• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Januari 1981 di Bandung, Jawa Barat. Putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Hartono dan Ibunda Evie Anie.

Pendidikan S1 ditempuh di Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), lulus tahun 2003 dengan predikat sangat memuaskan dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil di Departemen Pertanian, serta ditempatkan di Balai Besar Pelatihan Pertanian Binuang-Kalimantan Selatan.

Pada tahun 2007 penulis mendapat kesempatan mengikuti pendidikan program Magister di Jurusan Teknologi Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Departemen Pertanian. Selama mengikuti program S2, penulis mendapatkan penghargaan prestasi akademik gemilang (IP = 4.00) selama semester satu sampai semester tiga.

Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR ...xiv DAFTAR LAMPIRAN...xvi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Jarak Pagar ... 3 Biji Jarak Pagar ... 4 Pengeringan ... 6 Parameter Mutu Biji Jarak Kering... 9 Parameter Mutu Minyak Biji Jarak... 10 Hasil Penelitian Sebelumnya... 12 METODE PENELITIAN ... 14 Waktu dan Tempat ... 14 Bahan dan Alat ... 14 Metode Penelitian... 15 Analisis Mutu Biji Jarak Kering ... 19 Analisis Mutu Minyak Biji Jarak ... 22 Pengukuran Parameter Lain... 26 Rancangan Percobaan... 29 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31 Laju pengeringan... 32 Pengaruh Penanganan Bahan dan Suhu Pengeringan terhadap Mutu

Biji Jarak Kering... 36 Pengaruh Penanganan Bahan dan Suhu Pengeringan terhadap Mutu

Minyak Biji Jarak... 42 Pengukuran Parameter Lain... 49 KESIMPULAN DAN SARAN ... 58 Kesimpulan... 58 Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN ... 62

Halaman

1 Spesifikasi persyaratan mutu biji jarak dan minyak biji jarak... 5 2 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata biji jarak rusak ... 37 3 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata biji jarak pecah ... 38 4 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata benda-benda asing ... 39 5 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata kadar air biji jarak... 40 6 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata kadar minyak biji jarak ... 41 7 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata indeks bias minyak jarak... 42 8 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata kadar air minyak jarak (%) ... 43 9 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata bilangan iod minyak jarak ... 45 10 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata bilangan penyabunan minyak jarak ... 46 11 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata bilangan asam minyak jarak ... 48 12 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata bilangan asam minyak jarak ... 51 13 Rata-rata nilai warna L*a*b minyak hasil pengepresan ... 52 14 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata berat jenis minyak jarak ... 54 15 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata densitas kamba biji jarak... 55 16 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

pengeringan terhadap rata-rata berat biji jarak ... 55 17 Pengaruh interaksi antara penanganan bahan dengan suhu

Halaman 1 Buah dan biji jarak pagar (Hambali et al. 2007ª) ... 4 2 Diagram alir penanganan jarak pagar. ... 7 3 Experimental dryer... 14 4 (a) Alat pemecah biji jarak dan (b) alat pengepres biji jarak... 15 5 Penanganan bahan awal ... 15 6 Perlakuan penanganan bahan dalam bentuk biji. (a) buah utuh, (b)

buah terkupas, (c) biji sortasi, dan (d) proses pengeringan biji. ... 16 7 Perlakuan penanganan bahan dalam bentuk biji. (a) proses

pengukusan, (b) biji hasil pengukusan, dan (d) proses pengeringan biji kukus. ... 16 8 Perlakuan penanganan bahan dalam bentuk buah (a) pengeringan

awal, (b) pengeringan akhir, (c) perubahan warna buah, dan (d) buah kering. ... 17 9 Proses penjemuran. (a) penjemuran saat cuaca mendung dan

hujan, dan (b) penjemuran saat cuaca cerah ... 17 10 Diagram alir penelitian ... 18 11 (a) buah yang telah ditimbang, (b) gelas ukur yang telah diberi air,

dan (c) buah dalam gelas ukur. ... 28 12 (a) gelas ukur kosong dan (b) gelas ukur berisi minyak. ... 29 13 Biji jarak dengan berbagai macam perlakuan. ... 31 14 (a) biji kering hasil pengeringan dengan alat pengering dan (b) biji

