BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
2. Variabel yang Mempengaruhi PMDN
Melihat fenomena yang terjadi di Indonesia, ketika faktor-faktor investasi
mengalami naik turun, maka penulis mengambil 3 faktor yang mengalami kenaikan
dan penurunan yang signifikan yaitu Inflasi, Suku Bunga Kredit, dan Nilai Tukar.
a) Tingkat/laju inflasi
Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini
disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko
proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat
mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi
informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu, tingkat inflasi yang
tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro
dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan
ekonomi makro.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus (Sukirno, 2002:223).
Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 2000:156).
Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan (Pohan, 2008:53).
Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar dan terus-menerus, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000:57).
Kenaikan sejumlah bentuk barang yang hanya sementara dan sporadis tidak
dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. Inflasi di Indonesia sangat tinggi
pada zaman Presiden Soekarno karena kebijakan fiskal dan moneter sama
sekali tidak prudent (jika negara memerlukan uang, maka negara tinggal
mencetaknya saja). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi,
akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh
karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bias mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank
Indonesia mengutamakan penjagan nilai Rupiah. Tetapi karena sejarah dan
karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka inflasi inti masih lebih besar daripada
5 persen setahun.
Tingkat inflasi dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui kondisi
perekonomian disuatu daerah, bila inflasi terjadi maka akan terjadi kenaikan
biaya produksi barang sehingga akan mempengaruhi iklim investasi dan
penanaman modal (Mankiew, 2006:177). Inflasi dapat dibedakan menjadi
empat yaitu inflasi rendah atau ringan, inflasi moderat atau sedang dan inflasi
harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10% - 30%
setahun; berat antara 30% - 100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak
terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Inflasi
yang buruk akan mendorong para pengusaha untuk melakukan kegiatan yang
spekulatif, sehingga akan mengurangi investasi karena yang berkembang
adalah kegiatan spekulatif. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan investasi
menurun dan apabila inflasi turun maka investasi akan mengalami kenaikan
atau dengan inflasi yang rendah para pengusaha berusaha untuk meningkatkan
kegiatan investasi (Sukirno, 1998:88).
a) Sumber-Sumber Penyebab Inflasi 1) Demand Pull Inflation
Demand pull inflation adalah kenaikan harga-harga yang disebabkan
oleh adanya gangguan (shock) pada sisi permintaan barang dan jasa. Kenaikan permintaan barang yang tidak seimbang dengan kenaikan
penawaran akan mendorong harga naik sehingga terjadi inflasi. Dalam
demand pull inflation, kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga barang input dan harga faktor produksi (misalnya tingkat
upah). Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total
(aggregate demand), sedangkan produksi sudah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati keadaan kesempatan kerja
penuh (full employment). Dalam keadaan hampir mendekati full employment, kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga juga
dapat menaikkan hasil produksi atau output. Akan tetapi, bila keadaan full
employment telah tercapai, penambahan permintaan tidak akan menambah
jumlah produksi melainkan hanya akan menaikkan harga saja sehingga
sering disebut dengan inflasi murni.
2) Supply Side Inflation
Berbeda dengan demand pull inflation, cost push inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya gangguan (shock) dari sisi penawaran barang dan jasa atau yang biasa juga disebut dengan supply side inflation,
biasanya ditandai dengan kenaikan harga yang disertai oleh turunnya
produksi atau output. Jadi, inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan
ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan penawaran total
(aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kurva 2.1
Kurva Supply Side Inflation
P1 E1
E0
P0
Perubahan ini digambarkan dari pergeseran kurva penawaran ke kiri,
berubah (E0 ke E1) dengan disertai peningkatan harga (P0 ke P1) dan
tingkat output (Y) yang lebih rendah daripada tingkat full employment.
Faktor lain yang menyebabkan perubahan aggregate supply antara lain
dapat berupa terjadinya kenaikan tingkat upah (wage cost-push inflation), harga barang di dalam negeri dan harga barang impor atau karena
kekakuan struktural.
Kekakuan struktural sendiri terjadi karena anggapan bahwa sumber
daya ekonomi tidak dapat dengan cepat diubah pemanfaatannya dan juga
bahwa upah dan tingkat harga mudah naik tapi sukar untuk turun kembali
(rigidity of price). Dengan asumsi ini, bila terjadi perubahan pola permintaan dan biaya, maka mobilitas sumber daya dari sektor yang
kurang berkembang ke sektor yang berkembang akan sulit sekali,
sehingga suatu sektor yang kurang berkembang akan terjadi idle capacity, sedangkan sektor yang berkembang akan kekurangan sumber daya. Dan
hal ini justru mendorong meningkatnya harga pada sektor yang
berkembang. Kekakuan di sektor yang lemah dan kenaikan harga di sektor
yang berkembang menyebabkan inflasi.
