• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Usulan Pelestarian

Sebagai identitas kota sekaligus sebagai pusat aktivitas perdagangan dan pemerintahan kota, perlu dilakukan tindakan pelestarian yang terencana dengan memperhatikan faktor eksternal maupun internal kawasan. Sebagai solusi dari potensi dan permasalahan diatas, dapat diusulkan upaya pelestarian sebagai berikut:

1. Melakukan revisi kebijakan yang menegaskan kembali kawasan Kebayoran Baru sebagai kawasan pemugaran secara lebih holistik dan terintegrasi dalam konsep pembangunan kota yang juga mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan historis. Untuk itu diusulkan pembagian zona kawasan menjadi zona inti dan zona penyangga sebagai solusi dari kebutuhan komersial dan pemukiman yang semakin meningkat. Zona inti diterapkan pada kawasan yang dinilai perlu untuk dipertahankan karena tidak mengalami banyak perubahan tata guna lahan dan masih banyak bangunan asli yang dilestarikan. Sedangkan zona penyangga adalah bagian kawasan yang telah banyak mengalami perubahan baik secara visual maupun perubahan tata guna lahan. Zona penyangga ini berfungsi sebagai area pengaman dari tekanan eksternal terutama penetrasi komersial. Usulan pembagian zonasi dapat dilihat pada Gambar 49.

Pembagian zonasi didasarkan pada kecenderungan perubahan lahan yang terjadi dewasa ini di dalam kawasan terutama perubahan menjadi area komersial, perubahan menjadi area pemukiman mewah (apartemen) serta area permanent belt of agriculture yang kini telah terkonversi menjadi pemukiman dengan KDB tinggi.

Menurut hasil pengamatan, kecenderungan terjadinya penetrasi komersial tersebut banyak terjadi di sepanjang Jl. Radio Dalam, Jl. KH. Ahmad Dahlan dan daerah bekas permanent belt of agriculture yang kini dikenal sebagai Wijaya Barat dan Wijaya Timur serta area residensial Pakubuwono dan Gandaria. Sebagian besar dari area yang terkonversi ini tercatat sebagai kawasan pemukiman hingga tahun 2008 namun pada penerapannya, area tersebut banyak digunakan sebagai lahan komersial.

Selain mengalami perubahan fungsi, bangunan di daerah ini juga mengalami perubahan visual yang sebagian besar dipugar dengan tidak mengindahkan kebijakan pemugaran.

Sedangkan daerah yang telah terkonversi sebelumnya atau yang telah terkonversi lebih dari 20 tahun terutama di sekitar blok M yaitu Jl. Iskandarsyah, Jl. Hasanuddin, Jl. Panglima Polim dan Jl. Melawai Raya dimasukkan ke dalam zona inti karena kawasan ini telah memberi karakter tersendiri ke dalam wilayah Kebayoran dalam jangka waktu yang lama. Kawasan Blok M juga dimasukkan ke dalam zona inti karena meskipun memiliki integritas visual yang rendah karena terdapat bangunan-bangunan komersial baru dengan desain modern, namun kawasan ini dinilai dapat mewakili kasawan komersial yang telah direncanakan sejak awal. Selain itu masih terdapat beberapa bangunan komersial yang masih melestarikan desain awalnya.

Sedangkan untuk daerah yang dulunya merupakan permanent belt of agriculture seperti daerah Wijaya Timur dan Barat serta sekitar Jalan Gandaria dan Pakubuwono dimasukkan ke dalam zona penyangga karena selain telah mengalami konversi lahan menjadi area terbangun dengan KDB cukup tinggi, daerah-daerah tersebut juga tidak direncanakan sebagai areal terbangun. Khusus untuk wilayah ini, diharapkan adanya penambahan vegetasi dan ruang publik yang ditujukan untuk menyatukan karakter sebagai bagian dari kota taman dan mengembalikan ciri area tersebut yang pada awalnya direncanakan sebagai RTH.

Sebagai tindak lanjut dari revisi kebijakan tersebut, perlu dilakukan penyusunan golongan pemugaran yang baru yang tidak hanya berorientasi pada bangunan namun juga RTH yang bernilai historis dan memiliki nilai integritas tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga karakter kota taman yang pada akhirnya merupakan perwujudan identitas kota. Kebijakan baru ini diharapkan dapat mempertimbangkan karakter atau identitas kawasan ini sebagai Kota Taman dan tingkat integritas kawasan serta peruntukannya sebagai daerah resapan dalam RTRW DKI Jakarta 2005-2010 yang akan dilakukan sebagai acuan dalam tindakan selanjutnya.

2. Sebagai tindak lanjut dari revisi kebijakan yang diusulkan pada poin pertama, perlu dilakukan upaya melengkapi aspek legal termasuk penetapan insentif dan disinsentif atas upaya pemugaran yang telah dilakukan oleh masyarakat. Insentif yang disarankan untuk diberikan adalah berupa keringanan PBB. Sedangkan disinsentif yang dimaksud adalah berupa sanksi hukum atas pelanggaran yang terjadi. Pelanggaran yang dimaksud dapat berupa upaya mengkonversi peruntukan lahan maupun upaya pemugaran bangunan yang tidak sesuai dengan kebijakan yang berlaku.

Selain itu perlu dilakukan pula penyusunan petunjuk teknis untuk diimplementasikan dalam kawasan sesuai dengan yang telah ditetapkan pada revisi kebijakan.

Acuan petunjuk teknis yang diusulkan dalam studi ini yaitu:

• Untuk mengimplementasi kebijakan RTH dan kebijakan penetapan kawasan sebagai daerah resapan air serta meningkatkan karakter sebagai kota taman, perlu dilakukan upaya sebagai berikut:

a) Meningkatkan presentase RTH.

b) Merehabilitasi RTH yang ada dengan memperhatikan desain awal dan visual lingkungan sekitarnya.

c) Menambah vegetasi peneduh.

d) Melestarikan vegetasi asli terutama pohon-pohon peneduh di tepi jalan yang menjadi salah satu ciri kawasan selama keberadaannya tidak membahayakan pengguna.

e) Meningkatkan KDH dan jumlah vegetasi pada area pemukiman yang pada awalnya dikonsepkan sebagai permanent belt of agriculture.

f) Melakukan rekonstruksi RTH semaksimal mungkin dapat mendekati seperti yang telah direncanakan dalam konsep awal, terutama RTH dalam kota. Misalnya dengan melakukan penertiban bangunan atau fasilitas yang berada pada wilayah RTH baik jalur hijau maupun taman.

Gambar 50. Contoh Upaya Penertiban Fasilitas Umum yang Berada pada kawasan RTH; penutupan SPBU di Blok N

• Tindakan pelestarian lingkungan yang disarankan pada zona inti adalah:

a) Mempertahankan landuse dan melakukan penertiban terhadap penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW yang berlaku

b) Mempertahankan pola blok dan jarak jalan

c) Mempertahankan proporsi dan tipologi bangunan asli

d) Mengembalikan fungsi RTH publik yang saat ini telah terkonversi menjadi area perdagangan dan jasa

e) Melestarikan vegetasi asli terutama pohon-pohon peneduh di sepanjang jalan selama keberadaannya tidak membahayakan pengguna

f) Mempertahankan dominasi vegetasi besar dan kanopi pohon yang rapat

g) Melakukan rehabilitasi RTH, semaksimal mungkin mengikuti konsep awal pembangunan dengan memperhatikan desain awal dan kondisi visual saat ini

h) Menambah jumlah pohon peneduh terutama di wilayah-wilayah yang jumlah vegetasinya telah berkurang seperti di Jl. Senopati, Jl. Suryo, Jl. Sisingamangaraja, Jl. Wolter Monginsidi, Jl. Panglima Polim serta jalan-jalan lainnya untuk memperkuat ciri khas kota taman serta memberikan kesatuan karakter (unity) dengan wilayah lainnya

i) Untuk kawasan komersial, bangunan yang tidak memiliki niai kesejarahan dapat dipugar dengan memperhatikan desain awal dan visual lingkungan di sekitarnya.

• Tindakan pelestarian lingkungan yang disarankan pada zona penyangga adalah:

a) Perubahan penggunaan lahan harus mengacu pada RTRW yang berlaku

b) Perubahan fasad bangunan harus mengikuti kebijakan penggolongan pemugaran bangunan

c) Mempertahankan pola blok

d) Bangunan yang masih mempertahankan bergaya arsitektur asli perlu dilestarikan (di Blok A, B dan C)

e) Keberadaan RTH ditingkatkan

f) Mempertahankan dan merawat RTH yang ada

g) Menambah vegetasi peneduh dan melestarikan vegetasi asli terutama di jalan-jalan utama

h) Mengeluarkan dan mensosialisasikan pedoman teknis pemugaran untuk masyarakat

3. Sebagai tindak lanjut dua poin usulan diatas, perlu dilakukan sosialisasi kebijakan dan guidelines yang telah ditetapkan baik kepada masyarakat maupun kepada aparatur terkait. Selain itu perlu juga dilakukan koordinasi dalam upaya implementasi serta penegakan hukum atas pelanggaran yang terjadi.

Dokumen terkait