kering hasil penjemuran. ... 32 15 Laju pengeringan biji jarak pada suhu 50, 60 dan 70 oC. ... 33 16 Laju pengeringan biji kukus pada suhu 50, 60 dan 70 oC. ... 33 17 Laju pengeringan buah pada suhu 50, 60 dan 70 oC... 34 18 Laju pengeringan penjemuran (a) biji, (b) biji kukus, dan (c) buah... 35 19 (a) biji berjamur, (b) biji masih muda, dan (c) biji keriput. ... 36 20 (a) uji kualitas, (b) saringan dengan diameter 2 mm, dan (c) biji jarak

pecah. ... 37 21 (a) benda-benda asing dalam cawan, dan (b) perbesaran gambar... 38 22 (a) penyimpanan cawan berisi biji dalam oven, (b) timbangan dan

desikator, (c) biji dalam cawan. ... 39 23 (a) pemberian heksan pada tabung, (b) pemanasan, (c) sisa minyak

bercampur air, (d) penguapan air, dan (e) minyak yang tersisa. ... 40 24 Persentase kulit buah, biji dan sisa. ... 49 25 (a) biji yang telah dihaluskan, (b) biji halus dalam kain blacu, dan

Halaman 1 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap biji jarak rusak ... 63 2 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap biji jarak pecah ... 63 3 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap benda-benda asing... 63 4 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap kadar air oven awal biji jarak ... 63 5 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap kadar air oven akhir biji jarak... 64 6 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap kadar minyak jarak ... 64 7 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap indeks bias minyak jarak ... 64 8 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap kadar air minyak jarak ... 64 9 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap bilangan iod minyak jarak ... 65 10 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap bilangan penyabunan minyak jarak ... 65 11 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap bilangan asam minyak jarak ... 65 12 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap rendemen minyak jarak ... 65 13 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap berat jenis minyak jarak... 66 14 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap densitas kamba biji jarak ... 66 15 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap berat biji jarak ... 66 16 Analisis sidik ragam pengaruh penanganan bahan dan suhu

pengeringan terhadap waktu pengeringan ... 66 17 Kadar air biji, biji kukus dan buah pada berbagai suhu pengeringan ... 67 18 Laju pengeringan biji, biji kukus dan buah pada berbagai suhu

pengeringan... 69 19 Kadar air dan laju pengeringan penjemuran biji, biji kukus dan buah ... 71 20 Data pemutuan biji jarak pagar hasil pengeringan ... 77

Latar Belakang

Manusia menggunakan energi untuk berbagai keperluan industri, transportasi, dan rumah tangga. Hingga saat ini, hampir semua negara bergantung sepenuhnya pada bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Hal ini tidak dapat dibiarkan berlangsung lebih lama lagi karena persediaan minyak dunia hanya mencukupi untuk 10-15 tahun mendatang (Hambali et al. 2007a), sedangkan di Indonesia untuk 23 tahun mendatang (Hambali et al. 2007b).

Eksploitasi minyak mineral sebagai bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui secara terus menerus telah melambungkan harga dan melumpuhkan mobilitas manusia. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu sumber energi terbarukan, salah satunya adalah biomassa. Teknologi konversi biomassa pada tingkat produksi menghasilkan bahan bakar hayati (biofuel), yaitu biodiesel, bioetanol, dan biogas. Diantara ketiganya, biodiesel merupakan produk bahan bakar hayati yang paling potensial untuk dikembangkan. Sebagai negara agraris, dengan potensi biodiversitas yang tinggi, Indonesia memiliki banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Salah satu tanaman yang sangat potensial adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.).

Hal yang perlu dicermati dalam teknologi pembuatan biodiesel adalah menjaga jangan sampai terbentuk keasaman yang tinggi karena kurangnya pengetahuan dalam prosedur proses pengolahannya. Minyak dengan keasamannya lebih tinggi dari standar akan merusak mesin secara fatal (Sudrajat 2006). Menurut Hambali (2007), minyak dengan tingkat keasaman yang tinggi seperti minyak jarak pagar tidak dapat diolah menjadi biodiesel dengan prosedur standar (transesterifikasi) karena proses tersebut mempunyai syarat kadar keasamanan (bilangan asam) maksimal dua. Keasaman minyak ini tidak akan menurun dengan proses transesterifikasi karena proses tersebut hanya mampu mengubah trigliserida menjadi biodiesel, bukan mengubah asam lemak bebas yang justru merupakan sumber keasaman dari minyak tersebut. Asam lemak bebas ini akan memblokir reaksi pembentukan metil ester (biodiesel), dengan terbentuknya reaksi sabun sehingga metanol tidak dapat bereaksi dengan trigliserida. Adanya asam lemak bebas sebagai sumber peningkatan keasaman minyak berdampak terhadap peningkatan konsumsi metanol dari normalnya 20% menjadi 40% bahkan bisa lebih tinggi lagi sehingga

dalam proses produksi biodiesel harus menggunakan dua tahap yang dikenal dengan esterifikasi transesterifikasi (estrans). Selain itu rendemen biodiesel juga menurun sebesar 20-30% tergantung besarnya reaksi penyabunan (Sudrajat et al. 2006). Hal ini dapat meningkatkan biaya pengolahan biodiesel sehingga sangat merugikan dan tidak ekonomis.

Penelitian mengenai biji jarak ini telah banyak dilakukan, tetapi umumnya hasil pengolahannya memiliki tingkat keasaman tinggi. Penanganan pascapanen yang baik untuk mengurangi keasamaan yang tinggi yaitu dengan memetik buah jarak langsung dari pohonnya, tidak menggunakan buah jarak yang telah jatuh di tanah. Buah jarak yang baru dipanen masih mengandung kadar air yang tinggi yang dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan baik secara fisik maupun kandungan kimianya. Hal inilah yang membuat umur simpan menjadi sangat pendek dan susut penyimpanan yang besar apabila tidak dilakukan perlakuan pra-penyimpanan. Salah satu proses yang dapat mempertahankan mutu biji jarak adalah dengan melakukan pengeringan disamping penanganan pascapanen yang baik di lapangan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian meliputi tujuan umum dan khusus untuk mencapai hasil optimal. Tujuan umum adalah untuk mempertahankan mutu biji jarak selama penanganan bahan dan proses pengeringan. Tujuan khusus adalah menentukan metode penanganan bahan dan metode pengeringan yang optimal untuk mempertahankan mutu biji dan minyak jarak pagar.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut (1) memecahkan masalah rendahnya mutu biji jarak pagar untuk pemenuhan industri (2) Informasi karakteristik mutu biji jarak akibat penanganan pasca panen (3) Informasi dalam menyusun standar operasional penanganan (SOP) pascapanen jarak pagar bagi pelaku agribisnis jarak pagar.

Jarak Pagar

Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak diantaranya jarak kepyar (Ricinus communis), jarak bali (Jatrophapodagrica), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Keempat jenis tanaman ini dapat menghasilkan minyak, yang berpotensi sebagai bahan baku untuk pembuatan biodiesel. Namun demikian, tanaman jarak pagar (Jatropha curcas

L.) memiliki potensi yang lebih besar sebagai bahan bakar (biodiesel) karena viskositasnya yang lebih rendah dibandingkan jenis lainnya (Faradisa 2006).

Secara taksonomi, tumbuhan jarak pagar masih berkerabat dengan jarak kepyar, tetapi berbeda kandungan asam lemaknya. Minyak jarak pagar terdiri dari trigliserida dengan rantai asam lemak lurus dengan atau tanpa ikatan rangkap, sedangkan minyak jarak kepyar memiliki cabang hidroksil. Perbedaan struktur ini menyebabkan manfaat penggunaan dua minyak tersebut juga berbeda. Minyak jarak kepyar lebih cocok diaplikasikan sebagai bahan pelumas dibandingkan sebagai bahan bakar. Urutan klasifikasi ilmiah tanaman jarak pagar dapat dilihat sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua) Ordo : Euphoriales

Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha curcas L.

Jarak pagar berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, dan dikenal dengan nama jarak kosta di daerah melayu, jarak kusta di daerah Sunda, kalele di Madura, jarak pagar di Bali, bintalo di Gorontalo, dan balacai hisa di Ternate. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari tanaman jarak pagar ini. Tanaman dapat digunakan sebagai pencahar maupun sebagai racun. Rebusan akar dan daunnya dapat digunakan sebagai obat diare. Di Indonesia, daunnya banyak sekali digunakan sebagai penutup luka/antiseptik (Padua et al. 1999). Getahnya mengandung alkaloid jatrophine yang berkhasiat sebagai antikanker, penyakit kulit dan rematik. Kulit batang dapat digunakan sebagai pewarna kain alami,

namun harus hati-hati karena cairan kulit batangnya dapat meracuni ikan dan akarnya sebagai penawar gigitan ular (Nurcholis & Sumarsih 2007). Selain digunakan sebagai tanaman obat dan biodiesel, tanaman jarak pagar ini juga berfungsi sebagai tanaman penahan erosi, dan penyerap polusi udara. Hal ini disebabkan karena jarak pagar mampu menyerap gas karbondioksida dari atmosfir sebesar 1.8 kg/kg bagian kering tanaman (Prihandana 2007).

Biji Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan minyak cukup tinggi, yaitu sekitar 30-50% (Hambali et al. 2007a). Menurut Faradisa (2006), buahnya berbentuk bulat telur, diameter 2-4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang yang masing-masing diisi 3 biji (Gambar 1). Biji berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 40-60%. Minyak yang dihasilkan dari biji jarak pagar mengandung 21% asam lemak jenuh dan 79% asam lemak tidak jenuh. Buah yang sudah dipanen harus segera diolah (jangan terlalu lama disimpan) karena mutu minyak yang dihasilkan akan menurun (Prihandana, 2007).

Gambar 1 Buah dan biji jarak pagar (Hambali et al. 2007ª)

Biji jarak pagar mengandung berbagai senyawa alkaloida, saponin, lektin, dan tripsin inhibitor. Biji jarak pagar juga mengandung sejenis protein beracun yang disebut kursin dan phorbol ester yang tidak akan memberikan polusi jika dibakar (Jongschaap 2007). Biji mengandung 35-45% minyak, yang terdiri dari berbagai trigliserida asam oleat, linoleat, dan linolenat (Gurbitz et al. 1999). Bungkil biji jarak pagar setelah melalui proses detoksifikasi dapat menjadi pakan

ternak dan kulit biji melalui proses pirolisis dapat dikonversi menjadi bio-oil dan bahan bakar cair pengganti minyak tanah (Direktorat Budidaya Tanaman Tahunan 2008). Menurut SNI No. 01-1677-1989 (Tabel 1), biji jarak pagar adalah biji dari buah jarak yang telah dikeringkan, dilepaskan dari kulit buahnya dan dibersihkan. Untuk proses selanjutnya, biji jarak dipres sehingga diperoleh minyaknya.

Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu biji jarak dan minyak biji jarak Standar Nasional Indonesia (SNI)

Minyak biji jarak SNI 01-1904-1990 Jenis uji Satuan Biji jarak

SNI 01-

1677-1989 Mutu I Mutu II

Biji rusak, (b/b) % Maks 2.0* - -

Biji jarak pecah,

(b/b) % Maks 4.0 - - Benda-benda asing, (b/b) % Maks 0.5 - - Kadar minyak, (b/b) % Min 47 - - Warna, skala warna lovibond - - Warna kombinasi 2.2 kuning dan 0.3 merah Warna kombinasi 2.2 kuning dan 0.3 merah Kenampakan - -

Jernih dan bebas dari benda tersuspensikan

Jernih dan bebas dari benda tersuspensikan

Bau - - Tidak bau -

Kelarutan dalam 95% etanol, 25 ºC - - Dalam perbandingan 1 bagian berat minyak dengan 3.5 bagian berat alkohol (95%) campuran tetap jernih selama 5 menit pada kondisi pengujian Dalam perbandingan 1 bagian berat minyak dengan 3.5 bagian berat alkohol (95%) campuran tetap jernih selama 5 menit pada kondisi pengujian

Kadar air, (b/b) (%) Maks 7.0 0.25 0.37

Bobot jenis

25ºC/25ºC - - 0.961-0.963 0.961-1.963

Indeks bias nd25 - - 1.475-1.479 1.475-1.479

Bilangan asam mgKOH/g Maks 3.0 Maks 2.0 Maks 2.0 Bilangan iodium

(Wijs) - - 82-90 82-90

Bilangan

penyabunan - - 177-187 177-187

Kadar zat tak tersabunkan % maks (bobot/bo bot), maks - 0.7 1.0 Bilangan asetil % - 140 140

Pengeringan

Sebagian besar produk pertanian di panen dalam keadaan kadar air yang tinggi. Pada kadar air tinggi, pertumbuhan mikroorganisme sangat cepat sehingga dapat mengakibatkan berbagai kerusakan baik secara fisik maupun kandungan kimianya. Hal ini yang menyebabkan umur simpan produk-produk pertanian menjadi sangat pendek dan susut penyimpanan yang besar bila disimpan tanpa adanya perlakuan pra penyimpanan.

Salah satu tahapan pascapanen yang penting untuk mendapatkan biji jarak yang dapat disimpan lama dan aman dari kemungkinan serangan jasad renik adalah dengan dilakukan pengeringan (Gambar 2). Jika proses pengeringan yang dilakukan kurang baik, maka akan mengakibatkan biji jarak pagar yang kurang baik pula, sehingga kualitas minyak jarak pun kurang baik. Proses pengeringan banyak dijumpai dalam industri pengolahan pertanian dengan tujuan memudahkan penanganan selanjutnya, mengawetkan bahan, meningkatkan nilai tambah, serta aman disimpan sebelum diperdagangkan. Pengeringan akan mengakibatkan perubahan pada sifat fisik dan kimia sehingga dapat menggambarkan reaksi-reaksi yang terjadi karena proses pengeringan. Pada prinsipnya proses pengeringan dapat dilakukan dengan pengeringan alami (sun drying) dan pengeringan buatan (artificial drying).

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai kadar air kesetimbangan dengan udara normal atau sampai pada tingkat yang dapat memperlambat laju kerusakan bahan akibat jamur, efektivitas enzim dan serangga (Henderson et al. 1997). Geankoplis (1993), menambahkan bahwa selain menguapkan air, pengeringan juga digunakan untuk menguapkan cairan organik lainnya dari bahan seperti benzena. Menurut Parikesit dan Utomo (1984), operasi pengeringan dilakukan dengan menghembuskan udara atau gas panas yang tidak jenuh pada bahan yang akan dikeringkan. Air tersebut dapat menguap pada suhu yang lebih rendah dari titik didihnya karena perbedaan kandungan uap air di bidang antar muka bahan padat-gas dengan kandungan uap air pada fasa gas. Gas panas, disebut media pengering, menyediakan panas yang diperlukan untuk penguapan air sekaligus membawa uap air keluar.

Selama proses pengeringan, terdapat dua proses perpindahan yang terjadi secara simultan yaitu perpindahan kalor dan perpindahan massa uap air. Perpindahan kalor dan perpindahan massa uap air dalam bahan terjadi pada

tingkat molekul. Perpindahan kalor ditentukan oleh konduktifitas kalor bahan, sedangkan perpindahan massa akan proposional dengan difusi molekul uap air dalam udara. Ditambahkan oleh Geankoplis (1993), bahwa perpindahan kalor yang terjadi selama pengeringan terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Dalam bahan yang bersifat mikroporous, dimana ruang kosong dalam bahan terisi cairan atau uap, perpindahan kalor internal terjadi secara konduksi dan konveksi terutama bila pori-pori diisi oleh air dan uap air. Perpindahan kalor secara konveksi terjadi antara fluida yang mengalir dengan permukaan bahan padat dan demikian pula uap air pindah dari permukaan biji jarak ke udara pengeringan.

Gambar 2 Diagram alir penanganan jarak pagar (Soeparman et al, 2007) Pengupasan dan pengeringan

Pengepresan minyak dan pemurnian

Transesterifikasi proses kimia (metanol+katalis) dan air

Pemurnian (distilasi, pencucian)

Buah jarak pagar

Biji kering Ampas biji (pupuk, biogas) Minyak jarak SVO (Straight vegetable oil) Bahan bakar untuk mesin diesel yang dimodifikasi Methanol Biodiesel Gliserin (Sabun, obat, pupuk kompos)

Proses pengeringan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu proses curah (batch) dan proses berkesinambungan (continue). Dalam operasi curah, bahan disimpan dalam ruang pengering dan proses pengeringan berhenti sampai tercapai kadar air kesetimbangan. Bahan yang dikeringkan langsung berhubungan dengan aliran udara yang dihembuskan. Proses pengeringan curah biasanya dipraktekkan berupa proses semi curah, yang merupakan operasi yang relatif mahal sehingga hanya dilakukan dalam skala kecil atau pilot plant. Pada proses pengeringan berkesinambungan (continue), bahan digerakkan dalam ruang pengering secara terus menerus dan kontak dengan aliran udara pengering. Arah aliran udara pengering berlawanan atau searah dengan gerakan bahan. Pengeringan yang berkesinambungan memiliki keuntungan antara lain alat yang digunakan relatif lebih kecil untuk mendapatkan jumlah hasil yang sama, biaya proses relatif murah, dan hasil lebih seragam.

Parikesit dan Utomo (1984) menyatakan bahwa yang berperan dalam pengeringan adalah hubungan kesetimbangan air dalam bahan dengan uap air dalam udara pengering. Air yang berada dalam suatu bahan akan memberikan tekanan uap tertentu tergantung pada jumlah air dan sifat bahannya. Apabila bahan yang mengandung air dipertemukan dengan suatu aliran udara yang memiliki kondisi tertentu dan tetap, maka bahan dapat mengalami salah satu hal berikut:

1. Bahan tidak mengalami perubahan kadar air

Hal ini terjadi apabila tekanan uap yang diberikan bahan sama dengan tekanan uap di udara, sehingga tidak ada gaya dorong untuk perpindahan air. Kadar air tersebut dalam bahan disebut kadar air kesetimbangan.

2. Kadar air menurun karena penguapan

Hal ini terjadi apabila tekanan uap air yang diberikan bahan lebih besar dari tekanan uap di udara dan akan berlangsung sampai tekanan uap yang diberikan bahan sama dengan tekanan uap di udara.

Brooker et al. (1992), menyatakan bahwa parameter yang berpengaruh di dalam proses pengeringan adalah suhu, kelembaban relatif udara pengering, kadar air awal bahan dan akhir bahan. Waktu pengeringan akan lama apabila suhu rendah, kelembaban tinggi, kecepatan udara pengering rendah, kadar air awal tinggi dan kadar air akhir rendah. Penggunaan suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan sifat fisik dan kimia dari bahan yang dikeringkan. Ditambahkan oleh Winarno et al. (1980), bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pengeringan adalah luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara dan tekanan uap di udara.

Parameter Mutu Biji Jarak Kering

Mutu biji jarak kering ditentukan melalui beberapa parameter diantaranya: - Biji jarak rusak, biji jarak pecah, benda-benda asing

Menurut SNI No. 01-1677-1989, biji jarak rusak adalah biji yang tidak

pecah, berjamur, dimakan serangga, muda, berkeriput, dan hangus. Biji jarak pecah adalah biji yang terbelah menjadi dua bagian atau lebih dengan pecahan yang tertahan diatas saringan berukuran 2 mm, sedangkan benda- benda asing adalah segala benda yang tidak termasuk biji jarak, kulit biji dan biji pecah yang lolos saringan 2 mm.

- Kadar air

Kadar air tinggi dalam bahan bakar menyebabkan penurunan mutu bahan bakar, karena dapat menurunkan nilai kalor untuk penguapan, menurunkan titik nyala, memperlambat proses pembakaran, dan menambah volume gas buang. Air yang terkandung dalam minyak dibedakan menjadi dua, yaitu air internal dan air eksternal. Air internal adalah air yang terikat di dalam minyak secara fisik dan kimia, sedangkan air eksternal adalah air yang menempel pada permukaan minyak. Air dapat menyebabkan percikan nyala api pada ujung burner, dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu api, dan memperlama penyalaan. Pada minyak nabati, seperti minyak jarak pagar, keberadaan air akan menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme dalam minyak (Purnomo 2007).

- Kadar minyak

Kadar minyak merupakan seluruh minyak yang terekstraksi dari suatu bahan. Metode ini digunakan untuk menentukan kadar minyak dari ampas-

Dokumen terkait