• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

3. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Istilah UMKM merujuk pada aktivitas usaha yang didirikan oleh masyarakat, baik berbentuk usaha perorangan maupun badan usaha. Dalam perekonomian Indonesia, UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kwantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai 99 orang. (Ulfah, 2016, hal. 4)

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Bab I Pasal 1 disebutkan pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu:

1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tujuan pemberdayaan UMKM disebutkan dalam Bab IV Pasal 5, yaitu: 1) Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,

berkembang, dan berkeadilan

2) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri

3) Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja,

pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan

pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 juga disebutkan dalam Bab IV Pasal 6 meengenai kriteria UMKM, yaitu:

1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak

Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari

Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliyar lima ratus juta rupiah).

3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari

Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). (Indonesia U.-U. R., 2008)

b. Kriteria UKM

Secara umum, ada banyak UKM dengan kriteria yang berbeda. Berikut ini beberapa di antaranya:

1) Manajemen Bisnis Sendiri

UKM sangat berbeda dengan waralaba. Perbedaannya yang mencolok terletak pada manajemen bisnis. Apabila waralaba memiliki manajemen bisnis yang ditentukan oleh pihak franchisor, maka UKM tidak. Pemilik UKM memiliki kebebasan untuk bertindak dan mengambil keputusan sendiri terkait dengan kemajuan usahanya.

2) Modal Usaha Terbatas

UKM memiliki modal terbatas, karena pada umumnya modal hanya berasal dari pemilik usaha atau bisa jadi sekelompok kecil orang yang ikut menginvestasikan uangnya untuk modal UKM tersebut.

3) Karyawan Kebanyakan dari Penduduk Lokal

Pada umumnya, UKM mengambil karyawan dari penduduk lokal. Hal ini dikarenakan dua hal. Pertama, pemilik UKM ingin memberdayakan penduduk lokal agar bisa bekerja secara mandiri di daerah tersebut. Kedua, adanya keterbatasan biaya untuk menggaji karyawan yang berasal dari daerah luar. 4) Bersifat Usaha Keluarga

Pada umumnya, UKM bersifat usaha keluarga. Dalam artian, usaha ini dijalankan dan dikembangkan sendiri oleh pemilik usaha bersama keluarganya. Setelah berkembang cukup besar, pemilik UKM mempekerjakan penduduk sekitar dengan sistem seperti keluarga.

5) Posisi Kunci Dipegang oleh Pemilik

Maju-mundurnya UKM tergantung sepenuhnya oleh pemilik usaha. Dalam hal ini, berarti sistem untuk menjalankan atau memajukan usaha tidak diajarkan kepada karyawan atau orang yang menjadi kepercayaan.

6) Modal Usaha Berasal dari Keuangan Keluarga

Kebanyakan UKM tidak mengandalkan modal dari pihak luar, seperti investor atau bank, tetapi dari keuangan keluarga, sehingga memungkinkan tercampurnya keuangan keluarga dan perusahaan. Modal dari pihak luar hanya dibutuhkan ketika pemilik UKM ingin mengembangkan usaha tersebut ke luar daerah.

7) Menuntut Motivasi Tinggi

Untuk memajukan UKM, pemilik usaha dituntut untuk memiliki motivasi yang tinggi. Motivasi tersebut meliputi motivasi untuk melakukan promosi secara besar-besaran, membuat situs bisnis, membuat strategi marketing online serta

8) Menggunakan Teknologi Sederhana dalam Proses Produksi Pada umumnya, UKM masih menggunakan teknologi sederhana dalam proses produksinya. Teknologi sederhana yang dimaksud disini adalah alat-alat yang masih tradisional dan belum canggih, sebagaimana yang ada belakangan ini. (Nayla, 2014, hal. 17-20)

c. Jenis-jenis Perusahaan dalam Lingkup UKM

Terdapat tiga jenis perusahaan yang masuk dalam lingkungan UKM, yaitu perusahaan manufaktur (manufacturing), dagang (merchandising), dan jasa (service). Ketiga perusahaan tersebut mempunyai karakteristik masing-masing, di mana karakteristik tersebut menjadi pembeda antara jenis perusahaan yang satu dengan lainnya. Karakteristik tersebut secara ringkas dapat dipahami sebagai berikut:

1) Perusahaan manufaktur (manufacturing) adalah perusahaan yang melakukan pembelian atas bahan baku, kemudian melakukan pengolahan bahan baku tersebut mnjadi bahan setengah jadi, dan bahan jadi untuk dijual atau dipasarkan. Contoh: perusahaan kain, minyak goreng, rokok, tisu, sepatu, penerbitan buku, dan sebagainya.

2) Perusahaan dagang (merchandising) adalah perusahaan yang melakukan pembelian atas produk (barang jadi), kemudian menjualnya langsung kepada konsumen atau pelanggan tanpa mengolah kembali produk yang telah dibeli tersebut. Contoh: minimarket, swalayan (berskala kecil), toko pakaian (grosir atau eceran), toko sembako (grosir eceran), toko kelontong (grosir atau eceran), dan sebagainya.

