• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 18. Representasi Fisik Basis Data ShASy 1.0 dalam MS Access 2003

B. Verifikasi Model

Verifikasi model dilakukan untuk menguji model yang telah diimplementasikan dalam aplikasi komputer. Wasson (2006) menjelaskan bahwa verifikasi dilakukan dengan menggunakan data aktual untuk memastikan bahwa model telah dibuat dengan benar sesuai spesifikasi yang diinginkan.

Verifikasi model ShASy 1.0 bertujuan untuk mengetahui apakah model tersebut dapat melakukan penilaian jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada suatu unit usaha dengan benar. Hasil verifikasi akan memberikan penilaian terhadap jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada suatu unit usaha.

KKP dalam Santoso (2010) telah melakukan audit dan pengujian terhadap unit budidaya, unit importir, unit pengumpul dan unit pengolahan. Data audit dan pengujian ini akan digunakan sebagai data verifikasi model ShASy 1.0 untuk MP Unit Budidaya, MP Unit Importir, MP Unit Pengumpul, dan MP Unit Pengolahan. Verifikasi untuk MP Unit Laboratorium dilakukan dengan menggunakan data hasil uji profisiensi laboratorium yang dilakukan

oleh BBP2HP pada tahun 2008. Verifikasi untuk MP Unit Penangkap tidak dilakukan karena sampai saat ini belum ada aturan baku untuk monitoring unit penangkap.

Berikut ini adalah hasil verifikasi untuk model-model tersebut:

1. Verifikasi MP Unit Budidaya

Verifikasi pada MP Unit Budidaya dilakukan dengan data audit dan pengujian unit usaha Tambak 1, Tambak 2, Tambak 3, Tambak 4 dan Tambak 5 yang berada di wilayah Jawa Timur. Kelima tambak tersebut merupakan tambak tradisional. Hasil verifikasi MP Unit Budidaya disajikan dalam Tabel 10 dan rincian verifikasi MP Unit Budidaya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 10. Hasil Verifikasi MP Unit Budidaya

No Unit Usaha Rata-RataDeviasi (D) Keterangan

1 Tambak 1 38,29% TIDAK BAIK

2 Tambak 2 79,29% TIDAK BAIK

3 Tambak 3 73,29% TIDAK BAIK

4 Tambak 4 83,29% TIDAK BAIK

5 Tambak 5 88,29% TIDAK BAIK

Rata-Rata 72,49% -

Hasil verifikasi MP Unit Budidaya menunjukkan bahwa tambak dengan nilai deviasi (D) terkecil adalah Tambak 1 (38,29%) sedangkan tambak dengan nilai deviasi (D) terbesar adalah Tambak 5 (88,29%). Dengan demikian dari lima tambak tersebut belum ada yang dapat dikatakan ‘BAIK’ jaminan mutu dan keamanan pangannya. Rata-rata deviasi dari kelima penilaian relatif tinggi yaitu sebesar 72,49%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan sertifikasi melalui penerapan POSS pada unit budidaya udang yang telah diterapkan oleh pemerintah ternyata belum dapat menjangkau seluruh unit budidaya udang. Menurut Santoso (2010), jumlah petambak yang telah menerapkan dan mendapat sertifikat cara bertambak yang baik baru mencapai 83 unit. Jumlah ini relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah tambak di Indonesia yang telah mencapai 482.181 unit pada tahun 2006.

Pada verifikasi MP Unit Budidaya ini juga diketahui bahwa kelengkapan data penilaian pada setiap tambak hanya 60,29%. Sebagian besar sub-unsur penilaian pada SMP Monitoring Parameter GAP bernilai ‘N/A’ (Not Applicable). Penerapan monitoring sesuai dengan yang disyaratkan oleh SMP Monitoring Parameter GAP masih relatif sulit diterapkan oleh para petambak karena keterbatasan dana, informasi dan keahlian.

Evaluasi terhadap setiap sub-unsur penilaian pada MP Unit Budidaya perlu dilakukan sehingga nantinya diperoleh kriteria-kriteria penilaian yang tidak terlalu banyak tetapi cukup esensial dan sesuai penerapannya dengan keadaan unit budidaya udang di Indonesia yang sebagian besar masih bersifat tradisional. Sebagai contoh, pemerintah Thailand dalam hal ini telah berhasil menerapkan standar sertifikasi yang dapat diterapkan secara fleksibel oleh komunitas petambak (Vandergeest, 2007).

2. Verifikasi MP Unit Importir

Verifikasi pada MP Importir dilakukan dengan data pengujian laboratorium contoh udang dari unit usaha Importir 1, Importir 2, Importir 3, Importir 4 dan Importir 5 yang berasal dari Thailand dan Cina. Hasil verifikasi MP Unit Importir disajikan dalam Tabel 11 dan rincian verifikasi MP Unit Importir dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 11. Hasil Verifikasi MP Unit Importir

No Unit Usaha Rata-Rata Deviasi (D) Keterangan

1 Importir 1 0,00% BAIK

2 Importir 2 0,00% BAIK

3 Importir 3 0,00% BAIK

4 Importir 4 0,00% BAIK

5 Importir 5 25,00% TIDAK BAIK

Rata-Rata 5,00% -

Hasil verifikasi MP Unit Importir menunjukkan bahwa empat dari lima importir memiliki jaminan mutu dan keamanan pangan yang berkategori ‘BAIK’ (D = 0,00%). Satu importir yang berkategori ‘TIDAK

BAIK’ adalah Importir 5 asal China dengan nilai deviasi (D) sebesar 25,00%. Penyimpangan yang ditemukan pada Importir 5 adalah adanya kandungan Salmonella dalam udang. Rata-rata deviasi dari kelima penilaian yaitu sebesar 5,00%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit importir relatif lebih baik jika dibandingkan dengan unit budidaya.

3. Verifikasi MP Unit Pengumpul

Verifikasi pada MP Unit Pengumpul dilakukan dengan data audit dan pengujian unit usaha Pengumpul 1, Pengumpul 2, Pengumpul 3, Pengumpul 4 dan Pengumpul 5 yang berada di wilayah Jawa Timur. Kelima pengumpul ini memiliki kapasitas usaha lebih dari 1 ton/hari. Hasil verifikasi MP Unit Pengumpul disajikan dalam Tabel 12 dan rincian verifikasi MP Unit Pengumpul dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 12. Hasil Verifikasi MP Unit Pengumpul

No Unit Usaha Rata-Rata Deviasi (D) Keterangan

1 Pengumpul 1 38,46% TIDAK BAIK 2 Pengumpul 2 50,00% TIDAK BAIK 3 Pengumpul 3 73,08% TIDAK BAIK 4 Pengumpul 4 65,38% TIDAK BAIK 5 Pengumpul 5 80,77% TIDAK BAIK

Rata-Rata 61,54% -

Hasil verifikasi MP Unit Pengumpul menunjukkan bahwa pengumpul dengan nilai deviasi (D) terkecil adalah Pengumpul 1 (38,46%) sedangkan pengumpul dengan nilai deviasi (D) terbesar adalah Pengumpul 5 (80,77%). Dengan demikian dari lima pengumpul tersebut belum ada yang dapat dikatakan ‘BAIK’ jaminan mutu dan keamanan pangannya. Rata-rata deviasi dari kelima penilaian relatif tinggi yaitu sebesar 61,54%. Tingginya nilai deviasi pada unit pengumpul disebabkan belum adanya pengawasan mutu dan keamanan pangan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Pengawasan mutu melalui penerapan POSS maupun monitoring pada unit pengumpul

dalam rantai pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan. Santoso (2010) menjelaskan bahwa kontaminasi silang dapat terjadi pada mata rantai ini dan bila terjadi demikian maka perbaikan yang memenuhi jaminan mutu dan keamanan pangan sangat sulit dipenuhi.

4. Verifikasi MP Unit Pengolahan

Verifikasi pada MP Unit Pengolahan dilakukan dengan data audit dan pengujian UPU 1, UPU 2, UPU 3, UPU 4 dan UPU 5 yang berada di wilayah Jawa Timur. Kelima unit pengolahan tersebut memiliki kapasitas pengolahan udang sekitar 5 ton/hari. Hasil verifikasi MP Unit Pengolahan disajikan dalam Tabel 13 dan rincian verifikasi MP Unit Pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 13. Hasil Verifikasi MP Unit Pengolahan

No Unit Usaha Rata-Rata Deviasi (D) Keterangan

1 UPU 1 23,26% TIDAK BAIK

2 UPU 2 18,60% TIDAK BAIK

3 UPU 3 20,93% TIDAK BAIK

4 UPU 4 16,28% TIDAK BAIK

5 UPU 5 23,26% TIDAK BAIK

Rata-Rata 20,47% -

Hasil verifikasi MP Unit Pengolahan menunjukkan bahwa unit pengolahan udang (UPU) dengan nilai deviasi (D) terkecil adalah UPU 4 (16,28%) sedangkan UPU dengan nilai deviasi (D) terbesar adalah UPU 1 dan UPU 5 (23,26%). Meskipun rata-rata deviasi dari kelima penilaian relatif rendah yaitu sebesar 20,47%, penyimpangan dalam pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan masih ditemukan pada kelima unit pengolahan tersebut. Dengan demikian dari lima UPU tersebut belum ada yang dapat dikatakan ‘BAIK’ jaminan mutu dan keamanan pangannya. Seharusnya kondisi ini tidak terjadi mengingat kelima unit pengolahan tersebut tergolong perusahaan besar dengan total ekspor mencapai 11,8% dari total ekspor Indonesia pada tahun 2008 (Santoso, 2010).

Hasil verifikasi secara umum memperlihatkan bahwa

penyimpangan yang lebih besar pada pelaksanaan HACCP maupun monitoring. Penerapan prosedur sanitasi pada prinsipnya merupakan dasar atau prasyarat dalam penerapan keamanan pangan melalui HACCP (Kanduri dan Eckhardt, 2002). Oleh karena itu, unit pengolahan perlu menjaga penerapan prosedur sanitasi agar HACCP maupun prosedur monitoring berjalan efektif.

Dari 650 unit pengolahan udang yang terdaftar di Indonesia, terdapat 151 unit yang menerapkan POSS dan 114 unit yang telah mengadopsi HACCP. Sebagian unit pengolahan yang melakukan ekspor belum menerapkan POSS dan prosedur HACCP secara konsisten, sedangkan unit pengolahan untuk pasar dalam negeri pada umumnya belum menerapkan POSS (Santoso, 2010).

5. Verifikasi MP Unit Laboratorium

Verifikasi pada MP Unit Laboratorium dilakukan dengan data keadaan umum LPPMHP berdasarkan uji profisiensi yang dilakukan BBP2HP pada tahun 2008.

Tabel 14. Keadaan Umum LPPMHP Tahun 2008

No Parameter Uji M O/D Keadaan Umum

1 Merkuri 30,8% 69,2% Outlier

2 Timbal 41,7% 58,3% Outlier

3 Cadmium 33,3% 66,7% Outlier

4 CAP dengan HPLC 40,0% 60,0% Outlier

5 CAP dengan ELISA 51,1% 48,9% Memuaskan

6 Histamin 62,5% 37,5% Memuaskan 7 E. coli - - - 8 Salmonella - - - 9 ALT - - - Rata-Rata 43,2% 56,8% Outlier Keterangan:

-M: Memuaskan, O: Outlier/menyimpang, D: Diperingati -Nilai dalam % dari LPPMHP yang berpartisipasi -O/D dianggap Outlier pada penentuan keadaan umum

Data keadaan umum tersebut kemudian digunakan sebagai data verifikasi MP Unit Laboratorium. Rincian verifikasi MP Unit

Tabel 15. Rincian Verifikasi MP Unit Laboratorium

IDU Unsur Penilaian Kriteria Data Aktual Skor Deviasi

(di) Ket Sub-Model Penilaian Uji Profisiensi Laboratorium 62,50% TIDAK BAIK

1 Pengujian Logam Berat

Merkuri Memuaskan Outlier 0

Timbal Memuaskan Outlier 0

Cadmium Memuaskan Outlier 0

100,00% TIDAK BAIK

2 Pengujian CAP

CAP dengan HPLC Memuaskan Outlier 0

CAP dengan ELISA Memuaskan Memuaskan 1

50,00% TIDAK BAIK

3 Pengujian Histamin

Histamin Memuaskan Memuaskan 1

0,00% BAIK

4 Pengujian Mirobiologi

E. coli Memuaskan N/A 0

Salmonella Memuaskan N/A 0

ALT Memuaskan N/A 0

100,00% TIDAK BAIK

Kesimpulan Penilaian 62,50% TIDAK BAIK

Hasil verifikasi MP Unit Laboratorium menunjukkan bahwa secara umum LPPMHP pada tahun 2008 bernilai ‘TIDAK BAIK’ dengan deviasi (D) sebesar 62,50%. Sebagian besar parameter uji profisiensi belum mencapai hasil memuaskan. Hal ini menunjukkan kemampuan laboratorium pengujian dalam mendukung pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan belum baik. Meskipun 24 dari 39 LPPMHP telah memperoleh akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), perbaikan kinerja dan kompetensi laboratorium perlu diperhatikan oleh pemerintah.

Menurut Santoso (2010), LPPMHP sebagai laboratorium yang berwenang dalam menerbitkan sertifikat kesehatan tidak menunjukkan kemajuan dalam melayani sertifikasi hasil perikanan sejak tahun 1973. Kasus penolakan udang yang telah didukung sertifikat kesehatan di port of entry Amerika Serikat mencapai 94 kasus antara tahun 2005-2008.

C. Rekomendasi

Hasil verifikasi model menunjukkan bahwa secara umum unit usaha udang yang bermasalah dalam pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan adalah unit penangkap, unit pengumpul, unit budidaya, dan unit laboratorium. Pada unit penangkap dan unit pengumpul, kebijakan pengawasan belum dilakukan oleh pemerintah sehingga pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada kedua unit ini sangat buruk. Pada unit

budidaya, pelaksanaan sertifikasi terkendala kemampuan dan akses informasi oleh petambak yang sebagian besar adalah petambak tradisional. Selain itu, kriteria sertifikasi yang diterapkan belum sesuai dengan keadaan tambak tradisonal. Pada unit laboratorium, secara umum laboratorium pengujian untuk penerbitan sertifikat kesehatan belum lulus uji profisiensi sehingga penolakan produk udang bersertifikat sangat mungkin terjadi.

Penilaian pada unit pengolahan dan unit importir sebenarnya belum memberikan hasil yang memuaskan tetapi penyimpangan pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada kedua unit tersebut relatif lebih kecil dibandingkan unit usaha udang lainnya. Kedua unit ini langsung berhubungan dengan konsumen dalam perdagangan internasional sehingga sudah terbiasa mengadopsi persyaratan jaminan mutu dan keamanan pangan. Namun demikian, hasil penilaian menunjukkan pelaksanaan prosedur sanitasi masih belum dilakukan secara konsisten oleh unit pengolahan udang, dan masih ditemukannya importir yang tidak memenuhi syarat jaminan mutu dan keamanan pangan.

Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan kepada pemerintah mengenai perbaikan kebijakan sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang adalah sebagai berikut:

1. Penyiapan perangkat peraturan, personil dan sarana sertifikasi untuk unit penangkap dan unit pengumpul.

2. Pengkajian dan penyesuaian kriteria sertifikasi untuk unit budidaya agar lebih cocok diterapkan oleh unit budidaya tradisional.

3. Pengawasan pelaksanaan prosedur sanitasi pada unit pengolahan yang tersertifikasi perlu diperketat karena masih ditemukannya produk udang bersertifikat yang ditolak oleh negara importir.

4. Perbaikan sarana, kemampuan personil dan manajemen laboratorium

pengujian.

5. Pengadaan program sosialisasi dan pelatihan mengenai pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan yang melibatkan seluruh unit usaha udang dalam rantai pengendalian mutu dan keamanan pangan di tingkat

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada udang melibatkan unit budidaya udang, unit penangkap udang, unit importir udang, unit pengumpul udang, unit pengolahan udang, dan unit laboratorium pengujian. Model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan dikembangkan dengan mengintegrasikan seluruh unit usaha udang tersebut. Model penilaian dibentuk berdasarkan standar jaminan mutu dan keamanan pangan yang berlaku pada masing-masing unit usaha udang. Standar penilaian tersebut kemudian disusun menjadi sub-unsur, unsur, dan sub-model penilaian yang membentuk struktur model penilaian.

Model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan terdiri dari enam model, yaitu: (1). MP Unit Budidaya yang terdiri dari SMP POSS Unit Budidaya dan SMP Monitoring Parameter GAP; (2). MP Unit Penangkap yang terdiri dari SMP POSS Unit Penangkap dan SMP Monitoring Udang Tangkapan; (3). MP Importir yang terdiri dari SMP Protokol Impor; (4). MP Unit Pengumpul yang terdiri dari SMP POSS Unit Pengumpul dan SMP Monitoring Parameter GHP; (5). MP Unit Pengolahan yang terdiri dari SMP POSS Unit Pengolahan, SMP HACCP Unit Pengolahan dan SMP Monitoring Unit Pengolahan; dan (6). MP Unit Laboratorium Pengujian yang terdiri dari SMP Uji Profisiensi Laboratorium.

Model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer berbasis sistem operasi Windows dan diberi nama Shrimp Assessment System 1.0 (ShASy 1.0). Penyusunan program ShASy 1.0 dilakukan dengan bahasa pemrograman Microsoft® Visual Basic 6.0 dengan bantuan Database Management System (DBMS) Microsoft® Office Access 2003.

Verifikasi terhadap model menunjukkan bahwa model dapat digunakan untuk memberikan penilaian jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit budidaya, unit importir, unit pengumpul, unit pengolahan dan unit laboratorium pengujian. Verifikasi pada unit penangkap tidak dilakukan

karena sampai saat ini belum ada aturan baku untuk monitoring unit penangkap. Hasil verifikasi melalui data sekunder menunjukkan rata-rata deviasi sebesar 72,49% pada unit budidaya, 5% pada unit importir, 61,54% pada unit pengumpul, 20,47% pada unit pengolahan, dan 62,50% pada unit laboratorium pengujian. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jaminan mutu dan keamanan pangan pada seluruh elemen masih belum baik.

Perbaikan pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan perlu dilakukan terutama pada unit usaha udang dengan nilai rata-rata deviasi yang relatif besar seperti pada unit pengumpul, unit budidaya, unit laboratorium pengujian, dan juga pada unit penangkap yang belum memiliki perangkat aturan sertifikasi. Rekomendasi mengenai perbaikan sistem sertifikasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah berdasarkan hasil verifikasi model adalah penyiapan pelaksanaan sertifikasi untuk unit penangkap dan unit pengumpul, penyesuaian kriteria sertifikasi untuk unit budidaya tradisional, pengawasan yang diperketat terhadap unit pengolahan tersertifikasi, perbaikan kompetensi laboratorium pengujian, dan pengadaan program sosialisasi dan pelatihan untuk unit usaha udang di tingkat kabupaten/kota.

B. Saran

Model-model penilaian pada ShASy 1.0 dibentuk berdasarkan standar ideal jaminan mutu dan keamanan pangan yang berlaku pada masing-masing unit usaha udang. Pada pengembangan selanjutnya, kriteria dan standar penilaian pada ShASy 1.0 perlu diuji dengan situasi nyata di lapangan sehingga didapatkan umpan balik untuk merancang model penilaian yang lebih mencerminkan keadaan riil dan tidak hanya mengintegrasikan keadaan ideal.

Dokumen terkait