. Untuk pelayanan kesehatan anak jumlah posyandu di Provinsi Gorontalo sebanyak 1.284 unit, dengan rasio 11,49 per satuan balita.
2.2.2.3 Urusan Pekerjaan Umum