3) Perusahaan jasa (service) adalah perusahaan yang kegiatan utamanya menyediakan layanan jasa (bukan barang atau produk) untuk pelanggan. Contoh: laundry, agen naskah, jasa konsultasi hukum, jasa konsultasi skripsi, tailor, salon

kecantikan, salon potong rambut, bengkel service, dan sebagainya. (Nayla, 2014, hal. 23-24)

d. Perbedaan UMKM dengan Perusahaan Besar

Berdasarkan pengertian UMKM di atas, kita dapat mengetahui perbedaanya dengan perusahaan besar. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek:

1) Asset

Asset yang dimiliki oleh UMKM menurut UU No.20 th 2008 maksimal adalah Rp 10.000.000.000,- saja, sedangkan pada perusahaan besar kekayaan lebih dari Rp 10.000.000.000,-.

2) Omset

Omset yang diperoleh UMKM sesuai UU No. 20 th 2008 maksimal Rp 50.000.000.000,-, sedangkan di atas itu masuk kategori perusahaan besar.

3) Jumlah Karyawan

Dari segi jumlah karyawan, merujuk dari definisi yang dikemukakan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa UMKM memiliki karyawan maksimal 99 orang. Jika karyawan lebih dari 99 orang maka masuk ke dalam kategori perusahaan besar.

Selain itu perbedaan antara UMKM dengan perusahaan besar dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:

Tabel 2. 1

Perbedaan UMKM dengan Perusahaan Besar

UMKM Perusahaan Besar

Dikelola/dipimpin sendiri oleh pemiliknya

Dikelola/dipimpin oleh

manajer professional

Struktur organisasi

sederhana, terjadi

perangkapan jabatan

Struktur organisasi jelas, spesialisasi pekerjaan

Kesulitan untuk mendapatkan tambahan modal usaha (akses pada lembaga keuangan cukup sulit)

Perolehan modal lebih mudah

Belum menerapkan

sistem akuntansi yang memadai

Sudah menerapkan sistem akuntansi yang memadai

(Ulfah, 2016, hal. 6-7)

e. Peran UMKM Bagi Perekonomian Bangsa

Pada faktanya, UMKM memiliki peran yang dominan bagi pembangunan perekonomian di Indonesia. Oleh karena itu, kemajuan usaha di sektor UMKM menjadi sebuah keharusan demi terciptanya kesejahteraan rakyat Indonesia yang seluas-luasnya dan merata.

Berikut berbagai peran UMKM bagi kemajuan dan pembangunan perekonomian Indonesia:

1) Penyumbang Terbesar Nilai Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah sebuah ukuran makro ekonomi yang memperlihatkan kemampuan suatu negara dalam memproduksi barang dan jasa dalam kurun waktu tertentu. Hal tersebut mencerminkan kekuatan ekonomi suatu negara. Indonesia merupakan salah satu anggota negara G20 yang merupakan kumpulan 20 negara penghasil PDB terbesar di dunia.

Menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada 2009, Porsi UMKM adalah sebesar 58,17% terhadap jumlah PDB (berdasarkan tahun dasar 2000). Kemudian, pertumbuhan sektor UMKM dari 2005 hingga 2009 sebesar

24,01%, sedangkan Usaha Besar hanya 13,26%

memiliki peran yang besar bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia.

2) Daya Serap Tenaga Kerja Terbesar

Daya serap tenaga kerja merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai peran suatu sektor ekonomi. Hal tersebut membuktikan bagaimana peran sektor ekonomi tersebut dalam menyediakan lapangan kerja dan sekaligus berperan sebagai pengurang masalah pengangguran. Selain itu, juga berperan dalam mengatasi masalah sosial lainnya tidak hanya di bidang ekonomi.

Masih menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM, pada 2009 sektor UMKM memiliki daya serap tenaga kerja sebesar 97,3% dari total angkatan kerja di Indonesia. Atau sebesar 96.211.332 orang dari total angkatan kerja di Indonesia sebesar 98.886.003 orang. Data tersebut membuktikan secara fakta besarnya peran UMKM bagi kehidupan masyarakat Indonesia.

3) Entrepreneurship Sebagai Solusi Masalah Perekonomian Bangsa

Peran Entrepreneurship atau Kewirausahaan dalam literatur Teori Ilmu Ekonomi yang dikemukakan oleh seorang ekonom kenamaan di masa lampau Joseph.A.Schumpeter (1883-1950) tentang siklus ekonomi yang intinya menyatakan bahwa sebuah perekonomian akan tumbuh dan berkembang karena adanya inovasi dalam proses produksi. Inovasi tersebut hanya bisa dilakukan oleh seorang entrepreneur atau wirausahawan. Sebab, seorang wirausaha merupakan pelaku ekonomi yang menjadikan suatu hal dari tak bernilai menjadi suatu hal yang bernilai. Oleh karena itu, jelaslah peran Kewirausahaan di sektor UMKM memiliki peran besar sebagai

solusi masalah perekonomian bangsa ini. (Isnawan, 2012, hal. 4-6)

4. Standar Akuntansi Keuangan Entitas, Mikro, Kecil dan Menengah

Dokumen terkait