PENGARUH LEVERAGE, COMPANY GROWTH, FIRM SIZE, DEBT DEFAULT DAN REPUTASI KANTOR AKUNTAN PUBLIK TERHADAP
OPINI AUDIT GOING CONCERN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana
Oleh:
MUHAMAD FAJRI NIM: 11160820000086
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
PENGARUH LEVERAGE, COMPANY GROWTH, FIRM SIZE, DEBT DEFAULT DAN REPUTASI KANTOR AKUNTAN PUBLIK TERHADAP
OPINI AUDIT GOING CONCERN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana
Oleh:
MUHAMAD FAJRI NIM: 11160820000086
Di Bawah Bimbingan:
Zuwesty Eka Putri, SE., M. Ak NIP. 198004162009012006
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Rabu, 11 Maret 2020 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:
Nama : Muhamad Fajri
NIM : 11160820000086
Jurusan : Akuntansi
Judul Skripsi : Pengaruh Leverage, Company Growth, Firm Size, Debt Default, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik Terhadap Opini Audit Going Concern
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Akutansi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Maret 2020
1. Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA., QIA. (____________________)
NIP. 197306152005011009 Penguji I
2. Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM., CA. (____________________)
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Senin, 28 September 2020 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
Nama : Muhamad Fajri
NIM : 11160820000086
Jurusan : Akuntansi
Judul Skripsi : Pengaruh Leverage, Company Growth, Firm Size, Debt Default, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik Terhadap Opini Audit Going Concern
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Akuntansi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 September 2020
1. Fitri Damayanti, SE., M.Si. (____________________)
NIP. 198107312006042003 Ketua
2. Ismawati Haribowo, SE., M.Si. (____________________)
NIP. 198009092014112003 Penguji Ahli
3. Zuwesty Eka Putri, SE., M.Ak. (____________________)
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Muhamad Fajri
NIM : 11160820000086
Jurusan : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 25 September 2020
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
Nama Lengkap : Muhamad Fajri
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Desember 1998
Alamat : Jl. Haji Gareng RT. 010/05 No. 36 Kel. Sukabumi Selatan, Kec. Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11560
Telepon : +62 87883138559
Email : fajriess1@gmail.com
II. PENDIDIKAN FORMAL
SD Negeri 03 Pagi Kebon Jeruk Tahun 2004-2010
SMP Negeri 48 Jakarta Tahun 2010-2013
SMA Negeri 32 Jakarta Tahun 2013-2016
S1 Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016-2020
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
Sertifikasi Software Zahir, PT. Zahir Internasional. Tahun 2018.
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. MPK / OSIS SMAN 32 Jakarta Periode 2013-2016.
2. Anggota Departemen Ekonomi Kreatif Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 2017-2018. 3. Anggota Muda Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) Tahun 2018-Sekarang.
V. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Future Career by Lenovo with Binus University, 2019.
2. Workshop Ms. Excel oleh HMJ Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
vii
3. Workshop Zahir Accouting oleh HMJ Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
VI. KEPANITIAAN
1. Gebyar Lomba Akuntansi sebagai koordinator lomba, 2018. 2. Accounting Week sebagai koordinator perlengkapan, 2018.
3. Kuliah Kerja Nyata (KKN) 51 Massaid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai divisi pubdekdok, 2018.
4. Volunteer Kongress XIII Ikatan Akuntansi Indonesia, 2018.
VII. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Mudro 2. Ibu : Sopiah
viii
INFLUENCE OF LEVERAGE, COMPANY GROWTH, FIRM SIZE, DEBT DEFAULT AND REPUTATION OF PUBLIC ACCOUNTING FIRM ON
GOING CONCERN AUDIT OPINION
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of leverage, company growth, firm size, debt default, and the reputation of public accounting firms on going concern audit opinion. This study uses secondary data from the financial statements of mining companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) during the period 2015-2019. Determination of the sample by purposive sampling method. This study uses a sample of 33 mining companies. The data analysis method used in this study is logistic regression using SPSS 25 data analysis tools. The results of this study indicate that leverage and firm size have no effect on going concern audit opinion. While the company growth, debt default and the reputation of the public accounting firm have an influence on going concern audit opinion on mining companies listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) for the period 2015-2019.
Keywords: leverage, company growth, firm size, debt default, reputation of public
ix
PENGARUH LEVERAGE, COMPANY GROWTH, FIRM SIZE, DEBT DEFAULT DAN REPUTASI KANTOR AKUNTAN PUBLIK TERHADAP
OPINI AUDIT GOING CONCERN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh leverage, company growth, firm size, debt default, dan reputasi kantor akuntan publik terhadap opini audit going concern. Penelitian ini menggunakan data sekuder dengan melihat laporan keuangan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2015-2019. Penentuan sampel dengan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 33 perusahaan pertambangan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik dengan menggunakan alat analisis data SPSS 25. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage dan firm size tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Sedangkan company growth, debt default dan reputasi kantor akuntan publik berpengaruh terhadap opini audit going concern pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015-2019.
Kata Kunci: leverage, company growth, firm size, debt default, reputasi kantor
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah Swt. karena atas taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh leverage, company growth, firm size, debt default, dan reputasi kantor akuntan publik terhadap opini audit going concern”. Shalawat serta salam selalu dijunjungkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. beserta para keluarganya, sahabatnya, dan semua pengikut setianya sampai akhir zaman nanti.
Adapun penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar sarjana akuntansi. Semoga dengan adanya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis sebagai wadah untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan maupun kepada pembaca untuk menambah wawasan ilmu terkait dengan topik yang ditulis. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penulisan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan saran dan dukungan serta do’a yang tiada henti dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Zuwesty Eka Putri, S.E., M.Ak. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan dukungan dan arahan serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Prof. Dr. Amilin, M.Si., Ak., CA., QIA., BKP. selaku dosen pembimbing akademik sekaligus sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
xi
4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelajaran berupa ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan penulis, semoga ilmu yang diberikan dapat menjadi manfaat dan amal kebaikan bagi kita semua.
5. Seluruh Staf Administrasi serta semua karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis ketika mengurus segala kebutuhan berupa administrasi maupun kebutuhan lainnya.
6. Saudara penulis yaitu Faizah, Fauzih dan Fitri yang telah memberikan bantuan berupa doa dan motivasi sehingga penulis dapat terus semangat untuk menyelesaikan skripsi yang sedang dikerjakan.
7. Keluarga besar HMJ Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak sekali pengalaman kepada penulis selama mengikuti organisasi.
8. Seluruh teman-teman Jurusan Akuntansi angkatan 2016 yang telah berjuang bersama-sama dalam suka maupun duka. Terima kasih atas dukungan dan inspirasi yang telah kalian berikan selama ini.
9. Semua pihak yang terkait di mana penulis tidak dapat menyebutkannya satupersatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan, maka dari itu penulis berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran sebagai sarana evaluasi bagi diri penulis dan demi kesempurnaan untuk penelitian-penelitian yang berikutnya.
Jakarta, 25 September 2020
Muhamad Fajri (11160820000086)
xii DAFTAR ISI
COVER ...i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
ABSTRACT ... viii
ABSTRAK ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Peneltian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17
A. Kajian Pustaka ... 17
1. Teori Agensi (Agency Theory) ... 17
2. Teori Sinyal (Signalling Theory) ... 18
3. Auditing ... 19
4. Going Concern ... 22
xiii
6. Variabel Independen ... 25
7. Hasil Penelitian terdahulu ... 36
B. Kerangka Konseptual ... 44
C. Hipotesis ... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 50
B. Jenis Penelitian ... 50
C. Definisi dan Operasional Variabel ... 51
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 55
E. Tekhnik Pengumpulan Data ... 57
F. Metode Analisis Data ... 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63
A. Gambaran Umum Objek Penelitian... 63
B. Analisis Data ... 64
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 64
2. Analisis Regresi Logistik ... 68
3. Uji Hipotesis ... 72
4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 74
BAB V PENUTUP ... 83
A. Kesimpulan ... 83
B. Keterbatasan Penelitian ... 84
C. Saran ... 84
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nilai Ekspor Hasil Pertambangan Indonesia Tahun 2014-2018 ... 3
Tabel 1.2 Laba (Rugi) Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia ... 6
Tabel 2.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu ... 36
Tabel 3.1 Operasional Variabel ... 55
Tabel 3.2 Rincian Sampel Penelitian ... 56
Tabel 4.1 Descriptive Statisctics ... 64
Tabel 4.2 Descriptive Frequencies Opini Audit Going Concern ... 66
Tabel 4.3 Descriptive Frequencies Debt Default ... 67
Tabel 4.4 Descriptive Frequencies Reputasi Kantor Akuntan Publik ... 67
Tabel 4.5 Nilai -2 Log Likelihood (-2 LL Awal) ... 69
Tabel 4.6 Nilai -2 Log Likelihood (-2 LL Akhir) ... 69
Tabel 4.7 Perbandingan Nilai -2LL Awal dengan -2LL Akhir ... 69
Tabel 4.8 Hosmer and Lemeshow Test ... 71
Tabel 4.9 Model Summary ... 72
Tabel 4.10 Case Processing Summary ... 73
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Indonesian Crude Price (ICP) Tahun 2018-2019 ... 5 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual... 44
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: Daftar Populasi Penelitian ... 90
LAMPIRAN 2: Daftar Sampel Penelitian ... 92
LAMPIRAN 3: Data Perhitungan Variabel Leverage ... 93
LAMPIRAN 4: Data Perhitungan Variabel Company Growth ... 98
LAMPIRAN 5: Data Perhitungan Variabel Firm Size ... 103
LAMPIRAN 6: Data Perhitungan Variabel Debt Default ... 108
LAMPIRAN 7: Data Variabel Debt Default... 113
LAMPIRAN 8: Data Variabel Reputasi Kantor Akuntan Publik ... 114
LAMPIRAN 9: Data Variabel Opini Audit Going Concern ... 115
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan sarana penting untuk
mengkomunikasikan informasi keuangan perusahaan kepada stakeholder.
Dalam Statement of Financial Accounting Concepts (FSAB No. 8, 2010)
dijelaskan bahwa tujuan utama dari laporan keuangan adalah untuk
menyediakan informasi untuk calon investor dan kreditor yang berguna sebagai
acuan dalam pembuatan keputusan bisnis dan ekonomi. Manajemen merupakan
pihak yang memberikan informasi laporan keuangan, yang nantinya akan
dinilai dan dievaluasi kinerjanya berdasarkan laporan keuangan tersebut.
Akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri
keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik di Indonesia. Salah satu jasa
akuntan publik adalah assurance services yang mana bertujuan untuk
meningkatkan mutu dari laporan keuangan. Dalam hal ini auditing merupakan
salah satu daripada assurance services tersebut. Tujuan audit atas laporan
keuangan oleh auditor independen adalah untuk meningkatkan tingkat
keyakinan pengguna laporan keuangan yang dituju. Hal ini dicapai melalui
pernyataan suatu opini oleh auditor tentang apakah laporan keuangan disusun,
dalam semua hal yang material, sesuai dengan suatu kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku (SA 200 No.3).
Menurut Arens, Elder, & Beasley (2015:63) meskipun tujuan audit
2
tanggung jawab menurut standar auditing untuk mengevaluasi apakah
perusahaan mempunyai kemungkinan untuk tetap bertahan. Standar Audit (SA
570 No.6) menyebutkan bahwa tanggung jawab auditor adalah untuk
memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang ketepatan penggunaan
asumsi kelangsungan usaha oleh manajemen dalam penyusunan dan penyajian
laporan keuangan, dan untuk menyimpulkan apakah terdapat suatu
ketidakpastian material tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan
kelangsungan usahanya. Tanggung jawab auditor semacam ini ada bahkan
ketika kerangka pelaporan keuangan yang dibuat oleh manajemen tidak
menuliskan secara langsung mengenai penilaian khusus atas kemampuan
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan kegiatan operasinya.
Berdasarkan fenomena yang terjadi pada tahun 2019, tahun tersebut
merupakan tahun yang buruk bagi beberapa perusahaan pada sektor
pertambangan yang ada di Indonesia. Indeks sektor pertambangan (mining)
menjadi salah satu penjegal langkah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
sepanjang tahun 2019. Indeks sektor pertambangan tumbuh negatif sebesar
12,83% (Kontan, 2020). Ada beberapa faktor yang menyebabkan indeks sektor
pertambangan ini mengalami pertumbuhan yang negatif. Saat ini harga jual
beberapa komoditas mineral dan batu bara berada pada level yang kurang
menguntungkan. Di sisi lain, masih banyak kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
perusahaan-perusahaan di sektor pertambangan seperti harus mematuhi regulasi
3
reklamasi, restorasi pasca-tambang, tanggung jawab sosial dan perhatian
mengenai kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri.
Hingga akhir bulan September 2019, Bursa Efek Indonesia sudah
menghapus enam saham dari papan pencatatan dan tiga di antaranya merupakan
perusahaan dari sektor pertambangan (Bisnis, 2019). Perusahaan tersebut yaitu
PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. (BORN), PT Grahamas Citrawisata
Tbk. (GMCW) dan PT Sekawan Intiparatama Tbk. (SIAP). Penghapusan ini
terjadi karena adanya permasalahan going concern yang dialami perusahaan.
Manajemen perusahaan tersebut tidak bisa memberikan penjelasan ataupun
komitmen mengenai rencana bisnis perusahaan ke depan kepada pihak penilai
BEI yang akhirnya membuat saham perusahaan tersebut termasuk dalam daftar
perusahaan dengan status delisting pada Bursa Efek Indonesia.
