TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka
6. Variabel Independen
a. Leverage
1) Pengertian Leverage
Menurut (Kasmir, 2016:151) rasio leverage merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai
menggunakan utang. Artinya, berapa besar utang yang ditanggung perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya. Rasio leverage mengukur perbandingan antara
dana yang disediakan oleh pemilik dengan dana yang berasal dari pihak ketiga
atau pihak kreditur.
Seorang kreditur sebelum mengucurkan kredit terlebih dahulu akan
melihat terlebih dahulu seberapa besar modal yang disediakan oleh perusahaan,
untuk menentukan besarnya margin pengaman (margin of safety) sehingga
kreditur dapat melihat tingkat resikonya. Kemampuan perusahaan dalam
26
perusahaan (Nursasi & Maria, 2015).
Perusahaan yang memiliki kekayaan atau aktiva yang cukup untuk
membiayai semua kewajiban atau hutangnya disebut sebagai suatu perusahaan
yang solvable. Namun sebaliknya, ketika perusahaan tidak memiliki kekayaan
atau aktiva yang cukup untuk membayar kewajiban atau hutangnya, maka
perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang insovable (Yuliyani &
Erawati, 2017).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa leverage
adalah rasio yang digunakan untuk mengukur bagaimana aktiva perusahaan
dibiayai menggunakan utang yang berasal dari kreditor dan mengukur
kemampuan dari perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban finansialnya
apabila perusahaan tersebut akan dilikuidasi.
2) Tipe Pengukuran Leverage Ratio
Leverage memiliki beberapa jenis pengukuran, menurut (Kasmir, 2016:155-162), jenis-jenis pengukuran leverage ratio adalah sebagai berikut:
a) Debt to Asset Ratio (DAR), adalah rasio utang yang digunakan untuk
mengukur perbandingan antara total utang dengan total asset dari
perusahaan.
b) Debt to Equity Ratio (DER), adalah rasio yang membandingkan
utang lancar ditambah utang jangka panjang dibagi dengan jumlah
27
c) Long Term to Debt Equity Ratio (LTDtER), adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang jangka
panjang dengan ekuitas perusahaan.
d) Times Interest Earned Ratio, adalah rasio dengan perbandingan laba
sebelum bunga dan pajak dibagi dengan beban bunga jangka
panjang perusahaan.
e) Fixed Charge Coverage (FCC), adalah rasio yang menyerupai time
interest earned ratio. Hanya saja perbedaannya adalah rasio ini dilakukan apabila perusahaan memperoleh utang jangka panjang
atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease contract).
Rasio leverage dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan debt
to equity ratio (DER) sebagai pengukurnya karena rasio ini mencerminkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang
ditunjukan oleh ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai pembayaran utang.
Ukuran ini sebenarnya mempunyai maksud yang sama dengan debt to assets,
tetapi pengukuran ini dimaksudkan untuk saling melengkapi karena dengan
mengetahui debt to equity ratio secara langsung mengetahui perbandingan
utang dengan modal sendiri.
Pengukuran leverage dalam penelitian ini menggunakan pengukuran
debt to equity ratio (Suharsono, 2018). Secara matematis debt to equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
DER = Total Utang x 100% Total Ekuitas
28
b. Company Growth
1) Pengertian Company Growth (Pertumbuhan Perusahaan)
Definisi rasio pertumbuhan (growth ratio) merupakan rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya
ditengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Pertumbuhan
perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan usahanya (Suharsono, 2018).
Pertumbuhan perusahaan dapat ditunjukkan dengan peningkatan
revenue atau hasil usaha yang semakin meningkat dari periode ke periode.
Perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang signifikan kemungkinan besar
tidak mendapatkan opini audit going concern (Nursasi & Maria, 2015).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa company
growth adalah kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size dari perusahaan itu sendiri maupun mempertahankan posisi ekonominya dari tahun
ke tahun.
2) Tipe pengukuran company growth
Model dan pengukuran company growth/pertumbuhan perusahaan
menurut (Kasmir, 2016:106) adalah sebagai berikut:
a) Sales growth, yaitu pertumbuhan penjualan menunjukkan sejauh
mana perusahaan dapat meningkatkan penjualannya dibandingkan
29
b) Net income growth, yaitu pertumbuhan laba bersih menunjukkan
sejauh mana suatu perusahaan dapat meningkatkan kemampuannya
untuk memperoleh laba bersih dibandingkan dengan keseluruhan
total keuntungan.
c) Earnings per share growth, yaitu laba per pertumbuhan saham
menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat meningkatkan
kemampuan mereka untuk mendapatkan penghasilan atau
pendapatan per saham dibandingkan dengan total pendapatan per
saham secara keseluruhan.
d) Dividend per share growth, yaitu pertumbuhan dividen per saham
menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat meningkatkan
kemampuannya untuk mendapatkan dividen saham dibandingkan
dengan total dividen per saham secara keseluruhan.
Pengukuran company growth dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan net income growth sebagai pengukurnya karena rasio ini
mengukur seberapa baik pertumbuhan laba perusahaan dan rasio ini juga
menunjukan aktivitas operasional perusahaan. Penjualan merupakan kegiatan
operasi utama perusahaan, dan jika penjualan meningkat dari tahun ketahun
akan memberi peluang perusahaan untuk memperoleh peningkatan laba
(Suharsono, 2018). Sementara perusahaan dengan rasio net income growth
negatif berpotensi besar mengalami masalah keberlangsungan usaha sehingga
manajemen perlu untuk mengambil tindakan perbaikan agar tetap dapat
30
Pengukuran company growth dalam penelitian ini menggunakan
pengukuran net income growth (Kasmir, 2016). Secara matematis net income
growth dapat dirumuskan sebagai berikut:
Net Income Growth = πΏπππ(π π’ππ) π΅πππ πβπ‘ - πΏπππ(π π’ππ) π΅πππ πβπ‘β1 x 100% πΏπππ(π π’ππ) π΅πππ πβπ‘β1
c. Firm Size (Ukuran Perusahaan)
Ukuran perusahaan adalah klasifikasi dari suatu perusahaan menjadi
perusahaan besar atau kecil dengan melihat beberapa aspek yang dimiliki
perusahaan seperti total aset ataupun kapitalisasi pasar dari perusahaan tersebut
(Rahmawati et al., 2018). Pada umumnya ukuran suatu perusahaan terbagi ke
dalam 3 klasifikasi yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah
(medium size) dan perusahaan kecil (small firm).
Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep. 11/PM/1997 menyebutkan
perusahaan kecil dan menengah berdasarkan aset (kekayaan) adalah badan
hukum yang memiliki total aset tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan
perusahaan besar adalah badan hukum yang total asetnya diatas seratus milyar.
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 ukuran perusahaan diklasifikasikan ke
dalam 4 kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha
besar. Adapun kriteria ukuran perusahaan yang diatur dalam UU No. 20 tahun
31
1) Usaha Mikro
a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 Juta tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 Juta.
2) Usaha Kecil
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 Juta sampai dengan
paling banyak Rp 500 Juta tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 Juta sampai
dengan paling banyak Rp 2,5 Milyar.
3) Usaha Menengah
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 Juta sampai dengan
paling banyak Rp 10 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 Milyar sampai
dengan paling banyak Rp 50 Milyar.
4) Usaha Besar
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 10 Milyar tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 50 Milyar.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa firm size/ukuran perusahaan adalah suatu bentuk perusahaan yang dapat
32
pengukuran-pengukuran seperti melihat total asset perusahaan, penjualan
bersih, dan kapitalisasi pasar. Besar kecilnya perusahaan ini dapat menentukan
masa depan perusahaan dan bagaimana kemampuan perusahaan untuk bisa
terus bertahan hidup dalam menjalankan kegiatan operasinya.
Seorang auditor akan lebih sering mengeluarkan opini going concern
untuk perusahaan yang lebih kecil, dengan keyakinan bahwa perusahaan besar
akan lebih mudah dalam mengatasi kesulitan-kesulitan keuangan yang dialami
dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil karena memiliki tingkat
manajemen yang lebih baik, sehingga memberikan kepercayaan lebih kepada
kreditor dalam memberikan jasa kredit kepada perusahaan besar. Selain itu, perusahaan besar menawarkan fee audit yang lebih tinggi daripada yang
ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai fee audit tersebut,
auditor mungkin saja ragu untuk mengeluarkan opini audit going concern
kepada perusahaan besar (Gama & Astuti, 2014).
d. Debt Default
Debt default didefinisikan suatu kegagalan perusahaan dalam membayar kewajiban hutang baik pokok ataupun bunganya pada waktu yang
ditentukan. Berdasarkan Standar Audit (SA 570 No.A15), indikator auditor
dalam menentukan kelangsungan hidup suatu entitas adalah dengan melihat
bagaimana sebuah entitas memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Dapat dikatakan bahwa status hutang perusahaan merupakan faktor pertama
33
perusahaan. Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran
kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya,
sehingga dapat mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang
ini tidak mampu dilunasi, maka auditor akan mengeluarkan opini audit going
concern (Imani et al., 2017).
Pengukuran debt default dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan current ratio sebagai pengukurnya karena rasio ini mengukur
bagaimana kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan cara melihat aktiva lancar (current asset) yang dimiliki
perusahaan dan dibandingkan dengan liabilitas lancar (current liability)
perusahaan. Ketika jumlah liabilitas lancar (current liability) lebih besar
dibandingkan aktiva lancar (current asset) perusahaan, dapat terjadi
kemungkinan bahwa perusahaan tidak bisa membayar kewajiban jangka
pendeknya dan menyebabkan perusahaan menerima status debt default.
e. Reputasi Kantor Akuntan Publik
Reputasi adalah tujuan sekaligus merupakan prestasi yang hendak ingin
dicapai atau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) reputasi diartikan
sebagai nama baik. Reputasi baik yang di sandang Kantor Akuntan Publik
merupakan prestasi dan kepercayaan publik atas nama besar yang dimiliki
Kantor Akuntan Publik tersebut. Bukti empiris telah membuktikan bahwa
terdapat perbedaan kualitas audit yang dilakukan oleh KAP. Ukuran KAP
34
kecil (Non big 4 accouting firms). Perbedaan tersebut berdasarkan jumlah klien
yang dimiliki, jumlah rekan/anggota yang bergabung, dan total pendapatan
yang diperoleh satu periode (Nariman, 2017).
Dalam pertimbangan memutuskan untuk berinvestasi, para investor
akan lebih mempertimbangkan kualitas audit dari suatu laporan keuangan yang
diaudit oleh KAP dengan reputasi yang baik. Reputasi KAP dipertaruhkan
ketika opini yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan kondisi perusahaan
yang sesungguhnya. Opini audit going concern lebih banyak diberikan dari
auditor dalam KAP big four sebab semakin berkualitas auditor maka auditor
akan semakin teliti memeriksa data-data laporan keuangan dan informasi yang
berkaitan dengan going concern perusahaan. Semakin berkualitas auditor dan
banyaknya pengungkapan yang ada membuat auditor akan memeriksa secara
lebih teliti pengungkapan yang ada serta kejadian yang ada dalam laporan
keuangan dan hal tersebut memungkinkan untuk dikeluarkannya opini audit
going concern (Kusumayanti & Widhiyani, 2017).
Akan tetapi, beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa KAP big four
maupun KAP non big four tidak dapat mempengaruhi dalam pemberian opini
audit going concern dikarenakan pemberian opini audit going concern
didasarkan pada bagaimana kondisi keuangan suatu perusahaan itu sendiri
(Astari & Latrini, 2017).
KAP The Big Four memiliki afiliasi diberbagai negara termasuk di
35
1) KAP Purwantono, Sungkoro & Surja (EY/ Ernst & Young)
1) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan (Deloitte Touche Tohmatsu)
2) KAP Siddharta dan Widjaja (KPMG/ Klynveld Peat Main Goerdeler)
3) KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (PWC/ Price Waterhouse
36 7. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going concern
pada perusahaan dirangkum dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Rangkuman Penelitian Terdahulu
No. Nama (tahun), Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Suharsono (2018), Pengaruh Kualitas Audit, Debt default dan Pertumbuhan Perusahaan
Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern.
Penelitian kuantitatif, variabel debt default, pertumbuhan perusahaan dan opini audit going concern, data sekunder, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel kualitas audit, populasi dan sampel dari penelitian
Debt default dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan pada opini audit going concern. Sedangkan kualitas audit tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
2. Mariana et al. (2018), Pengaruh Debt default, Disclosure Level,
Penelitian kuantitatif, variabel debt default dan opini audit going concern,
Variabel disclosure level dan audit lag, populasi dan sampel dari penelitian.
Debt default dan disclosure level berpengaruh signifikan pada opini
37
No. Nama (tahun), Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
dan Audit Lag Terhadap Opini Audit Going Concern.
metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
audit going concern. Sedangkan audit lag tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
3. Rahmawati et al. (2018), Pengaruh Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit Going Concern.
Penelitian kuantitatif, variabel firm size, company growth dan opini audit going concern, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel likuiditas dan opini audit tahun sebelumnya, populasi dan sampel dari penelitian.
Opini audit tahun sebelumnya, berpengaruh signifikan pada opini audit going concern. Sedangkan likuiditas, firm size dan company growth tidak berpengaruh
signifikan pada opini audit going concern.
4. Astari & Latrini (2017), Faktor- faktor yang Mempengaruhi Opini Audit Going Concern.
Penelitian kuantitatif, variabel debt default, kualitas audit dan opini audit going concern, data
Variabel disclosure dan opini audit tahun
sebelumnya, populasi dan sampel dari penelitian.
opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan pada opini audit going concern. Sedangkan disclosure, kualitas audit, dan debt
38
No. Nama (tahun), Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
sekunder, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
default tidak berpengaruh
signifikan pada opini audit going concern.
5. Bayudi & Wirawati (2017), Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Opini Audit Going Concern.
Penelitian kuantitatif, varibel ukuran perusahaan, ukuran KAP dan opini audit going concern, data
sekunder, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel profitabilitas dan likuiditas, populasi dan sampel dari penelitian.
Profitabilitas berpengaruh signifikan pada opini audit going concern. Sedangkan likuiditas, ukuran perusahaan dan ukuran KAP tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
6. Nariman (2017), Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik Terhadap Opini Going Concern dan Earnings Response
Coefficients (Erc).
Penelitian kuantitatif, variabel reputasi kantor akuntan publik dan opini audit going concern, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel Earnings Response Coefficients (Erc), populasi dan sampel dari penelitian.
Reputasi kantor akuntan publik berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
39
No. Nama (tahun), Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
7. Imani et al. (2017), Pengaruh Debt default, Audit Lag, Kondisi Keuangan, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern.
Penelitian kuantitatif, variabel debt default dan opini audit going concern, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel audit lag, kondisi keuangan dan opini audit tahun sebelumnya, populasi dan sampel dari penelitian.
Debt default berpengaruh
signifikan pada opini audit going concern. Sedangkan audit lag, kondisi keuangan dan opini audit tahun sebelumnya tidak
berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
8. Yuliyani & Erawati (2017), Pengaruh Financial Distress, Proftabilitas, Leverage dan Likuiditas Pada Opini Audit Going Concern.
Penelitian kuantitatif, variabel leverage dan opini audit going concern, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel financial distress, profitabilitas dan likuiditas, populasi dan sampel dari penelitian.
Financial distress, profitabilitas, leverage, dan likuiditas tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
9. Yuridiskasari & Rahmatika (2017), Determinan Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada
Penelitian kuantitatif, variabel reputasi auditor dan opini audit going concern,
Variabel audit tenure dan opinion shopping, populasi dan sampel dari penelitian.
Reputasi auditor berpengaruh signifikan pada opini audit going concern. Sedangkan audit tenure
40
No. Nama (tahun), Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Perusahaan Property dan Real Estate.
metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
dan opinion shopping tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
10. Kusumayanti & Widhiyani (2017), Pengaruh Opinion Shopping, Disclosure dan Reputasi KAP Pada Opini Audit Going Concern.
