• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variabel Kualitas Pelayanan a. Definisi kualitas pelayanan a.Definisi kualitas pelayanan

A. Landasan Teori

2. Variabel Kualitas Pelayanan a. Definisi kualitas pelayanan a.Definisi kualitas pelayanan

Menurut Ishikawa, kualitas diartikan sebagai zero defect atau melakukan dengan benar saat pertama kalinya (doing it right the first time), sedang merurut Crosby, kualitas didefinisikan sebagai pemenuhan apa yang diharapkan. Jasa sendiri didefinisikan sebagai setiap kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada suatu produk fisik tertentu (Kotler, 1997).

Karakteristik jasa menurut Parasuraman, Zeithaml & Berry, 1985 dalam jurnal Shellyana dan Marliana, 2001) adalah intangibility tidak berwujud dan terpengaruh dengan penjualan sebelumnya) karena jasa yang dibali pelanggan tidak dapat dihitung, diukur maupun disimpan untuk ditentukan kualitas jasanya. Selain itu jasa juga bersifat inseparability (produsen dan konsumen tidak dapat dipisahkan) karena pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan, jadi konsumen mempengaruhi proses, kualitas, dan kendali perusahaan. Sementara itu menurut Kotler (1997) masih ditambah satu karakteristik jasa yaitu perishability (mudah lenyap) karena jasa tidak dapat disimpan sehingga permintaan jasa yang fluktuatif akan menyebabkan permasalahan yang sulit. Hal ini disebabkan kualitas jasa sulit dievaluasi konsumen, hasil persepsi

pelanggan terhadap kualitas jasa adalah perbandingan antara harapan konsumen dengan pelayanan kinerja yang diterima secara aktual. Disamping itu evaluasi kualitas tidak dapat dilakukan tanpa proses penyampaian jasa.

Jadi kualitas jasa sebenarnya merupakan usaha pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk menyesuaikan dengan harapan pelanggan. Jadi factor yang mempengaruhi kualitas jasa adalah jasa yang diharapkan pelanggan dan jasa yang dipersepsikan pelanggan atau P-E yaitu perception-minus-expectation (Parasuraman, Zeithaml & Berry, 1985 dalam jurnal Sheellyana dan Marliana, 2001). Dengan demikian kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa untuk memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

Menurut Lovelock (1998) dalam Purnama (2000) mendefinisikan kualitas jasa sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan, sedangkan Gronroos (1990) menyatakan bahwa kualitas jasa meliputi kualitas fungsi (functional quality), kualitas teknis (technical quality), dan citra pelanggan (corporate image). Kualitas fungsi berorientasi pada bagaimana jasa dilaksanakan yang meliputi dimensi kontak pelanggan, sikap dan prilaku, hubungan internal, penampilan, kemampuan mengakses, dan survive mindedness. Kualitas teknik dengan kualitas output yang

dirasakan pelanggan melalui harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output, sedangkan citra perusahaan merupakan reputasi perusahaan dimata pelanggan.

Pendekatan pemasaran 4P biasanya berhasil untuk barang tetapi untuk bisnis jasa, Booms & Bitner (1981) menyarankan tambahan 3P yang terlibat dalam pemasaran jasa yaitu orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (process). Dasar pemikirannya bahwa mayoritas jasa disampaikan oleh orang yang diseleksi, dilatih, dan memiliki motivasi yang dapat mempengaruhi kapuasan pelanggan. Supaya tercapai kepuasan pelanggan, karyawan harus memiliki kompetensi, sikap memperhatikan, responsive, berinisiatif, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi pelanggan. Gronroos (1990) menyatakan bahwa kualitas total jasa terdiri dari tiga komponen utama. Pertama, technical quality yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang dipersepsikan pelanggan, komponen ini dibagi lagi menjadi search quality (dapat dievaluasi sebelum membeli), experience quality (dapat dievaluasi setelah membeli), dan credence quality (sulit dievaluasi meskipun telah membeli). Kedua, functional image merupakan citra umum, profil, reputasi dan daya tarik khusus perusahaan.

b. Dimensi kualitas pelayanan

Kualitas merupakan suatu inisiatif disertai adanya kebebasan, tanpa rasa takut, baik dari pihak organisasi maupun dari pihak karyawan organisasi, untuk terus melakukan perbaikan sehingga dapat dicapai kemakmuran bagi kedua belah pihak. Menurut Stamatis, 1996 dalam jurnal Maria Mampa Kumalaningrum, 1999) kualitas didalam bidang jasa memilki tujuh dimensi, yaitu :

a. Function : performance utama yang dituntut ada pada suatu jasa atau kemampuan jasa tersebut menjalankan fungsinya. b. Features : Performance yang diharapkan atau sesuatu yang

dapat ditonjolkan atau diunggulkan.

c. Conformance : kepuasan pelanggan yang timbul karena terpenuhinya tuntutan atau persyaratanyang telah ditentukan pada suatu jasa

d. Reliability : Kemampuan suatu jasa untuk dapat dipercaya dalam hubungannya dengan jangka waktu

e. Aesthetics : Pengalaman suatu produk diperbaiki jika produk tersebut rusak.

f. Perception : Reputasi jasa dimata pelanggan.

Cara terpenting untuk mendeferensiasikan perusahaan jasa adalah dengan memberikan jasa yang berkualitas lebih tinggi dari para pesaing secara konsisten, kunci kesuksesan pemasaran jasa adalah memenuhi atau melebihi harapan kualitas jasa pelanggan sasaran.

Untuk mengukur kualitas jasa dapat digunakan model SERVQUAL yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml & Berry. Model ini berhubungan dengan model kepuasan pelanggan yang didasarkan pada pendekatan diskonfirmasi, jika attribute performance meningkat lebih besar daripada harapan pelanggan maka kepuasan pelanggan juga akan meningkat. Model SERVQUAL ini mengidentifikasi lima kesenjangan (gap) yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa (Parasuraman, Zeithaml & Berry, 1990).

Kesenjangan tersebut adalah :

1. Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen yang diakibatkan kesalahan manajemen dalam memahami pelanggan.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa akibat kesalahan manajemen dalam menterjemahkan harapan pelanggan dalam tolok ukur kualitas pelayanan.

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa karena ketidakmampuan sumber daya manusia perusahaan dalam memenuhi standar kualitas jasa yang telah ditetapkan.

4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal karena perusahaan tidak mampu memenuhi janjinya yang telah dikomunikasikan secara eksternal.

5. Kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dengan jasa yang diharapkan sebagai akibat tidak terpenuhinya harapan para pelanggan.

Pada awal penelitiannya Parasuraman, Zeithaml & Berry (1985) mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok yaitu reliabilitas, daya tangkap, kompetensi, akses, kesopanan, komunikasi, kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami pelanggan, dan bukti fisik, dimensi pokok ini digunakan untuk mengukur jasa yang diharapakan dan jasa yang dipersepsikan, pada penelitian berikutnya (1988) mereka merangkum sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi utama yang sesuai dengan urutan kepentingannya, yaitu :

1. Bukti fisik (tangibles), meliputi fasilitas fisik perlengkapan, karyawan, dan sarana komunikasi.

2. Reliabiltas (reablity), yaitu kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. 3. Daya tangkap (responsiveness), yaitu keinginan para staf

untuk membantu para palanggan dan memberikan layanan yang tanggap.

4. Jaminan (assurance), merngkup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan.

Adapun rumus Skor SERVQUAL (berdasarkan Parasuraman, Zeithaml & Berry, 1990 dalam jurnal Sheelyana dan Marliana, 2001), yakni :

Dokumen terkait