BAB IV LAPORAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN TENTANG
4.1 Laporan Hasil Penelitian
Pada bagian ini, penulis hendak mengemukakan hasil penelitian yang meliputi studi dokumen, laporan hasil observasi dan laporan wawancara. Selama penelitian berlangsung penulis menyiapkan studi dokumen serta pedoman observasi dan wawancara.
4.1.1 Hasil Studi Dokumen
Hasil studi dokumen diperoleh penulis melalui bidang tata usaha dari SLB Bhakti Luhur Malang dan guru wali kelas dari kelas tunagrahita XC. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjadi pelengkap dalam menguji validasi data dan pemaparan kondisi secara nyata di SLB Bhakti Luhur Malang.
Ada lima poin penting yang akan diuraikan dalam hasil studi dokumen ini, berikut adalah uraiannya:
4.1.1.1 Sejarah Bhakti Luhur Malang
Bhakti Luhur merupakan yayasan yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan. Yayasan Bhakti Luhur melayani siswa yang berkebutuhan khusus.
Yayasan Bhakti Luhur memiliki beberapa jenjang mulai dari TK hingga SMA.
Bhakti Luhur didirikan dengan dasar pelayanan serta cinta kasih, sehingga mereka semua yang melayani memiliki visi yaitu: terwujudnya peserta didik berkebutuhan khusus yang mandiri dan berakhlak mulia dilandasi dengan cinta kasih. Sedangkan misinya adalah untuk mewujudkan peserta didik yang mampu menghayati dan mengamalkan Pancasila, membekali keterampilan kerja sesuai dengan bakat dan minat siswa, mewujudkan lingkungan sekolah yang ramah bagi anak berkebutuhan khusus dan mengoptimalkan bimbingan bersama anak berkebutuhan khusus (https://www.bhaktiluhur.org/profil-jawa/malang/, 2022).
Berdasarkan visi dan misi yang telah disusun oleh SLB Bhakti Luhur Malang, lembaga pendidikan ini mengutamakan kesejahteraan bagi siswa. Para guru dan perawat diajarkan untuk mendidik siswa berkebutuhan khusus dengan cinta kasih. SLB Bhakti Luhur menyadari bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang istimewa dan memiliki keunikan masing-masing. Siswa SLB Bhakti Luhur merupakan karya ciptaan Allah yang unik, mereka mampu mewarnai segala aspek dalam kehidupan untuk mau mensyukuri segala keunikan yang ada dalam diri mereka masing-masing. Untuk mengenal lebih lanjut tentang SLB Bhakti Luhur, penulis akan menguraikan tiga bagian untuk membahas sejarah Bhakti Luhur dengan isi sebagai berikut:
4.1.1.2 Tahun berdiri Bhakti Luhur Malang
Yayasan Bhakti Luhur adalah yayasan sosial yang memiliki perhatian secara khusus kepada para penyandang cacat dan cenderung istimewa. Yayasan Bhakti luhur berdiri secara resmi pada tanggal 5 Agustus 1959 di Madiun. Seiring berjalannya waktu, di tahun 1975, Pusat Bhakti Luhur dipindahkan ke Kota
Malang. Yayasan Bhakti Luhur memiliki visi dan misi untuk melayani anak berkebutuhan khusus. Bhakti Luhur memahami bahwa penyebab dari terhambatnya perkembangan fisik, mental maupun psikis para siswa adalah latar belakang sosial ekonomi keluarga maupun sekitarnya.
Hingga saat ini, Bhakti Luhur berkembang menjadi salah satu yayasan sosial bagi penderita cacat yang terbesar di Indonesia yang memiliki 400 wisma yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia dengan lebih dari 2000 anak-anak di dalamnya, serta kurang lebih 700 perawat yang tinggal bersama anak-anak tersebut.
Dalam Program Resolusi Bersumberdaya Masyarakatnya (RBM), Bhakti Luhur telah berkarya di 15 provinsi di Indonesia dengan 40 Pusat Rehabilitasi Masyarakat (Puremas), yang telah mengintervensi dan merehabilitasi lebih dari 5000 penyandang cacat. Bhakti Luhur memiliki moto untuk terus merangkul penyandang cacat yang membutuhkan bimbingan agar bisa didampingi dan diinklusikan ke dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat (https://www.bhaktiluhur.org/profil-jawa/malang/, 2022).
4.1.1.3 Profil Bhakti Luhur Malang
SLB Bhakti Luhur memiliki perawat yang disebar ke desa dan daerah yang jauh dari pusat kota untuk hidup bersama dengan kaum yang kurang perhatian.
Mereka mendampingi kaum penyandang cacat yang miskin dan ditelantarkan untuk diberdayakan dan dididik. Melalui rehabilitasi bersumberdaya masyarakat ini, mereka mengubah mental masyarakat terhadap penyandang cacat. Para perawat bekerja dalam kelompok masyarakat yang ada di daerah-daerah tertentu. Para perawat memulai dengan mewujudkan Injil dalam pelayanan bagi kaum miskin yang sulit terjangkau oleh struktur yang ada. Perawat Bhakti Luhur hidup serumah
bersama para penyandang cacat. Para perawat Bhakti Luhur bekerja sama dengan semua aspek dalam Yayasan seperti para pengurus dan donatur. Ada beberapa komunitas dalam Bhakti luhur yaitu kelompok persaudaraan kasih (PERKASIH) dan Legio Maria untuk pengembangan iman dan amal bersama dengan masyarakat setempat serta komunitas lokal. Adapun anak-anak yang dilayani oleh Bhakti Luhur meliputi berbagai jenis kecacatan yang dilansir dari https://www.bhaktiluhur.org/profil-jawa/malang/ yaitu:
Tabel 7. Kategori Siswa SLB Bhakti Luhur Malang
4.1.1.4 Fasilitas
Di Yayasan Bhakti Luhur, terdapat banyak fasilitas untuk menunjang perkembangan bagi siswa maupun perawat yang tinggal bersama. Secara umum bidang karya sebagai fasilitas Yayasan Bhakti Luhur meliputi:
Tabel 8. Fasilitas SLB Bhakti Luhur Malang 1. Tunanetra
2. Tunarungu dan Tunawicara 3. Tunagrahita
4. Tunadaksa 5. Tunalaras 6. Tunaganda 7. Epilepsi
8. Kasus Medis: Katarak, Bibir sumbing, Gondok, TBC dan lain-lain
1. Pendidikan luar biasa untuk anak cacat (PLB) dan pembina anak cacat
2. Klinik Bimbingan dan Testing Psikologi
3. Asrama dan wisma bagi anak-anak dari semua jenis kecacatan 4. Terapi dan pembinaan (vision therapy)
5. Terapi wicara (speech therapy) 6. Terapi Okupasi (occupational terapy) 7. Workshop latihan kerja dan bengkel
4.1.1.5 Siswa Tunagrahita yang ada di SLB Bhakti Luhur Malang
Seperti pada poin sebelumnya, Yayasan Bhakti Luhur memiliki banyak kategori siswa dalam berbagai jenjang Pendidikan di sekolah. SLB Bhakti Luhur memiliki dua kategori siswa tunagrahita, yaitu tunagrahita ringan atau bisa disebut dengan tunagrahita C dan tunagrahita sedang sampai tunagrahita berat yang dicampur menjadi satu kelas yaitu kategori C1. Dalam pengelompokan kelas dibagi menjadi empat kelas di tingkat SMA yaitu siswa tunagrahita kelas XC, XIC, XIIC, dan tunagrahita kelas C1. Karena keterbatasan tempat, maka ada beberapa kelas yang diisi oleh dua jenjang kelas, contohnya adalah tunagrahita kelas XC dan XIIC digabung menjadi satu ruangan dengan dibatasi satu sekat.
Kategori jenjang kelas SMA yang ada di SLB Bhakti Luhur ini adalah pengelompokan berdasarkan usia, walaupun kemampuan siswa masih berada dalam segi pemikiran jenjang SMP, pengelompokan kelas tetap disusun berdasarkan usia siswa. Melalui penelitian yang telah dilaksanakan, penulis mempersempit penelitian agar lebih spesifik dalam penyusunan skripsi. Maka penulis membatasi penelitian pada siswa tunagrahita yang ada di kelas XC jenjang SMA. Dari kelas tersebut terdapat 13 siswa dengan 5 perempuan dan 8 laki-laki (https://www.bhaktiluhur.org/profil-jawa/malang/, 2022).
8. Terapi & Latihan Tuna Netra (low vision) 9. Terapi Tuna Ganda
10. Terapi Anak Autis
11. Terapi & Latihan Anak Cerebral Palsy
12. Sekolah pendidikan meliputi SD Integrasi, SMP Integrasi, SMK / SMPS, STPS
13. Latihan Kerja (vocational training) 14. Klinik Bimbingan & Konsultasi Psikologi
4.1.2 Hasil Observasi
Hasil observasi dilakukan berdasar pada pedoman observasi yang telah disusun oleh penulis. Penulis melakukan observasi partisipatif yang melibatkan peneliti secara langsung untuk berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. SLB Bhakti Luhur Malang merupakan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus yang dilandasi dengan Agama Katolik. Sebelum dan sesudah kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru dan siswa akan berdoa bersama. Siswa juga akan melaksanakan doa angelus bersama di jam 12.00 dan kegiatan berdoa tersebut dilakukan setiap hari. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru akan meminta siswa untuk berpartisipasi aktif dalam setiap materi yang diberikan.
Jadwal pelajaran Agama Katolik di kelas tunagrahita XC dilaksanakan pada hari Rabu pukul 08.00 – 09. 15 WIB. Siswa tunagrahita memiliki keterbatasan dalam berbahasa, maka guru menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami.
Guru memilih kosa kata yang mudah dipahami, contohnya kata produktif, klasifikasi, pergulatan, akan dihindari. Kata yang tepat untuk menggantikan kata tersebut agar lebih mudah dipahami oleh siswa tunagrahita adalah teratur, pengelompokan, persoalan dan lainnya. Siswa tunagrahita memiliki kesulitan dalam membedakan huruf yang bentuknya hampir sama. Contohnya dalam membedakan huruf d dengan b, m dengan n, dan lainnya.
Siswa tunagrahita kelas XC menggunakan bahan ajar siswa SMP kelas VII reguler. Siswa tunagrahita kelas XC di SLB Bhakti Luhur menggunakan kurikulum merdeka pada tahun 2022. Siswa tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengingat hal yang sudah diajarkan, sehingga belum tentu materi yang diberikan hari ini masih diingat pada pembelajaran minggu depan. Guru wali kelas menyusun modul
pembelajaran sendiri dengan lebih menyederhanakan bahasa dan tidak memberikan target pencapaian dalam pembelajaran (M. Wawan, Komunikasi Personal, 11 November 2022).
Dalam pembelajaran Agama Katolik di kelas, siswa memiliki peran penting dalam berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Siswa dapat berpartisipasi dalam kelas melalui dorongan guru untuk berkembang. Siswa tunagrahita kelas XC memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam setiap pembelajaran, hal itu dibentuk juga oleh guru melalui strategi pembelajaran yang digunakan. Pendidikan Agama Katolik mendorong siswa tunagrahita untuk mampu mewartakan Injil dalam sikap-sikapnya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa tunagrahita mampu menerapkan sikap yang diajarkan dalam Kitab Suci di lingkup sekolah maupun masyarakat. Contohnya adalah membantu membaca dan menuliskan tugas teman lain yang memiliki keterbatasan dalam baca tulis. Guru juga ikut membantu perkembangan siswa melalui hal kecil tersebut (M. Wawan, Komunikasi Personal, 11 November 2022).
4.1.3 Hasil Wawancara
Melalui pedoman wawancara, penulis menentukan responden yang tepat dan memenuhi kriteria yang ditetapkan. Berikut adalah profil responden:
4.1.3.1 Responden Utama
(1) Responden 8 (R8), Selli, guru magang dari IPI Malang semester V.
(2) Responden 9 (R9), Markus Wawan Jumiran, S. Ag, wali kelas tunagrahita XC.
(3) Responden 10 (R10), Yohana Fransiska Mai Muri, Kepala Sekolah
SLB Bhakti Luhur Malang.
4.1.3.2 Responden Pendukung
(1) Responden 1 (R1), Naomi Bora Situmorang, siswi kelas XC.
(2) Responden 2 (R2), Ambrosia Adenia Pangesti, siswi kelas XC.
(3) Responden 3 (R3), Evangelio Diyofanda, siswa kelas XC.
(4) Responden 4 (R4), Yatan, siswa kelas XC.
(5) Responden 5 (R5), Rangga Dwi Yoga, siswa kelas XC.
(6) Responden 6 (R6), Bruder Iyonterius Situmorang ALMA, kepala asrama laki-laki Gandaria, Dieng, Malang.
(7) Responden 7 (R7), Yohana Supriani, kepala asrama perempuan Seruni, Lowokwaru, Malang.
Penulis menemukan deskripsi strategi pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran Agama Katolik melalui wawancara yang dilakukan. Siswa tunagrahita kelas XC memiliki berbagai macam keterbatasan yang disadari oleh guru. Pembelajaran Agama Katolik yang berlangsung di kelas tunagrahita XC berjalan sesuai dengan kemampuan siswa. Ketika guru menjelaskan materi pembelajaran, siswa mendengarkan dengan baik dan berpartisipasi dalam tanya jawab. Namun dalam pembelajaran selanjutnya ketika diberi pertanyaan mengenai materi sebelumnya, siswa sudah lupa dan masih perlu dijelaskan ulang (M. Wawan, Komunikasi Personal, 11 November 2022).
Dalam pembelajaran, guru menggunakan media seperti gambar dan benda untuk membantu siswa ingat akan materi tersebut. Siswa tunagrahita lebih mudah untuk mengingat gambar dan video yang menarik daripada penjelasan dan membaca buku. Ada juga beberapa siswa yang keterbatasan dalam membaca dan
menulis sehingga media pembelajaran sangat sering digunakan guru untuk memberikan materi pembelajaran.
Responden dibagi menjadi dua yaitu responden utama dan pendukung.
Responden utama terdiri dari Selli sebagai guru magang (R8), Markus Wawan sebagai guru wali kelas (R9) dan Yohana Fransiska Mai Muri sebagai kepala sekolah SLB Bhakti Luhur (R10) Malang. Ketiga responden utama mengatakan bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh siswa tunagrahita bermacam-macam, contohnya adalah kesulitan konsentrasi, perbedaan kemampuan dan kurangnya inisiatif untuk aktif dalam pembelajaran. Responden utama menyadari keterbatasan siswa dan mengatasi hal tersebut dengan menyederhanakan materi dan melakukan pendekatan secara personal bisa dilakukan agar siswa dapat semakin mendalami imanya. Mereka juga memberikan pendapat bahwa budaya digital diperlukan dalam mengkaji pembelajaran Agama Katolik dan Budi Pekerti agar lebih menarik dan efektif (Lampiran 3, 83).
Responden pendukung terdiri dari 7 responden (R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7) yaitu lima siswa dan dua wali orang tua dalam asrama. Kedua wali orang tua yaitu bapak dan ibu asrama mengatakan bahwa cara membantu kesulitan siswa dalam belajar membutuhkan agenda atau pengajaran melalui gambar dan memberikan jeda waktu untuk bermain agar siswa tidak bosan. Pengajaran berdoa juga dilakukan setiap hari agar anak terbiasa dan bisa semakin mengenal sosok Yesus dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kelima siswa memberikan tanggapan bahwa mereka menyukai pelajaran Agama karena mudah diingat dan membantu siswa dekat dengan Yesus (Lampiran 3, 74).
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian