BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Usaha Mikro dan Kecil
Pengertian Usaha mikro dan kecil tidak selalu sama pada setiap negara, tergantung pada konsep yang digunakan negara tersebut. Usaha Mikro dapat mencakup paling sedikit dua aspek yaitu penyerapan tenaga kerja dan pengelompokkan perushaaan dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dapat diserap.
2.4.1 Pengertian Usaha Mikro
Adapun beberapa definisi usaha mikro sebagai berikut
1. Berdasarkan Undang – Undang No. 20 tahun 2008 pasal 1, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Badan Pusat Statistik, Usaha Mikro mempunyai pekerja lima orang, termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar.
3. Bank Indonesia, Usaha Mikro yaitu usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin, dimiliki keluarga, sumber daya lokal dan teknologi sederhana. Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry.
4. Bank Dunia, Usaha mikro merupakan usaha gabungan atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang. Usaha mikro merupakan usaha untuk mempertahankan hidup yang kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman beskala kecil.
2.4.2 Pengertian Usaha Kecil
Usaha kecil merupakan sebutan yang ringkas dari usaha sekala kecil sebagai terjemahan dari istilah small scale enterprise yang mengacu pada perusahaan yang melakukan aktivitas produktif, mengomninasikan faktor-faktor produksi dan menghasilkan barang dan jasa, memasarkan dan mencetak keuntungan dimana pemilik adalah pengelola sekaligus administrator dari perusahaannya (Pandji, 2011 : 47). Adapun berdasarkan Undang – Undang No. 20 tahun 2008 pasal 1, usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2.4.3 Kriteria Usaha Mikro dan Kecil
Adapun kriteria usaha kecil dan mikro sesuai yang termaktub dalam Undang – Undang No. 20 tahun 2008 pasal 6 adalah :
a. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00. tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 tidak termasuk dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00
2.4.4 Keunggulan Dan Permasalahan Usaha Mikro Dan Kecil
Partomo dan soedjoedono (2002 : 13) menyebutkan beberapa keunggulan UMK terhadap usaha besar sebagai berikut :
a. Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi pengembangan produk.
b. Hubungan kemanusiaan yang akrab dalam usaha kecil. c. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak.
d. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat disbanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.
e. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.
Adapun permasalahn yang sering dihadapi oleh UMK adalah (kuncoro, 2007 : 368) :
a. Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dispisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan
b. Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman.
c. Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin kuat.
d. Masalah akses terhadap teknologi, terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan atau grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah.
e. Masalah memperoleh bahan baku, terutama karena adanya persaingan ketat dalam memperoleh bahan baku
f. Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi
g. Masalah tenaga kerja karena sulit memperoleh tenaga kerja yang terampil.
2.4.5 Kelemahan UMK di Indonesia
Terdapat beberapa kelemahan dalam proses pengembangan UMK (usaha Mikro dan kecil) di Indonesia yang menghambat pertumbuhan dan daya saingnya kurang progresif. Menurut Hubeis (2009 : 2) kelemahan itu disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. SDM lemah dalam kewirausahaan dan manajerial. 2. Keterbatasan keuangan.
3. Ketidak mampuan aspek pasar.
4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana.
6. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku usaha besar (usaha besar).
7. Tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama. 8. Sering tidak memenuhi standar.
9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas.
2.4.6 Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
Dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan.
Untuk itu perlu diperhatikan bahwa peran UMK strategis untuk menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UMK tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMK, pemerintah, swasta dan masyarakat setempat. Strategi pemberdayaan UMK yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam (Kuncoro, 2010 : 197) :
1. Aspek menejerial, yang meliputi: peningkatan produktivitas/omzet/tingkat utilisasi/tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran dan pengembangan sumber daya manusia.
2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% ari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit. 3. Mengembangkan program kemitraan dengan usaha besar baik lewat sistem
Bapak angkat, PIR, keterkaitan hulu – hilir (forward linkage), keterkaitan hilir – hulu (backward linkage), modal ventura ataupun subkontrak.
4. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan). Lembaga Amil Zakat mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara atau Intermediasi dalam aktivitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik maka Lembaga Amil Zakat tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi ditujukan untuk membantu usaha mikro dan kecil agar dapat meningkatkan skala usahanya. Hal ini berarti jika usaha mikro dan kecil dapat memanfaatkan jasa Lembaga Amil Zakat maka akan meningkatkan nilai tambah sehingga upaya peningkatan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi Lembaga Amil Zakat termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh UMK.