• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN MODEL PENILAIAN UDANG EKSPOR BERBASIS JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN. Oleh WAHYU FITRIANTO F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN MODEL PENILAIAN UDANG EKSPOR BERBASIS JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN. Oleh WAHYU FITRIANTO F"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN MODEL PENILAIAN UDANG EKSPOR BERBASIS

JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

Oleh

WAHYU FITRIANTO

F34050865

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Wahyu Fitrianto. F34050865. Desain Model Penilaian Udang Ekspor Berbasis Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan. Di bawah bimbingan Hartrisari Hardjomidjojo. 2010.

RINGKASAN

Desain model penilaian merupakan rancangan parameter dan standar penilaian yang disusun untuk menilai suatu objek secara menyeluruh dalam berbagai aspek penting yang saling berkaitan. Penilaian terhadap jaminan mutu dan keamanan pangan udang ekspor menjadi isu penting sejak negara-negara importir udang seperti Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa mulai menerapkan kriteria dan standar jaminan mutu dan keamanan pangan untuk produk udang yang masuk ke wilayahnya. Dalam dunia industri dan perdagangan, proses penilaian dan pengukuran berguna dalam menentukan tingkat kinerja suatu proses maupun kualitas suatu produk yang dihasilkan. Berdasarkan suatu hasil penilaian yang baik dan akurat, langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan dapat ditentukan dengan lebih efektif.

Indonesia sebagai negara eksportir udang hingga saat ini masih menghadapi masalah dalam pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan. Melalui Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang perikanan, pemerintah Indonesia sebenarnya telah menjadikan sertifikasi sebagai salah satu komponen dalam sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan untuk meningkatkan kualitas udang Indonesia. Namun demikian, pelaksanaan sertifikasi belum dapat menjangkau unit usaha udang secara keseluruhan. Sertifikasi belum melibatkan seluruh unit usaha udang dalam rantai pengelolaan udang yang saling berkaitan sehingga masih terjadi penolakan produk udang yang telah didukung sertifikat kesehatan oleh negara tujuan ekspor.

Kebijakan sertifikasi untuk produk udang dilaksanakan dalam suatu sistem sertifikasi hasil perikanan yang melibatkan banyak elemen dalam lingkungan yang kompleks sehingga evaluasi terhadap kebijakan sertifikasi memerlukan pendekatan secara holistik (menyeluruh) dengan tetap memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar elemen. Pengkajian secara menyeluruh ini diharapkan dapat mengubah cara pandang dan pola berpikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model sebagai penyederhanaan sistem. Dalam penelitian ini, model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan dikembangkan sebagai solusi. Model ini diharapkan dapat membantu menilai pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada seluruh unit usaha yang terlibat dalam rantai pengelolaan udang. Selain itu, hasil penilaian dari model ini diharapkan dapat memberi masukan bagi perbaikan sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang yang telah diterapkan oleh pemerintah.

Output dari penelitian ini adalah perangkat lunak aplikatif yang dapat digunakan untuk keperluan self assessment jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada setiap jenis unit usaha udang yang terlibat dalam rantai pengelolaan udang. Model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan ini dirancang dalam sebuah perangkat lunak yang diberi nama Shrimp Assessment System 1.0 (ShASy 1.0).

(3)

ShASy 1.0 terdiri dari enam model penilaian (MP), yaitu: (1). MP Unit Budidaya yang terdiri dari SMP POSS Unit Budidaya dan SMP Monitoring Parameter GAP; (2). MP Unit Penangkap yang terdiri dari SMP POSS Unit Penangkap dan SMP Monitoring Udang Tangkapan; (3). MP Importir yang terdiri dari SMP Protokol Impor; (4). MP Unit Pengumpul yang terdiri dari SMP POSS Unit Pengumpul dan SMP Monitoring Parameter GHP; (5). MP Unit Pengolahan yang terdiri dari SMP POSS Unit Pengolahan, SMP HACCP Unit Pengolahan dan SMP Monitoring Unit Pengolahan; dan (6). MP Unit Laboratorium Pengujian yang terdiri dari SMP Uji Profisiensi Laboratorium.

Perhitungan penilaian pada masing-masing model penilaian menggunakan persamaan matematika yang sama. Proses penilaian dilakukan pada level sub-unsur, unsur dan model. Penilaian pada level sub-unsur merupakan pemberian skor skala biner. Skor 0 diberikan jika kondisi aktual tidak memenuhi kriteria sedangkan skor 1 diberikan jika kondisi aktual memenuhi kriteria. Penilaian pada level unsur dilakukan dengan menghitung deviasi (di) atau penyimpangan pada setiap unsur penilaian. Nilai deviasi unsur (di) merupakan rasio antara jumlah sub-unsur yang memiliki skor 0 dan jumlah total sub-sub-unsur pada suatu sub-unsur penilaian. Penilaian pada level model dilakukan berdasarkan perhitungan rata-rata deviasi (D) dari seluruh unsur penilaian. Nilai rata-rata deviasi akan menentukan kesimpulan penilaian. Jika tidak ditemukan adanya penyimpangan (D=0%), maka model akan memberikan nilai ‘BAIK’. Jika ditemukan adanya penyimpangan (D>0%), maka model akan memberikan nilai ‘TIDAK BAIK’.

Verifikasi model dilakukan dengan data aktual dari Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Hasil verifikasi model menunjukkan nilain rata-rata deviasi terhadap pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan sebesar 72,49% pada unit budidaya, 5% pada unit importir, 61,54% pada unit pengumpul, 20,47% pada unit pengolahan, dan 62,50% pada unit laboratorium pengujian. Verifikasi pada unit penangkap tidak dilakukan karena sampai saat ini belum ada aturan baku untuk monitoring unit penangkap. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jaminan mutu dan keamanan pangan pada seluruh elemen masih belum baik.

Perbaikan pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan perlu dilakukan terutama pada unit usaha udang dengan nilai rata-rata deviasi yang relatif besar seperti pada unit pengumpul, unit budidaya, unit laboratorium pengujian, dan juga pada unit penangkap yang belum memiliki perangkat aturan sertifikasi. Rekomendasi mengenai perbaikan sistem sertifikasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah berdasarkan hasil verifikasi model adalah penyiapan pelaksanaan sertifikasi untuk unit penangkap dan unit pengumpul, penyesuaian kriteria sertifikasi untuk unit budidaya tradisional, pengawasan yang diperketat terhadap unit pengolahan tersertifikasi, perbaikan kompetensi laboratorium pengujian, dan pengadaan program sosialisasi dan pelatihan untuk unit usaha udang di tingkat kabupaten/kota untuk memperluas jangkauan program sertifikasi.

(4)

Wahyu Fitrianto. F34050865. Design of Quality and Food Safety Assurance based-Assessment Model for Exported Shrimps. Supervised by Hartrisari Hardjomidjojo. 2010.

ABSTRACT

As a shrimp exporting country, Indonesia is still facing quality and food safety problems. Shrimp certification system as the policy conducted by the government to assure the implementation of quality and food safety did not perform well yet due to rejection of some exported shrimps from major importing countries. In this research, system approach was used to solve the problems by developing asessments models. The aim of this research is to develop Quality and Food Safety Assurance based-Assessment Model for Exported Shrimps in a software application. Assessment models were developed for several shrimp units in shrimp chain business involved in the implementation of quality and food safety assurance based on quality and food safety standards from government policy and international standards. There are six assessment models that were developed: (1) assessment model for shrimp ponds, (2) assessment model for shrimp fishing units or vessels, (3) assessment model for shrimp importers, (4) assessment model for shrimp collection units, (5) assessment model for shrimp processing units, and (6) assessment model for shrimp analytical laboratories. Shrimp Assessment System 1.0 (ShASy 1.0) is the name of application software had been designed to implement the assessment models. ShASy 1.0 could evaluate the implementation of quality and food safety standards and determine the result (GOOD or NOT GOOD) based on its deviation. ShASy 1.0 was tested and worked properly through the verification models. The actual data for verification models were collected from Ministry of Oceans and Fisheries, Indonesia. The average deviation of quality and food safety implementation from verification results are 72.49% in shrimp ponds, 5% in shrimp importers, 61.54% in shrimps collection units, 20.47% in shrimp processing units, and 62.5% in shrimp analytical laboratories. The results show the lack implementation of quality and food safety assurance in all shrimps units especially in units which had high average deviation value such as shrimp ponds, collection units and analytical laboratories. There is no policy implemented for quality and food safety assurance in shrimp fishing units up till now. Based on verification, several recommendations are given to the government to improve shrimp certification system such as policies and tools for implementing certification in shrimp fishing units and shrimp collection units, standards adjustment for traditional shrimp ponds certification, tightening supervision for certified shrimp processing units, competency improvement for shrimp analytical laboratories, and holding various socialization and training programs for shrimp units.

Keywords: assessment system, assessment model, exported shrimp, quality assurance, food safety

(5)

DESAIN MODEL PENILAIAN UDANG EKSPOR BERBASIS

JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh Wahyu Fitrianto

F34050865

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Juni 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis dilahirkan dari pasangan Nurul Ilman dan Atmiyati. Penulis memulai jenjang pendidikannya di SD Negeri Ciawi 1 pada tahun 1993 dan dilanjutkan ke SLTP Negeri 1 Ciawi pada tahun 1999, serta SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2002.

Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknoloi Pertanian. Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif menjadi pengurus organisasi baik di dalam maupun di luar kampus, yaitu sebagai staf Badan Khusus Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) pada tahun 2007 dan sebagai Koordinator Bidang Mentoring Forum Komunikasi Alumni-Muslim SMAN 1 Bogor (FORKOM ALIM’S) pada tahun 2007 dan 2008. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum/responsi untuk mata kuliah Fisika, Penerapan Komputer, Teknik Optimasi, dan Satuan Operasi.

Pada tahun 2008, penulis melaksanakan kegiatan praktek lapang di PT PG Krebet Baru Malang dengan topik “Perencanaan Produksi Gula di PT PG Krebet Baru”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Desain Model Penilaian Udang Ekspor Berbasis Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan”.

(7)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa naskah skripsi yang berjudul “DESAIN MODEL PENILAIAN UDANG EKSPOR BERBASIS JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN” adalah hasil penelitian dan penulisan sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya.

Bogor, Agustus 2010 Yang Membuat Pernyataan,

Wahyu Fitrianto F34050865

(8)

Judul : Desain Model Penilaian Udang Ekspor

Berbasis Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Nama : Wahyu Fitrianto

NRP : F34050865

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA NIP. 19610630 198603 2 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP. 19621009 198903 2 001

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Banyak pihak yang telah membantu penulis selama penelitian serta penyusunan skripsi. Tanpa bantuan mereka, sulit rasanya penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku dosen pembimbing atas segala dorongan, masukan, arahan, dan nasehat selama masa perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng. dan Dr.Eng. Taufik Djatna, M.Si. selaku dosen penguji yang menyempurnakan skripsi ini melalui saran dan perbaikan saat sidang.

3. Ibu dan Bapak atas doa yang tulus, nasehat dan bantuan moril yang diberikan kepada penulis selama menjalani penelitian. Juga kepada kakak dan adik penulis yang telah memberikan banyak nasehat.

4. Bapak Santoso atas informasi, data dan bahan lain yang diberikan melalui disertasinya.

5. Rekan satu bimbingan, Maulina A Fitri, juga adik-adik satu bimbingan Mahesa Agni, Yolanda Martha, Bartolomeus Bagus dan Faizah Arifah yang telah menemani penulis dalam berbagai kesempatan.

6. Staf-staf Sekretariat Departemen, UPT TIN, Perpustakaan TIN,

Perpustakaan LSI dan Labkom TIN yang telah memberikan banyak bantuan dalam peminjaman bahan pustaka dan keperluan administrasi selama penelitian.

7. Teman-teman TIN 42 yang sama-sama mengambil topik pengembangan

sistem: Diah Puspita Susila, Putri Mayangsari, Ratih Rahardini, Kriston Panggabean, Deva Chandra Fibrian, Vrika Nurochman serta F Rachmat Kautsar atas saran dan kesediannya bertukar pikiran selama ini.

(10)

8. Prima Hadi Putra, Andi Sasmita, dan Abdullah atas doa, nasehat, saran serta dukungan yang selalu diberikan kepada penulis selama menjalani kuliah dan penelitian.

9. Teman-teman TIN 42 lainnya dan teman-teman penghuni kos Al Ahsan atas bantuan dan kesediannya berbagi saran dan semangat selama menjalani kuliah dan penelitian.

10.Rekan-rekan Forkom Alims atas doa dan pengertiannya.

Terlepas dari kekurangan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat memperkaya kajian ilmu pengetahuan baik dalam bidang pengembangan sistem maupun dalam bidang jaminan mutu dan keamanan pangan udang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Ruang Lingkup ... 3

C. Tujuan... 4

D. Manfaat... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan ... 5

1. Jaminan Mutu ... 5

2. Jaminan Keamanan Pangan ... 6

B. Sertifikasi Hasil Perikanan Untuk Produk Udang... 6

C. Pendekatan Sistem... 9

BAB III METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran... 13 B. Pendekatan Sistem ... 14 C. Analisis Kebutuhan ... 14 D. Formulasi Permasalahan ... 15 E. Identifikasi Sistem... 16 F. Teknik Analisis ... 18

G. Jenis dan Sumber Data ... 20

BAB IV DESAIN MODEL A. Konfigurasi Model ... 21

(12)

D. Penyusunan Program Komputer ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Shrimp Assessment System 1.0 (ShASy 1.0) ... 43

B. Verifikasi Model ... 47

C. Rekomendasi... 53

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah Pengapalan Produk Udang yang Ditolak oleh Amerika

Serikat... 2

Tabel 2. Hasil Analisis Kebutuhan ... 15

Tabel 3. Derajat Relasi pada Model Data Konseptual ... 27

Tabel 4. Unsur dan Kriteria Penilaian MP Unit Budidaya ... 31

Tabel 5. Unsur dan Kriteria Penilaian MP Unit Penangkap ... 33

Tabel 6. Unsur dan Kriteria Penilaian MP Unit Importir ... 34

Tabel 7. Unsur dan Kriteria Penilaian MP Unit Pengumpul ... 35

Tabel 8. Unsur dan Kriteria Penilaian MP Unit Pengolahan ... 36

Tabel 9. Unsur dan Kriteria Penilaian MP Unit Laboratorium... 40

Tabel 10. Hasil Verifikasi MP Unit Budidaya... 48

Tabel 11. Hasil Verifikasi MP Unit Importir... 49

Tabel 12. Hasil Verifikasi MP Unit Pengumpul ... 50

Tabel 13. Hasil Verifikasi MP Unit Pengolahan ... 51

Tabel 14. Keadaan Umum LPPMHP Tahun 2008... 52

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tahapan Pendekatan Sistem (Eriyatno, 2003) ... 10

Gambar 2. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno, 2003) ... 11

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian... 14

Gambar 4. Diagram Input-Output Model Penilaian Udang Ekspor Berbasis Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan... 17

Gambar 5. Konfigurasi Model ShASy 1.0... 21

Gambar 6. DFD Level 0 ShASy 1.0 ... 24

Gambar 7. DFD Level 1 ShASy 1.0 ... 24

Gambar 8. DFD Level 2 ShASy 1.0 ... 25

Gambar 9. Model Data Konseptual ShASy 1.0 ... 27

Gambar 10. Model Data Fisik ShASy 1.0 ... 28

Gambar 11. Rantai Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan... 29

Gambar 12. Diagram Alir ShASy 1.0 ... 42

Gambar 13. Tampilan Login ShASy 1.0... 43

Gambar 14. Tampilan Menu Utama ShASy 1.0 ... 44

Gambar 15. Contoh Tampilan Pemilihan Unit Usaha Udang... 45

Gambar 16. Contoh Tampilan Penilaian Checklist ... 45

Gambar 17. Contoh Tampilan Penilaian Input Numerik ... 46

Gambar 18. Representasi Fisik Basis Data ShASy 1.0 dalam MS Access 2003 ... 47

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rincian Verifikasi Model Penilaian Unit Budidaya... 59

Lampiran 2. Rincian Verifikasi Model Penilaian Unit Importir... 67

Lampiran 3. Rincian Verifikasi Model Penilaian Unit Pengumpul ... 68

Lampiran 4. Rincian Verifikasi Model Penilaian Unit Pengolahan... 73

Lampiran 5. Contoh Tampilan Hasil Penilaian... 86

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desain model penilaian merupakan rancangan parameter dan standar penilaian yang disusun untuk menilai suatu objek secara menyeluruh dalam berbagai aspek penting yang saling berkaitan. Penilaian terhadap jaminan mutu dan keamanan pangan udang ekspor menjadi isu penting sejak negara-negara importir udang seperti Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa mulai menerapkan kriteria dan standar jaminan mutu dan keamanan pangan untuk produk udang yang masuk ke wilayahnya. Dalam dunia industri dan perdagangan, proses penilaian dan pengukuran berguna dalam menentukan tingkat kinerja suatu proses maupun kualitas suatu produk yang dihasilkan. Berdasarkan suatu hasil penilaian yang baik dan akurat, langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan dapat ditentukan dengan lebih efektif.

Udang merupakan komoditas perikanan unggulan bagi negara Indonesia. Pada periode Januari-September 2008, ekspor udang Indonesia mencapai US$ 0,9 Miliar dan mengalami peningkatan sebesar 12,7% dari tahun sebelumnya (Mutakin et. al., 2008). Berdasarkan data BPS tahun 2007 periode Januari-September, ekspor udang mempunyai kontribusi sebesar 26,71% dari total ekspor produk pertanian, mengungguli ekspor biji coklat, kopi dan ikan tuna (Mutakin, 2008).

Negara-negara tujuan ekspor udang Indonesia antara lain adalah Jepang, Amerika Serikat, Hongkong, Singapura, Taiwan, China, Korea Selatan, Thailand, Filipina, Korea Utara, dan negara-negara Uni Eropa (Koeshendrajana dan Aisya, 2006; Paramitaningrum, 2006). Tiga tujuan utama ekspor udang Indonesia adalah Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Dari total ekspor udang sebesar 122.050 ton pada tahun 2002, 60% diekspor ke Jepang, 16,5% ke Amerika Serikat, dan 11,5% ke Uni Eropa (Oktaviani dan Erwidodo, 2005).

Meskipun telah menjadi negara eksportir udang dunia dengan pangsa pasar sebesar 5,8% pada tahun 2005, Indonesia masih menghadapi permasalahan domestik utama yaitu kurang baiknya standar kualitas dan

(17)

produktivitas yang rendah. Dalam persaingan perdagangan udang internasional yang semakin kompetitif dan permintaan udang yang terus meningkat, Indonesia perlu segera memperbaiki kualitas dan meningkatkan produktivitas udangnya (Albaladejo, 2007).

Melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan, pemerintah Indonesia sebenarnya telah menjadikan sertifikasi sebagai salah satu komponen dalam sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan untuk meningkatkan kualitas udang Indonesia. Namun demikian, kebijakan tersebut ternyata belum dapat menyelesaikan permasalahan buruknya jaminan mutu dan keamanan pangan udang Indonesia.

Santoso (2010) menjelaskan bahwa pelaksanaan sertifikasi belum dapat menjangkau unit usaha udang secara keseluruhan. Sertifikasi belum melibatkan seluruh unit usaha udang dalam rantai pengelolaan udang yang saling berkaitan sehingga masih terjadi penolakan produk udang yang telah didukung sertifikat kesehatan oleh negara tujuan ekspor. Tabel 1 menyajikan data pengapalan produk udang yang ditolak oleh Amerika Serikat sebagai salah satu negara tujuan ekspor.

Tabel 1. Jumlah Pengapalan Produk Udang yang Ditolak oleh Amerika Serikat

Jumlah Pengapalan yang Ditolak Tahun

Produk Udang Produk Perikanan

2005 47 94 2006 24 61 2007 19 66 2008 13 89 Total 103 310 Sumber: Santoso (2010)

Pada tahun 2005-2008, terdapat 103 kasus penolakan udang oleh Amerika Serikat dan 94 diantaranya telah didukung sertifikat kesehatan. Penolakan yang terjadi pada satu atau beberapa perusahaan berpotensi menghambat pertumbuhan ekspor secara keseluruhan karena mempengaruhi kepercayaan negara importir terhadap udang Indonesia secara umum. Pada

(18)

mengakibatkan pengurangan jumlah unit pengolahan udang yang diperbolehkan melakukan pemasaran ke Eropa (Santoso, 2010). Apabila pelaksanaan sertifikasi tidak segera dibenahi, Indonesia akan mengalami banyak kerugian mengingat besarnya potensi ekspor udang Indonesia.

Kebijakan sertifikasi dilaksanakan dalam suatu sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang yang melibatkan banyak elemen dalam lingkungan yang kompleks sehingga evaluasi terhadap kebijakan sertifikasi memerlukan pendekatan secara holistik (menyeluruh) dengan tetap memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar elemen. Pengkajian secara menyeluruh ini diharapkan dapat mengubah cara pandang dan pola berpikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model sebagai penyederhanaan sistem. Dalam penelitian ini, model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan dikembangkan sebagai solusi. Model ini diharapkan dapat membantu menilai pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada seluruh unit usaha yang terlibat dalam rantai pengelolaan udang. Selain itu, hasil penilaian dari model ini diharapkan dapat memberi masukan bagi perbaikan sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang yang telah diterapkan oleh pemerintah.

B. Ruang Lingkup

Lingkup kajian dalam penelitian ini adalah pengembangan desain model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit usaha udang yang terlibat dalam rantai pengelolaan udang, yaitu: unit pengadaan bahan baku udang (unit budidaya, unit penangkap, dan unit importir), unit penyediaan bahan baku udang (unit pengumpul), unit pengolahan udang, dan unit laboratorium pengujian.

Model penilaian ini dapat digunakan oleh unit usaha udang untuk menilai secara mandiri pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan produknya. Bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) model ini dapat digunakan sebagai salah satu sarana evaluasi terhadap pelaksanaan sistem sertifikasi produk perikanan untuk produk udang.

(19)

Verifikasi model dilakukan berdasarkan data pengujian unit usaha udang yang dilakukan KKP dalam kajian Santoso (2010). Data tersebut merupakan data pengujian terhadap beberapa unit budidaya udang, unit pengumpul dan unit pengolahan di wilayah Jawa Timur, data pengujian unit importir yang berasal dari Thailand dan Cina, serta data uji profisiensi laboratorium yang dilakukan Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) terhadap Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) pada tahun 2008.

Hasil verifikasi model akan digunakan untuk menilai secara umum kondisi pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada setiap unit usaha udang dalam rantai pengelolaan udang. Rekomendasi perbaikan kebijakan sertifikasi disusun berdasarkan hasil verifikasi model.

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan dalam suatu perangkat lunak aplikatif yang dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada setiap jenis unit usaha udang yang terlibat dalam rantai pengelolaan udang. Model ini disusun dengan mengintegrasikan kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan sebagai dasar penilaian.

D. Manfaat

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, hasil penilaian dari model yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai masukan dan sebagai dasar evaluasi penentuan kebijakan sertifikasi produk udang.

2. Bagi unit usaha udang, model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai alat untuk menilai pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan produknya.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

1. Jaminan Mutu

Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan. Pengendalian mutu dilakukan melalui empat tahapan, yaitu penetapan standar, penilaian kesesuaian, pengambilan tindakan korektif, dan perencanaan perbaikan (Feigenbaum, 1996).

Pergeseran konsep pengendalian mutu ke jaminan mutu terjadi sekitar tahun 1960. Konsep jaminan mutu tidak hanya mensyaratkan pemeriksaan proses produksi, tetapi juga meliputi perencanaan, perancangan produksi, pengadaan bahan baku, transportasi, penyimpanan dan sebagainya. Konsep jaminan mutu merupakan konsep awal yang kemudian berkembang menjadi konsep yang lebih komprehensif yaitu Total Quality Management (TQM) (Muhandri dan Kadarisman, 2008).

Juran dalam Muhandri dan Kadarisman (2008) menjelaskan bahwa jaminan mutu adalah suatu upaya yang dilakukan oleh perusahaan secara terus-menerus agar fungsi mutu dapat dilaksanakan dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen. Dalam ISO-9000:2000 disebutkan bahwa jaminan mutu adalah bagian dari manajemen mutu yang difokuskan terhadap pemberian keyakinan bahwa persyaratan mutu akan terpenuhi.

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), penerapan jaminan mutu pada suatu perusahaan memerlukan tiga hal penting, yaitu:

a. Suatu perusahaan harus mampu menjamin bahwa mutu produk

yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang diharapkan konsumen (karakteristik mutu yang sebenarnya).

b. Jika produk akan diekspor, maka semua persyaratan produk yang dikirimkan ke luar negeri perlu memenuhi persyaratan mutu yang diinginkan oleh konsumen luar negeri (termasuk persyaratan pemerintahnya).

(21)

c. Pimpinan perusahaan perlu menyadari pentingnya jaminan mutu dan memastikan bahwa semua jajaran di dalam perusahaan akan sepenuhnya berusaha mencapai tujuan mutu secara bersama-sama.

2. Jaminan Keamanan Pangan

Menurut PP No.28 Tahun 2004, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

Alli dalam Santoso (2010) menjelaskan bahwa keamanan pangan merupakan pemenuhan terhadap persyaratan khusus, terkait dengan karakteristik yang berpotensi membahayakan kesehatan. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), keamanan pangan merupakan salah satu karakteristik yang menentukan mutu suatu produk dalam industri pangan. Karakteristik penentu mutu lainnya adalah karakteristik fungsional, karakteristik kemudahan penggunaan, karakteristik masa simpan dan karakteristik psikologi.

Produksi dari produk-produk pangan olahan yang aman perlu mempertimbangkan bahan yang digunakan, metode proses, kontaminasi pasca proses dan penentuan titik-titik kendali kritis. Sistem HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) telah berkembang sebagai sistem yang dapat menganalisis adanya bahaya dan mengendalikan titik-titik yang bersifat kritis. Sistem HACCP yang bersifat preventif sangat menekankan pentingnya mutu dan keamanan pangan. Sebagai suatu sistem jaminan mutu dan keamanan pangan, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan (Muhandri dan Kadarisman, 2008).

B. Sertifikasi Hasil Perikanan Untuk Produk Udang

Menurut PP No.102 Tahun 2000, sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang dan jasa. Sertifikat adalah jaminan

(22)

untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. FAO (2006) menjelaskan bahwa sertifikasi produk merupakan verifikasi yang dilakukan untuk menyatakan bahwa suatu produk telah lulus dari pengujian jaminan mutu atau telah memenuhi standar kualitas yang ditetapkan pemerintah.

Kegiatan akuakultur perlu dilakukan dalam kondisi yang dapat menjamin keamanan pangan dan mutu dengan menerapkan standar dan peraturan yang dikeluarkan FAO, WHO, Codex Alimentarius Commission (CAC) dan lembaga serupa lainnya. Kriteria substantif minimum jaminan mutu dan keamanan pangan dalam perencanaan sertifikasi akuakultur meliputi persyaratan lokasi, pakan, obat dan bahan kimia, air, benih, ketelusuran dan rekaman, fasilitas, program identifikasi dan monitoring, dan pekerja (FAO, 2006). Pengelolaan udang yang termasuk kegiatan akuakultur selayaknya dilakukan dalam kondisi yang memenuhi kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan.

Sanitasi mempunyai peran penting dalam kegiatan pengelolaan udang. Sanitasi yang baik pada suatu unit usaha dapat memaksimumkan umur simpan, mengurangi kebusukan dan limbah, mengurangi produk yang tidak sesuai spesifikasi (reject), dan meningkatkan keuntungan. Arahan utama jaminan mutu sanitasi dalam kegiatan budidaya, pemanenan, penanganan dan

pengolahan udang adalah pencegahan kontaminasi mikrobial dan

pengendalian pertumbuhan mikroorganisme (Kanduri dan Eckhardt, 2002). Menurut Kanduri dan Eckhardt (2002), sanitasi, keamanan dan kualitas produk perlu dipertimbangkan sebagai komponen integral dalam program jaminan mutu. Sanitasi merupakan prasyarat penerapan sistem HACCP. Prosedur Operasional Sanitasi Standar (POSS) harus dapat menjelaskan pemenuhan sanitasi pada suatu unit usaha. Delapan kondisi sanitasi yang disyaratkan, yaitu:

1. Keamanan air yang digunakan,

2. Kondisi dan kebersihan peralatan yang kontak dengan produk,

3. Pencegahan kontaminasi silang langsung dan tidak langsung terhadap produk yang diolah,

(23)

4. Penyediaan alat cuci tangan dan toilet yang dilengkapi peralatan kebersihan,

5. Perlindungan produk, bahan pengemas, dan peralatan yang kontak

langsung dengan produk dari berbagai cemaran (biologi, kimia dan fisika), 6. Label yang jelas dan penanganan atau penyimpanan dan penggunaan

bahan beracun,

7. Pengawasan kesehatan karyawan, dan

8. Pengawasan terhadap binatang pengerat dan atau binatang lainnya.

Selain pelaksanaan POSS, hal-hal lain yang juga menjadi prasyarat penerapan HACCP adalah pelaksanaan Good Manufacturing Practices (GMP), pelatihan untuk pegawai, prosedur pemanggilan kembali, perawatan yang bersifat preventif, dan pengkodean produk (Kanduri dan Eckhardt, 2002). GMP merupakan cara atau teknik berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Menurut Cahyono (2002), teknik-teknik yang perlu diterapkan oleh industri pangan dalam pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan yaitu: (1) GAP (Good Agriculture Practice) atau GFP (Good Farming Practice); (2) GHP (Good Handling Practice); (3) GMP (Good Manufacturing Practice) dan GLP (Good Laboratory Practice); (4) GDP (Good Distribution Practice); dan (5) GRP (Good Retailing Practice).

Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang perikanan, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan terdiri atas 1). Pengawasan dan pengendalian mutu, 2). Pengembangan dan penerapan persyaratan atau standar bahan baku, persyaratan atau standar sanitasi dan teknik penanganan dan pengolahan, persyaratan atau standar mutu produk, persyaratan atau standar sarana dan prasarana, serta persyaratan atau standar metode pengujian dan 3). Sertifikasi. Tiga jenis sertifikat yang disebutkan dalam undang-undang ini adalah sertifikat kelayakan pengolahan, sertifikat penerapan program manajemen mutu terpadu, dan sertifikat kesehatan.

Menurut Santoso (2010), penanggung jawab utama sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dibebankan kepada Direktorat Jenderal

(24)

lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan. Pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dilaksanakan oleh:

1. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, yang mencakup pengendalian di kapal penangkap ikan, kapal pengangkut ikan, dan pembongkaran dari kapal.

2. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, yang mencakup penggunaan obat-obatan, bahan kimia, bahan biologi, dan pencemaran pada pembenihan, pembesaran dan pemanenan hasil budidaya perikanan.

3. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, yang mencakup pengendalian mulai dari pasca pembongkaran, pasca pemanenan, pada tahap pengangkutan, penampungan, pengolahan sampai distribusi.

Otoritas kompeten dapat memberikan tugas-tugas tertentu kepada Dinas Perikanan dan Kelautan. Kelembagaan lain yang mendukung tugas pengendalian adalah laboratorium, komisi aproval dan pengawas mutu. Laboratorium terdiri atas dua laboratorium acuan dan laboratorium penguji. Komisi aproval mempunyai tugas dan kewenangan memberikan rekomendasi dalam rangka persetujuan dan penerbitan sertifikat yang mencakup cara budidaya yang baik, cara penanganan ikan di kapal yang baik, kelayakan pengolahan, penerapan HACCP dan kewenangan lainnya. Pengawas mutu mempunyai tugas pengendalian yang meliputi kegiatan inspeksi, pengambilan contoh, pengujian contoh, dan sertifikasi pada setiap tahapan proses sejak produksi primer, pengolahan dan distribusi.

C. Pendekatan Sistem

Pengembangan model merupakan bagian dari pemecahan masalah berdasarkan teori pendekatan sistem. Menurut Marimin (2004), sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks. Pendekatan sistem diperlukan karena makin lama makin dirasakan interdepensinya dari berbagai bagian dalam mencapai tujuan sistem. Masalah-masalah yang dihadapi saat ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan

(25)

peralatan yang menyangkut satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan yang lebih komprehensif, dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan, dan dapat mengarahkan pemecahan secara menyeluruh.

Metode untuk menyelesaikan persoalan menggunakan pendekatan sistem terdiri dari beberapa tahap proses. Tahap-tahap tersebut meliputi analisis, rekayasa model, implementasi rancangan, implementasi dan operasi sistem. Setiap tahap dalam proses tersebut diikuti oleh suatu evaluasi berulang guna mengetahui apakah hasil dari masing-masing tahap telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Diagram alir tahapan pendekatan sistem disajikan dalam Gambar 1.

(26)

Metodologi pendekatan sistem pada prinsipnya dilakukan melalui enam tahap analisis sebelum tahap rekayasa, meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan finansial. Langkah pertama sampai keenam umumnya dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang disebut sebagai analisis sistem. Diagram alir tahapan analisis sistem disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 4. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno, 2003)

Analisa kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem (stakeholders). Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem (Hartrisari, 2007).

Formulasi permasalahan merupakan tahapan untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah

(27)

diidentifikasi dari masing-masing aktor (Cahyadi, 2005). Menurut Hartrisari (2007), tujuan sistem akan sulit tercapai apabila teridentifikasi kebutuhan para aktor yang saling kontradiktif. Rincian kebutuhan yang saling bertentangan menjadi suatu masalah yang memerlukan solusi penyelesaian untuk mengintegrasikan kebutuhan pelaku sistem.

Tahapan identifikasi sistem merupakan tahapan dimana pengkaji sistem mencoba memahami mekanisme yang terjadi dalam sistem. Dengan memahami mekanisme yang terjadi dalam sistem, pengkaji sistem dapat merepresentasikan sistem tersebut dalam sebuah model yang merupakan penyederhanaan dari sebuah sistem (Hartrisari, 2007).

Model sebagai abstraksi dari realitas memiliki wujud yang kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas sistem yang sedang dikaji (Eriyatno, 2003). Meskipun semua model tidak menunjukkan kesempurnaannya dalam mempresentasikan sistem, namun model memiliki manfaat dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Hartrisari, 2007).

Deskripsi dari model abstrak yang dihasilkan pada tahap rekayasa model selanjutnya akan diimplementasikan dengan komputer. Pada tahap implementasi komputer, model abstrak diwujudkan dengan berbagai bentuk persamaan, diagram alir, dan diagram blok. Pemilihan teknik dan bahasa komputer yang sesuai merupakan bagian penting pada tahap ini (Eriyatno, 2003).

Secara umum pengujian model terdiri dari tahap verifikasi dan validasi. Verifikasi merupakan tahap pembuktian bahwa model tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji. Pengujian ini mungkin berbeda dengan uji validitas model itu sendiri. Validasi adalah usaha menyimpulkan apakah model tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi adalah suatu proses iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer (Eriyatno, 2003).

(28)

III. METODOLOGI

A. Kerangka Pemikiran

Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium pengujian (Santoso, 2010). Unit pengadaan bahan baku merupakan unit yang menghasilkan komoditas udang sebagai bahan baku, yang terdiri dari unit budidaya udang, unit penangkap udang, dan importir udang. Unit penyediaan bahan baku merupakan unit perantara yang menghubungkan unit pengadaan bahan baku dan unit pengolahan udang, yaitu pedagang pengumpul udang. Unit pengolahan adalah industri yang mengolah udang menjadi produk jadi atau setengah jadi. Laboratorium pengujian merupakan otoritas kompeten yang berwenang dalam melakukan pengujian kualitas fisik, kimia dan biologis udang dan produk udang olahan.

Jaminan mutu dan keamanan pangan udang saat ini telah menjadi faktor yang diperhatikan oleh konsumen terutama di negara-negara maju. Jaminan mutu dan keamanan pangan udang perlu diupayakan pada setiap rantai usaha karena saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahaya yang timbul dari satu rantai usaha akibat jaminan mutu dan keamanan yang buruk akan berdampak pada rantai usaha lainnya.

Standar mutu dan keamanan pangan untuk unit usaha udang telah disusun oleh badan-badan internasional seperti FAO, US FDA, CAC, dan European Commission. Standar mutu dan keamanan pangan pada setiap rantai usaha berbeda-beda sesuai dengan kegiatan penanganan udang pada masing-masing rantai usaha. Pemerintah Indonesia melalui berbagai peraturan telah mengadopsi dan menerapkan standar-standar tersebut dalam kebijakan sertifikasi. Sebagai salah satu sarana evaluasi bagi pelaksanaan sertifikasi produk perikanan untuk produk udang, model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan dikembangkan untuk menilai secara mandiri jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada setiap jenis unit usaha.

(29)

Penyusunan program komputer dilakukan untuk memudahkan penggunaan model. Model yang telah terprogram selanjutnya diverifikasi untuk membuktikan bahwa model tersebut telah disusun dengan benar dan mampu melakukan penilaian sesuai dengan prosedur. Verifikasi model dapat dilakukan dengan data aktual hasil penilaian unit usaha udang.

Gambar 3 . Kerangka Pemikiran Penelitian

B. Pendekatan Sistem

Metode yang digunakan dalam pengembangan model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan adalah pendekatan sistem. Menurut Marimin (2004), pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah dan (2) penyusunan suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Tahapan dalam pendekatan sistem yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan, implementasi model, dan verifikasi model. Berikut ini adalah penjelasan dari tahap analisis kebutuhan, formulasi masalah, dan identifikasi sistem.

1. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada tahap ini dideskripsikan kebutuhan-kebutuhan dari setiap

(30)

seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya. Pelaku yang terlibat dalam model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan adalah pengusaha udang, dan pemerintah. Analisis kebutuhan dari masing-masing pelaku adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Analisis Kebutuhan

No Pelaku Kebutuhan

1 Pemerintah Informasi yang akurat untuk mengevaluasi sistem sertifikasi hasil perikanan

• Baiknya jaminan mutu dan keamanan pangan udang Indonesia

• Peningkatan nilai ekspor udang

2 Pengusaha udang Mengetahui dengan cepat masalah penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan

• Baiknya jaminan mutu dan keamanan pangan produk

• Peningkatan keuntungan

Hasil analisis kebutuhan diperlukan untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan mana saja yang dapat dipenuhi oleh sistem yang dikembangkan. Hasil analisis kebutuhan selanjutnya digunakan sebagai input untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sistem.

2. Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan merupakan tahapan untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dari masing-masing pelaku. Permasalahan dapat dikenali melalui kebutuhan-kebutuhan yang saling kontradiktif akibat kelangkaan sumberdaya dan perbedaan kepentingan (Hartrisari, 2007).

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan, permasalahan yang ditemui adalah masih buruknya jaminan mutu dan keamanan pangan udang Indonesia akibat sistem sertifikasi yang belum dapat menjangkau seluruh unit usaha udang. Banyak unit usaha udang yang belum dapat mengetahui

(31)

informasi untuk menerapkan jaminan mutu dan keamanan pangan di lingkungan produksinya. Umumnya keterbasan modal dan tenaga ahli menjadi kendala dalam penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan.

Permasalahan lainnya adalah pelaksanaan sertifikasi yang belum bisa menjamin mutu dan keamanan pangan produk udang. Belum semua rantai usaha udang dilibatkan dalam pelaksanaan sertifikasi. Rantai usaha udang yang saling berkaitan dari hulu ke hilir seharusnya terintegrasi dalam kebijakan sertifikasi. Pelaksanaan sertifikasi yang tidak terintegrasi memungkinkan adanya kontaminasi silang pada rantai usaha udang yang belum dilibatkan dalam kebijakan sertifikasi.

Solusi yang dapat ditawarkan terhadap permasalahan yang ditemui adalah dengan pengembangan model penilaian yang dapat membantu unit usaha dalam menilai dan merencanakan prioritas perbaikan bagi pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan. Apabila unit usaha dapat mengetahui dengan cepat kekurangan dalam pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan, perbaikan dapat segera dilakukan. Perbaikan yang dilakukan secara berkesinambungan tentunya akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

Selain itu, model penilaian juga dibuat dengan melibatkan seluruh unit usaha yang terlibat dalam rantai usaha udang sehingga pemerintah dapat menggunakan model ini sebagai masukan dalam perbaikan kebijakan sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang. Dengan perbaikan kebijakan sertifikasi dan meningkatnya jaminan mutu dan keamanan pangan udang Indonesia, peningkatan ekspor udang dapat diperoleh di masa depan.

3. Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut (Eriyatno, 2003). Pada tahap ini, pengkaji sistem mencoba memahami

(32)

mengenali hubungan antara “pernyataan kebutuhan” dengan “pernyataan masalah” yang harus diselesaikan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut (Hartrisari, 2007). Selanjutnya hasil identifikasi sistem dapat digambarkan dalam sebuah diagram input-output. Diagram input-output model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan digambarkan dalam diagram pada Gambar 4.

INPUT TAK TERKENDALI

Komitmen unit usaha

INPUT TERKENDALI

Data aktual keadaan unit usaha udang

OUTPUT DIKEHENDAKI

Hasil penilaian unit usaha

Baiknya jaminan mutu dan keamanan pangan produk udang

Unit usaha mengetahui permasalahannya Informasi akurat untuk perbaikan kebijakan sertifikasi

OUTPUT TAK DIKEHENDAKI

Buruknya jaminan mutu dan keamanan pangan Unit usaha tidak mengetahui permasalahannya

MODEL PENILAIAN UDANG EKSPOR BERBASIS JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

MANAJEMEN PENGENDALIAN INPUT LINGKUNGAN

Kebijakan pemerintah

PARAMETER RANCANG BANGUN

kriteria dan standar jaminan mutu dan keamanan pangan

Gambar 4 . Diagram Input-Output Model Penilaian Udang Ekspor Berbasis Jaminan

Mutu dan Keamanan Pangan

Pada Gambar 4, input terkendali yang berperan penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasian adalah keadaan aktual dari unit usaha udang. Input terkendali akan diolah menjadi output berupa hasil penilaian yang memperlihatkan tingkat pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit usaha udang tersebut. Parameter rancang bangun yang mempengaruhi input hingga menjadi output pada model penilaian tersebut adalah kriteria dan standar jaminan mutu dan keamanan pangan.

Output yang dikehendaki tentunya adalah baiknya jaminan mutu dan keamanan pangan. Berdasarkan hasil penilaian tersebut unit usaha udang diharapkan mengetahui permasalahan yang ada dan dapat menentukan prioritas dalam usaha perbaikan pelaksanaan jaminan mutu

(33)

dan keamanan pangan. Selain itu, hasil penilaian ini merupakan informasi yang berguna bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan sertifikasi. Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa output tak dikehendaki berupa hasil penilaian jaminan mutu dan keamanan pangan yang buruk dan ketidaktahuan unit usaha udang terhadap masalahnya akan dijadikan umpan balik melalui manajemen pengendalian untuk menghasilkan output yang dikehendaki.

Pada model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan terdapat pula input lingkungan dan input tak terkendali. Input lingkungan berupa kebijakan pemerintah yang mempengaruhi sistem dan input tak terkendali berupa komitmen unit usaha udang dalam melakukan perbaikan. Input tak terkendali dibutuhkan dalam berjalannya sistem meskipun bukan bagian yang dapat dikendalikan untuk menghasilkan output yang dikehendaki.

C. Teknik Analisis

Pengembangan model penilaian dilakukan berdasarkan standar-standar jaminan mutu dan keamanan pangan pada parameter rancang bangun. Model penilaian yang telah dikembangkan terdiri dari sub-model, unsur penilaian, sub-unsur penilaian, dan kriteria untuk setiap unsur dan sub-unsur penilaian. Penilaian dilakukan dari tingkat sub-unsur hingga model penilaian.

Penilaian jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada suatu unit usaha dapat dilakukan dengan membandingkan antara standar ideal dengan kinerja aktual, dalam hal ini yaitu dengan membandingkan kriteria setiap sub-unsur penilaian terhadap kondisi aktual perusahaan. Penilaian sub-sub-unsur menggunakan dua skala (biner), yaitu:

Skor 0 jika kondisi aktual tidak memenuhi kriteria Skor 1 jika kondisi aktual memenuhi kriteria

Kinnear dalam Martawijaya (2009) menjelaskan bahwa penggunaan dua skala (biner) pada titik ekstrim kiri dan titik ekstrim kanan memiliki kelebihan yaitu memaksa responden untuk menentukan dengan pasti antara

(34)

standar ideal. Hal ini berbeda dengan skala Likert. Skala Likert (tiga, lima, tujuh, atau sembilan skala) memungkinkan adanya kecenderungan sentral yang berakibat penilaian jatuh pada nilai tengah (sedang, rata-rata, cukup, dan sebagainya) dengan alasan segan, khawatir, atau alasan-alasan yang tidak rasional.

Setelah pemberian skor untuk setiap sub-unsur dilakukan, deviasi dari setiap unsur (di) dihitung dengan rumus:

di = Jumlah sub-unsur yang memiliki skor nol x 100%

Total sub-unsur

Rata-rata deviasi (D) dari seluruh unsur akan menjadi dasar penilaian baik atau tidaknya jaminan mutu dan keamanan pangan udang pada suatu unit usaha. Rata-rata deviasi (D) dihitung dengan rumus:

D = 1 n di n i

=

di = deviasi dari unsur ke-i (dalam %)

n = jumlah unsur yang dianalisis

Meskipun Besterfield dalam Cahyadi (2005) menjelaskan bahwa penyimpangan 10% merupakan hal yang dapat diterima dalam dunia industri, tetapi pada penelitian ini subjek penilaian merupakan jaminan mutu dan keamanan pangan yang menuntut pemenuhan seluruh kriteria. Penyimpangan yang terjadi pada satu sub-unsur tetap menjadi bahaya potensial bagi keamanan pangan. Oleh karena itu, kesimpulan akhir penilaian dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. BAIK, apabila D = 0%, dengan kata lain memenuhi seluruh kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan.

2. TIDAK BAIK, apabila D > 0%, dengan kata lain masih terdapat kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan yang belum terpenuhi.

(35)

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian berupa data hasil studi pustaka dan data sekunder hasil pengujian unit usaha udang yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam Santoso (2010). Data hasil studi pustaka digunakan dalam tahap pengembangan model-model penilaian dan penyusunan program komputer, sedangkan data hasil pengujian unit usaha udang dari KKP digunakan dalam tahap verifikasi model. Nama-nama unit usaha dalam tahap verifikasi tidak dicantumkan dan diganti dengan kode angka untuk menjaga kerahasiaan.

(36)

IV. DESAIN MODEL

A. Konfigurasi Model

Model penilaian udang ekspor berbasis jaminan mutu dan keamanan pangan dirancang dalam suatu kesatuan sistem yang diberi nama Shrimp Assessment System 1.0 (ShASy 1.0). ShASy 1.0 terdiri dari empat bagian utama, yaitu sistem manajemen dialog, pusat pengolahan, sistem manajemen basis data, dan model-model penilaian. Konfigurasi model ShASy 1.0 disajikan dalam Gambar 5.

SISTEM MANAJEMEN

BASIS DATA MODEL-MODEL PENILAIAN PUSAT PENGOLAHAN

SISTEM MANAJEMEN DIALOG PENGGUNA Model Penilaian Unit Budidaya Model Penilaian Unit Penangkap Model Penilaian Importir Model Penilaian Unit Pengumpul Model Penilaian Unit Pengolahan Model Penilaian Unit

Laboratorium Kriteria dan Standar Hasil Penilaian Kondisi Aktual Data Unit Usaha

(37)

Sistem manajemen dialog (user interface) merupakan bagian yang berfungsi untuk menghubungkan pengguna dengan sistem ShASy 1.0. Sistem manajemen dialog dirancang dengan prinsip user friendly untuk mempermudah pengguna (user) berinteraksi dengan sistem ShASy 1.0 dalam proses penilaian jaminan mutu dan keamanan pangan udang. Sistem manajemen dialog dapat menerima masukan (input) dari pengguna dan menampikan keluaran (output) sesuai dengan yang diinginkan oleh pengguna. Masukan dari pengguna dapat berupa suatu perintah atau data aktual pada suatu perusahaan. Keluaran yang ditampilkan oleh sistem manajemen dialog berupa informasi dalam bentuk pertanyaan, pernyataan, tabel, dan informasi dalam bentuk cetak (hardcopy).

Pusat pengolahan merupakan modul utama yang berfungsi mengendalikan sistem manajemen dialog, mengendalikan akses data ke modul sistem manajemen basis data, dan mengendalikan proses penilaian pada model-model penilaian. Pusat pengolahan merupakan modul yang berperan mengintegrasikan bagian-bagian yang lain sehingga membentuk kesatuan ShASy 1.0.

Menurut Cahyadi (2005), sistem manajemen basis data pada suatu sistem penilaian merupakan modul yang berfungsi untuk mengelola data, baik data empirik yang dimasukkan oleh pengguna (data dinamis), maupun data-data penunjang yang berfungsi sebagai keterangan (data-data statis). Sistem manajemen basis data ShASy 1.0 terdiri dari empat komponen data utama, yaitu:

1. Data unit usaha, berisi data identifikasi umum unit usaha udang yang akan dinilai.

2. Data kriteria dan standar, berisi data kriteria dan standar penilaian yang digunakan dalam proses penilaian.

3. Data kondisi aktual, berisi data aktual unit usaha udang sebagai input penilaian.

4. Data hasil penilaian, berisi data hasil perhitungan dan kesimpulan penilaian.

(38)

Model-model penilaian pada ShASy 1.0 dirancang berdasarkan kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit usaha udang yang terlibat dalam rantai usaha udang. Secara keseluruhan terdapat enam model penilaian yang dikembangkan yaitu model penilaian untuk unit budidaya, unit penangkap, unit importir, unit pengumpul, unit pengolahan, dan unit laboratorium pengujian. Setiap model penilaian (MP) tersusun atas beberapa sub-model penilaian (SMP) yang dibentuk dari unsur penilaian, dan sub-unsur penilaian. Model-model penilaian merupakan bagian yang melakukan penilaian terhadap data aktual unit usaha yang menjadi masukan ShASy 1.0.

B. Desain Model Basis Data

Menurut Fathansyah (2004), basis data merupakan himpunan kelompok data (arsip) yang saling berhubungan yang diorganisasi sedemikian rupa agar kelak dapat dimanfaatkan kembali dengan cepat dan mudah. Perancangan basis data diperlukan agar dihasilkan basis data yang kompak dan efisien dalam penggunaan ruang penyimpanan, cepat dalam pengaksesan dan mudah dalam manipulasi data (tambah, ubah, hapus). Perancangan basis data dimulai dengan analisis aliran data dalam sistem, kemudian dilanjutkan dengan perancangan model data konseptual, dan implementasi model data konseptual ke dalam model data fisik (Cahyadi, 2005).

Hasil analisis aliran data dapat digambarkan dalam bentuk Data Flow Diagram (DFD). DFD berguna untuk menggambarkan fungsionalitas sistem. Proses, jika terlalu rumit, dapat diperluas ke dalam DFD lain dengan level yang lebih rendah (Nugroho, 2002). Gambar 6 menyajikan DFD level 0 untuk ShASy 1.0 yang memperlihatkan hubungan antara masukan (input), proses, dan luaran (output) secara umum. Masukan pada sistem berupa data tentang sistem sertifikasi, data kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan, data kondisi aktual unit usaha udang, data identifikasi unit usaha, dan data pengguna sistem, sedangkan luaran sistem adalah laporan penilaian.

(39)

Gambar 6. DFD Level 0 ShASy 1.0

Proses belum digambarkan secara rinci pada DFD level 0. Pada DFD level 1, proses-proses yang terjadi dalam sistem mengalami dekomposisi sehingga menjadi lebih terperinci. Proses yang terjadi dalam ShASy 1.0 dirinci menjadi tiga proses utama yaitu proses penyusunan kriteria dan standar penilaian, proses penilaian, dan proses pelaporan. DFD level 1 dapat dilihat pada Gambar 7.

(40)

Setiap proses utama yang terjadi dalam ShASy 1.0 dapat dirinci dalam DFD level 2. Terdapat tiga jenis DFD level 2, yaitu DFD level 2.1 untuk proses penyusunan data kriteria dan standar penilaian, DFD level 2.2 untuk proses penilaian, dan DFD level 2.3 untuk proses pelaporan. Gambar 8 menyajikan keseluruhan DFD level 2.

Pustaka KKP

Data tentang sistem sertifikasi

Data kriteria jaminan mutu dan keamanan pangan

1.5 Seleksi data 1.1 Penyusunan data jenis model 1.2 Penyusunan data sub-model 1.3 Penyusunan data unsur penilaian 1.4 Penyusunan data sub-unsur penilaian

Data Jenis Unit Usaha Udang Jenis Model Penilaian Informasi Jenis Model Penilaian Informasi Jenis

Model Penilaian Sub-Model Penilaian Informasi Sub-Model Penilaian Data Standar Data Kriteria Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Informasi Sub-Model Penilaian Informasi Unsur Penilaian Unsur Penilaian Informasi Unsur Penilaian Sub-Unsur Penilaian Informasi Sub-Unsur Penilaian Data Penilaian Sertifikasi DFD Level 2.1 Pengguna 2.1 Penentuan Skor Sub-Unsur 1 Penyusunan Kriteria dan Standar Data Kriteria dan Standar Penilaian 2.2 Perhitungan deviasi setiap unsur 2.3 Perhitungan rata-rata deviasi Data aktual dan Informasi Skor Sub-Unsur Hasil Penilaian Tk Sub-Unsur

Informasi Skor Sub-Unsur

Hasil Penilaian Tk Unsur Informasi Deviasi Unsur Informasi Deviasi Unsur Rata-rata Deviasi dan Kesimpulan penilaian Hasil Penilaian Umum Data kondisi

aktual unit usaha

2.4 Input data Unit usaha

Unit Usaha

Data Unit Usaha Data Unit Usaha Data Unit Usaha DFD Level 2.2 3.1 Pemanggilan data Data Hasil Penilaian Laporan Penilaian 2 Penilaian Pengguna 3.2 Penyusunan Laporan Penilaian Data Unsur Penilaian Data Sub-Model Penilaian

Data Hasil Penilaian Unsur Penilaian Sub-Model Penilaian Data Unsur Data Sub-Model DFD Level 2.3

(41)

DFD level 2.1 pada Gambar 8 merinci proses penyusunan kriteria dan standar penilaian. Proses ini terdiri dari lima proses, yaitu proses seleksi data, proses penyusunan data jenis model, proses penyusunan data sub-model, proses penyusunan data unsur, dan proses penyusunan data sub-unsur. Kelompok data kriteria dan standar penilaian tersimpan dalam data store jenis model penilaian, sub-model penilaian, unsur penilaian, dan sub-unsur penilaian.

DFD level 2.2 pada Gambar 8 merinci proses penilaian. Proses ini terdiri dari empat proses, yaitu proses input data unit usaha, proses penentuan skor sub-unsur, proses perhitungan deviasi setiap unsur, dan proses perhitungan rata-rata deviasi. Input data identifikasi unit usaha disimpan dalam data store unit usaha sedangkan kelompok data hasil penilaian tersimpan dalam data store hasil penilaian tingkat sub-unsur, hasil penilaian tingkat unsur dan hasil penilaian umum.

DFD level 2.3 pada Gambar 8 merinci proses pelaporan. Proses ini terdiri dari dua proses, yaitu proses pemanggilan data yang dibutuhkan untuk pelaporan dan proses penyusunan laporan penilaian. Laporan hasil penilaian yang telah disusun kemudian akan diperlihatkan kepada pengguna sistem.

Aliran data dan proses pada DFD level 2 sudah cukup menggambarkan keseluruhan model ShASy 1.0 sehingga pada tahap selanjutnya DFD level 2 ini dapat digunakan sebagai dasar penyusunan model data konseptual yang

menggambarkan hubungan antar entitas di dalam sistem tanpa

mempertimbangkan detail implementasi fisiknya. Gambar 9 menyajikan model data konseptual ShASy 1.0.

(42)

Gambar 9. Model Data Konseptual ShASy 1.0

Hubungan antar entitas dalam model data konseptual digambarkan dengan derajat relasi. Tabel 3 menjelaskan derajat relasi yang ada dalam model data konseptual.

Tabel 3. Derajat Relasi pada Model Data Konseptual

Notasi Derajat Relasi Minimum-Maksimum Keterangan (0, N) Nol atau lebih (1, N) Satu atau lebih

(1, 1) Satu

(0, 1) Nol atau satu Sumber: Fathansyah (2004)

Berbeda dengan model data konseptual, model data fisik memperlihatkan hasil implementasi entitas dalam bentuk hubungan antar tabel. Model data fisik disusun dengan format Microsoft® Office Access 2003 (Microsoft Corporation, 2003) berdasarkan model data konseptual yang telah dibuat sebelumnya. Gambar 10 menyajikan model data fisik ShASy 1.0.

(43)

SM PK,FK1 IdM PK IdSM SubModel D PK,FK1 IdM PK IdT Nama Pemilik Alamat Telp Fax Email SU PK,FK1 IdSM PK IdSU FK1 IdM FK1 IdU SubUnsur Kriteria N1 N2 Satuan H PK,FK1 IdM PK,FK1 IdPer D Ket Tgl U PK,FK1 IdSM PK IdU FK1 IdM Unsur HSU PK,FK1 IdM PK,FK1 IdT PK,FK2 IdSM PK,FK2 IdSU FK2 IdU Inp Nilai HU PK,FK1 IdM PK,FK1 IdT PK,FK1 IdSM PK,FK1 IdU d Ket M PK IdM Model

Gambar 10. Model Data Fisik ShASy 1.0

Pada Gambar 10 terlihat hasil implementasi entitas jenis model menjadi tabel M, entitas sub-model menjadi tabel SM, entitas unsur menjadi tabel U, entitas sub-unsur menjadi tabel SU, entitas unit usaha menjadi tabel D, entitas hasil penilaian tingkat sub-unsur menjadi tabel HSU, entitas hasil penilaian tingkat unsur menjadi tabel U, dan entitas hasil penilaian umum menjadi tabel H. Penyingkatan penulisan sengaja dilakukan untuk mempermudah penulisan kode saat pembuatan program.

C. Desain Model-Model Penilaian

Berdasarkan hasil identifikasi sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang yang berjalan saat ini, maka dapat dinyatakan hal sebagai berikut:

1. Sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang harus dikaji secara holistik mulai dari bahan baku hingga produk akhir.

2. Sistem sertifikasi hasil perikanan untuk produk udang harus dilihat dari empat elemen, yaitu:

(44)

b) Penyediaan bahan baku oleh pedagang pengumpul. c) Pengolahan oleh industri pengolahan.

d) Pengujian yang dilakukan oleh laboratorium pengujian.

3. Pengawasan yang dilakukan terhadap masing-masing elemen dapat

mengacu pada POSS (Prosedur Operasional Standar Sanitasi), CBUB (Cara Budidaya Udang yang Baik), CPUB (Cara Penanganan Udang yang Baik), protokol impor, HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point) dan acuan metode pengujian (ISO 17025:2005).

Gambar 11. Rantai Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

Sebagai evaluasi terhadap sistem sertifikasi, model-model penilaian dikembangkan secara terintegrasi berdasarkan empat elemen dalam sistem sertifikasi yaitu, unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan unit pengujian. Secara keseluruhan terdapat enam model penilaian yang dikembangkan yaitu model penilaian untuk unit budidaya, unit penangkap, unit importir, unit pengumpul, unit pengolahan, dan unit laboratorium pengujian.

Model penilaian (MP) dibentuk berdasarkan standar jaminan mutu dan keamanan pangan yang berlaku pada masing-masing unit usaha udang. Standar penilaian tersebut kemudian disusun menjadi sub-unsur, unsur, dan

(45)

sub-model penilaian (SMP) yang membentuk struktur model penilaian. Berikut ini merupakan penjelasan enam struktur model penilaian yang dikembangkan pada penelitian ini.

1. Model Penilaian Unit Budidaya

Model Penilaian Unit Budidaya (MP Unit Budidaya) berguna untuk menilai jaminan mutu dan keamanan pangan pada unit budidaya udang/tambak. Pada unit budidaya, sanitasi dapat dipenuhi dengan pelaksanaan POSS dan CBUB. CBUB dikenal juga dengan istilah Good Aquaculture Practices (GAP). Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya merupakan lembaga yang kompeten untuk melakukan inspeksi dan penerbitan CBUB yang terkait dengan POSS. Pelaksanaan dan pengawasan POSS telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya sebagai upaya sertifikasi petambak. POSS merupakan persyaratan dasar yang harus dipenuhi untuk mendapatkan udang yang aman sebagai bahan baku pengolahan (Santoso, 2010).

MP Unit Budidaya terdiri dari dua sub-model penilaian yaitu SMP POSS Unit Budidaya dan SMP Monitoring Parameter GAP. SMP POSS Unit Budidaya digunakan untuk menilai penerapan POSS pada suatu unit budidaya udang atau tambak. SMP POSS Unit Budidaya disusun dari POSS unit budidaya yang telah dikembangkan Santoso (2010). SMP POSS Unit Budidaya terdiri dari dua belas unsur penilaian.

SMP Monitoring Parameter GAP digunakan untuk menilai pelaksanaan GAP pada unit budidaya udang. SMP Monitoring Parameter GAP disusun dari parameter pemeriksaan batas kritis operasi budidaya udang, bahaya kontaminan, residu kimia, dan bakteri patogen yang potensial pada unit budidaya (Santoso, 2010). SMP Monitoring Parameter GAP terdiri dari delapan unsur penilaian.

Tabel 4 menunjukkan daftar unsur penilaian dan kriteria pada MP Unit Budidaya.

(46)

Tabel 4. Unsur dan Kriteria Penilaian MP Unit Budidaya

ID

Unsur Unsur Penilaian Kriteria

A Sub-Model Penilaian Prosedur Operasi Standar Sanitasi (POSS) Unit Budidaya

1 Lokasi Jauh dari sumber-sumber kontaminasi

Sumber air mencukupi Tidak terjadi kontaminasi air Dilakukan filterisasi air 2 Pasokan Air

Monitoring kualitas air dilakukan setiap hari Terdapat pagar pembatas area tambak Letak tolet, tangki kotoran dan gudang terpisah Terdapat fasilitas pengolahan limbah 3 Desain dan Tata Letak

Pematang utama tambak lebar dan tidak becek Dilakukan pencegahan terhadap pest Bahan fasilitas dan perlengkapan tidak korosif 4 Fasilitas dan Perlengkapan

Dilakukan perawatan kebersihan Benih yang ditebar sehat 5 Benih

Penggunaan benih yang bersertifikat Pakan bernomor pendaftaran atau bersertifikat Tidak ada campuran bahan berbahaya dalam pakan Label dan informasi lengkap dan jelas

Bahan-bahan yang aman untuk pakan buatan sendiri 6 Pakan

Pemberian pakan sesuai dosis Bahan tidak berbahaya

Penyimpanan bahan terpisah dan aman Penggunaan bahan sesuai ketentuan

Pemanasan atau pembakaran untuk pupuk kandang 7 Penggunaan Bahan Kimia, Biologi dan

Obat Udang

Label dan informasi bahan lengkap dan jelas Penjagaan kebersihan alat pemanenan Pemanenan melalui saluran pembuangan air Waktu pemanenan pagi atau malam hari Tersedia pakaian bersih untuk petugas pemanenan 8 Panen

Rantai dingin pada penanganan dan penyimpanan Pemisahan limbah padat dan cair

9 Pengelolaan Limbah

Penanganan limbah aman

Terdapat tempat penanganan udang sementara Tempat penanganan udang bersih dan saniter 10 Penanganan Udang

Tersedia pakaian kerja yang bersih untuk petugas Jumlah toilet mencukupi

Tersedia sabun, lap tangan, gayung, dll 11 Toilet

Kondisi toilet bersih

Tenaga kerja tidak berpenyakit menular (sehat) 12 Tenaga Kerja

Perawatan kebersihan pakaian kerja

B Sub-Model Penilaian Monitoring Parameter Good Aquaculture Practices (GAP)

1 Penanganan Udang

Suhu udang -2 - 2 oC

2 Residu Kimia dalam Udang

Chloramphenicol < 0.3 ppb

Nitrofuran < 1 ppb

Malachite green < 1 ppb

Stilbene Negatif

Anlthelminthes dan Quinolon Negatif

Peniciline dan kelompoknya Negatif

Hormon (katabolik, anabolik) Negatif

3 Bakteri Patogen dalam Udang

Kandungan E. coli Negatif

Kandungan Salmonella Negatif

Kandungan Listeria monocytogen Negatif

Kandungan Vibrio parahaemoliticus Negatif

Kandungan Vibrio cholerae Negatif

4 Kebersihan Air

Kandungan E. coli Negatif

5 Seleksi Benih, Induk, dan Udang

Virus dan bakteri vibrous dalam benih Negatif Virus dan bakteri vibrous dalam induk Negatif

Gambar

Gambar 3. Tahapan Pendekatan Sistem (Eriyatno, 2003)
Gambar 4. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno, 2003)
Gambar 4 . Diagram Input-Output Model Penilaian Udang Ekspor Berbasis Jaminan    Mutu dan Keamanan Pangan
Gambar 5. Konfigurasi Model ShASy 1.0
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum dari penelitian ini adalah peningkatan mutu dan daya saing melalui pengembangan proses, dan desain peralatan produksi pangan berbasis cokelat untuk

Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Regulasi Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan