• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISO 22000:2005 DESKRIPSI PEMENUHAN PT GULA RAFINASI A

E. Verifikasi Sistem Manajemen Terpadu Perusahaan

Setelah penyusunan solusi alternatif dilakukan, PT Gula Rafinasi A diberikan waktu lebih kurang 3 bulan untuk memperbaiki ketidaksesuaian yang ada. Selanjutnya, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian sistem mutu dan keamanan pangan PT Gula Rafinasi A untuk pembuktian keberhasilan solusi yang diberikan. Verifikasi dilakukan dengan melihat ketidaksesuaian yang ada pada tahapan pertama serta memperbarui sistem mutu dan keamanan pangan jika ada perubahan yang terjadi atau belum teridentifikasi pada tahap sebelumnya.

1. Verifikasi Sistem Manajemen Mutu

Beberapa ketidaksesuaian sistem mutu yang teridentifikasi pada tahapan pertama semuanya sudah diperbaiki baik dengan menggunakan solusi yang diupayakan PT Gula Rafinasi A maupun dengan solusi alternatif yang diusulkan pelaksana magang bersama konsultan Premysis. Pada tahap ini dilakukan verifikasi terhadap ketidaksesuaian sistem mutu yang teridentifikasi pada tahapan pertama.

a. Pembelian (Rujukan ISO 9001:2000 klausul 7.4.1 (proses pembelian), 7.4.2 (informasi pembelian), dan 7.4.3 (verifikasi terhadap produk yang dibeli)

Kondisi awal tahapan pertama: Masalah ketersediaan bahan baku yang ada pada PT Gula Rafinasi A adalah frekuensi keterlambatan pengiriman

dari sebagian pemasok bahan baku cukup tinggi dan tingkat mutu bahan baku yang bervariasi. Hal ini bisa menyebabkan tertundanya proses selanjutnya.

Solusi alternatif tahapan pertama: Penetapan prosedur pencarian pemasok baru oleh Departemen Purchasing selesai dalam 14 hari. Kemudian, Departemen Purchasing menetapkan prosedur pembuatan

Purchase Order setelah penawaran harga diterima selesai dalam tujuh hari.

Hasil verifikasi: Prosedur pencarian pemasok dan pemesanan bahan baku sudah dilaksanakan dengan benar. Masalah ketersediaan bahan baku raw sugar dapat diatasi dengan pencarian dan pemilihan pemasok serta pemesanan bahan baku oleh Departemen Purchasing yang terikat dengan waktu.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem mutu terselesaikan. Melalui prosedur pencarian pemasok dan pemesanan bahan baku yang tepat waktu, masalah ketersediaan bahan baku dapat ditangani.

b. Tindakan perbaikan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.2) dan Tindakan pencegahan (Rujukan: ISO 9001:2000 klausul 8.5.3)

Kondisi awal tahapan pertama: Masalah yang terkait dengan tindakan perbaikan dan pencegahan adalah system information down, yaitu malfungsi pada sistem jaringan computer perusahaan. Departemen

Information and Technology (IT) belum menyediakan rencana untuk tindakan perbaikan dan pencegahan, jika hal yang sama terulang.

Solusi alternatif tahapan pertama: Penyediaan backup server, backup

jaringan online, mempersiapkan tim IT yang solid, mengikuti perkembangan IT dalam bentuk pelatihan, seminar, majalah/buku, internet, dan lain-lain, serta mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan masalah yang timbul.

Hasil verifikasi: Semua rencana tindakan perbaikan dan perbaikan terkait masalah teknologi informasi sudah mulai dijalankan perusahaan di bawah tanggungjawab Departemen IT.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem mutu terselesaikan. Solusi alternatif yang diajukan ke Departemen IT dilaksanakan dengan baik. c. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa (Rujukan: ISO 9001:2000

klausul 7.5.1) i. Area Process

Kondisi awal tahapan pertama: Masalah ketepatan waktu dan target produksi yang selalu menjadi masalah rutin di area process (area produksi gula rafinasi). Masalah ketepatan waktu dan target produksi disebabkan keterlambatan bahan baku dan bahan pendukung, kondisi mesin steam yang kadang kurang berfungsi optimal, dan hasil pengukuran menggunakan alat pengukur berat di area proses kadang tidak sesuai dengan hasil sebenarnya.

Solusi alternatif tahapan pertama: Pengendalian aliran produksi melalui koordinasi dengan Departemen Inventory, Departemen

Technical Support, Departemen Electrical and Instrument (E&I), dan Departemen Laboratory.

Hasil verifikasi: Koordinasi antara Departemen Process, Inventory,

Technical Support, Electrical and Instrument, dan Laboratory sudah berjalan dengan baik. Form komunikasi internal sudah dibuat dan dijalankan sehingga pengaturan masing-masing waktu dan tanggungjawab dari tiap departemen berjalan sesuai sistem mutu.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem mutu terselesaikan. Ketepatan waktu dan target produksi Departemen Process teratasi dan aliran produksi berjalan sesuai sistem mutu.

ii. Area Warehouse

Kondisi awal tahapan pertama: Informasi dan status pendistribusian yang tidak jelas dan sikap saling menunggu merupakan penyebab seringnya keterlambatan waktu distribusi. Masalah keterlambatan waktu distibusi sangat sensitif dengan Customer Satisfaction Index

(CSI) karena berhubungan langsung dengan waktu dan kepentingan konsumen.

Solusi alternatif tahapan pertama: Solusi awal adalah pengkoordinasian Departemen Warehouse dengan Departemen

Accounting, Security dan Laboratory untuk mengefisienkan dan mengefektifkan prosedur pengeluaran produk akhir dari pabrik ke konsumen. Solusi berikutnya adalah memperbaiki teknis pengangkutan produk akhir di gudang. Permintaan kesanggupan kontraktor loading

untuk memenuhi target pemuatan produk akhir ke kendaraan pengangkut, peningkatan kemampuan petugas checker untuk menghitung bag yang masuk ke kendaraan pengangkut, dan koordinasi dengan Departemen Bagging agar mengurangi kesalahan jahitan karung adalah masalah teknis yang harus diselesaikan oleh Departemen Warehouse.

Hasil verifikasi: Departemen Warehouse berhasil menyelesaikan ketidaksesuaian sistem mutu yang teridentifikasi pada tahapan pertama. Proses aliran distribusi produk akhir menuju konsumen sudah teratur dan tercatat dengan baik saat dilaksanakan verifikasi. Protokol yang berlaku setelah dilakukan tindakan perbaikan memudahkan perizinan dan surat-surat yang dibutuhkan Departemen Warehouse dari

Accounting, Security, dan Laboratory untuk mendistribusikan produk akhir ke konsumen. Permasalahan teknis di gudang juga terselesaikan. Kontraktor loading telah menginstruksikan dan mengawasi pekerjanya agar memenuhi target pemuatan produk akhir ke kendaraan pengangkut seperti yang diminta Departemen Warehouse. Melalui instruksi kerja yang baru, petugas checker mampu meningkatkan kemampuan menghitung produk akhir yang dimuat. Koordinasi Departemen Bagging dengan Departemen Warehouse mampu menurunkan tingkat kesalahan penjahitan bag produk akhir.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem mutu terselesaikan. Koordinasi dan tindakan perbaikan yang dilakukan Departemen

Warehouse mampu mengatasi masalah waktu distribusi produk akhir dan masalah teknis di gudang produk akhir.

2. Verifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan

Beberapa ketidaksesuaian sistem keamanan pangan yang teridentifikasi pada tahapan pertama sudah diperbaiki baik dengan menggunakan solusi yang diupayakan PT Gula Rafinasi A maupun dengan solusi alternatif yang diusulkan pelaksana magang bersama konsultan Premysis. Pada tahap ini dilakukan verifikasi terhadap ketidaksesuaian sistem keamanan pangan yang berhasil diperbaiki dan yang belum diperbaiki.

a. Pre Requisite Programme (PRP)

i. Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.2.1)

Kondisi awal tahapan pertama: Hampir semua SSOP yang sudah ada, tidak dijalankan dengan semestinya.

Solusi alternatif tahapan pertama: Audit dengan konsultan independen dari Premysis Consulting.

Hasil verifikasi: Terdapat kemajuan yang signifikan dalam penerapan SSOP di lingkungan pabrik PT Gula Rafinasi A. Sosialisasi dan penegasan dari tim keamanan pangan ke seluruh bagian perusahaan akan pentingnya pemberlakuan SSOP menjadi bagian penting berjalannya SSOP. Instalasi infrastruktur turut mempermudah pelaksanaan SSOP di pabrik PT Gula Rafinasi A. Berikut beberapa kemajuan yang dilakukan oleh PT Gula Rafinasi A dalam implementasi SSOP.

a) Pakaian khusus dan prosedur memasuki area pabrik

Penyediaan fasilitas topi berjala (net cap) dan seragam khusus PT Gula Rafinasi A untuk ruang process dan bagging sudah dilakukan. Topi berjala bermanfaat untuk mencegah terjadinya kontaminasi produk dari segala sesuatu yang berasal dari kepala manusia yang berada di kedua ruangan tersebut. Seragam khusus yang disediakan PT Gula Rafinasi A bagian atas berupa seragam kerja yang menggunakan resleting dan tidak terdapat kantong dan bagian bawah berupa celana panjang tanpa kantong. Penggunaan resleting dimaksudkan untuk mencegah risiko lepasnya kancing seperti seragam sebelumnya yang

akan terbawa ke dalam proses produksi maupun pengemasan. Penghilangan kantong pada seragam dan celana panjang dimaksudkan agar tidak ada orang yang membawa barang-barang pribadi atau barang yang tidak berhubungan dengan kepentingan produksi dan pengemasan. Prosedur untuk mengenakan topi berjala dan seragam khusus diberlakukan ke seluruh pihak, baik pekerja maupun tamu dan kontraktor yang akan memasuki bagian process maupun bagging. b) Instalasi infrastruktur di area process dan bagging

Perbaikan yang dilakukan di bagian process berupa dimulainya pembangunan ruangan ganti dan loker dekat pintu masuk ruang

process. Hal ini untuk mencegah, pekerja bagian process membawa barang-barang pribadi atau makanan ke dalam ruang process. Selain itu, ruang cuci tangan juga dibangun sebelum pintu masuk untuk memudahkan pekerja membersihkan tangannya sebelum memasuki ruang process.

Perbaikan yang dilakukan di bagian bagging berupa pelapisan epoksi di sebagian lantai area. pembangunan loker, penyediaan sandal ganti dan pembangunan ruang penyemprotan tubuh yang sudah dilaksanakan.

i. Pelapisan epoksi di lantai bertujuan untuk mengurangi resiko pecahnya keramik yang digunakan sebelumnya. Selain itu, epoksi memiliki permukaan halus sehingga mudah dibersihkan dan tidak terdapat celah seperti pada keramik yang memungkinkan tempat berkembangnya mikroba.

ii. Pembangunan loker untuk bagian bagging bertujuan sama halnya seperti bagian process yaitu untuk mencegah, pekerja membawa barang-barang pribadi atau makanan ke dalam ruangan.

iii. Penyediaan sandal ganti bertujuan untuk menghindari kotoran dari luar yang dapat menyebabkan bahaya bagi keamanan pangan terbawa ke dalam ruang bagging. Karena sebagian besar proses pengemasan bersentuhan dengan lantai, penggunaan sandal bersih yang disediakan sebagai alas kaki wajib dilakukan. Hal ini untuk

mencegah terjadinya kontaminasi mikroba ke produk yang umumnya berada di tanah seperti Salmonella. Semua pihak baik pekerja maupun tamu harus mengikuti prosedur ini.

iv. Ruang penyemprotan tubuh bertujuan menghilangkan kotoran yang terbawa dan melekat pada tubuh orang yang akan memasuki ruang bagging. Ruang penyemprotan tubuh menggunakan udara bertekanan tinggi yang dihembuskan dari beberapa lubang pada

ruangan tersebut agar kotoran yang melekat pada tubuh terjatuh ke lubang-lubang pembuangan yang ada di lantai.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan terselesaikan. Sebagian besar SSOP sudah dilaksanakan sesuai ketentuan. Hanya sebagian kecil kondisi saja yang belum sesuai karena menunggu beberapa proses pembangunan infrastruktur yang sedang berjalan.

Audit dengan konsultan independen dan publikasi hasil ke tinjauan manajemen dengan tujuan sebagai solusi alternatif pemberlakuan SSOP tidak perlu dilakukan. Tetapi, audit dengan konsultan independen tetap perlu dilakukan dengan tujuan melihat keseluruhan sistem mutu dan keamanan pangan yang ada di PT Gula Rafinasi A. Audit ini belum dilakukan hingga tahap kedua karena ketidaksiapan dari PT Gula Rafinasi A terkait masalah internal perusahaan.

ii. Pest control (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 6.3 dan 7.2.1)

Kondisi awal tahapan pertama: Bangunan untuk area process

memiliki bentuk langit-langit yang tinggi. Bangunan ini masih memiliki banyak ventilasi yang tidak tertutup. Akibatnya, sering ditemukan burung atau serangga melewati area process. Bahkan, ada kemungkinan beberapa hewan sempat membuat sarang di sela-sela ventilasi. Hal ini bisa menimbulkan bahaya kontaminasi mikroba pada produk akhir.

Solusi alternatif tahapan pertama: Solusi yang bisa diberikan adalah perbaikan sistem ventilasi pada saat pabrik tidak beroperasi dengan memasang ventilasi tertutup atau jaring-jaring (screen). Dengan demikian, peluang investasi hama di lingkungan pabrik menjadi kecil.

Hal ini penting dilakukan mengingat bahaya keamanan produk bisa disebabkan melalui kontaminasi mikroba yang mungkin saja terbawa oleh serangga atau burung.

Hasil verifikasi: Tindakan pengendalian hama sudah dilakukan dengan menggunakan pihak ketiga, yaitu perusahaan jasa pengendalian hama. Perangkap tikus dan perangkap serangga diletakkan di lokasi yang biasanya terdapat hama tersebut. Pengawasan sistem pengendalian hama dilakukan secara berkala setiap 6 bulan sekali oleh pihak ketiga. Jaring-jaring yang direncanakan untuk mencegah masuknya burung ke area bagging tidak bisa disiapkan PT Gula Rafinasi A dalam tahun ini terkait biaya. Sebagai gantinya, hampir keseluruhan proses pembuatan gula rafinasi dilakukan dalam sistem tertutup (closing system), kecuali di bagian pengemasan.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan belum terselesaikan. Walaupun program pengendalian hama yang dilakukan pihak ketiga di pabrik PT Gula Rafinasi A terbukti berhasil dalam mengendalikan hewan-hewan yang tidak diharapkan berada di lokasi pabrik, pembenahan infrastruktur bangunan area bagging tetap harus dilaksanakan.

b. Tindakan pengendalian Operational Pre Requisite Programme (OPRP) (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.5 poin b yang mengacu ke klausul 7.4.4)

i. Masalah kendaraan pengangkut produk akhir

Kondisi awal tahapan pertama: Tidak ada jaminan bahwa truk yang dipakai PT Gula Rafinasi A dari pihak eksternal tidak digunakan untuk mengangkut produk selain produk akhir gula rafinasi.

Solusi alternatif tahapan pertama: Pernyataaan dalam kontrak perjanjian bahwa pihak penyedia kendaraan distribusi pasti menjamin bahwa kendaraan yang digunakan untuk mengangkut produk akhir tidak digunakan untuk mengangkut barang lain sebelum memasuki pabrik.

Hasil verifikasi: PT Gula Rafinasi A tidak berhasil membuat kesepakatan kontrak dengan penyedia karena akan menambah biaya

lagi dengan perubahan kontrak yang terjadi. PT Gula Rafinasi A menyelesaikan masalah ini dengan membuat prosedur pengecekan kendaraan pengangkut dan instruksi kerja untuk personil gudang agar memastikan kondisi kendaraan layak dan bebas dari resiko kontaminasi silang untuk mengangkut produk akhir. Prosedur ini diberlakukan setiap kali terjadi pemuatan produk akhir ke kendaraan pengangkut. Alat bantu yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan kendaraan pengangkut berupa check sheet untuk personil gudang.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan terselesaikan. Prosedur pengecekan kendaraan pengangkut produk akhir yang memasuki gudang dibuat untuk mengatasi masalah ini.

ii. Masalah kendaraan pengangkut rawsugar

Kondisi awal tahapan pertama: Tidak ada. Masalah ini baru teridentifikasi saat kunjungan ke pabrik.

Solusi alternatif tahapan pertama: Tidak ada.

Hasil verifikasi: Terdapat oli yang mengkontaminasi raw sugar saat proses penerimaan raw sugar berlangsung. Oli ini merupakan oli kendaraan yang non-food grade dan berasal dari sekop kendaraan pengangkut raw sugar yaitu wheel loader, sejenis buldoser dengan sekop pengangkut besar di depan. Belum terdapat prosedur pengendalian yang baku dan tercatat untuk mengatasi kemungkinan bahaya keamanan yang terjadi ini. Menurut PT Gula Rafinasi A, kontaminasi oli ini akan hilang saat proses pengolahan gula rafinasi, terutama saat proses rotary filter. Walaupu demikian, kondisi ini perlu diperhatikan juga. Sebab, kontaminasi oli non-food grade ini belum divalidasi berapa batas maksimal penghilangan oli yang mampu ditangani oleh proses pengolahan gula rafinasi.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan belum terselesaikan. Perlu ada cara atau prosedur baku untuk menangani masalah ini.

iii. Masalah bak curah rawsugar

Kondisi awal tahapan pertama: Tidak ada. Masalah ini baru teridentifikasi saat kunjungan ke pabrik.

Solusi alternatif tahapan pertama: Tidak ada.

Hasil verifikasi: Terdapat cemaran dalam jumlah cukup banyak berupa oli non-food grade baik yang sudah mongering maupun yang masih basah yang menempel di bak curah tempat penampungan sementara raw sugar sebelum memasuki tahap pertama pembuatan gula rafinasi. Dugaan sementara, cemaran oli tersebut berasal dari wheel loader yang mengangkut raw sugar. Sama seperti keadaan kontaminasi oli non-food grade pada wheel loader, kontaminasi pada bak curah belum divalidasi berapa batas maksimal penghilangan oli yang mampu ditangani oleh proses pengolahan gula rafinasi.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan belum terselesaikan. Perlu ditelusuri lagi sumber cemaran oli yang terdapat di bak curah. Selain itu, perlu ada cara atau prosedur baku menangani masalah ini.

c. Rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP Plan)

i. Pengendalian pemantauan dan pengukuran (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 8.3)

Kondisi awal tahapan pertama: Tidak diketahui pada batas berapa logam bisa tertarik ke alat penarik logam besi (magnetic catcher). Kondisi ini membahayakan apabila suatu saat tingkat kritis bahaya logam ternyata tidak berhasil diatasi magnetic catcher.

Solusi alternatif tahapan pertama: Pencarian pemasok magnetic catcher untuk meminjam magnetic catcher yang sudah terkalibrasi dan tersertifikasi. Selanjutnya magnetic catcher yang dimiliki PT Gula Rafinasi A dikalibrasi kemampuannya dengan magnetic catcher

terkalibrasi. Selanjutnya dilakukan validasi terhadap proses yang menggunakan magnetic catcher.

Hasil verifikasi: PT Gula Rafinasi Abelum melakukan tindakan untuk menyelesaikan ketidaksesuaian ini, terkait biaya dan prioritas kegiatan

internal perusahaan. Tetapi menurut perusahaan, kondisi ini akan diselesaikan sesuai solusi alternatif yang diberikan dalam waktu dekat

Status verifikasi: Ketidaksesuaian ini belum terselesaikan. Kondisi ini memerlukan perhatian lebih dari perusahaan untuk menjamin kegiatan pemantauan dan pengukuran untuk keamanan pangan terlaksana dengan baik dan benar.

ii. Tindakan saat hasil pemantauan melebihi batas kritis (Rujukan: ISO 22000:2005, klausul 7.6.5)

Kondisi awal tahapan pertama: Belum ada orang yang bertanggungjawab untuk selalu siap di titik pemisahan produk yang ditolak metal detector untuk mengkomunikasikan ke bagian proses agar menunda proses produksi di lini yang sama jika terjadi penemuan produk yang ditolak sebanyak 20 karung selama 4 jam.

Solusi alternatif tahapan pertama: Penyeleksian dan pemilihan orang yang kompeten untuk bertanggungjawab dan siap sedia melaksanakan prosedur metal detector.

Hasil verifikasi: Sudah ditentukan dan dipilih orang-orang yang kompeten dan terlatih untuk menjalankan prosedur metal detector.

Status verifikasi: Ketidaksesuaian sistem keamanan pangan terselesaikan. Prosedur pemantauan tindakan saat melebihi batas kritis telah berjalan dengan baik dan benar.