• Tidak ada hasil yang ditemukan

USU USUUSU Kategori Perokok Status Sosioekonomi r = 0,195 p < 0,135 n = 60 Uji Korelasi Spearman

Hasil di Tabel 5.5.6.2 menunjukkan nilai p= 0,135 di mana status sosioekonomi orang tua mahasiswa merokok tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kategori perokok. Nilai korelasi sebanyak 0,195 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah.

5.6 5.6

5.65.6 PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan HasilHasilHasilHasil PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian

mengetahui korelasi usia, jenis kelamin, status sosioekonomi dan ketergantungan mahasiswa USU terhadap nikotin dan kategorinya sebagai perokok.

5.6.1 5.6.1

5.6.15.6.1 KorelasiKorelasiKorelasiKorelasi UsiaUsiaUsiaUsia MahasiswaMahasiswaMahasiswaMahasiswa USUUSU yangUSUUSUyangyangyang MerokokMerokokMerokokMerokok TerhadapTerhadapTerhadapTerhadap KetergantunganKetergantunganKetergantunganKetergantungan Nikotin

Nikotin NikotinNikotin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 85% proporsi mahasiswa yang berusia 19-23 tahun lebih banyak merokok dibanding dengan yang berusia 24-28 tahun yaitu hanya 15%. Hal tersebut didukung oleh laporan SUSENAS (2004) bahwa sekitar 34,4% penduduk Indonesia yang usia 15 tahun keatas mempunyai kebiasaan merokok.

Uji statistik didapati nilai r= 0,184, terdapat korelasi yang sangat lemah antara usia dengan ketergantungan mahasiswa terhadap nikotin artinya semakin bertambah usia belum tentu seseorang ketergantungan nikotin. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian Park et al. 2012 yaitu ketergantungan nikotin dipengaruhi oleh dua aspek yaitu nikotinik reseptor dan metabolisme nikotin dimana kedua ini dipengaruhi oleh usia. Namun hingga sekarang masih belum ada penelitian yang dapat membuktikan secara jelas tentang korelasi usia dengan ketergantungan terhadap nikotin (Parket al., 2012).

5.6.2 5.6.2

5.6.25.6.2 KorelasiKorelasiKorelasiKorelasi JenisJenisJenisJenis KelaminKelaminKelaminKelamin MahasiswaMahasiswa USUMahasiswaMahasiswaUSUUSUUSU yangyangyangyang MerokokMerokokMerokokMerokok TerhadapTerhadapTerhadapTerhadap Ketergantungan

Ketergantungan

KetergantunganKetergantungan Nikotin.Nikotin.Nikotin.Nikotin.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah perokok dalam kalangan laki-laki lebih besar daripada perempuan yaitu sebanyak 95% manakala perokok perempuan hanya 5%. Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, prevalensi perokok pria 67% lebih besar daripada wanita yaitu 2,7%. Hal lain yang mendukung hasil penelitian adalah data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang menunjukkan prevalensi perokok di Indonesia tertinggi yaitu sebanyak 28,4% dimana laki-laki sebanyak 52,4% dan 3,3% perempuan.

Hasil uji statistik diperoleh nilai r= -0,103 yang artinya terdapat korelasi negatif antara jenis kelamin dengan ketergantungan mahasiswa terhadap nikotin di mana jenis kelamin tidak menyebabkan terjadinya ketergantungan nikotin pada seseorang. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachiotis et al. (2008) yang mencatat bahwa kecenderungan ketergantungan merokok pada laki-laki lebih tinggi dibanding dengan perempuan. Perbedaan juga terdapat pada hasil penelitian dimana perempuan lebih banyak ketergantungan terhadap nikotin daripada laki-laki (Perkins et al., 2001), Penelitian Perkins et al. tahun 2001 menunjukkan bahwa laki-laki memiliki angka keberhasilan berhenti merokok lebih tinggi daripada perempuan dan kebanyakan perempuan khawatir akan peningkatan berat badan apabila mereka berhenti merokok. Stres, depresi dan kurang pergaulan sosial adalah beberapa sebab perempuan tidak berhasil berhenti merokok. WHO 2010 juga mengatakan hal yang sama bahwa aspek kritikal yang membuatkan perempuan merokok adalah untuk mengontrol berat badan dan penurunan nafsu makan.

5.6.3 5.6.3

5.6.35.6.3 KorelasiKorelasiKorelasiKorelasi StatusStatusStatusStatus SosioekonomiSosioekonomiSosioekonomiSosioekonomi MahasiswaMahasiswa USUMahasiswaMahasiswaUSUUSUUSU yangyangyangyang MerokokMerokokMerokokMerokok TerhadapTerhadapTerhadapTerhadap Ketergantungan

Ketergantungan

KetergantunganKetergantungan NikotinNikotinNikotinNikotin

Status sosioekonomi mahasiswa menunjukkan sebagian besar mahasiswa berasal daripada keluarga dengan status sosioekonomi atas yaitu sebanyak 51 orang (85%) manakala mahasiswa dengan status sosioekonomi menengah sebanyak 7 orang (11,7%) dan rendah sebanyak 2 orang (3,3%). Uji statistik menunjukkan nilai r= -0,226 dimana status sosioekonomi berkorelasi negatif dengan ketergantungan mahasiswa terhadap nikotin. Hasil penelitian Paavola et al., 2004, bahwa anak-anak daripada keluarga status sosioekonomi tinggi lebih banyak merokok dari yang berstatus sosioekonomi rendah. Selain itu Scragg, pada tahun 2002 menyatakan bahwa terdapat assosiasi yang sangat positif antara jumlah uang saku yang diterima oleh mahasiswa dengan risiko merokok. Mahasiswa yang menerima lebih dari 30 US dollars dalam satu bulan terbukti tidak bergantung kepada teman-teman untuk

terjadinya hal tersebut adalah sikap orang tua sendiri yang merupakan sumber utama memberikan uang saku yang berlebihan kepada anak-anak. Penelitian ini sama dengan di Finland Timur yang mengungkapkan bahwa anak-anak dari para pekerja yang berpendapatan rendah lebih banyak merokok dan memiliki risiko tertinggi untuk menderita penyakit-penyakit yang berhubungan dengan tembakau dan potensial jatuh dalam kondisi kesehatan yang buruk akibat pajanan bahan berbahaya dari lingkungan dan tempat kerja yang diperberat oleh tingginya merokok dan ketergantungan nikotin (Artana, Rai, 2009)

5.6.4 5.6.4

5.6.45.6.4 KorelasiKorelasiKorelasiKorelasi UsiaUsiaUsiaUsia MahasiswaMahasiswaMahasiswaMahasiswa USUUSU yangUSUUSUyangyangyang MerokokMerokokMerokokMerokok terhadapterhadapterhadapterhadap KategorinyaKategorinyaKategorinyaKategorinya sebagai

sebagai

sebagaisebagai PerokokPerokokPerokokPerokok

Hasil uji statsistik menunjukkan r=0,018 dimana terdapat korelasi sangat lemah antara usia mahasiswa merokok dan kategorinya sebagai perokok. Hal ini menunjukkan bahwa usia tidak tentunya berkontribusi kepada peningkatan jumlah batang rokok yang dihisap per hari. Usia 19-23 tahun menunjukkan jumlah perokok yang tinggi daripada usia 24-28 tahun dan hal ini terbukti benar apabila data daripada National Center for Health Statistics tahun 2005 menunjukkan bahwa prevalensi merokok tinggi antara usia 18-24 tahun dan perokok ringan dikatakan sebagai chippers. Faktor yang memicu mahasiswa merokok pada usia ini adalah kekurangan keyakinan diri, merasakan diri powerlessness dan berlakunya isolasi sosial (Ennett, Bauman, 1993).

5.6.5 5.6.5

5.6.55.6.5 KorelasiKorelasiKorelasiKorelasi JenisJenisJenisJenis KelaminKelaminKelaminKelamin MahasiswaMahasiswa USUMahasiswaMahasiswaUSUUSUUSU yangyangyangyang MerokokMerokokMerokokMerokok terhadapterhadapterhadapterhadap Kategorinya

Kategorinya

KategorinyaKategorinya sebagaisebagaisebagaisebagai PerokokPerokokPerokokPerokok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara jenis kelamin dan kategori perokok mahasiswa USU dimana nilai r= -0,184, artinya jenis kelamin tidak menyebabkan peningkatan jumlah batang rokok yang dihisap per hari.

Berdasarkan data di Tabel 5.4.1, diketahui bahwa kategori perokok mahasiswa USU berada di tingkat ringan berarti ada kemungkinan jenis kelamin bukan faktor utama menentukan kategori perokok mahasiswa. Peningkatan perokok laki juga disebabkan oleh faktor penampilan di mana laki-laki dikatakan lebih maskulin dan terlihat cool apabila merokok (Nichter et al., 2006). Hal ini berbeda dengan penelitian yang mengatakan bahwa college smoking popular dalam kalangan kedua jenis kelamin (Everett et al., 1999; Rigotti et al., 2000; Nichter et al., 2006). Hasil data penelitian National College Health Risk Behavior Survey menunjukkan bahwa daripada 70% mahasiswa yang merokok didapati perempuan lebih giat merokok daripada laki-laki. Mereka juga terdiri daripada frequent smokers,daily smokers dan ever-daily smokers yang memicu kepada perokok berat. (Everettet al.,1999).

5.6.6 5.6.6

5.6.65.6.6 KorelasiKorelasiKorelasiKorelasi StatusStatusStatusStatus SosioekonomiSosioekonomiSosioekonomiSosioekonomi MahasiswaMahasiswa USUMahasiswaMahasiswaUSUUSUUSU yangyangyangyang MerokokMerokokMerokokMerokok terhadapterhadapterhadapterhadap Kategorinya

Kategorinya

KategorinyaKategorinya sebagaisebagaisebagaisebagai PerokokPerokokPerokokPerokok

Dalam penelitian ini terdapat korelasi yang sangat lemah antara status sosioekonomi mahasiswa USU yang merokok dan kategorinya sebagai perokok di mana nilai r= 0,195 artinya status sosioekonomi belum tentu memicu kepada terjadinya peningkatan jumlah batang rokok yang dihisap per hari. Walaupun dapat dilihat bahwa persentase mahasiswa yang merokok kebanyakannya berasal daripada status sosioekonomi atas dan sebagian besar kategori perokok mahasiswa USU masih dalam kategori ringan tetapi penelitian Hanson 2007, memberikan hasil yang sebaliknya yaitu intensitas merokok lebih tinggi pada kelompok perokok dengan status sosioekonomi yang rendah. Orang tua yang memiliki status sosioekonomi yang rendah cenderung menjadi contoh perilaku merokok terhadap anak remajanya. Hal ini bisa mendorong mahasiswa dengan status sosioekonomi rendah untuk menjadi perokok berat (Kalesanet al.2006).

KESIMPULAN KESIMPULAN KESIMPULAN

KESIMPULAN DANDANDANDAN SARANSARANSARANSARAN

Dokumen terkait