3) Demand Supply Inflation
Peningkatan permintaan total (aggregate demand) menyebabkan kenaikan harga yang selanjutnya diikuti oleh penurunan penawaran total
(aggregate supply) sehingga menyebabkan kenaikan harga yang lebih tinggi lagi. Interaksi antara bertambahnya permintaan total dan
berkurangnya penawaran total yang mendorong kenaikan harga ini
merupakan akibat adanya ekspektasi bahwa tingkat harga dan tingkat upah
akan meningkat atau dapat juga karena adanya inertia dari inflasi di masa
lalu.
b) Tingkat Suku bunga Kredit
Tingkat suku bunga (interest rate) merupakan salah satu variabel ekonomi yang sering dipantau oleh para pelaku ekonomi. Tingkat suku bunga
dipandang memiliki dampak langsung terhadap kondisi perekonomian.
Berbagai keputusan yang berkenaan dengan konsumsi, tabungan dan investasi
terkait erat dengan kondisi tingkat suku.
Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi (loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam menentukan apakah seseorang akan melakukan investasi atau menabung (Boediono, 1994 :76)
Apabila dalam suatu perekonomian ada anggota masyarakat yang
menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan untuk kebutuhan
konsumsinya, maka kelebihan pendapatan akan dialokasikan atau digunakan
untuk menabung. Penawaran akan loanable funds dibentuk atau diperoleh dari jumlah seluruh tabungan masyarakat pada periode tertentu. Di lain pihak
dalam periode yang sama anggota masyarakat yang membutuhkan dana untuk
operasi atau perluasan usahanya. Menurut Marshall Principle : ”bunga selaku
harga yang harus dibayar untuk penggunaan modal di semua pasar, cenderung
tingkat bunga sama dengan persediaannya yang tampil pada tingkat itu”.
Tingkat bunga ditetapkan pada titik dimana tabungan yang mewakili
penawaran modal baru adalah sama dengan permintaannya.
Suku bunga tidak hanya dipengaruhi perubahan preferensi para pelaku
ekonomi dalam hal pinjaman dan pemberian pinjaman tetapi dipengaruhi
perubahan daya beli uang, suku bunga pasar atau suku bunga yang berlaku
berubah dari waktu ke waktu. Tidak jarang bank-bank menetapkan suku
bunga terselubung, yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi
dari yang di informasikan secara resmi melalui media massa dengan harapan
tingkat suku bunga yang dinaikkan akan menyebabkan jumlah uang yang
beredar akan berkurang karena orang lebih senang menabung daripada
memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif atau menyimpannya dalam
bentuk kas dirumah.
Sebaliknya, jika tingkat suku bunga terlalu rendah, jumlah uang yang
beredar di masyarakat akan bertambah karena orang akan lebih senang
memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai produktif. Suku bunga
yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank
daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang
memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi
dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga.
Nilai tukar Rupiah menurut para ahli sebagai berikut;
Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nlai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Mankiw, 2006:243).
Nilai tukar valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintan dan penawaran valuta asing. Permintan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan ìkuatî apabila transaksi autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayaranya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin, 2000:90).
Menurut Sukirno (2002) Besarnya jumlah mata uang tertentu yang
diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan Nilai
tukar mata uang asing. Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur
dari nilai satu unit mata mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila
kondisi ekonomi suatu Negara mengalami perubahan, maka biasanya dikuti
oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul
saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, di mana
masing-masing negara mengunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar
merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk
memperoleh mata uang negara lain. Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi
mempunyai peran penting dalam rangka stabiltas moneter dan dalam
mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk
tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk
menjaga stabiltas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu tertentu
melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi
gejolak yang berlebihan. Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua
yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal
exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai
contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per
dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di
pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memilki dolar akan
membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli.
Nilai tukar riil adalahnilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan
harga relatif yaitu harga di dalam negeri dibandingkan dengan
harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan mengunakan rumus di
bawah ini:
Di mana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat
harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri. Nilai tukar inilah
sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham
melakukan investasi. Turunya nilai tukar menurunkan kemampuan nilai tukar
Rupiah terhadap mata uang asing, salah satu dampaknya terhadap impor.