• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. VERIFIKASI DAN VALIDASI

7.3. Validasi

Validasi model dilakukan guna menjamin agar model investasi fuzzy sesuai tujuan pembentukannya. Validasi digunakan untuk menilai kesesuaian model investasi fuzzy dengan parameter yang telah ditetapkan dalam penelitian. Jika dalam validasi ternyata model dan proses yang berlangsung dalam model tidak menghasilkan kesesuaian dengan parameter dan sasaran yang ditetapkan dalam perencanaan, dilakukan perancangan dan pemodelan ulang sampai hasil validasinya menunjukkan kesesuaian dengan perencanaan (Sargent 1998, Marimin 2004, Kusumadewi 2002).

Sargent (1998) mengemukakan empat pendekatan dasar yang dapat dipilih untuk menetapkan kesahihan suatu model. Pendekatan validasi yang pertama adalah validasi secara subyektif oleh perekayasa atau pengembang model, yang dilakukan dengan berbagai uji dan evaluasi yang dilakukan pada setiap tahapan pengembangan model. Pendekatan subjektif tersebut paling sering diterapkan dalam pengembangan model (Sargent 1998).

Pendekatan yang kedua adalah validasi yang melibatkan pengguna. Pendekatan yang ketiga yaitu validasi yang dilakukan pihak independen atau uji kesahihan dilakukan oleh pihak lain. Pendekatan validasi yang keempat adalah uji kesahihan yang menggunakan penilaian dan pembobotan (scoring).

Sargent (1998) juga mengemukakan beberapa teknik validasi yang dapat dilakukan yaitu :

a. Animation: prilaku operasional model ditampilkan secara grafis sebagai model bergerak bersama waktu. Misalnya pergerakan komponen yang melintasi pabrik selama simulasi disajikan secara grafis.

b. Comparison to Other Models: Berbagai hasil (keluaran) model simulasi yang sedang divalidasi dibandingkan dengan hasil model lain yang terbukti valid. Misalnya, 1) kasus simulasi sederhana mungkin dibandingkan untuk mengetahui hasil model analitik, 2) model simulasi mungkin dibandingkan dengan model simulasi lain yang telah divalidasi.

c. Degenerate Tests: Degeneracy (penurunan) prilaku model diuji melalui seleksi nilai yang cocok terhadap input dan parameter internal. Misalnya, apakah nilai rata-rata pada urutan server tunggal terus meningkat berdasarkan waktu ketika laju kedatangan lebih besar dari laju service

d. Event Validity: Kejadian (event) yang terjadi pada model simulasi dibandingkan dengan sistem nyata untuk menentukan apakah mereka mirip. Contoh kejadian adalah kematian dalam simulasi kebakaran di sebuah departemen.

e. Extreme Condition Tests: Struktur dan keluaran model mestinya masuk akal untuk sembarang kombinasi level faktor ekstrim dalam sebuah sistem; jika dalam proses persediaan adalah nol, maka keluaran produksi juga mestinya nol.

f. Face Validity: yaitu menanyakan pendapat pakar tentang sistem itu apakah model dan/atau prilakunya bisa diterima. Teknik ini bisa digunakan dalam menentukan apakah logika model konseptual sudah benar dan apakah hubungan input-output model bisa diterima.

g. Fixed Values: Nilai tetap (misalnya konstanta) digunakan untuk berbagai variabel dan parameter input model. Hal ini memungkinkan untuk mengecek hasil model dengan mudah melalui nilai-nilai perhitungan.

h. Historical Data Validation: Jika tersedia data historis (atau jika data dikumpulkan pada sebuah sistem untuk membangun atau menguji model), bagian dari data digunakan untuk membuat model dan data sisanya digunakan untuk menentukan (uji) apakah model berjalan sebagaimana sistem itu bekerja.

i. Traces: Prilaku tipe-tipe yang berbeda pada entitas tertentu dalam model dilacak (diikuti) di setiap tahap model untuk menentukan bahwa logika model sudah benar dan akurasi yang diperlukan sudah diperoleh.

Validasi terhadap suatu model sangat tergantung pada teori dan asumsi yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan struktur dan persamaan model serta nilai- nilai yang ditetapkan bagi parameter yang digunakan dalam model.

Validasi dilakukan dalam menilai kesahihan model investasi fuzzy adalah menggunakan teknik Comparison to Other Model yaitu dengan membandingkan berbagai hasil (keluaran) model yang sedang divalidasi dengan hasil model lain yang terbukti valid. Dalam hal ini yang dipakai untuk membandingkan hasil dari model investasi fuzzy adalah perhitungan analisa kelayakan dengan metode konvensional.

Perhitungan analisa kelayakan dengan metode konvensional industri bioetanol telah dilakukan oleh Lutfi (2007) pada skripsinya yang berjudul “Sistem Penunjang Keputusan Diversifikasi Produk Tebu di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh, Majalengka-Jawa Barat”. Hasil perhitungan dengan metode konvensional disajikan pada Lampiran 4. Perhitungan konvensional dilakukan dengan beberapa asumsi yaitu :

Tabel 7.9. Asumsi yang digunakan dalam metode konvensional Indikator Harga

Harga Molase (Rp/Liter) 600

Harga Urea (Rp/Kg) 1500

Harga Asam Sulphat (Rp/Liter) 5600 Harga Ammonium Sulphate (Rp/Kg) 2800 Harga Jual etanol (Rp/Liter) 5500 Deposito 15%

1 US Dolar 10000

Perhitungan kriteria-kriteria investasi dilakukan dengan penyusunan laporan laba rugi. Susunan laporan laba rugi terdiri dari penerimaan yaitu hasil penjualan produk dan pengeluaran yang terdiri dari biaya tetap, biaya variabel, angsuran pinjaman bank dan pajak. Pembuatan cash flow dilakukan setelah laporan laba rugi, yang terdiri dari kas masuk dan kas keluar. Tahun 0, kas masuk berasal dari sumber pembiayaan investasi terdiri dari modal sendiri dan peminjaman bank dengan rasio 40:60. Tahun berikutnya kas masuk berasal dari laba bersih dan penyusutan. Untuk kas keluar, pada tahun ke-0 pengeluaran untuk pembiayaan investasi pendirian pabrik dan modal kerja awal, biaya bangunan, fasilitas penunjang, mesin dan peralatan, alat kantor, produksi percobaan dan bunga selama konstruksi digabung menjadi investasi tetap. Tahun berikutnya dianggap tidak ada cash flow keluar.

Perhitungan dalam model kelayakan finansial didasarkan pada aliran/arus kas bersih. Hal ini diperoleh dari arus kas yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Arus kas bersih merupakan penjumlahan laba bersih dan depresiasi. Seperti yang disajikan pada Tabel di bawah ini.

Tabel 7.10. Arus kas bersih dan present value metode konvensional (dalam milyar)

15% Tahun Kas Bersih Akumulasi

DF PV 0 Rp (126,8) Rp (126,8) 1,0000 Rp (126,8) 1 Rp 19,4 Rp (107,4) 0,8696 Rp 16,9 2 Rp 28,8 Rp (78,5) 0,7561 Rp 21,8 3 Rp 35,7 Rp (42,8) 0,6575 Rp 23,5 4 Rp 37,4 Rp (5,4) 0,5718 Rp 21,4 5 Rp 39,0 Rp 33,6 0,4972 Rp 19,4 6 Rp 51,1 Rp 84,6 0,4323 Rp 22,1 7 Rp 51,1 Rp 135,8 0,3759 Rp 19,2 8 Rp 51,1 Rp 186,9 0,3269 Rp 16,7 9 Rp 51,1 Rp 237,9 0,2843 Rp 14,5 10 Rp 51,1 Rp 289,0 0,2472 Rp 12,6

Perhitungan Net Present Value (NPV) untuk industri bioetanol dengan asumsi, investasi dan biaya operasional yang telah disebutkan sebelumnya sebesar Rp 61,3 milyar. Nilai ini berbeda dengan nilai yang dihasilkan dengan metode fuzzy (Rp 18,9 milyar). Hasil perhitungan NPV dengan pendekatan fuzzy menunjukkan nilai NPV yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan pendekatan NPV konvensional. Hal ini akan mengurangi tingkat resiko dari suatu proyek karena terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pengolahan pendekatan konvensional dengan dengan pendekatan fuzzy, misalnya suatu proyek dianalisa dengan pendekatan konvensional, NPV suatu proyek dinyatakan layak, tetapi apabila dihitung dengan pendekatan fuzzy menjadi tidak layak karena NPV kurang dari 1. Secara umum pendekatan fuzzy mengurangi tingkat ketidakpastian dan memperkuat pengambilan keputusan dengan menekankan pada sebagian besar dari ketidaksempurnaan output karena output kelayakan disajikan dalam sebuah rentang nilai.

Kriteria investasi lain adalah B/C Ratio. Dengan metode konvensional B/C Ratio untuk proyek pendirian industri bioetanol sebesar 1,48. Nilai tersebut sedikit

berbeda dengan hasil yang diperoleh dengan pendekatan fuzzy. Dengan pendekatan fuzzy, B/C Ratio yang diperoleh 1,46. Seperti halnya NPV fuzzy, B/C Ratio fuzzy juga menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan metode konvensional, hal ini menunjukkan penggunaan bilangan fuzzy memberikan rentang lebih luas untuk mengisi kekaburan atau ketidakpastian karena adanya variasi input pada variabel kelayakan (harga bahan baku, harga jual dan suku bunga).

Kriteria selanjutnya adalah Internal rate of return (IRR). IRR adalah arus pengembalian yang menghasilkan NPV cash flow masuk = NPV cash flow keluar. Nilai IRR dengan pendekatan konvensional menghasilkan 24,7 persen. Nilai ini sedikit berbeda dengan nilai IRR yang diperoleh dengan pendekatan fuzzy (25,8 persen). Hasil perhitungan IRR dengan pendekatan fuzzy menunjukkan nilai IRR yang lebih besar dibandingkan hasil perhitungan dengan pendekatan konvensional.

Analisis sensitivitas dengan pendekatan konvensional menunjukkan bahwa toleransi kenaikan harga bahan baku sebesar 38,99 persen dan penurunan harga jual sebesar 15,04 persen seperti yang disajikan pada Tabel di bawah ini :

Tabel 7.11. Hasil analisis sensitivitas dengan pendekatan konvensional Kriteria Investasi

Perubahan

NPV (Rp) IRR (%) B/C Ratio Harga bahan baku naik 38,99 % 10.811.814 15 1,0

Harga jual turun 15,04 % 11.689.157 15 1,0

Hasil analisis sensitivitas dengan pendekatan fuzzy memberikan toleransi yang yang lebih kecil dibandingkan dengan pendekatan konvensional, hal ini menunjukkan bahwa pendekatan fuzzy lebih sensitif terhadap perubahan harga jual dan harga bahan baku.

Dokumen terkait