• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Penerapan Peraturan Perundang Undangan Pertambangan Yang Berwawasan Lingkungan Hidup

4. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

Pasal 1 butir 11 Undang undang nomor 4 tahun 2009, memberikan batasan bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya disebut dengan IUPK adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.

Pejabat yang berwenang memberikan IUPK adalah Menteri ESDM, dengan memperhatikan kepentingan daerah. Pemberian IUPK dilakukan dengan prinsip satu izin untuk satu tambang, dalam hal ini Menteri memberikan untuk 1 (satu) jenis Mineral logam atau Batubara dalam 1 (satu) WIUPK. Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 74 dari Undang-Undang nomor 4 tahun 2009, sebagai berikut :

2. IUPK sebagimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) jenis Mineral logam atau Batubara dalam 1 (satu) WIUPK.

3. Pemegang IUPK sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) yang menemukan Mineral lain di dalam WIUPK yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya.

4. Pemegang IUPK yang bermaksud mengusahakan Mineral lain sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), wajib mengajukan permohonan IUPK baru kepada Menteri,

5. Pemegang IUPK sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dapat menyatakan tidak berminat untuk mengusahakan Mineral lain yang ditemukan tersebut. 6. Pemegang IUPK yang tidak berminat untuk mengusahakan Mineral lain yang

ditemukan sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) wajib menjaga Mineral lain tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain.

7. IUPK untuk Mineral lain sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) dan Ayat (5) dapat diberikan kepada pihak lain oleh Menteri.

Sebagai dasar pertimbangan pemberian IUPK sebagaimana ditetapkan Pasal 75 Ayat (1) adalah Pasal 28 Undang-undang nomor 4 tahun 2009, yaitu :

a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri, b. sumber devisa negara,

c. kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana. d. berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi; e. daya dukung lingkungan; dan/atau

f. penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.

Pertimbangan untuk memberikan IUPK di atas sifatnya alternatif atau kumulatif, karena Menteri ESDM dalam memberikan izin tersebut tidak seluruh unsur harus dipertimbangkan.Apabila dipandang salah satu unsur sudah dapat dipertimbangkan untuk pemberian izin, unsur-unsur lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi.100

a. Dikembalikan, pemegangIUP atau IUPK dapat menyerahkan kembali IUP atau IUPK nya dengan menyampai pernyataan secara secara tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dan disertai dengan alasan yang jelas antara lain sudah selesai pekerjaannya, atau menghadapi kendala yang mengalami kesulitan untuk meneruskan pekerjaannya. Pengembalian IUP atau IUPK akan dinyatakan sah setelah disetujui oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dan setelah pemegang izin bersangkutan memenuhi kewajibannya.

Semua izin yang diterbitkan pemerintah pada waktunya nanti akan berakhir karena suatu alasan. Izin-izin untuk kepentingan pertambangan pada prinsipnya berakhir dengan alasan yang sama satu dengan lainnya. Di dalam Pasal 117 dari Undang-undang nomor 4 tahun 2009 disebutkan bahwa IUP dan IUPK berakhir karena alasan-alasan yaitu:

100

b. Dicabut, IUP atau IUPK dapat dicabut oleh pejabat pemberi izin sesuai dengan kewenangannya dengan alasan sebagai berikut:

1) Pemegang izin tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan.

2) pemegang izin melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud undang-undang ini; atau

3) pemegang izin dinyatakan pailit.

c. Habis masa berlakunya, apabila jangka waktu yang ditentukan dalam IUP dan IUPK telah berakhir dan pemegangnya tidak mengajukan permohonan peningkatan atau perpanjangan tahap kegiatan atau pengajuan permohonan tetapi tidak memenuhi persyaratan, IUP dan IUPK tersebut menjadi berakhir masa berlakunya.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, terdapat peraturan perundang-undangan sebagai landasan yuridis untuk mewujudkan pengelolaan pertambangan sumber daya Mineral dan berwawasan lingkungan hidup, yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 sebagai ketentuan hukum pertanahan yang mengatur hak-hak atas tanah yang terdapat dilapisan bumi, Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 merupakan ketentuan hukum pertambangan Mineral dan Batubara yang mengatur pengolahan sumber daya Mineral dan Batubara yang terdapat di dalam bumi mulai dari permukaan tanah sampai ke dalaman tertentu yang terhampar dalam satu kawasan yang luasnya 25

(dua puluh lima) hektare101. Pemegang IUP Eksplorasi Mineral logam diberi WIUPdengan luas paling sedikit 5.000 (lima ribu) hektare dan paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare.102

Selain itu pula terdapat ketentuan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pertambangan yaitu Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan sebagai ketentuan untuk mewujudkan pertambangan Mineral dan Batubara yang berwawasan lingkungan hidup. Ketentuan ini merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh Pemerintah agar setiap perusahaan untuk bersungguh-sungguh memperhatikan lingkungan hidup supaya dapat dicegah atau

Dari ketentuan di atas, bahwa pengaturan terhadap lapisan bumi diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria, sedangkan ketentuan yang berhubungan dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya Mineral dan Batubara diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2009. Sehingga terdapat keterkaitan batubara diantara ketentuan tersebut dalam melakukan aktivitas pertambangan secara yuridis dan menetapkan kewenangan diantara pemegang hak yang diberikan oleh ketentuan tersebut.

101Pasal 22 dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, luas maksimal wilayah pertambangan rakyat, yang sudah dikerjakan sekuarn-kurannya 15 (lima belas) tahun.

102

diminimalkan terjadinya kerusakan dalam lingkungan hidup terutama pasca pertambangan.103

Selanjutnya untuk mengetahui implementasi peraturan perundang-undangan hak atas pengelolaan pertambangan dalam pemanfaatan sumber daya Mineral dan Batubara yang berwawasan lingkungan, apakah sudah optimal pengaturannya dapat dilakukan sinkronisasi,104 atas ketiga Undang-undang yang menjadi dasar hukum aktivitas pertambangan tersebut. Sinkronisasi atas peraturan tersebut untuk mengetahui dari sektor eksternal penyebab belum dapat diimplementasinya ketentuan yang berhubungan dengan pertambangan Mineral dan Batubara dalam mewujudkan pertambangan yang berwawasan lingkungan hidup. Sinkronisasi dapat dilakukan secara horizontal dan vertikal105

Sinkronisasi secara vertikal ketiga undang-undang tersebut didasari oleh ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengingat Mineral dan Batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam

103Peraturan Pemerintah 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca tambang. Pembangunan berkelanjutan pada daerah bekas tambang akan menjadi promosi yang terbaik terhadap industri pertambangan untuk beroperasi di daerah lainnya.

104Sinkronisasi ini berdasarkan hirachie perundang-undangan, psl 7 (1) dari Undang-undang Nomor 10 tahun 2004, UUD 1945, Undang-undang/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.

105Secara horizontal pengkajian sesuai dengan hirachie peraturan perundang dari ketentuan yang peringkatnya lebih tinggi, sedangkan sinkronisasi secara vertikan pengkajian antara ketentuan yang setara antara undang-undang dengan undang, peraturan pemerintah dengan peraturan pemerintah.,.. dstnya.

bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. Penjabaran dari substansi tersebut dikemukan dalam Penjahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup laiinnya.

Sinkronisasi secara vertikal terdapat perbedaan yang mendasar antara Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 dengan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009, Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 bersifat Undang-Undang Pokok yang penjabarannya aturannya dilaksanakan dengan Undang-Undang, Peraturan-perundang-undangan, sedangkan kedua Undang-undang tersebut di atas bersifat Sektoral dan ini berimplikasi pada semakin beragamnya aturan tentang pengelolaan sumber-sumber agraria terutama tanah. Beragamnnya

tautan ini menyebabkan disharmonisasi hukum yang justru melahirkan persoalan-persoalan hukum disatu sisi, disisi lain memperdalam ketimpangan strukur agraria.106

Secara vertikal Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 harus dijabarkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah sebagaimana telah diuraikan di atas, terutama yang menyangkut mengenai kewenangan pada tingkat Pemerintah, provinsi dan kabupaten kota untuk membentuk peraturan agar ketentuan itu dapat dilaksanakan secara optimal dalam mewujudkan pengelolaan pertambangan berwawasan lingkungan hidup. Terdapat kesamaan asas yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, baik di dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 yaitu asas yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan Mineral dan Batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.107

- Prosedur dan penetapan wilayah pertambangan yang dilakukan oleh Pemerintah berdasarkan data-data yang diperoleh dilapangan dari hasil Implementasi dari ketentuan tersebut di atas dalam prosedur kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

106Dari data konflik agraria tahun 2011 terdapat 163 kasus, 97n kasus diperkebunan, 36 kasus disektor kehutanan, 21 kasus disektor infrastruktur, 8 kasus disektor pertambangan...Oki Hajiansyah Waha. Dlm Jurnal Ius Univ Mataram 2013.

107Instrumennya adalah izin lingkungan sebagaimana ditetapkan Pasal 36 Undang-undang Nomor 32 gtahun 2009 dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan Pasal 2.

penelitian, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 4 tahun 2009

- Menetapkan bentuk wilayah pertambangan yang terdiri atas Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dan Wilayah Pencadangan Negara.

- Bupati/ Walikota berkewajiban mengumumkan sesuai dengan asas publitas mengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka. Pengumumannya dilakukan dengan cara menempelkan pada kantor bupati/walikota, melalui mas media agar mudah diketahui oleh masyarakat.108

- Pemberian Usaha Pertambangan kepada badan usaha, koperasi dan perseorang dengan cara lelang.

Apabila terdapat suatu wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR, maka diprioritaskan untuk ditetapkan pemerintah sebagai WPR.

109

- Perusahaan pertambangan harus melengkapi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain izin lingkungan.

- Pemerintah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), dalam hal ini dapat diberikan oleh Menteri, Gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan

108

Konsekuensi dengan melakukan pengumuman tersebut adalah memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan apabila ada yang merasa dirugikan. Keberatan tersebut dapat dipandang sebagai salah satu kontrol dari masyarakat.

109Usaha pertambangan pada dasarnya dikelompokkan 2 (dua), yaitu pertambangan Mineral dan pertambangan Batubara.

kewenangannya. Pemberian izin ini dapat dilakukan secara bertahap, yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi.110

- Berakhirnya izin di bidang pertambangan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 hanya mengatur untuk IUP dan IUPK. Pasal 117 menetapkan bahwa IUP dan IUPK berakhir karena alasan-alasan yaitu dikembalikan, di cabut izinnya, dan habis masa berlakunya.

---

110 IUP Eksplorasi merupakan pemberian izin tahap pertama, kegiatannya meliputi, penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. IUP Operasi produksi sebagai pemberian izin sesuai IUP Eksplorasi, kegiatannya, konstruksi, penambangan, pengolahan dan permurnian serta pengangkutan dan penjualan.

Dokumen terkait