Tabel 1.1
Nilai Ekspor Hasil Pertambangan Indonesia Tahun 2014-2018 (Ribu USD) TAHUN 2014 2015 2016 2017 2018 Biji Tembaga 1,673,548 3,277,196 3,481,608 3,439,732 4,186,888 Biji Nikel 85,913 0 0 155,189 628,027 Batubara 20,818,030 16,004,035 14,563,340 20,473,795 23,967,604 Bauksit 47,742 744 431 66,433 265,013 Minyak Mentah 8,839,625 5,641,245 4,941,219 5,267,880 5,086,551 Gas Alam 14,941,959 9,338,774 6,604,093 7,994,558 9,719,229 Hasil Pertambangan Lainnya 213,410 182,769 161,123 180,884 265,312 Hasil Total Pertambangan 46,620,227 34,444,764 29,751,815 37,578,472 44,118,624
4
Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa ekspor Indonesia
dari sektor pertambangan cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun
2014 hasil total pertambangan bisa mencapai 46,620,227 Ribu USD dan turun
pada tahun 2016 hingga mencapai 29,751,815 dan kemudian mengalami
peningkatan 37,578,472 pada tahun 2017 dan tahun 2018 menjadi sebesar
44,118,624. Penurunan ini jelas sangat di pengaruhi oleh hasil ekspor dari
komoditas batubara yang memang menjadi komoditas utama dibandingkan
dengan komoditas di sektor pertambangan lainnya. Meskipun secara nilai
ekspor hasil komoditas batubara kembali mengalami peningkatan, hal itu
memang dikarenakan adanya peningkatan pada jumlah penjualan dari batubara
tetapi tidak disertai dengan peningkatan harga dari batubara itu sendiri. Dimana
pelemahan harga komoditas tambang ini didorong oleh berbagai sentimen
negatif, mulai dari faktor eksternal dimana penguatan dollar AS yang membuat
harga komoditas hasil pertambangan di Indonesia tertekan. Sementara dari
dalam negeri kapasitas dan kapabilitas batubara Indonesia belum mempunyai
nilai lebih di pasar global, sehingga dibutuhkan komitmen pemerintah dalam
mendorong ekspor batubara melalui peningkatan olahan batubara (barang
setengah jadi) agar serapan pasar semakin bertambah.
Selain dari komoditas batubara, minyak mentah juga merupakan
komoditas penyumbang ekspor yang besar dari sektor pertambangan. Terus
turunnya harga minyak dunia turut membuat harga minyak patokan Indonesia
merosot. Pada bulan Oktober 2018, Interntional Energy Agency (IEA)
5
sebelumnya, akibat lambatnya pertumbuhan ekonomi global karena terjadi
ketegangan perdagangan (trade tension), kenaikan suku bunga dan juga
melemahnya mata uang negara-negara emerging market (CNBC, 2018).
Gambar 1.1
Indonesian Crude Price (ICP) Tahun 2018-2019 (Dalam USD)
Sumber: Kementrian Energi Sumber Daya Mineral
Berdasarkan data dari gambar 1.1 diatas yang bersumber dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rata-rata ICP pada
tahun 2018 sebesar US$ 67,46 dan pada tahun 2019 sebesar US$ 62.37. Terjadi
penurunan terhadap harga rata-rata minyak mentah yang terjadi pada tahun
2019 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bahkan, ke depan ICP
diprediksi bisa menyentuh harga di bawah US$ 45 per barel dikarenakan
Amerika Serikat, Rusia, Iran, serta Qatar, yang akan keluar dari Organization
of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan minyak dari negara tersebut
akan membanjiri pasar, sehingga dengan adanya kelebihan pasokan minyak 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 H ARG A BULAN 2018 2019
6
tersebut, dapat menyebabkan harga minyak dunia semakin turun (CNBC
Indonesia, 2019).
Tabel 1.2
Laba (Rugi) Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia Tahun 2015-2019 (Ribu Rupiah)
Nama Perusahaan Periode
2015 2016 2017 2018 2019 Apexindo Pratama Duta Tbk. 272,439,469 (263,034,032) (1,388,979,829) (1,503,184,782) 288,469,509 Atlas Resources Tbk. (357,593,990) (342,376,152) (226,481,916) (409,204,098) (78,464,827) Astrindo Nusantara Infrastrukt Tbk. (554,103,682) (2,318,668,631) 516,828,087 316,519,688 388,803,576 Bumi Resources Minerals Tbk. (845,528,354) (6,167,109,032) (3,353,928,532) (1,497,926,123) 17,922,417 Cita Mineral Investindo Tbk. (341,205,918) (266,147,360) 46,827,759 661,324,058 657,718,925 Energi Mega Persada Tbk. (3,967,192,807) (5,934,880,429) 200,254,329 (124,868,185) 347,572,783 Indika Energy Tbk. (1,060,104,751) (1,400,444,034) 4,357,486,011 1,417,142,358 70,747,782 Medco Energi Internasional Tbk. (2,568,263,998) 2,513,190,081 1,785,745,256 (410,868,486) (191,776,837) Mitra Investindo Tbk. (179,560,694) (23,362,032) (23,354,360) 7,482,976 (87,934,380) Golden Eagle Energy Tbk. (60,578,867) (18,281,061) 40,078,001 84,584,567 6,234,017 SMR Utama Tbk. (268,954,245) (225,670,007) 32,643,567 (69,562,072) (187,289,498)
Sumber: Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id)
Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwa banyak sekali
perusahaan dari sektor pertambangan yang mengalami kerugian operasi
khususnya di tahun 2015, hanya perusahaan Apexindo Pratama Duta Tbk yang
mendapatkan laba dari kegiatan operasinya di tahun 2015. Kerugian operasi ini
7
penurunan laba atau bahkan kerugian dalam kegiatan operasinya dikarenakan
adanya ketidakstabilan harga dari komoditas pertambangan.
Selanjutnya, Lembaga Riset Mining dan Metals, PwC Indonesia,
mencatat pada tahun 2018 perusahaan sektor pertambangan yang ada Indonesia
memiliki kinerja laporan keuangan dan produktifitas produksi yang lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya. Sayangnya, kinerja laporan keuangan lebih
baik ini tidak serta merta menarik perhatian para investor untuk berinvestasi
pada perusahaan sektor pertambangan. PwC mencatat sebanyak 40 perusahaan
tambang yang ada di Indonesia selama tahun 2018 rata-rata mengalami
kenaikan pendapatan sebesar 8 persen dan kenaikan EBITDA sebesar 4 persen.
Dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham pun ikut meningkat
sebesar 13 persen. Sayangnya, hal tersebut tidak didukung dengan dorongan
suntikan modal dari para investor, karena tercatat valuasi pasar terhadap 40
perusahaan tambang mengalami penurunan sebesar 18 persen (Republika,
2019). Hal ini menjadi kekhawatiran bagi para perusahaan di sektor
pertambangan karena menurunnya minat para investor dalam berinvestasi di
perusahaan sektor pertambangan.
Dengan kondisi seperti itu, jika tren perkembangan industri
pertambangan terus memburuk, maka kelangsungan hidup (going concern)
perusahaan pertambangan ikut terganggu dan bahkan dapat mengakibatkan
kebangkrutan. Apabila manajemen perusahaan tidak memperhatikan kesehatan
perusahaan yang terkait dengan kelanjutan operasionalnya, maka akan
8
usahanya dan investor juga akan membatalkan rencananya untuk berinvestasi
pada perusahaan tersebut. Meskipun demikian, opini audit going concern harus
tetap diungkapkan oleh auditor dengan harapan manajemen perusahaan dapat
segera mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah
(Krissindiastuti & Rasmini, 2016).
Penelitian mengenai penyebab terjadinya masalah going concern yang
terjadi pada perusahaan sangat penting dikarenakan dengan adanya masalah
going concern tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap perkembangan perusahaan kedepannya dan dapat menjadi nilai informasi yang
potensial kepada kreditor dan investor (Foster & Shastri, 2016). Penulis
beranggapan bahwa penelitian tentang opini audit going concern di Indonesia
masih menjadi objek penelitian yang menarik. Hal ini dilakukan karena opini
audit going concern menjadi salah satu faktor pemicu untuk para investor dalam
pengambilan keputusan investasi dan juga para kreditor dalam meminjamkan
dananya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas entitas
tersebut. Selain itu, ketika pelaksanaan suatu audit tidak didasarkan pada
penerapan prinsip berbasis going concern, maka dapat menghasilkan audit
dengan kualitas yang rendah (Silviu & Timea, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astari & Latrini (2017)
dengan menguji variabel independen pengaruh disclosure, debt default, kualitas
audit, dan opini audit tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit going
concern dan penelitian Bayudi & Wirawati (2017) dengan menguji variabel independen profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan dan ukuran KAP
9
terhadap opini audit going concern. Dari kedua penelitian tersebut masih ada
beberapa variabel yang belum bisa membuktikan teori yang sudah ada, hal ini
membuat peneliti menarik untuk mengkaji dan meneliti kembali dengan
menambahkan variable independen lain.
Ada beberapa perbedaan dalam penelitian ini jika dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan Astari & Latrini (2017) yaitu dengan
menambahkan variabel leverage, dengan alasan peneliti ingin membuktikan
apakah dengan semakin tinggi rasio leverage yang ditandai dengan
meningkatnya total utang terhadap total ekuitas (debt to total equity), semakin
menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang buruk dan dapat menimbulkan
ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Penelitian ini
menggunakan periode yang lebih baru dari penelitian sebelumnya yaitu periode
tahun 2015-2019 dengan pengambilan sampel dari perusahaan sektor
pertambangan yang ada di Bursa Efek Indonesia, karena dengan menggunakan
data periode selama 5 tahun terakhir diharapkan penelitian ini dapat
memberikan gambaran serta informasi yang lebih relevan mengenai variabel
dependen yaitu opini audit going concern. Selain itu, mengapa peneliti
menggunakan variabel independen leverage, company growth, firm size, debt
default, dan reputasi kantor akuntan publik karena variabel-variabel tersebut masih memiliki hasil yang tidak konsisten terhadap opini audit going concern
di beberapa penelitian terdahulu.
Opini audit going concern dapat dipengaruhi oleh besar atau kecilnya
10
diperoleh dari internal dan juga eksternal perusahaan, seperti dalam halnya
pendanaan internal yang berupa laba ditahan (retained earning), sedangkan dari
eksternal berupa hutang atau penerbitan saham baru. Jumlah utang yang
melebihi total ekuitas menyebabkan perusahaan mengalami defisiensi modal.
Semakin tinggi rasio leverage menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang
semakin buruk dan perusahaan yang memiliki aset yang lebih kecil daripada
kewajibannya akan lebih memungkinkan untuk terjadinya permasalahan going
concern (Foster & Shastri, 2016).
Pandangan di atas konsisten dengan penelitian Suharsono (2018) dan
Aryantika & Rasmini (2015) yang menunjukkan bahwa leverage berpengaruh
terhadap opini audit going concern. Sedangkan berbeda dengan penelitian yang
dilakukan Yuliyani & Erawati (2017) dan Nursasi & Maria (2015) yang
memberikan hasil bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
Selanjutnya, company growth/pertumbuhan perusahaan dapat dijadikan
indikator untuk menilai apakah suatu badan usaha masih bisa bertahan atau
tidak untuk periode berikutnya. Pertumbuhan perusahaan dapat diproksikan
dengan rasio net income growth. Rasio net income growth digunakan karena
dapat menggambarkan keadaan perusahaan yang sedang baik. Laba yang
dihasilkan oleh kegiatan penjualan yang dicapai oleh perusahaan akan dapat
dimanfaatkan untuk mendanai keberlangsungan hidup perusahaan tersebut.
Laba merupakan hasil dari kegiatan operasi utama perusahaan, apabila laba
11
perusahaan untuk terhindar dari masalah keberlangsungan usaha. Oleh karena
itu, semakin tinggi rasio net income growth maka akan semakin kecil
kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern (Nursasi &
Maria, 2015).
Pandangan di atas konsisten dengan penelitian Krissindiastuti &
Rasmini (2016) dan Suharsono (2018) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan
perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern. Sedangkan
berbeda dengan penelitian yang dilakukan Trenggono & Triani (2015) dan
Rahmawati, Wahyuningsih, & Setiawati (2018) yang memberikan hasil bahwa
pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern.
Berikutnya, pemberian opini audit going concern yang lebih sering
dikeluarkan oleh auditor kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki skala
kecil. Hal ini dikarenakan auditor percaya bahwa dibandingkan dengan
perusahaan kecil, perusahaan besar lebih mampu menyelesaikan kesulitan
keuangan yang mereka hadapi agar dapat bertahan hidup. Perusahaan besar juga
menawarkan fee yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Besar kecilnya
perusahaan dapat dilihat dari status keuangan perusahaan, seperti total aset yang
dimiliki perusahaan. Penelitian tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap
opini going concern dilakukan oleh Gama & Astuti (2014) yang menemukan
bahwa firm size/ukuran perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
Hal tersebut berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh
12
menemukan bukti empiris bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh
terhadap opini going concern.
Faktor berikutnya yang dapat mempengaruhi opini audit going concern
yaitu debt default. Debt default adalah kegagalan suatu perusahaan dalam
melunasi kewajiban hutang pokok dan bunganya pada waktu jatuh tempo. Ciri
dari kebangkrutan suatu perusahaan yang mengalami masalah keuangan
merupakan kondisi dimana arus kas perusahaan mengalami krisis dan
kemungkinan terancam bangkrut. Krisis keuangan yang terjadi akan
mengakibatkan perusahaan gagal dalam membayar perjanjian utang (debt
default) dan kemungkinan besar status debt default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini audit going concern (Suharsono,
2018).
Pandangan di atas konsisten dengan penelitian yang dilakukan
Trenggono & Triani (2015), Mariana, Kuncoro, & Ryando (2018) dan Imani,
Nazar, & Budiono (2017) yang menyatakan bahwa debt default berpengaruh
terhadap opini audit going concern. Namun, sebaliknya penelitian yang
dilakukan Astari & Latrini (2017) menunjukkan bahwa debt default tidak
berpengaruh terhadap opini audit going concern.
Selanjutnya variabel reputasi kantor akuntan publik digambarkan ketika
auditor memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan yang diauditnya,
auditor harus benar-benar memperhatikan kondisi keuangan perusahaan dengan
menjalankan prosedur audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai dalam
13
akuntan publik sebagai proksi kualitas audit membedakan KAP menjadi KAP
besar (Big four accounting firms) dan KAP kecil (Non big four accounting
firms). Akan tetapi, meskipun adanya perbedaan tersebut, perusahaan pengguna KAP yang berafiliasi dengan Big Four ataupun perusahaan yang menggunakan
KAP Non Big Four sama-sama memberikan kualitas audit yang berkualitas dan
independen dalam mengeluarkan opini audit going concern karena keduanya
harus mematuhi kode etik yang telah ditentukan dalam hal ini oleh organisasi
Ikatan Akuntan Publik Indonesia (Bayudi & Wirawati, 2017) .
Pandangan di atas konsisten dengan penelitian yang dilakukan Nariman
(2017), Yuridiskasari & Rahmatika (2017) dan Kusumayanti & Widhiyani
(2017) yang menyatakan bahwa reputasi kantor akuntan publik berpengaruh
terhadap opini audit going concern. Namun, sebaliknya penelitian yang
dilakukan Suharsono (2018) dan Gama & Astuti (2014) menunjukkan bahwa
reputasi kantor akuntan publik tidak berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
Mengingat betapa pentingnya opini audit going concern, maka penulis
tertarik untuk menganalisis pengaruh leverage, company growth, firm size, debt
default dan reputasi kantor akuntan publik terhadap opini audit going concern. Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan yang merupakan data
historis (data sekunder), sehingga keterbatasannya terkait dengan keterbatasan dalam laporan keuangan. Dengan hal ini penulis tertarik dan memutuskan untuk
meneliti data-data dari perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI pada
14
beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan di Indonesia saat
ini sedang mengalami permasalahan going concern terhadap entitasnya yang
disebabkan salah satunya karena menurunnya harga komoditas pertambangan
dan lebih memiliki kemungkinan besar untuk auditor mengeluarkan opini audit
going concern kepada perusahaan yang terkena dampak besar terhadap peristiwa tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas
maka penelitian ini diberi judul:
“Pengaruh Leverage, Company Growth, Firm Size, Debt Default dan Reputasi Kantor Akuntan Publik Terhadap Opini Audit Going Concern”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian dibatasi
agar tak menyimpang dari tema. Pembatasan penelitian ini dalam penelitian ini
yaitu hanya terkait variabel leverage, company growth, firm size, debt default,
dan reputasi kantor akuntan publik terhadap opini audit going concern.
Rumusan permasalahan yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah leverage berpengaruh terhadap opini audit going concern?
2. Apakah company growth berpengaruh opini audit going concern?
3. Apakah firm size berpengaruh terhadap opini audit going concern?
4. Apakah debt default berpengaruh terhadap opini audit going concern?
5. Apakah reputasi kantor akuntan publik berpengaruh terhadap opini audit
15 C. Tujuan Peneltian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh leverage terhadap opini audit going
concern pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2019.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh company growth terhadap opini
audit going concern pada perusahaan perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2019.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh firm size terhadap opini audit going
concern pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2019.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh debt default terhadap opini audit
going concern pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2019.
5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh reputasi kantor akuntan publik
terhadap opini audit going concern pada perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2019.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
16
1. Manajer Perusahaan
Memudahkan manajemen dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan manfaat ekonomi di masa yang akan datang serta dalam
mempertahankan dan mengembangkan perencanaan usaha perusahaannya.
2. Investor dan Kreditor
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau tolak ukur bagi para
investor dan kreditor ketika ingin melakukan investasi ataupun
meminjamkan dananya di suatu perusahaan khususnya perusahaan yang ada
di sektor pertambangan.
3. Peneliti Selanjutnya
Memberikan kontribusi bagi pengembang teori dan pengetahuan di bidang
akuntansi, terutama yang berkaitan dengan opini audit khususnya going
concern. Selain itu, diiharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi tambahan dan sebagai bahan acuan penelitian yang sama di masa yang akan
datang.
4. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Penelitian ini dapat menambah referensi kepustakaan di perpustakaan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menjadi wadah bagi penulis untuk menerapkan ilmu
yang diperoleh selama masa perkuliahan khususnya ilmu tentang
pengauditan. Selain itu, penulis mendapatkan banyak pengetahuan baru
17 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Agency Theory dikemukakan oleh Jensen & Meckling (1976) mengemukakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak atau
perjanjian antara manager sebagai agent dan investor sebagai principal yang
terkadang menimbulkan asimetri informasi dari manager kepada investor
sehingga menimbulkan adanya biaya keagenan.
Hubungan keagenan adalah suatu perjanjian satu orang atau lebih dengan
orang lain untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka dan kemudian
kewenangan pengambilan keputusan diberikan kepada agent (manajer) tersebut.
Manajer mempunyai tanggung jawab moral untuk mengoptimalkan kepentingan
pemegang saham (principal). Namun, di sisi lain manajer juga memiliki tujuan
untuk memaksimumkan kesejahteraan dan kepentingannya sehingga terdapat
kemungkinan agent tidak selalu bertindak untuk kepentingan terbaik principal.
Laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban
kinerjanya dapat digunakan principal untuk menilai, mengukur dan mengawasi
sampai sejauh mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan
kesejahteraannya dan serta sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agent.
Dalam kaitannya dengan opini audit going concern, agent (manajemen)
bertanggung jawab secara moral terhadap kelangsungan perusahaan yang
18
operasional perusahaan, sehingga informasi lebih banyak diketahui oleh agent
dibandingkan pemilik. Baik principal maupun agent diasumsikan sebagai orang
ekonomi rasional dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Hal ini
dapat memicu terjadinya konflik keagenan.
Teori agensi (agency theory) dalam penelitian ini digunakan berdasarkan
pemikiran bahwa auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani
kepentingan pihak principal (shareholders) dengan pihak manajer (agent) dalam
mengelola keuangan perusahaan. Karena adanya perbedaan kepentingan ini,
masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi dirinya sendiri.
Sehingga, informasi keuangan dan laporan keuangan yang disampaikan
terkadang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Keadaan ini disebut asimetri
informasi (information asymetryc). Untuk meminimalkan asimetri informasi,
diperlukan pihak ketiga yang independen untuk memediasi hubungan antara
principal dan agent yaitu auditor independen. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajer (agent) apakah bertidak sesuai dengan keinginan
principal (shareholders).
2. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Brigham & Houston (2006:38) ”Signalling theory merupakan suatu
perilaku manajemen perusahaan dalam memberi petunjuk untuk investor terkait pandangan manajemen pada prospek perusahaan untuk masa mendatang”.
Signalling theory menunjukkan adanya asimetri Informasi antara manajemen perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi ini menyajikan
19
maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu
perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan,
akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai
alat analisis untuk mengambil keputusan investasi dengan informasi tersebut
dan juga mengungkapkan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan
memberikan sinyal yang berupa informasi mengenai hal yang sudah dilakukan
oleh manajemen untuk merealisasikan kepentingan pemilik (principal) yaitu
memaksimalkan keuntungan mereka.
Teori sinyal (signalling theory) dalam penelitian ini digunakan
berdasarkan prinsip bahwa principal mengharapkan auditor memberikan early
warning mengenai kondisi keuangan perusahaan. Tugas auditor adalah memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan melalui
audit laporan keuangan. Selain itu auditor juga perlu mempertimbangkan
mengenai kelangsungan usaha perusahaan. Auditor bertanggung jawab untuk
menyediakan informasi yang mempunyai kualitas tinggi dengan keyakinan
memadai yang akan berguna untuk pengambilan keputusan bagi para pemakai
laporan keuangan (Gama & Astuti, 2014). Opini audit going concern yang di
ungkapkan oleh auditor pada laporan keuangan akan menjadi sinyal (warning)
pada pengguna laporan keuangan.
3. Auditing
a. Pengertian Auditing
Menurut Sukrisno Agoes (2017:4) auditing dapat didefinisikan sebagai
20
independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen,
dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan tersebut.
Defini lain yaitu auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti
tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara
informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh
orang yang kompeten dan independen (Arens et al., 2015:2).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
auditing adalah suatu proses untuk mendapatkan bukti-bukti dan kemudian melakukan proses pemeriksaan terhadap berbagai bukti audit tersebut dan
menginformasikannya hasilnya kepada pihak yang berkepentingan dalam
bentuk pemberian opini.
b. Opini Audit
Menurut Standar Audit (SA 700 No.6) menyatakan bahwa tujuan
auditor adalah untuk merumuskan suatu opini atas laporan keuangan
berdasarkan suatu evaluasi atas kesimpulan yang ditarik dari bukti audit yang
diperoleh dan untuk menyatakan suatu opini secara jelas melalui suatu laporan
tertulis yang juga menjelaskan basis untuk opini tersebut. Auditor harus
mengevaluasi apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang
material, sesuai dengan ketentuan dalam kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku (SA 700 No.11). Jenis opini audit atas laporan keuangan menurut Ikatan
21
1) Tanpa Modifikasian
a) Opini Wajar Tanpa Pengecualian
Auditor harus menyatakan opini tanpa modifikasian bila auditor
menyimpulkan bahwa laporan keuangan disusun, dalam semua hal
yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku (SA 700).
2) Opini Modifikasian
a) Opini Wajar Dengan Pengecualian
Auditor harus memodifikasi opini dalam laporan keuangan ketika:
1. Auditor, setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan
tepat, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik
secara individual, maupun secara agregasi, adalah material,
tetapi tidak pervasif, terhadap laporan keuangan atau,
2. Auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan
tepat yang mendasari opini, tetapi auditor menyimpulkan
bahwa kemungkinan dampak kesalahan penyajian yang
tidak terdeteksi terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat
bersifat material, tetapi tidak pervasif.
b) Opini Tidak Wajar
Auditor harus menyatakan suatu opini tidak wajar ketika auditor,
setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat,
22
maupun secara agregasi, adalah material dan pervasif terhadap
laporan keuangan.
c) Opini Tidak Menyatakan Pendapat
1. Auditor tidak boleh menyatakan pendapat ketika auditor
tidak bisa memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang
mendasari opini, dan auditor menyimpulkan bahwa
kemungkinan dampak kesalahan penyajian yang tidak
terdeteksi terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat bersifat
material dan pervasif.
2. Auditor tidak boleh menyatakan pendapat ketika, dalam
kondisi yang sangat jarang yang melibatkan banyak
ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa, meskipun
telah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang
setiap ketidakpastian tersebut, auditor tidak dapat
merumuskan suatu opini atas laporan keuangan karena
interaksi yang potensial dari ketidakpastian tersebut dan
kemungkinan dampak kumulatif dari ketidakpastian tersebut
terhadap laporan keuangan (SA 705).
4. Going Concern
Going concern adalah kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama periode waktu pantas, yaitu tidak lebih dari satu
tahun sejak tanggal laporan keuangan. Kelangsungan hidup entitas digunakan
23
informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan (contrary information).
Informasi yang dianggap berlawanan secara signifikan terhadap asumsi
kelangsungan hidup entitas biasanya berhubungan dengan adanya informasi
yang menunjukan ketidakmampuan entitas dalam memenuhi kewajibannya pada
saat jatuh tempo (SA 570 No.A15).
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
going concern adalah kemampuan suatu entitas untuk terus menjalankan usahanya dalam jangka waktu yang lama dan tidak akan dilikuidasi dalam waktu
satu tahun sejak tanggal laporan keuangan perusahaan tersebut di audit.
5. Opini Audit Going Concern
Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor
karena terdapat keraguan atas kelangsungan hidup suatu entitas. Para pemakai
laporan keuangan merasa bahwa pengeluaran opini audit going concern ini
sebagai prediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Menurut Standar Audit (SA
570 No.2) opini audit going concern didapatkan berdasarkan asumsi
kelangsungan usaha, suatu entitas dipandang bertahan dalam bisnis untuk masa
depan yang dapat di prediksi. Opini audit going concern yang diterima oleh suatu
perusahaan menunjukkan adanya kondisi dan peristiwa yang menimbulkan
keraguan auditor akan kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut (Arens et al., 2015:63) hal-hal yang dapat menyebabkan
ketidakmampuan suatu perusahaan dalam melanjutkan usahanya terdiri dari
24
a. Kerugian operasi atau kekurangan modal kerja yang berulang dan
signifikan.
b. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya ketika
jatuh tempo.
c. Kehilangan pelanggan utama, terjadi bencana yang tidak dijamin oleh
asuransi seperti gempa bumi atau banjir, atau masalah
ketenagakerjaan yang tidak biasa.
d. Pengadilan, perundang-undangan atau hal-hal serupa lainnya yang
sudah terjadi dan dapat membahayakan kemampuan entitas untuk
beroperasi.
Pertimbangan auditor dalam situasi semacam itu karena adanya
kemungkinan klien yang mungkin saja tidak dapat meneruskan operasinya atau
memenuhi kewajibannya selama periode yang wajar. Untuk tujuan ini, periode
yang wajar dianggap tidak melebihi satu tahun sejak tanggal laporan keuangan
audit (Arens et al., 2015:63).
Menurut Standar Auditing, auditor memerlukan pertimbangkan untuk
ketepatan asumsi going concern dalam penyusunan laporan keuangan dalam
seluruh proses audit, mulai dari perencanaan hingga penerbitan opini audit.
Tingkat penilaian ini tergantung pada situasi keuangan perusahaan. Jika selama
proses audit auditor menemukan sinyal yang dapat menimbulkan keraguan
signifikan pada kemampuan entitas mengenai kelangsungan hidup perusahaan,
25
berdasarkan IFRS atau PSAK dengan melihat kinerja dari perusahaan (Bava &
Trana, 2019).
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa opini
going concern merupakan opini yang dikeluarkan oleh auditor independen ketika mereka menemukan bahwa terdapat keraguan besar tentang kelangsungan
hidup perusahaan klien. Akan tetapi, jika manajemen memiliki komitmen dan
dapat mengurangi dampak yang mengancam kelangsungan hidup perusahaan,
auditor bisa saja tidak mengeluarkan opini audit going concern.
6. Variabel Independen
a. Leverage
1) Pengertian Leverage
Menurut (Kasmir, 2016:151) rasio leverage merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai
menggunakan utang. Artinya, berapa besar utang yang ditanggung perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya. Rasio leverage mengukur perbandingan antara
dana yang disediakan oleh pemilik dengan dana yang berasal dari pihak ketiga
atau pihak kreditur.
Seorang kreditur sebelum mengucurkan kredit terlebih dahulu akan
melihat terlebih dahulu seberapa besar modal yang disediakan oleh perusahaan,
untuk menentukan besarnya margin pengaman (margin of safety) sehingga
kreditur dapat melihat tingkat resikonya. Kemampuan perusahaan dalam
26
perusahaan (Nursasi & Maria, 2015).
Perusahaan yang memiliki kekayaan atau aktiva yang cukup untuk
membiayai semua kewajiban atau hutangnya disebut sebagai suatu perusahaan
yang solvable. Namun sebaliknya, ketika perusahaan tidak memiliki kekayaan
atau aktiva yang cukup untuk membayar kewajiban atau hutangnya, maka
perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang insovable (Yuliyani &
Erawati, 2017).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa leverage
adalah rasio yang digunakan untuk mengukur bagaimana aktiva perusahaan
dibiayai menggunakan utang yang berasal dari kreditor dan mengukur
kemampuan dari perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban finansialnya
apabila perusahaan tersebut akan dilikuidasi.
2) Tipe Pengukuran Leverage Ratio
Leverage memiliki beberapa jenis pengukuran, menurut (Kasmir, 2016:155-162), jenis-jenis pengukuran leverage ratio adalah sebagai berikut:
a) Debt to Asset Ratio (DAR), adalah rasio utang yang digunakan untuk
mengukur perbandingan antara total utang dengan total asset dari
perusahaan.
b) Debt to Equity Ratio (DER), adalah rasio yang membandingkan
utang lancar ditambah utang jangka panjang dibagi dengan jumlah
27
c) Long Term to Debt Equity Ratio (LTDtER), adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang jangka
panjang dengan ekuitas perusahaan.
d) Times Interest Earned Ratio, adalah rasio dengan perbandingan laba
sebelum bunga dan pajak dibagi dengan beban bunga jangka
panjang perusahaan.
e) Fixed Charge Coverage (FCC), adalah rasio yang menyerupai time
interest earned ratio. Hanya saja perbedaannya adalah rasio ini dilakukan apabila perusahaan memperoleh utang jangka panjang
atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease contract).
Rasio leverage dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan debt
to equity ratio (DER) sebagai pengukurnya karena rasio ini mencerminkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang
ditunjukan oleh ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai pembayaran utang.
Ukuran ini sebenarnya mempunyai maksud yang sama dengan debt to assets,
tetapi pengukuran ini dimaksudkan untuk saling melengkapi karena dengan
mengetahui debt to equity ratio secara langsung mengetahui perbandingan
utang dengan modal sendiri.
Pengukuran leverage dalam penelitian ini menggunakan pengukuran
debt to equity ratio (Suharsono, 2018). Secara matematis debt to equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
DER = Total Utang x 100% Total Ekuitas
28
b. Company Growth
1) Pengertian Company Growth (Pertumbuhan Perusahaan)
Definisi rasio pertumbuhan (growth ratio) merupakan rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya
ditengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Pertumbuhan
perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan usahanya (Suharsono, 2018).
Pertumbuhan perusahaan dapat ditunjukkan dengan peningkatan
revenue atau hasil usaha yang semakin meningkat dari periode ke periode.
Perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang signifikan kemungkinan besar
tidak mendapatkan opini audit going concern (Nursasi & Maria, 2015).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa company
growth adalah kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size dari perusahaan itu sendiri maupun mempertahankan posisi ekonominya dari tahun
ke tahun.
2) Tipe pengukuran company growth
Model dan pengukuran company growth/pertumbuhan perusahaan
menurut (Kasmir, 2016:106) adalah sebagai berikut:
a) Sales growth, yaitu pertumbuhan penjualan menunjukkan sejauh
mana perusahaan dapat meningkatkan penjualannya dibandingkan
29
b) Net income growth, yaitu pertumbuhan laba bersih menunjukkan
sejauh mana suatu perusahaan dapat meningkatkan kemampuannya
untuk memperoleh laba bersih dibandingkan dengan keseluruhan
total keuntungan.
c) Earnings per share growth, yaitu laba per pertumbuhan saham
menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat meningkatkan
kemampuan mereka untuk mendapatkan penghasilan atau
pendapatan per saham dibandingkan dengan total pendapatan per
saham secara keseluruhan.
d) Dividend per share growth, yaitu pertumbuhan dividen per saham
menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat meningkatkan
kemampuannya untuk mendapatkan dividen saham dibandingkan
dengan total dividen per saham secara keseluruhan.
Pengukuran company growth dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan net income growth sebagai pengukurnya karena rasio ini
mengukur seberapa baik pertumbuhan laba perusahaan dan rasio ini juga
menunjukan aktivitas operasional perusahaan. Penjualan merupakan kegiatan
operasi utama perusahaan, dan jika penjualan meningkat dari tahun ketahun
akan memberi peluang perusahaan untuk memperoleh peningkatan laba
(Suharsono, 2018). Sementara perusahaan dengan rasio net income growth
negatif berpotensi besar mengalami masalah keberlangsungan usaha sehingga
manajemen perlu untuk mengambil tindakan perbaikan agar tetap dapat
30
Pengukuran company growth dalam penelitian ini menggunakan
pengukuran net income growth (Kasmir, 2016). Secara matematis net income
growth dapat dirumuskan sebagai berikut:
Net Income Growth = 𝐿𝑎𝑏𝑎(𝑅𝑢𝑔𝑖) 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ𝑡 - 𝐿𝑎𝑏𝑎(𝑅𝑢𝑔𝑖) 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ𝑡−1 x 100%
𝐿𝑎𝑏𝑎(𝑅𝑢𝑔𝑖) 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ𝑡−1
c. Firm Size (Ukuran Perusahaan)
Ukuran perusahaan adalah klasifikasi dari suatu perusahaan menjadi
perusahaan besar atau kecil dengan melihat beberapa aspek yang dimiliki
perusahaan seperti total aset ataupun kapitalisasi pasar dari perusahaan tersebut
(Rahmawati et al., 2018). Pada umumnya ukuran suatu perusahaan terbagi ke
dalam 3 klasifikasi yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah
(medium size) dan perusahaan kecil (small firm).
Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep. 11/PM/1997 menyebutkan
perusahaan kecil dan menengah berdasarkan aset (kekayaan) adalah badan
hukum yang memiliki total aset tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan
perusahaan besar adalah badan hukum yang total asetnya diatas seratus milyar.
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 ukuran perusahaan diklasifikasikan ke
dalam 4 kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha
besar. Adapun kriteria ukuran perusahaan yang diatur dalam UU No. 20 tahun
31
1) Usaha Mikro
a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 Juta tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 Juta.
2) Usaha Kecil
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 Juta sampai dengan
paling banyak Rp 500 Juta tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 Juta sampai
dengan paling banyak Rp 2,5 Milyar.
3) Usaha Menengah
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 Juta sampai dengan
paling banyak Rp 10 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 Milyar sampai
dengan paling banyak Rp 50 Milyar.
4) Usaha Besar
a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 10 Milyar tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 50 Milyar.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa firm size/ukuran perusahaan adalah suatu bentuk perusahaan yang dapat
32
pengukuran-pengukuran seperti melihat total asset perusahaan, penjualan
bersih, dan kapitalisasi pasar. Besar kecilnya perusahaan ini dapat menentukan
masa depan perusahaan dan bagaimana kemampuan perusahaan untuk bisa
terus bertahan hidup dalam menjalankan kegiatan operasinya.
Seorang auditor akan lebih sering mengeluarkan opini going concern
untuk perusahaan yang lebih kecil, dengan keyakinan bahwa perusahaan besar
akan lebih mudah dalam mengatasi kesulitan-kesulitan keuangan yang dialami
dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil karena memiliki tingkat
manajemen yang lebih baik, sehingga memberikan kepercayaan lebih kepada
kreditor dalam memberikan jasa kredit kepada perusahaan besar. Selain itu, perusahaan besar menawarkan fee audit yang lebih tinggi daripada yang
ditawarkan oleh perusahaan kecil. Dalam kaitannya mengenai fee audit tersebut,
auditor mungkin saja ragu untuk mengeluarkan opini audit going concern
kepada perusahaan besar (Gama & Astuti, 2014).
d. Debt Default
Debt default didefinisikan suatu kegagalan perusahaan dalam membayar kewajiban hutang baik pokok ataupun bunganya pada waktu yang
ditentukan. Berdasarkan Standar Audit (SA 570 No.A15), indikator auditor
dalam menentukan kelangsungan hidup suatu entitas adalah dengan melihat
bagaimana sebuah entitas memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Dapat dikatakan bahwa status hutang perusahaan merupakan faktor pertama
33
perusahaan. Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran
kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya,
sehingga dapat mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang
ini tidak mampu dilunasi, maka auditor akan mengeluarkan opini audit going
concern (Imani et al., 2017).
Pengukuran debt default dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan current ratio sebagai pengukurnya karena rasio ini mengukur
bagaimana kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan cara melihat aktiva lancar (current asset) yang dimiliki
perusahaan dan dibandingkan dengan liabilitas lancar (current liability)
perusahaan. Ketika jumlah liabilitas lancar (current liability) lebih besar
dibandingkan aktiva lancar (current asset) perusahaan, dapat terjadi
kemungkinan bahwa perusahaan tidak bisa membayar kewajiban jangka
pendeknya dan menyebabkan perusahaan menerima status debt default.
e. Reputasi Kantor Akuntan Publik
Reputasi adalah tujuan sekaligus merupakan prestasi yang hendak ingin
dicapai atau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) reputasi diartikan
sebagai nama baik. Reputasi baik yang di sandang Kantor Akuntan Publik
merupakan prestasi dan kepercayaan publik atas nama besar yang dimiliki
Kantor Akuntan Publik tersebut. Bukti empiris telah membuktikan bahwa
terdapat perbedaan kualitas audit yang dilakukan oleh KAP. Ukuran KAP
34
kecil (Non big 4 accouting firms). Perbedaan tersebut berdasarkan jumlah klien
yang dimiliki, jumlah rekan/anggota yang bergabung, dan total pendapatan
yang diperoleh satu periode (Nariman, 2017).
Dalam pertimbangan memutuskan untuk berinvestasi, para investor
akan lebih mempertimbangkan kualitas audit dari suatu laporan keuangan yang
diaudit oleh KAP dengan reputasi yang baik. Reputasi KAP dipertaruhkan
ketika opini yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan kondisi perusahaan
yang sesungguhnya. Opini audit going concern lebih banyak diberikan dari
auditor dalam KAP big four sebab semakin berkualitas auditor maka auditor
akan semakin teliti memeriksa data-data laporan keuangan dan informasi yang
berkaitan dengan going concern perusahaan. Semakin berkualitas auditor dan
banyaknya pengungkapan yang ada membuat auditor akan memeriksa secara
lebih teliti pengungkapan yang ada serta kejadian yang ada dalam laporan
keuangan dan hal tersebut memungkinkan untuk dikeluarkannya opini audit
going concern (Kusumayanti & Widhiyani, 2017).
Akan tetapi, beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa KAP big four
maupun KAP non big four tidak dapat mempengaruhi dalam pemberian opini
audit going concern dikarenakan pemberian opini audit going concern
didasarkan pada bagaimana kondisi keuangan suatu perusahaan itu sendiri
(Astari & Latrini, 2017).
KAP The Big Four memiliki afiliasi diberbagai negara termasuk di
35
1) KAP Purwantono, Sungkoro & Surja (EY/ Ernst & Young)
1) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan (Deloitte Touche Tohmatsu)
2) KAP Siddharta dan Widjaja (KPMG/ Klynveld Peat Main Goerdeler)
3) KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (PWC/ Price Waterhouse