Penelitian kuantitatif, variabel reputasi kantor akuntan publik dan opini audit going concern, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel Opinion Shopping, Disclosure, populasi dan sampel dari penelitian.
Opinion shopping, disclosure, dan reputasi kantor akuntan publik berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
11. Trenggono & Triani (2015), Analisis Indikator yang
Mempengaruhi Auditor Dalam Memberikan Opini Going Concern Pada Suatu Perusahaan Dengan Pendekatan ISA 570
Penelitian kuantitatif, variabel debt default, pertumbuhan perusahaan, dan opini audit going concern, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel kondisi keuangan, opini audit tahun
sebelumnya, rasio lancar, return on asset dan kepatuhan perusahaan terhadap hukum &
Debt default dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh
signifikan pada opini
audit going concern. Sedangkan pertumbuhan perusahaan, rasio lancar, return on asset dan
41
No. Nama (tahun), Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
(Perusahaan Yang Terdaftar Di BEI Periode 2014).
peraturan, populasi dan sampel dari penelitian.
kepatuhan perusahaan terhadap hukum & peraturan tidak
berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
12. Nursasi & Maria (2015),
Pengaruh Audit Tenure, Opinion Shopping, Leverage dan
Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Perbankan dan Pembiayaan Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian kuantitatif, variabel leverage,
pertumbuhan perusahaan dan opini audit going concern, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel audit tenure dan opinion shopping, populasi dan sampel dari penelitian.
Audit tenure, opinion shopping, leverage, dan pertumbuhan
perusahaan berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
13. Aryantika & Rasmini (2015), Profitabilitas, Leverage, Prior
Penelitian kuantitatif, variabel leverage dan opini
Variabel profitabilitas, prior opinion dan kompetensi
Leverage dan prior opinion berpengaruh signifikan pada opini
42
No. Nama (tahun), Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Opinion dan Kompetensi Auditor Pada Opini Audit Going
Concern.
audit going concern, data sekunder, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
auditor, populasi dan sampel dari penelitian.
audit going concern. Sedangkan profitabilitas dan kompetensi auditor tidak berpengaruh
signifikan pada opini audit going concern.
14. Harris & Merianto (2015), Pengaruh Debt default,
Disclosure, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Ukuran Perusahaan, Dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern.
Penelitian kuantitatif,
variabel debt default, ukuran perusahaan dan opini audit going concern, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
Variabel disclosure, opini audit tahun sebelumnya dan opinion shopping, populasi dan sampel dari penelitian.
Debt default, disclosure, opini audit tahun sebelumnya dan opinion shopping berpengaruh signifikan pada pada opini audit going concern. Sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
15. Gama & Astuti (2014), Analisis Faktor-faktor Penerimaan Opini
Penelitian kuantitatif, variabel kualitas audit,
Variabel audit delay, keahlian komite audit dan
Opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan, dan audit
43
No. Nama (tahun), Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Auditor Dengan Modifikasi Going Concern.
pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dan opini audit going concern, metode pengujian hipotesis dengan SPSS.
opini audit tahun
sebelumnya, populasi dan sampel dari penelitian.
delay berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
Sedangkan kualitas audit, pertumbuhan perusahaan, dan keahlian komite audit tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.
44 B. Kerangka Konseptual Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Variabel Independen Variabel Dependen Leverage (X1) Company Growth (X2) Firm Size (X3) Debt Default (X4)
Investor saat ini sangat kritis terhadap faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup
(going concern) suatu perusahaan
H1 H2 H3
Perusahaan yang mendapatkan opini audit going concern menunjukan terdapat keraguan dari seorang auditor terhadap keberlangsungan usaha dari perusahaan
tersebut
GAP
Pengaruh Leverage, Company Growth, Firm Size, Debt Default dan Reputasi Kantor Akuntan Publik Terhadap Opini Audit Going Concern
Basis Teori: Teori Agensi dan Teori Sinyal
Metode Analisis: Regresi Logistik H5
H4
Opini Audit Going Concern (Y)
Reputasi Kantor Akuntan Publik (X5)
45 C. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan dalam perumusan masalah dan masih harus
dibuktikan kebenarannya lewat pengumpulan dan penganalisisaan data
penelitian. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut: