ANALISIS PENGARUH SISTEM TOTAL QUALITY SERVICE
(TQS) DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP
KEPUASAN PELANGGAN
PADA RUMAH MAKAN IBU Hj. KOKOM DI TANGERANG
Oleh
A F R I Z A L
NIM: 102081026130
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ANALISIS PENGARUH SISTEM TOTAL QUALITY SERVICE (TQS) DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP
KEPUASAN PELANGGAN
PADA RUMAH MAKAN IBU Hj. KOKOM DI TANGERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana
Oleh A F R I Z A L NIM: 102081026130
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Suhendra, S.Ag, MM
NIP. 131 474 891 NIP. 150 326 912
Penguji Ahli
Dr. Yahya Hamzah, MM
NIP. 130 676 334
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Hari ini Selasa Tanggal 16 Juni Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilaksanakan Ujian Komprehensif atas nama Afrizal Nim: 102081026130 dengan judul Skripsi
”Analisis Pengaruh Sistem Total Quality Service (TQS) dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Rumah Makan Ibu Hj. Kokom di Tangerang”. Memperhatikan kemampuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Juni 2009
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Herni Ali HT, S.E, MM Lies Suzanawati, S.E, M.Si
Ketua Sekretaris
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I IDENTITAS PRIBADI
Nama : Afrizal
Umur : 25 Tahun
Tempat & Tgl. Lahir : Tangerang, 29 April 1984 Jenis Kelamin
Agama
: Laki-laki Islam
Alamat : Jl. H. Udin No.17 Rt 04/05 Poris Plawad Utara Kec. Cipondoh Kota Tangerang. 15141
Telepon : 021 - 998 108 96
II PENDIDIKAN
1990 – 1996 : MI Al-Fitroh
1997 – 2000 : MTs Al-Fitroh
2000 – 2003 : MAN Cipondoh-Tangerang
III PENGALAMAN ORGANISASI
2001 – 2002 : Pengurus OSIS MAN Cipondoh
Tangerang
2003 – 2006 : Pengurus Himpunan Pecinta Alam di
Cipondoh Tangerang
2008 – 2009 : Pengurus Karang Taruna Bermuda di
Abstract
The purpose of this research is to analyze the influence of to the total quality service (TQS) and service quality variable among customer satisfactory rumah makan Ibu Hj. Kokom in Cipondoh Tangerang, and to study which variable has major influence to the satisfactory.
The data that is used in this research is primary and secondary data and analyze by using SPSS 15 program. The result of the research indicates that all variable has positive and significant influence among satisfactory. Total quality service (TQS) variable has t-test 2,139 which significant value 0,035, mean while, in servie quality variable, t-test value is 6,387 with 0,000 as significant value. The greatest influence factor of satisfactory is the service quality which also becomes the restaurant customer attention.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel total quality service (TQS) dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan pada rumah makan ibu H. kokom di Cipondoh Tangerang, dan untuk mengkaji variabel manakah yang memiliki pengaruh dominan terhadap kepuasan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS 15. Hasil analisis penelitian menunjukan bahwa semua variabel mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan. Variabel total quality service (TQS) memiliki nilai t-hitung 2,139 dengan nilai signifikan 0,035, sedangkan pada variabel kualitas pelayanan nilai t-hitung yaitu 6,387 dengan nilai signifikan 0,000. Faktor yang mempunyai pengaruh terbesar (dominan) terhadap kepuasan adalah variabel kualitas pelayanan dan menjadi perhatian bagi pelanggan rumah makan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini,
shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, yang telah membawa umatnya dari jalan gelap gulita menuju jalan terang
benderang yaitu jalan kebenaran.
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Sistem Total
Quality Service (TQS) Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan pada Rumah Makan H. Kokom di Tangerang” penulis menyadari
bahwa masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis baik dalam
pengetahuan maupun dalam teknik penulisannya, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritiknya yang bersifat membangun dari semua pihak.
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari kontribusi semua pihak, karenanya
penulis dengan sepenuh hati mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, baik moril, materil maupun sprituil sehingga skripsi ini bisa
selesai. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Orang tua yang senantiasa
memberikan doa dan bimbingan kepada penulis, baik secara moril maupun
materil serta spirituil, sehingga penulis bisa merampungkan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial yang juga merupakan pembimbing I, yang telah meluangkan
3. Bapak Suhendra, S.Ag. MM. selaku dosen pembimbing II, yang telah
meluangkan waktu, ide, dan saran serta kepercayaan kepada penulis, sehingga
penulis bisa merampungkan skripsi ini sesuai harapan.
4. Bapak Dr. Yahya Hamzah, MM Selaku penguji ahli terima kasih atas nasehat
dan masukan dalam proses penyempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh dosen, karyawan dan petugas perpustakaan Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial atas semua curahan ilmu, bantuan, perhatian dan pelayanannya,
semoga bermanfaat bagi kami.
6. Terima kasih kepada teman-teman se- angkatan; Azis, Ikha, Anton, Cece,
Didi, Rum, dll. Teman-teman di Karang Taruna Bermuda serta untuk Widya
Ayu Lestari.
Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, karena
keterbatasan ruang dan waktu, penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas semua kebaikan yang telah diberikan. Akhirnya penulis berharap
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Amiiin.
Jakarta, 24 Juni 2009
DAFTAR ISI
C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian ... 6
2. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. Landasan Teori, Pemikiran Terdahulu, Kerangka Pemikiran, dan Pengajuan Hipotesis A. Landasan Teori ……….…….. 8
1. Variabel Total Quality Service (TQS) a. Definisi Total Quality Service (TQS) ……... 8
b. Pendekatan Total Quality Service (TQS)..…... 14
2. Variabel Kualitas Pelayanan a. Definisi Kualitas Pelayanan ………...……. 23
b. Dimensi Kualitas Pelayanan ………...…... 26
3. Variabel Kepuasan Pelanggan a. Definisi Kepuasan Pelanggan ………...….. 28
B. Penelitian Terdahulu ……….………….. 36 C. Kerangka Pemikiran ... 37 D. Hipotesis Penelitian ... 39
BAB III. Metodelogi Penelitian
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 40 B. Populasi dan Sampel
1. Populasi ... 40 2. Sampel ... 41 C. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi ... 41 2. Kuesioner ………... 41
3. Studi Pustaka ………... 42
D. Skala Pengukuran dan Instrumen Penelitian
1. Skala Pengukuran ………..…….…………. 42
2. Instrumen Penelitian ……….……….. 46 E. Metode Analisis
1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 52 a. Uji Validitas ... 52 b. Uji Reliabilitas ... 53 2. Uji Asumsi Klasik
BAB IV. Hasil Penelitian, Pengujian Hipotesis
dan Pembahasan
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 59 B. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ………... 63 C. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Total Quality Service (TQS) ……… 69
2. Kualitas Pelayanan ……….. 77
3. Kepuasan Pelanggan ………... 85
D. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas dengan P-Plot ... 92 2. Uji Multikolinearitas ... 93 3. Uji Heterokedastisitas... 94 E. Uji Statistik
1. Analisis Uji Regresi Berganda... 96 2. Koefisien Determinasi (R2)... 97 F. Analisis Uji Hipotesis
1. Uji Parsial dengan T-Test ... 98 2. Uji Simultan dengan F-Test... 99
BAB V. Kesimpulan dan Implikasi
A. Kesimpulan... 101 B. Implikasi... 102
Daftar Pustaka... 103
Daftar Tabel
Nomor Keterangan Halaman
3.1 Skala likert ... 45
3.2 Operasional variabel penelitian ... 48
4.1 Hasil try out... 66
4.2 Hasil penyebaran kuisioner ... 67
4.35 Uji multikolineritas... 93
4.36 Regresi berganda ... 96
4.37 Koefisien determinasi ... 97
4.38 Uji simultan dengan F-test ... 98
Daftar Gambar
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Total Quality Service System………... 13
2.2 Tiga Kebutuhan Pokok………... 34
2.3 Kerangka pemikiran... 38
4.1 Struktur organisasi... 62
4.2 Normal P-plot... 92
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Persaingan pasar global yang hiperkompetitip pada masa sekarang ini,
tidak ada satupun bisnis yang bisa bertahan tanpa adanya kepuasan pelanggan.
Riset yang dilakukan oleh Technical Assistance Research Program (TARP)
menghasilkan empat (4) temuan penting (Stamatis, 1996, dalam jurnal
Tjiptono dan Diana, 1996). Pertama, 96 % konsumen yang mengalami
masalah dengan small-ticket-products (contohnya small packaged good) tidak
menyampaikan keluhannya kepada pihak pemanufaktur, tetapi 63 % diantara
mereka tidak akan membeli lagi. Kedua, 45 % konsumen yang mengalami
masalah dengan small-ticket service (seperti jasa tv kabel atau telepon lokal)
tidak melakukan keluhan, namun 45 % dari mereka tidak membeli lagi.
Hasil temuan ketiga menunjukan bahwa hanya 27 % konsumen
yang tidak puas dengan large-ticket-durable-product (seperti mobil, komputer
dan real estat) yang tidak melakukan keluhan sekitar 41 % diantaranya tidak
membeli lagi. Dan keempat, 37 % konsumen tidak puas dengan
large-ticket-service (seperti asuransi) tidak melakukan keluhan dan separuh diantaranya
tidak akan membeli lagi.
Perusahaan yang gagal memuaskan pelanggannya akan
menghadapi masalah yang lebih kompleks dikarenakan dampak
pengalaman barunya kepada 11 orang lain (kotler, 1997, dalam jurnal Tjiptono
dan Diana, 1996), bila setiap orang dari 11 orang ini meneruskan informasi
tersebut kepada kepada orang lain lagi, maka berita buruk ini bisa berkembang
secara ekponensial. Bisa dibayangkan betapa besarnya kerugian dari
kegagalan memuaskan harapan pelanggan.
Globalisasi juga menyebabkan terjadinya pergeseran kekuasaan
dari tangan produsen ke tangan pelanggan (Hammer and Champy, 1994,
dalam jurnal Maria Mampa Kumalaningrum, 1999), dengan ditandai oleh
empat proses yaitu meningkatnya mobilitas, perubahan secara serentak
diseluruh penjuru dunia, adanya fluralisme sehingga menuntut adanya
desentralisasi.
Pada masa sekarang, pelanggan yang memegang kekuasaan
sehingga hanya perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan
pelanggan yang dapat bertahan dalam persaingan global. Oleh sebab itu setiap
produsen barang maupun jasa wajib merencanakan, mengorganisasikan,
mengimplementasikan dan mengendalikan sistem kualitas sedemikian rupa
sehingga dapat memuaskan para pelanggannya. Terlebih di sektor jasa, yang
memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dari sektor manufaktur.
Keunikan tersebut tercermin dalam karakteristik jasa berupa Intangibiliy,
Inseparibility, Veriability, dan Perishability (kotler, 1997 : Lovelock, 1991).
Karena organisasi jasa mempunyai karakteristik yang spesifik sehingga
strategi pemasaran tradisional dengan pendekatan marketing mix atau 4P
produk/barang dirasa belum cukup, masih perlu ditambah dengan 3P lagi yaitu
people, physical, evidence dan processes. Selain itu, karena banyaknya pihak
dan faktor yang berinteraksi dalam organisasi jasa, maka organisasi jasa harus
melakukan pemasaran kepada pihak eksternal, internal maupun secara
interaktif.
Perusahaan di industri jasa berlomba-lomba untuk memberikan
kualitas pelayanan yang terbaik dan bermutu, karena dewasa ini konsep
tentang kualitas tidak hanya didasarkan pada kesesuaian dengan standar yang
ditentukan oleh manajer operasi, akan tetapi telah berubah dengan
ditentukannya kualitas oleh konsumen (customer-driven-standard). Kesadaran
konsumen akan kualitas menjadikan kualitas sebagai salah satu hal yang dapat
digunakan sebagai alat untuk bersaing yang efektif bagi setiap organisasi jasa
dengan para kompetitornya, karena merupakan sarana untuk mempertahankan
kelangsungan hidup sebuah perusahaan, dengan keadaan tersebut maka
perusahaan jasa akan berusaha memberikan kualitas yang terbaik dan bermutu
kepada para pelanggan yang berdampak kepada kepuasan yang diterima oleh
para pelanggan, kemudian meningkatnya pangsa pasar melalui loyalitas para
pelanggan, return on investment bagi perusahaan dan tentunya reputasi nama
baik perusahaan dimata para pelanggan. Karena menurut Zemke, 1992 dalam
Jurnal Maria Mampa Kumalaningrum, 1999; menyatakan bahwa hanya
organisasi yang dapat memberikan high quality service yang akan dapat
mempertahankan pangsa pasar dan memperoleh laba penjualan yang lebih
Agar selalu memuaskan kebutuhan pelanggan, perusahaan harus
selalu mendengarkan pelanggan dan menjadikan pelanggan sebagai tujuan
perusahaan. Hal ini dapat dilakukan perusahaan dengan cara memberikan
pelayanan yang bermutu sebaik mungkin kepada pelanggan.
Untuk itu diperlukan sistem pemasaran strategis yang dapat
meningkatkan kualitas pelayanan yang berujung kepada kepuasan pelanggan.
Strategi dalam mengelola kualitas salah satunya dapat dilakukan dengan
pendekatan system Total Quality Service (TQS), yang merupakan sistem
manajemen stratejik yang melibatkan semua unsur didalam sebuah perusahaan
baik itu manajer maupun karyawan, serta menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses
organisasi, agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan dan
harapan konsumen, yang berarti bahwa konsumen atau pelanggan menjadi
kunci dominaan untuk menentukan segala aktivitas dalam keputusan didalam
organisasi jasa.
Dengan pendekatan system Total Quality Service (TQS) seluruh
individu didalam organisasi terlibat langsung dalam pengelolaan kualitas,
didukung dengan sistem dan pengukuran standar yang jelas dan berlangsung
secara terus-menerus sehingga meningkatkan kualitas jasa yang disampaikan.
Yang terpenting dari pendekatan Total Quality Service (TQS) ini adalah
bahwa karyawan atau personal yang ada dalam organisasi disemua posisi
konsumen atau pelanggan, sehingga tujuan perusahaan dalam rangka
mengwujudkan kepuasan pelanggan akan terwujud.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa strategi pemasaran dengan system
Total Quality Service (TQS) merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
dan mengelola kualitas pelayanan organisasi jasa yang bertujuan untuk
memperbaiki proses-proses organisasi agar dapat memenuhi dan melebihi
kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Jika pelanggan terpuaskan maka
akan tercipta loyalitas pelanggan yang akan meningkatkan pangsa pasar dan
secara tidak langsung akan meningkatkat laba perusahaan. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk membahas dan meneliti konsep pemasaran dengan
system total quality service (TQS) dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan
pelanggan. Adapun judul skripsi yang penulis ajukan adalah “Analisis
Pengaruh Sistem Total Quality Service (TQS) dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan pada Rumah Makan Ibu Hj. Kokom di
B. Perumusan Maslah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang
diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh antara system Total Quality Service terhadap
kepuasan pelanggan
2. Apakah terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan
pelanggan
3. Apakah terdapat pengaruh antara system Total Quality Service dan
kualitas pelayanan secara bersama-sama terhadap kepuasan pelanggan.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian adalah :
a. Untuk mengetatui besarnya pengaruh antara system Total Quality
Service (TQS) terhadap kepuasan pelanggan.
b. Untuk mengetatui besarnya pengaruh antara kualitas pelayanan
terhadap kepuasan pelanggan
c. Untuk mengetatui besarnya pengaruh antara system Total Quality
Service (TQS) dan kualitas pelayanan (secara bersama-sama)
2. Manfaat penelitian :
a. Bagi akademik adalah untuk menambah data/ilmu pengetahuan bagi
orang banyak khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Jurusan Manajemen Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta mengenai strategi pemasaran jasa tentang
konsep kualitas dengan pendekatan system Total Quality Service
(TQS) dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan
b. Bagi perusahaan adalah sebagai bahan evaluasi dan masukan untuk
dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para
BAB II
Landasan Teori, Penelitian Terdahulu, Kerangka Berpikir
Dan Pengajuan Hipotesis
A. Landasan Teori
1. Variabel Total Quality Service (TQS)
a. Definisi TQS
Total Quality Service (TQS) merupakan suatu konsep tentang
bagaimana menanamkan dan mengembangkan kualitas pelayanan pada
setiap fase penyelenggaraan jasa dan melibatkan semua personil yang
ada dalam organisasi (Stamatis, 1996, dalam jurnal Tjiptono dan Diana,
1996) mendefinisikan Total Quality Service (TQS) sebagai suatu strategi,
sistem manajemen yang terintegrasi, yang melibatkan seluruh manajer
dan karyawan, dan menggunakan berbagai metode baik metode kualitatif
maupun metode kuantitatif untuk secara berkelanjutan meningkatkan
proses-proses dalam organisasi agar dapat memenuhi kebutuhan,
keinginan serta harapan pelanggan. Secara rinci, TQS berfokus pada lima
aspek utama (Brown, 1992; Stamatis, 1996, dalam jurnal Tjiptno dan
Diana, 1996), yakni :
1. Fokus pada pelanggan (customer focus)
Kepuasan pelanggan merupakan prioritas utama
dalam TQS. Beberapa langkah penting untuk
a. Mengidentifikasi pelanggan (internal, eksternal, dan/atau
perantara)
b. Mengidentifikasi kebutuhan, keinginan, harapan, serta
prilaku mereka (pelanggan)
c. Merancang system jasa yang dapat memberikan nilai
yang bisa memenuhi tuntutan tersebut
d. Mengumpulkan dan memanfaatkan informasi berupa
masukan dan umpan balik dari pelanggan secara regular
e. Menjalin hubungan kemitraan dengan para pemasok
kunci atas dasar win-win solution, dan
f. Menerapkan prinsip bahwa “pemasaran adalah
segalanya” dalam artian pemasaran menjadi tugas setiap
orang dalam organisasi jasa.
2. Keterlibatan total (total involvement)
Keterlibatan total mengandung arti komitmen total,
manajemen harus memberikan peluang perbaikan kualitas bagi
semua karyawan dan mendemontrasikan kualitas
kepemimpinan transformasional yang bisa menginspirasi
semua anggota organisasi melalui partisipasi aktif dan tindakan
nyata. Manajemen juga harus mendelegasikan tanggung jawab
dan wewenang penyempurnaan proses kerja kepada mereka
Selain itu, manajemen dituntut pula agar bersedia
melakukan sharing of power yang melibatkan bawahan secara
bersama-sama untuk melakukan perubahan (Handoko dan
Tjiptono, 1996). Untuk itu para karyawan harus diberdayakan
dan perlu dibentuk tim kerja multi-disipliner dan lintas
funsional agar dapat berperan aktif dalam merancang produk,
jasa, proses, sistem, dan lingkungan organisasi.
3. Sistem pengukuran (meansurement)
Guna memfasilitasi upaya penyempurnaan kualitas
jasa, organisasi perlu menetapkan berbagai ukuran dasar, baik
internal maupun eksternal bagi organisasi dan pelanggan.
Unsur-unsur sistem pengukuran tersebut meliputi tiga langkah
siklikal :
a. menyusun ukuran proses dan hasil;
b. mengidentifikasi output dari proses-proses kerja kunci
dan mengukur kesesuaiannya dengan tuntutan pelanggan;
c. mengkoreksi penyimpangan dan meningkatkan kinerja.
4. Dukungan sistematis (systematic support)
Manajemen bertanggung jawab dalam mengelola
proses kualitas jasa dengan tiga cara pokok (Tjiptono dan
a. Membangun infra struktur kualitas yang selaras dengan
struktur manajemen internal, antara lain berupa visi,
tujuan, prosedur, dan struktur organisasi fungsional
silang;
b. Memberikan komitmen utuh atas sumber daya dan
komponen yang dibutuhkan untuk mendukung
transformasi kualitas secara positif;
c. Meningkatkan kuaitas dengan sistem manajemen yang
ada, seperti perencanaan strategik, manajemen kinerja,
program pengakuan, penghargaan, dan promosi
karyawan, serta komunikasi.
5. Perbaikan berkesinambungan
Perbaikan berkesinambungan berkaitan dengan
komitmen (continuous quality improvement atau CQI) dan
proses (continuous process improvement atau CPI). Komitmen
terhadap kualitas dimulai dengan pernyataan misi dan visi
bersama, serta pemberdayaan semua partisipan untuk secara
incremental mengwujudkan visi tersebut (Lewis dan Smith,
1994, dalam jurnal Tjiptono dan Diana, 1996).
Perbaikan berkesinambungan tergantung pada dua
unsur, yaitu mempelajari proses, alat dan keterampilan yang
pada small achievable project. Tujuannya adalah untuk
menggugah rekan-rekan lain melalui tim pionir (pilot project)
tersebut. Proses perbaikan berkesinambungan dapat dilakukan
berdasarkan siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act) yang never
ending dan berlaku untuk semua fase organisasi. Untuk
mendukung peoses ini, setiap orang bertanggung jawab untuk :
a. memandang semua pekerjaan sebagai satu proses yang
utuh;
b. mengantisipasi perubahan kebutuhan, keinginan, dan
harapan pelanggan;
c. melakukan perbaikan incremental;
d. mengurangi waktu siklus; serta
e. mendorong dan dengan senang menerima umpan
Strategi
Costumer
System People
Gambar 1. The Total Quality Service System
Tranformasi kualitas dalam organisasi jasa,
Komponen Situasi saat ini Situasi seharusnya
Risk adverse Inovasi
Caring Kualitas jasa
Kompetitif Kolaborasi
Quality is high Perbaiakan terus-menerus Nilai (Values)
Biaya kualitas Prevensi kualitas
Birokratis Flat, terdesentralisasi
Departemen terpisah Kolaborasi Struktur
Turt protection Perhatian pada pelanggan
Anggaran Kepuasan pelanggan
Laba Kepuasan pelanggan
Kendali Pemberdayaan/dukungan
Intuisi Kuantifikasi/Ukuran
Style
Independensi Sinergi
b. Pendekatan-pendekatan TQS
Program perbaikan kualitas jasa harus dibarengi dengan strategi
implementasi yang tepat. Bila tidak, itu sama saja dengan resep kue
tanpa intruksi cara memasaknya. Metode yang dipergunakan
perusahaan untuk mengimplementasikan strategi perbaikan kualitas
jauh lebih penting daripada sekedar daftar lengkap unsur-unsur
kualitas. Paling tidak ada tiga macam pendekatan dalam rangka
menerapkan total quality service (TQS), yaitu pendekatan manajemen
proyek, pendekatan standar ISO 9000, dan pendekatan Deming.
1. Pendekatan manajemen proyek
Manajemen proyek merupakan salah satu pendekatan yang
efektif, karena melibatkan sumber daya manusia lintas fungsional
dan multi-disiplin dalam pelaksanaan proyek. Fokus utamanya
lebih ditekankan pada implementasi kualitas ketimbang konsep
kualitas. Manajemen proyek memiliki hubungan yang erat dengan
TQS, ini ditunjukan oleh karakteristik-karakteristik berikut yang
dikembangkan TQS dan dapat difasilitasi oleh manajemen proyek :
a. Visi, misi, sasaran, dan tujuan bersama antara manajemen
puncak, madya, lini pertama dan operator.
b. Manajemen mempraktikkan kepemimpinan visionaries
(visionary leadership) dalam rangka mewujudkan visi, misi,
c. Semua insan dalam organisasi memanfaatkan sumber daya
secara efisien.
d. Batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang ditetapkan
dan dikelola dengan baik.
e. Manajemen bersikap fleksibel dalam menanggapi secara
dan efektif setiap perubahan kondisi, permintaan, dan
peluang.
f. Manajemen mendorong tumbuhnya kerja sama tim dan
memimpin berdasarkan contoh positif.
g. Organisasi berfokus pada upaya penciptaan nilai tambah
bagi pelanggan.
h. Manajemen mengembangkan proses formal yang
memungkinkan organisasi untuk selalu siap beradaptasi
dengan setiap perubahan kebutuhan, keinginan, permintaan,
dan kondisi internal maupun eksternal.
i. Organisasi mengutamakan budaya belajar, berkembang,
berprestasi, dan saling mendukung dalam lingkungan kerja.
j. Manajemen menerapkan sistem evaluasi dan penilaian
kinerja yang efektif, dimana fokusnya adalah pada tugas
dan tujuan, bukan pada kepribadian.
Manajemen proyek dapat menjamin keberhasilan proses
implementasi TQS berdasarkan empat fase kehidupan proyek
a. Mendefinisikan proyek
Hal ini meliputi : 1) mempelajari, mendiskusikan, dan
menganalisis fokus proyek dan hubungannya dengan
organisasi, 2) merumuskan definisi/ketentuan proyek, 3)
menentukan sasaran hasil akhir, 4) menyusun daftar
kebutuhan absolute dan yang diharapkan, 5)
mengembangkan berbagai alternatif, 6) mengevaluasi
alternatif-alternatif tersebut, 7) memilih serangkaian
tindakan (rencana aksi).
b. Merencanakan proyek
Dalam fase ini, perlu disusun hal-hal yang dibutuhkan agar
dapat merampungkan proyek sesuai dengan kriteria
kualitas, biaya, dan waktu. Aktivitas yang dilakukan antara
lain : 1) menentukan sasaran proyek, 2) memilih strategi
untuk mencapai sasaran tersebut, 3) merinci proyek menjadi
beberapa langkah kecil, 4) menetapkan standar-standar
kinerja, 5) menetapkan persyaratan waktu realisasi proyek,
6) menentukan urutan implementasi : siapa, di mana, apa,
mengapa, dan bagaimana; 7) menyusun anggaran biaya, 8)
merancang orgsnisasi staf, 9) menentukan pelatihan yang
c. Mengimplementasikan rencana
Keseluruhan proyek dikoordinasikan secara terus-menerus.
Tanggung jawab dalam koordinasi ini yaitu : 1)
pengendalian dan/atau pemantauan kemajuan dan
perkembangan pekerjaan sesuai dengan rencana, 2)
penegosasian perubahan rencana, layanan, dan persediaan,
3) penyampaian umpan balik formal dan informal yang
sesuai bagi setiap pihak yang berkepentingan, 4)
penyelesaian masalah perbedaan yang muncul, 5) penetapan
pelaksanaan rencana tindakan korektif.
d. Merampungkan proyek
Sasaran manajemen proyek adalah mendapatkan akseptansi
manajemen atas hasil proyek tersebut. Maksudnya
mnajemen sepakat bahwa spesifikasi kualitas dari parameter
proyek telah terpenuhi. Agar kesepakatan ini bisa tercapai,
maka harus ada evaluasi obyektif yang didasarkan pada
kriteria-kriteria yang terukur dan spesifik guna menjamin
kelanjutan implementasi Total Quality Service (TQS).
2. Pendekatan standar ISO 9000
Standar ISO memberikan pedoman mengenai struktur dan
elemen kualitas yang lengkap, serta standarisasi kualitas di seluruh
manusia, sikap mereka, dan ancangan terhadap pekerjaan, hal ini
sangat dibutuhkan dalam rangka persaingan global. Pendekatan
yang relevan terhadap situasi ini adalah menentukan inisiasi
proyek, memahami proses, memenuhi strategi dan persyaratan
implementasi ISO, dan memantau proses.
Secara garis besar, model implementasi ISO didasarkan
pada fase-fase berikut :
a. Fase pertama : Komitmen manajemen yaitu memperoleh
komitmen pihak manajemen dan menyusun strategi
b. Fase kedua : Membangun struktur dengan cara menyusun
organisasi dan melatih para karyawan.
c. Fase ketiga : Implementasi prosedur dan dokumentasi
sistem kualitas, antara lain :
1) Mengidentifikasi semua prosedur, kebijakan, dan
paktik yang berkaitan dengan ISO 9000.
2) Mempersiapkan dokumentasi, meliputi manual
kualitas; prosedur operasi; intruksi kerja; serta
formulir, catatan, buku, dan file.
d. Fase keempat : Berhubungan dengan registrasi, yaitu :
1) penilaian awal,
2) kunjungan langsung (audit),
3) registrasi atau tindakan korektif dan
3. Pendekatan Deming
W. Edwards Deming merupakan gerakan Total Quality
Management, pemikirannya banyak berpengaruh terhadap
perusahaan-perusahaan manufaktur dan jasa di berbagai dunia.
Salah satunya adalah Deming Fourteen Point yang merupakan
rangkuman dari keseluruhan pandangan Deming terhadap apa yang
harus dilakukan oleh setiap perusahaan dalam rangka melakukan
transisi posisi dari bisnis konvensional menjadi bisnis berkualitas
tingkat dunia. Implementasi TQS menuntut pemahaman dan
komitmen total dari semua jajaran organisasi, ke empat belas point
Deming yaitu :
1. Ciptakan keajegan tujuan demi perbaikan jasa
2. Adopsilah filosofi baru
3. Hentikan ketergantungan pada inpeksi demi untuk
mengwujudkan kualitas
4. Hentikanlah praktik menghargai bisnis semata-mata atas
dasar harga; jadikanlah pemasok sebagai mitra kerja
5. Perbaikan secara konstan setiap perencanaan, operasi, dan
pelayanan
6. Lembagakan pelatihan dan pelatihan ulang di tempat kerja
7. Melembagakan kepemimpinan bagi penyempurnaan sistem
9. Menyingkirkan rintangan (dinding pemisah) antar
departemen
10. Meniadakan slogan, desakan, dan target bagi tenaga kerja
11. Mengeliminasi kuota-kuota numerik bagi para karyawan
dan sasaran numerik bagi manajemen.
12. Menghilangkan penghalang yang dapat merampok
kebanggaan para karyawan atas keahliannya.
13. Giatkan program pendidikan dan perbaikan diri bagi setiap
orang.
14. Lakukanlah tranformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan
mereka untuk mengerjakannya.
Selain itu Deming juga meringkas pandangannya mengenai
faktor-faktor yang dapat merintangi transformasi menuju bisnis
tingkat dunia, yang meliputi :
a. Kurangnya keajegan tujuan untuk merencanakan produk
yang memiliki pasar yang memadai, mempertahankan
perusahaan dalam bisnis, dan menyediakan lapangan kerja
b. Mobilitas manajemen, job hopping, dan pergantian personil
dalam posisi kepemimpinin secara terus-menerus
c. Mengandalkan penggunaan data dan informasi yang tidak
tampak dalam pengambilan keputusan
d. Penekanan pada keuntungan jangka pendek-pemikiran
usaha-usaha pengambilan dan tekanan dari banker dan pemegang
saham
e. Sistem pemeriksaan personal bagi para manajer dan
manajemen berdasarkan sasaran tanpa menyediakan metode
atau sumber daya untuk mencapai sasaran tersebut.
f. Biaya medis yang berlebihan, produk yang tidak aman,
proses yang tidak aman, dan tempat kerja tidak aman
g. Biaya hutang yang berlebihan karena para pengacara yang
bekerja berdasarkan tarif kontingensi.
Implementsi TQS membutuhkan adanya perubahan
paradigma dari para anggota organisasi mengenai struktur,
tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya manusia
organisasi, (Stamatis: 1996, dalam jurnal Maria Mampa
Kumalaningrum, 1999 ) memberikan tujuh langkah tersebut, yaitu :
a. Bangkitkan/semangati organisasi dengan kesadaran
mengetahui kualitas.
b. Ubah budaya organisasi
c. Definisikan scope komitmen anda mengenai organisasi
sebagai suatu keseluruhan
d. Identifikasi proses-proses kunci
e. Implementasikan pengendalian proses statistical
f. Lakukan proses perbaikan di dalam organisasi
2. Variabel Kualitas Pelayanan
a. Definisi kualitas pelayanan
Menurut Ishikawa, kualitas diartikan sebagai zero defect atau
melakukan dengan benar saat pertama kalinya (doing it right the first
time), sedang merurut Crosby, kualitas didefinisikan sebagai
pemenuhan apa yang diharapkan. Jasa sendiri didefinisikan sebagai
setiap kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak
lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan
pada suatu produk fisik tertentu (Kotler, 1997).
Karakteristik jasa menurut Parasuraman, Zeithaml & Berry,
1985 dalam jurnal Shellyana dan Marliana, 2001) adalah intangibility
tidak berwujud dan terpengaruh dengan penjualan sebelumnya) karena
jasa yang dibali pelanggan tidak dapat dihitung, diukur maupun
disimpan untuk ditentukan kualitas jasanya. Selain itu jasa juga
bersifat inseparability (produsen dan konsumen tidak dapat
dipisahkan) karena pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi
secara bersamaan, jadi konsumen mempengaruhi proses, kualitas, dan
kendali perusahaan. Sementara itu menurut Kotler (1997) masih
ditambah satu karakteristik jasa yaitu perishability (mudah lenyap)
karena jasa tidak dapat disimpan sehingga permintaan jasa yang
fluktuatif akan menyebabkan permasalahan yang sulit. Hal ini
pelanggan terhadap kualitas jasa adalah perbandingan antara harapan
konsumen dengan pelayanan kinerja yang diterima secara aktual.
Disamping itu evaluasi kualitas tidak dapat dilakukan tanpa proses
penyampaian jasa.
Jadi kualitas jasa sebenarnya merupakan usaha pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian
untuk menyesuaikan dengan harapan pelanggan. Jadi factor yang
mempengaruhi kualitas jasa adalah jasa yang diharapkan pelanggan
dan jasa yang dipersepsikan pelanggan atau P-E yaitu
perception-minus-expectation (Parasuraman, Zeithaml & Berry, 1985 dalam jurnal
Sheellyana dan Marliana, 2001). Dengan demikian kualitas jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa untuk memenuhi harapan
pelanggannya secara konsisten.
Menurut Lovelock (1998) dalam Purnama (2000)
mendefinisikan kualitas jasa sebagai tingkat kesempurnaan yang
diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan, sedangkan Gronroos (1990)
menyatakan bahwa kualitas jasa meliputi kualitas fungsi (functional
quality), kualitas teknis (technical quality), dan citra pelanggan
(corporate image). Kualitas fungsi berorientasi pada bagaimana jasa
dilaksanakan yang meliputi dimensi kontak pelanggan, sikap dan
prilaku, hubungan internal, penampilan, kemampuan mengakses, dan
dirasakan pelanggan melalui harga, ketepatan waktu, kecepatan
layanan, dan estetika output, sedangkan citra perusahaan merupakan
reputasi perusahaan dimata pelanggan.
Pendekatan pemasaran 4P biasanya berhasil untuk barang tetapi
untuk bisnis jasa, Booms & Bitner (1981) menyarankan tambahan 3P
yang terlibat dalam pemasaran jasa yaitu orang (people), bukti fisik
(physical evidence), dan proses (process). Dasar pemikirannya bahwa
mayoritas jasa disampaikan oleh orang yang diseleksi, dilatih, dan
memiliki motivasi yang dapat mempengaruhi kapuasan pelanggan.
Supaya tercapai kepuasan pelanggan, karyawan harus memiliki
kompetensi, sikap memperhatikan, responsive, berinisiatif, dan mampu
memecahkan masalah yang dihadapi pelanggan. Gronroos (1990)
menyatakan bahwa kualitas total jasa terdiri dari tiga komponen utama.
Pertama, technical quality yang berkaitan dengan kualitas output jasa
yang dipersepsikan pelanggan, komponen ini dibagi lagi menjadi
search quality (dapat dievaluasi sebelum membeli), experience quality
(dapat dievaluasi setelah membeli), dan credence quality (sulit
dievaluasi meskipun telah membeli). Kedua, functional image
merupakan citra umum, profil, reputasi dan daya tarik khusus
b. Dimensi kualitas pelayanan
Kualitas merupakan suatu inisiatif disertai adanya kebebasan,
tanpa rasa takut, baik dari pihak organisasi maupun dari pihak
karyawan organisasi, untuk terus melakukan perbaikan sehingga dapat
dicapai kemakmuran bagi kedua belah pihak. Menurut Stamatis, 1996
dalam jurnal Maria Mampa Kumalaningrum, 1999) kualitas didalam
bidang jasa memilki tujuh dimensi, yaitu :
a. Function : performance utama yang dituntut ada pada suatu
jasa atau kemampuan jasa tersebut menjalankan fungsinya.
b. Features : Performance yang diharapkan atau sesuatu yang
dapat ditonjolkan atau diunggulkan.
c. Conformance : kepuasan pelanggan yang timbul karena
terpenuhinya tuntutan atau persyaratanyang telah ditentukan
pada suatu jasa
d. Reliability : Kemampuan suatu jasa untuk dapat dipercaya
dalam hubungannya dengan jangka waktu
e. Aesthetics : Pengalaman suatu produk diperbaiki jika produk
tersebut rusak.
f. Perception : Reputasi jasa dimata pelanggan.
Cara terpenting untuk mendeferensiasikan perusahaan jasa
adalah dengan memberikan jasa yang berkualitas lebih tinggi dari para
pesaing secara konsisten, kunci kesuksesan pemasaran jasa adalah
Untuk mengukur kualitas jasa dapat digunakan model
SERVQUAL yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml &
Berry. Model ini berhubungan dengan model kepuasan pelanggan
yang didasarkan pada pendekatan diskonfirmasi, jika attribute
performance meningkat lebih besar daripada harapan pelanggan maka
kepuasan pelanggan juga akan meningkat. Model SERVQUAL ini
mengidentifikasi lima kesenjangan (gap) yang mengakibatkan
kegagalan penyampaian jasa (Parasuraman, Zeithaml & Berry, 1990).
Kesenjangan tersebut adalah :
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi
manajemen yang diakibatkan kesalahan manajemen dalam
memahami pelanggan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi
kualitas jasa akibat kesalahan manajemen dalam
menterjemahkan harapan pelanggan dalam tolok ukur
kualitas pelayanan.
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian
jasa karena ketidakmampuan sumber daya manusia
perusahaan dalam memenuhi standar kualitas jasa yang telah
ditetapkan.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi
eksternal karena perusahaan tidak mampu memenuhi janjinya
5. Kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dengan jasa yang
diharapkan sebagai akibat tidak terpenuhinya harapan para
pelanggan.
Pada awal penelitiannya Parasuraman, Zeithaml & Berry
(1985) mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok yaitu reliabilitas, daya
tangkap, kompetensi, akses, kesopanan, komunikasi, kredibilitas,
keamanan, kemampuan memahami pelanggan, dan bukti fisik, dimensi
pokok ini digunakan untuk mengukur jasa yang diharapakan dan jasa
yang dipersepsikan, pada penelitian berikutnya (1988) mereka
merangkum sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi utama
yang sesuai dengan urutan kepentingannya, yaitu :
1. Bukti fisik (tangibles), meliputi fasilitas fisik perlengkapan,
karyawan, dan sarana komunikasi.
2. Reliabiltas (reablity), yaitu kemampuan memberikan layanan
yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Daya tangkap (responsiveness), yaitu keinginan para staf
untuk membantu para palanggan dan memberikan layanan
yang tanggap.
4. Jaminan (assurance), merngkup pengetahuan, kompetensi,
kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf, bebas
5. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam menjalin
relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan
pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan.
Adapun rumus Skor SERVQUAL (berdasarkan Parasuraman,
Zeithaml & Berry, 1990 dalam jurnal Sheelyana dan Marliana, 2001),
yakni :
3. Variabel Kepuasan Pelanggan
a. Definisi kepuasan pelanggan
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya.
Tingkat kepuasan merupakan funsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan yang diterima, apabila kinerja dibawah
harapan maka pelanggan akan kecewa, akan tetapi bila kinerja yang
diberikan melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas.
Kepuasan pelanggan merupakan respon dari pelanggan terhadap
evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan dengan kinerja
Tjiptono, 1996) mendefinisikan bahwa kepuasan pelanggan merupakan
suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman
konsumsi suatu produk atau jasa. Enel, et. Al (1990) menyatakan bahwa
kepuasan pelanggan adalah evaluasi purnabeli dimana alternatif yang
dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan,
sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan
pelanggan.
Kotler (1995) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan
merupakan tingkat yang dirasakan pelanggan sebagai hasil perbandingan
kinerja aktual produk dengan harapan pelanggan, harapan pelanggan
dapat terbentuk dari :
a. Pengalaman berbelanja dimasa lampau
b. Opini teman dan kerabatnya
c. Informasi dan janji-janji perusahaan
d. Para pesaing perusahaan
Sedangkan penyebab utama tidak terpenuhinya harapan
pelanggan adalah sebagai berikut :
a. Pelanggan keliru mengkonsumsi jasa yang diinginkan
b. Pelanggan keliru menafsirkan signal (harga, positioning, dan
lain-lain)
c. Miskomunikasi rekomendasi dari mulut ke mulut
d. Kinerja perusahaan yang buruk
e. Miskomunikasi penyediaan jasa oleh pesaing.
b. Dimensi kepuasan pelanggan
Menurut Kennedy dan Young (dalam Supranto, hal 14, 2001)
terdapat dimensi pengukuran dibidang jasa, yaitu :
1. Keberadaan pendukung, yaitu tingkatan dimana pelanggan dapat
kontak dengan pemberi jasa.
2. Ketanggapan pendukung, yaitu tingkatan dimana pemberi jasa
bereaksi cepat terhadap permintaan pelanggan.
3. Ketepatan waktu pendukung, yakni tingkatan dimana pekerjaan
4. Penyelesaian pendukung, yaitu tingkatan dimana seluruh
pekerjaan dapat diselesaikan.
5. Kesenangan pendukung, yakni tingkatan dimana pemberi jasa
menggunakan prilaku dan gaya professional yang tepat selama
bekerja dengan pelanggan.
Sementara itu untuk mengukur kepuasan pelanggan menurut
Kotler (hal 64, 2003) terdapat empet metode, yaitu :
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap perusahaan atau organisasi yang berorientasi pada
pelanggan wajib memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi
para pelanggan untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat
dan keluhan mereka. Dimana media yang digunakan meliputi
kotak saran, menyediakan kartu komentar, atau menyediakan
saluran telepon khusus.
2. Survey kepuasan pelanggan
Penelitian yang meneliti mengenai kepusan pelanggan pada
umumnya menggunakan metode survey, baik melalui pos,
3. Ghost shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan
beberapa ghost shoping untuk berperan sebagai pelanggan
potrensial jasa perusahaan dan pesaing. Mereka kemudian
melaporkan berbagai temuan penting berdasarkan
pengalamannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk/jasa
perusahaan dibandingkan para pesaing.
4. Analisis kehilangan pelanggan
Perusahaan dalam hal ini sebaiknya menghubungi pelanggan
yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih
pemasok/perusahaan, agar dapat memahami mengapa hal itu
dapat terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan
selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas
pelanggan.
Menurut Sigit Trionono, 2006 (dalam jurnal Nur Hikmah,
2006) menyatakan bahwa didalam industri ritel terdapat tiga kebutuhan
pokok pelanggan yang harus dipuaskan dan dapat dijadikan pedoman
1. kebutuhan fisik
Yaitu kebutuhan yang langsung dirasakan oleh pelanggan dengan
panca indra, seperti layout rumah makan, penataan makanan,
sampai kepada toilet pelanggan.
2. Kebutuhan praktis
Adalah hal-hal yang berhubungan dengan barang (seperti harga,
kualitas, dan manfaat).
3. Kebutuhan funsional
Adalah hal-hal yang dapat dipenuhi melalui pelayanan pegawai,
seperti kesopanan, kerapihan, dan lain-lainnya. Ketiga kebutuhan
Gambar 2.2 Tiga Kebutuhan Pokok Sumber : Sigit Triono, 2006:74 Kebutuhan
Praktis
Kebutuhan Fungsional Kebutuhan
Pokok Kebutuhan
Menurut Moven dan Minor (1998), menyatakan bahwa
sebuah model yang kritis dalam memahami dan mempengaruhi
kepuasan atau ketidakpuasan konsumen disebut sebagai model
diskonfirmasi harapan, yaitu model yang membandingkan antara
harapan konsumen mengenai performance produk dengan
performance produk aktual, dalam hal ini adalah mengenai kualitas
produk dikenal. Sedangkan menurut Hoffman dan Batesonn (1997),
perbandingan harapan pelanggan dengan persepsi mereka menunjukan
expectancy disconfirmation model. Keadaan expectancy confirmation
terjadi apabila persepsi konsumen sesuai dengan harapan mereka,
sedangkan keadaan expectancy disconfirmation terjadi apabila terdapat
perbedaan antara persepsi dengan harapan.
Ada dua jenis keadaan disconfirmation (Hoffman &
Batesonn, 1997 dalam jurnal Nur Hikmah, 2006), yang antara lain :
1) Negative disconfirmation, yang terjadi apabila persepsi aktual
lebih rendah daripada harapan, sehingga menyebabkan
ketidakpuasan (emotional disconfirmation), dan menyebabkan
terjadinya publisitas komunikasi word-of-mouth yang negatif
serta penolakan oleh konsumen.
2) Positive disconfirmation, yang terjadi apabila persepsi melebihi
harapan, sehingga menimbulkan kepuasan (emotional
satisfaction), sehingga menyebabkan terjadi publisitas
B. Penelitian Terdahulu
Kualitas pelayanan (service quality) pada bidang industri jasa didesain
dan di uji memiliki enam dimensi yaitu : Responsiveness, Emphaty, Staff
conduct, Access, Communication and Realibility, dengan 27 item. Penelitian
ini menggunakan metodologi diskusi dan survey, hasilnya menunjukan bahwa
item tersebut dapat dijadikan ukuran kualitas pelayan (Avkiran 1994).
Koesindarti (2005), dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis
Hubungan Kualitas Pelayanan dan Kualitas Produk Terhadap Kepuasan
Pelanggan pada PT. Bank Mandiri (PERSERO) Tbk. Jl. Gatot
Subroto-Jakarta”. Dalam penelitiannya menggunakan analisis deskriptif dan
inferansial, untuk pengambilan sample menggunakan teknik sample
Probability dengan metode Simple Random Sampling sebanyak 100 sampel.
Pengukuran menggunakan skala likert. Dalam penelitian ini yang menjadi
variable bebas adalah Kualitas pelayanan, yang terdiri dari : berwujud,
kehandalan, daya tangkap, kompeten, sikap ramah, sikap jujur, aman,
kemudahan kontrrak dan mendengarkan suara konsumen. Berdasarkan hasil
SPSS diperoleh persamaan regresi kualitas pelayanan terhadap kepuasan
adalah : Y = 14, 361 + 0,555X1, nilai ry1 = 0,610. Angka tersebut
menunjukan terdapat hubungan positif yang kuat antara kualitas pelayanan
C. Kerangka Pemikiran
Perusahaan dewasa ini berorientasi kepada kepuasan pelanggan, baik
itu perusahaan produk barang/jasa, Karena dari kepuasan pelanggan akan
tercipta loyalitas pelanggan yang berdampak pada kesetian pelanggan
terhadap perusahaan, reputasi nama baik perusahaan, dan yang tidak kalah
penting secara tidak langsung akan meningkatkan laba perusahaan. Dengan
demikian kepuasan pelanggan menjadi bagian yang penting dalam
pengelolaan suatu organisasi perusahaan, dan untuk mencapai titik kepuasan
pelanggan tersebut perusahaan harus bisa memahami kebutuhan dan keinginan
para pelanggan serta pelayanan yang berkualitas.
Dalam menciptakan pelayanan yang berkualitas perusahaan dituntut
untuk dapat menerapkan strategi pemasaran yang terbaik, salah satu konsep
yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pelayanan adalah
Total Quality Service (TQS). Yaitu strategi manajemen pemasaran stratejik
dan integratif yang melibatkan seluruh personil dalam perusahaan yang
menggunakan metode-metode untuk memperbaiki proses-proses organisasi
secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan,
keinginan dan harapan pelanggan, serta membangun rasa memiliki dalam
memberikan pelayanan sehingga akan berpengaruh kepada kepuasan total
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat pengaruh antara Sistem Total Quality Service terhadap
Kepuasan Pelanggan pada Rumah Makan Hj. Kokom di Tangerang
H0: =0, tidak ada pengaruh
Ha: 0, ada pengaruh
2. Terdapat pengaruh antara Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan
Pelanggan pada Rumah Makan Ibu Hj. Kokom di Tangerang.
H0: =0, tidak ada pengaruh
Ha: 0, ada pengaruh
3. Terdapat pengaruh antara Sistem Total Quality Service dan
Kualitas Pelayanan secara bersma-sama (simultan) terhadap
Kepuasan Pelanggan pada Rumah Makan Ibu Hj. Kokom di
Tangerang.
H0: =0, tidak ada pengaruh
Bab III
Metodologi Penelitian
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif, yaitu penelitian yang memusatkan pada pamecahan
masalah yang aktual dan akurat mengenai fakta, sifat serta hubungan
antara fenomena yang diteliti dan diselidiki (Soegiono, 1994, hal 142).
Pada awalnya data dikumpulkan, disusun/dikelompokan, dijelaskan,
kemudian dianalisis.
Pada penelitian ini peneliti terjun langsung ke objek penelitian
yang berlokasi di Jalan KH. Hasyim Ashari Cipondoh Kota Tangerang.
Penelitian ini membutuhkan waktu selama 2 bulan. Yang diteliti adalah
adakah pengaruh sistem Total Quality Service (TQS) dan Kualitas
Pelayanan (Quality Service) terhadap Kepuasan Pelanggan pada Rumah
Makan Ibu Hj. Kokom di Tangerang.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Yaitu suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
adalah para pelanggan yang makan di rumah makan ibu Hj. Kokom di
Cipondoh Tangerang selama penelitian berlangsung.
2. Sampel
Yaitu bagian dari jumlah data dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut dengan berupa anggapan atau persepsi dari
pelanggan yang diperoleh melalui kuesioner dengan pertanyaan yang
disusun secara sistematis.
Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan methode sample probability, yaitu teknik
pengambilan sampel yang dipilih dengan memberikan peluang yang sama
bagi setiap anggota populasi. Metode yang digunakan adalah simple
random sampling, yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut.
Sampel yang diambil pada penelitian ini sebanyak 100 responden.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan secara langsung dilapangan
dengan beberapa metode, diantaranya :
1. Observasi, yaitu metode pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti yaitu pada
rumah makan ibu Hj. Kokom di Cipondoh Tangerang.
2. Kuesioner, yaitu metode pengumpulan data dengan mengajukan
kepada responden, kuesioner diberikan kepada para pelanggan
yang datang untuk makan siang di lokasi penelitian sebanyak 100
responden.
3. Studi Pustaka, yaitu metode pengumpulan data dengan
mempelajari berbagai literatur yang relevan dengan penelitian.
Sedangkan Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini
menggunakan dua jenis yaitu data primer dan data skunder :
1. Data primer : data yang diperoleh dari responden melalui
wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)
yang disebarkan kepada para responden, dan pengamatan secara
langsung di lapangan yaitu berlokasi di rumah makan ibu Hj.
Kokom di cipondoh Tangerang.
2. Data sekunder : yang diperoleh dari data perusahaan yang telah ada
sebelumnya, dari literatur-literatur antara lain dari berita atau
publikasi media mengenai rumah makan atau restoran.
D. Skala Pengukuran dan Instrumen Penelitian
1. Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupkan kesepakatan yang digunakan
sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada
dalam alat ukur, sehinggga alat ukur tersebut bila digunakan dalam
pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif, sehingga variabel
penelitian ini skala pengukuran dipergunakan untuk mengukur prilaku
sosial dan kepribadian (Skala sikap, skala moral, test karakter, skala
prtisipasi sosial), yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
nilai variabel mandiri, tujuannya adalah agar mendapatkan beberapa
gambaran secara sistematis aktual dan akurat mengenai fakta, sifat
serta hubungan antara fenomena yang diteliti dan diselidiki (Soegiono
1994 :112) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan
variabel yang lain.
Cooper dan Emory (1995) menyatakan bahwa skala
pengukuran merupakan suatu prosedur pemberian angka (symbol lain)
kepada sejumlah ciri objek dengan maksud untuk menyatakan
karakteristik angka pada ciri tersebut. Skala pengukuran dalam
penelitian ini menggunakan skala likert, yaitu dimana variabel akan
diukur dan dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator
variabel tersebut dijabarkan menjadi komponen yang teratur untuk
kemudian dijadikan sebagai titik tolak menyusun butir-butir instrumen
berupa pertanyaan atau pernyataan untuk dijawab oleh responden.
Dalam penelitian ini, untuk keperluan analisis secara kuantitatif
maka jawaban diberi nilai yaitu mulai dari angka 1 sampai 5, skala
tersebut menggambarkan persepsi pelanggan mulai dari sangat tidak
setuju sampai kepada tingkat sangat setuju. dalam penelitian ini
mengukur mengenai system total quality service dan kualitas
digunakan adalah model skala (Likert) atau disebut sebagai format tipe
Likert. Metode Likert atau skala Likert ini dimaksudkan untuk
mengukur seberapa besar tingkat kepuasan yang diterima oleh
pelanggan dengan cara menjawab berbagai macam pertanyaan seputar
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan rumah makan ibu Hj.
Kokom di Tangerang..
Melalui skala Likert ini variabel yang akan diukur dan
dijabarkan menjadi indikator-indikator variabel, kemudian variabel
tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen penelitian yang berupa pertanyaan-pertanyaan. Semua
jawaban yang terkumpul dari para responden diberikan skor, pada
ujung sebelah kiri di berikan angka rendah yang menggambarkan suatu
jawaban yang sifatnya negatif, sedangkan pada ujung sebelah kanan
diberikan angka tinggi yang menggambarkan suatu jawaban yang
sifatnya positif.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden
mengandung butir-butir yang dapat menjelaskan ataupun menerangkan
dari suatu pelayanan, bersifat baik ataupun buruk. Karena itu menurut
Likert (dalam R.A Likert) menyatakan bahwa skala jawaban harus
dapat mencerminkan dari unsur variabel yang akan diteliti, dalam hal
ini yaitu kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan. Pelanggan
diterima dari perusahaan tersebut, sehingga dapat mewakili setiap item
dari variabel penelitian.
Setelah data terkumpul dari hasil survey akan dikelompokan
berdasarkan variabel yang diteliti, kemudian mentabulasi data
berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan variabel yang
diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah
kemudian melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah
diajukan dalam penelitian ini. Kuesioner yang telah terhitung melalui
hasil pengolahan data secara kuantitatif kemudian dihitung kembali
melalui perhitungan statistik dengan menggunakan program SPSS
versi 15.0 (Statistik Program for Social Science).
Tabel 3.1
Contoh Format Jawaban Tipe Likert
2. Instrumen Penelitian
Meneliti merupakan kegiatan melakukan pengukuran terhadap
fenomena alam maupun sosial, yang prinsipnya melakukan
pengukuran sehingga harus ada alat ukur yang baik. Jadi instrumen
penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam
maupun sosial yang diamati, fenomena-fenomena tersebut secara
spesifik disebut variabel penelitian.
Variabel yang akan diukur pada penelitian ini berjumlah dua
yaitu system total quality servie (TQS) dan kualitas pelayanan sebagai
variable bebas dengan kepuasan pelanggan sebagai variabel terikat.
a. Sistem Total Quality service (TQS)
Merupakan sistem manajemen yang terintegrasi, yang
melibatkan seluruh manajer dan karyawan, dan menggunakan
berbagai metode baik metode kualitatif maupun metode
kuantitatif untuk secara berkelanjutan meningkatkan
proses-proses dalam organisasi agar dapat memenuhi kebutuhan,
keinginan serta harapan pelanggan. Dengan indikator : Fokus
pada pelanggan (customer focus), Keterlibatan total (total
involvement), Sistem pengukuran (meansurement), Dukungan
sistematis (systematic support), Perbaikan berkesinambungan.
2. Kualitas Pelayanan
Suatu model yang dapat menggambarkan kondisi pelanggan
dengan apa yang mereka terima dalam mengevaluasi kualitas,
dengan indikator : berwujud (tangibles), keandalan (reliability),
keresponsifan (responsiveness), jaminan (assurance), empati
(emphaty).
3. Kepuasan Pelanggan
Adalah bentuk perasaan seseorang baik senang maupun kecewa
terhadap apa yang dirasakannya berbeda dengan apa yang
diharapkannya, dengan indikator : kebutuhan fisik, kebutuhan
Tabel 3.2 Instrumen Penelitian
Unsur
Variabel Sub Variabel Indikator
Dimensi/
Kualitas
5.2 Pegawai dan staf terbuka terhadap
Kepuasan
1.3Biaya parkir relatif murah
E. Metode Analisis
1. Uji Validitas dan Realibilitas
a. Uji Validitas
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan
sejauh mana alat ukur benar-benar mampu mengukur sesuatu yang
seharusnya diukur. Uji validitas terhadap instrumen dilakukan agar
penelitian ini memberikan hasil sesuai dengan tujuan penelitian.
Validitas juga menggambarkan tingkat kemampuan suatu
instrumen untuk mengungkapkan suatu yang menjadi sasaran
pokok pengukuran, yang dilakukan dengan instrumen tersebut.
Butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang
merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > dari
r-tabel.
Skor total ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil
penjumlahan semua skor item. Korelasi antara skor item dengan
skor totalnya harus signifikan berdasarkan dimensi konsep
berkorelasi dengan skor totalnya maka dapat disimpulkan bahwa
alat pengukur tersebut valid.
Biasanya syarat minimum untuk dapat dianggap memenuhi
syarat adalah apabila r = positif (+). Jadi jika korelasi antar butir
dengan skor total negatif (-) maka butir dan instrumen tersebut
b. Pengujian Realibilitas
Uji realibilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan
konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimana suatu
variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuisioner. Pengujian
realibilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi
hasil pengukuran apabila pengukuran dilakukan lebih dari satu
kali. Instrumen yang reliabel tidak bersifat tendensius atau
mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tersebut.
Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang benar atau
data yang sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya. Realibilitas
suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai
Cronbach’ Alpha > dari 0,6.
4. Uji Asumsi Klasik
Suatu model analisis regresi berganda dapat dikatakan sebagai
baik jika model tersebut terbebas dari asumsi-asumsi klasik, yaitu uji
normalitas, multikolineritas dan heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data ini bertujuan untuk mengetahui
distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam
penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian