• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha Pertanian Skala Besar dan Kecil

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Ekonomi

2.4. Teori Pembangunan Pertanian

2.4.3 Usaha Pertanian Skala Besar dan Kecil

Usaha pertanian di Indonesia dicirikan oleh dua hal yaitu; usaha pertanian skala besar yang lazimnya dikelola oleh perkebunan Negara atau swasta dan sekala kecil yang lazimnya disebut dengan usaha pertanian rakyat. Kedua macam usaha tani ini mempunyai cirri khas, sehingga keduanya relatif lebih mudah dibedakan.

Dari klasifikasi yang lazim dipakai dalam member arti sektor pertanian, maka usaha tani skala besar ini disebut perkebunan Negara atau swasta untuk membedakannya dengan perkebunan rakyat biasanya diusahakan dalam skala usaha yang lebih sempit. Komoditi perkebunan biasanya dibedakan menjadi dua yaitu yang berumur panjang dan yang berumur pendek. Sebagai contoh, perkebunan besar yang ada di Indonesia terdapat 10 komoditi utama yang

diusahakan yaitu karet, kelapa sawit, kopi, cacao, teh, cengkeh, kapok, kina dan serat. Kesepuluh komoditi ini adalah yang berumur panjang atau yang lain dinamakan tanaman tahunan (perennial crops). Disamping itu adapula komoditi perkebunan yang berumur pendek seperti tebu, tembakau, rami, dan kapas.

Untuk menentukan skala prioritas pengembangan usaha kecil yang punya prospek dapat dilihat dari indikator :

1. Keadaan dan prospek pemasaran 2. Ketersediaan bahan baku.

3. Minat untuk berusaha dan kewirausahaann. 4. Prasarana dan sarana pendukung

5. Potensi pertumbuhan, kaitan sektoral multiplier effect, keterampilan tenaga kerja, skala ekonomis dan teknologi.

6. Kebijaksanaan pemerintah daerah dan pusat yang menyangkut pengembangan komoditi (Indonesia Bank dan USU: 1992).

Beberapa hal yang peru diantisipasi pada era globalisasi dalam kaitannya dengan mekanisme pembangunan pertanian adalah aspek-aspek sebagai berikut:

Pendekatan Teknologi

Dengan mudahnya memperoleh akses informasi maka perubahan teknologi akan berjalan semakin cepat. Teknologi pertanian yang sederhana secara perlahan akan tergantikan dengan teknologi baru seperti teknologi jaringan

Perubahan Harga

Karena majunya pertanian di berbagai Negara maka harga pertanian akan bersaing. Negara yang semula “diam” kini “menggeliat” merebut pasar dunia; sementara ituNegara yang semula menguasai pasar dunia sudah berjalan begitu maju.

Meningkatnya Jumlah Produsen

Akibat lebih lanjut dari kemajuan suatu Negara dan juga akibat pengaruh majunya teknologi dan akses informasi menyebabkan jumlah produsen menjadi bertambah. Misalnya, Indonesia mengimpor beras, kini justru kelebihan beras.Dahulu asparatus diimpor kini Indonesia sudah mengusahakan sediri. Negara lain seperti Vietnam yang dahulu “diam” karena sibuk dilanda peperangan, kini justru ekspor besar. Dengan kata lain jumlah produsen di banyak Negara terus bertambah dan ini akan berpengaruh pada produk pertanian di dalam negri.

Menurunnya Harga

Produsen yang semakin bertambah, akses informasi yang semakin cepat diperoleh, teknologi yang modern, menyebabkan harga produk pertanian cenderung menurun. Hal ini menuntutnya perlunya efisiensi usaha pertanian agar produk pertanian dalam negeri dapat bersaing dengan produk pertanian di negeri lain.

Menurunnya Lahan Pertanian

Lambat atau cepat, industri didalam negeri akan semakin meningkat sehingga hal ini akan mengurangi areal atau lahan subur yang tersedia. Perumahan, jalan (transportasi), pabrik-pabrik dan sebagainya juga akan mengurangi lahan pertanian. Hal ini ditambah lagi dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, sehingga rata-rata pemilikan lahan menjadi lebih sempit.

Meningkatnya Kesadaran Kesehatan

Dengan meningkatnya kesehatan yang ada di masyarakat, maka diperlukan produk pertanian yang bebas dari pestisida. Hal ini sudah terbiasa menggunakan pestisida.

Perubahan Iklim

Kini seringkali iklim sulit diramalkan. Permulaan musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK) sulit diramalkan sehingga hal ini menyulitkan petani dalam memulai usaha taninya.

Pembiayaan Usahatani

Kini sudah terlanjur terjadi ekonomi biaya tinggi di mana biaya perunit produk sudah relative tinggi sehingga harga produk menjadi tinggi pula. Bila nantinya subsidi hasil pertanian atau input dikurangi, maka biaya produksi akan meningkat pula. Oleh karena itu perlu ada upaya efisiensi.

Perubahan Pola Hidup

Ada kecenderungan bahwa meningkatnya tingkat hidup masyrakat akan mempengaruhi macam produk hasil pertanian. Makin tinggi tingkat pendapatan

makin tinggi kualitas produk yang dikonsumsi. Hal ini akan mempengaruhi proses produksi pertanian.

Pertani Indonesia terutama yang berkecimpung dalam sektor pertanian tanaman pangan umumnya merupakan petani yang bersifat subsistence (petani tradisional). Kebanyakan hidup mereka berada pada tingkat memprihatinkan. Petani-petani tersebut memiliki cirri antara lain :

1. Modal kecil, dalam hal ini tenaga kerja kadang merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan.

2. Teknologi yang digunakan sangat sederhana. 3. Pasar terbatas.

4. Usaha perluasan pasar selalu terbentur pada kendala peraturan.

5. Dalam pembiayaan usahatani, mereka tidak memiliki akses terhadap dunia perbankan.

6. Biasanya petani kecil memiliki posisi tawar menawar (bargaining position) yang lebih rendah disbanding pedagang atau usaha-usaha di luar sektor pertanian.

7. Usahatani kecil lebih sulit merespon teknologi karena terbatasnya kualitas SDM mereka (Suryana dan Mardianto: 2001).

Pesatnya pertumbuhan produksi padi pada periode pelita I-III tidak terlepas dari dukungan penyesuaian pupuk dan kebijakan harga pupuk yang kondusif. Selain itu perluasan areal tanam telah difasilitasi dengan investasi irigasi yang cukup intensif. Dengan dihapuskannya subsidi pupuk dan dibebaskannya jalur distribusi (Desember 1998) memberikan dampak positif terhadap pasar

pupuk, yakni terjadi persaingan yang sehat antara pelaku bisnis pupuk. Dan kondisi ini memberikan dampak positif bagi petani antara lain :

1. Pupuk tersedia dalam jumlah yang cukup ditingkat petani 2. Harga pupuk relatif stabil

3. Berkembangnya kios-kios pengecer pupuk dengan harga kompetitif (Suryana dan Mardianto: 2001)

Dari aspek distribusi keragaman potensi wilayah dalam menghasilkan produk pangan khususnya beras disertai dengan perubahan kebiasaan berkonsumsi menyebabkan masalah distribusi pangan semakin berperan penting. Ketimpangan antara produksi dengan konsumsi menyebabkan harga berfluktuasi. Dalam hal ini peranan penyangga harga dan produksi menjadi penting. Masalah akan muncul apabila petani baik secara individual maupun kelompok tidak mampu mengendalikan produk pangan sejak dari produksi, distribusi dan pengelolaan pendapatan (Sumodiningrat: 2001).

Berdasarkan kecenderungan-kecenderungan tersebut diatas maka indikasi produk pertanian yang diusahakan adalah sebagai berikut:

1. Produk pertanian yang mempunyai nilai tambah tinggi;

2. Produk pertanian yang diusahakan di lahan yang relatif sempit; 3. Penggunaan teknologi yang modern (maju);

4. Pemasarannya dalam bentuk produk sekunder (tanaman singkong tidak dijual singkongnya tetapi derivates-nya seperti pati, sorbito dsb); dan