• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

4.3. Visi dan Misi Perusahaan

Berdasarkan PP No. 30 tahun 2003 pasal 2 disebutkan bahwa alasan keberadaan Perum Perhutani ditujukan untuk menjadi yang terdepan dalam pengelolaan sumberdaya hutan lestari guna mewujudkan pembangunan ekosistem berkelanjutan di Jawa dan Madura. Adapun visi Perum Perhutani adalah: “Pengelolaan sumberdaya hutan sebagai ekosistem di Pulau Jawa secara adil, demokratis, efisien, dan profesional guna menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat.” Sedangkan misi dan tanggungjawab Perum Perhutani di antaranya adalah sebagai berikut :

• Melestarikan dan meningkatkan mutu sumberdaya hutan dan mutu lingkungan hidup;

• Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan berupa barang dan jasa guna menjamin keberlanjutan perusahaan dan memenuhi hajat hidup orang banyak;

• Mengelola hutan sebagai ekosistem secara partisipatif sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan fungsi dan manfaat yang optimal bagi perusahaan dan masyarakat;

• Memberdayakan masyarakat dalam perekonomian masyarakat guna mencapai kesejahteraan dan kemandirian.

Tugas dan tanggungjawab tersebut mempunyai nilai yang sangat strategis berkaitan dengan karakteristik dan nilai strategis pulau Jawa di antaranya adalah:

• Sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat budaya, dan pusat pendidikan di Negara Republik Indonesia;

• Merupakan pulau yang terpadat penduduknya, dihuni oleh lebih dari 120 juta jiwa, yang merupakan 57% penduduk Indonesia. Namun kondisi sosial dan ekonomi sebagian besar masyarakatnya masih relatif rendah. Tercatat 20,5 juta jiwa penduduknya termasuk kategori miskin dengan tingkat pengangguran mencapai 21,8 juta jiwa dan tingkat pendidikan didominasi oleh SLTP (BPS, 2003).

• Mempunyai banyak infrastruktur strategis yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan, seperti : waduk PLTA Jatiluhur, Cirata, Saguling, Karangkates, Kedung Ombo, dan lain-lain;

• Mempunyai banyak sungai yang berperan dalam menopang kualitas hidup masyarakat di pulau Jawa. Perilaku sungai sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan kualitas hutan di dalam DAS setempat;

• Mempunyai keragaman flora, fauna dan ekosistem endemik yang dilindungi dan harus dikonservasi.

Karakteristik pulau Jawa yang sangat kompleks dan kritis tersebut membutuhkan dukungan kualitas lingkungan yang baik, khususnya kualitas sumberdaya hutannya, yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja infrastruktur, industri, penyediaan air yang cukup dan berkualitas, pengendalian bencana banjir, kekeringan dan longsor, mikroklimat, penyediaan produk-produk hasil hutan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, memberikan peluang lapangan pekerjaan, serta lapangan usaha bagi masyarakat. Mengingat pentingnya peran hutan di pulau Jawa dalam menopang kualitas hidup masyarakatnya tersebut, maka pengelolaan hutan yang benar dan baik menjadi suatu kebutuhan yang harus diwujudkan.

Berdasarkan karakteristik permasalahan yang dihadapi serta mengacu pada pengalaman panjang Perum Perhutani dalam pengelolaan hutan, maka ditetapkan beberapa prinsip-prinsip dasar pengelolaan sumberdaya hutan, yaitu :

Community Based Forest Management (CBFM), di mana pengelolaan dan pengusahaan hutan tidak semata-mata ditujukan untuk kepentingan perusahaan tetapi juga untuk kepentingan masyarakat banyak. Perum Perhutani harus melibatkan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pengelolaan, hingga pengawasan.

Resources Based Forest Management (RBFM). Prinsip ini menegaskan bahwa usaha Perum Perhutani tidak semata-mata memproduksi kayu dan hasil hutan lainnya, tetapi meliputi pengelolaan ekosistem, termasuk seluruh sumberdaya yang terkandung di dalam maupun yang ada di permukaan lahan hutan seperti: air, galian C, agribisnis, wisata alam, dan lain sebagainya. Prinsip ini ditujukan untuk mengoptimalkan manfaat hutan bagi kesejateraan masyarakat.

Good Corporate Governance (GCG), penerapannya dalam seluruh aspek pengelolaan perusahaan. Artinya bahwa seluruh aktivitas pengelolaan perusahaan harus memenuhi azas transparansi, akuntabilitas, fairness, kemandirian, kewajaran serta bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Prinsip ini juga ditujukan untuk perbaikan manajemen guna menjamin kelestarian hutan dan kelestarian perusahaan.

Sustainable Forest Management (SFM), dalam pengelolaan sumberdaya hutannya Perum Perhutani menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari.

Kedua prinsip yang pertama di atas dijabarkan dalam sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan azas kemanfaatan hutan bagi kesejahteraan masyarakat.

4.4. Susunan Direksi dan Dewan Pengawas A. Direksi

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN nomor 38/MBU/2005 tanggal 27 Juni 2005, susunan Direksi Perum Perhutani adalah sebagai berikut:

Direktur Utama : Ir. Transtoto Handadhari Direktur Produksi : Dr. Ir. Upik Rosalina Wasrin Direktur Pemasaran : Ir. Achmad Fachrodji Direktur Keuangan : Ir. Tjipta Purwita, MBA Direktur Umum : Drs. Sondang M. H. Gultom B. Dewan Pengawas

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN nomor 31/MBU/2004 tanggal 16 Maret 2004, susunan Dewan Pengawas Perum Perhutani adalah sebagai berikut:

Ketua : Ir. Wahjudi Wardojo, MSc

Anggota : Dr. Ir. Boni Siahaan, ME (Hons) Dr. Maurin Sitorus, SH

Drs. Ali Mufiz, MPA Drs. Nukman Abdul Hakim

4.1. Pendirian Perusahaan

Pengusahaan hutan tanaman di Pulau Jawa diawali dengan pembentukan organisasi pengelola hutan Boschwezen oleh pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1808-1811, yang menerbitkan petunjuk penanaman jati. Pada tahun 1849, Mollier ditugaskan sebagai ketua tim kerja untuk merumuskan program pembangunan hutan Jati dari kerusakan yang timbul akibat adanya program pembangunan perkebunan (cultuur stelsel).

Tim Mollier antara lain menghasilkan konsep undang-undang kehutanan untuk wilayah Jawa-Madura yang diselesaikan pada tahun 1865, namun baru diumumkan pada tahun 1927 dengan nama Bosch-ordonantie, di samping petunjuk pembuatan tanaman jati (Blandong-cultuur) di tahun yang sama, serta pembentukan Bosch-wagter, yang menjadi cikal-bakal dan landasan organisasi pengawasan dan pengelolaan hutan jati di lapangan. Pada tahun 1884, Pemerintah Kolonial Belanda mulai membentuk perusahaan kehutanan yang memfokuskan pada pengelolaan hutan jati (Tectona grandis L.f.) maupun pengusahaan hasil hutan lainnya (Handadhari, 2005).

Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 15 Tahun 1972 pengusahaan hutan tanaman di pulau Jawa tersebut diwariskan kepada Perum Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah binaan Departemen Kehutanan dan Kementerian BUMN, dengan wilayah kerja meliputi kawasan hutan negara di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan PP No. 2 tahun 1978, wilayah kerja diperluas dengan kawasan hutan negara di Jawa Barat.

Dengan berkembangnya situasi dan kondisi strategis bisnis perusahaan dan lingkungan, landasan hukum keberadaan Perum Perhutani mengalami beberapa kali perubahan yaitu berdasarkan PP No. 36 tahun 1986 dan diperbaharui kembali menjadi PP No. 53 tahun 1999. Pada tahun 2001, status hukum perusahaan diubah dari Perusahaan Umum (Perum) menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan PP No. 14 tahun 2001. Selanjutnya berdasarkan PP No. 30 tahun 2003, pemerintah mengembalikan bentuk badan hukum Perhutani dari Perseroan Terbatas (PT) menjadi Perusahaan Umum (Perum).

4.2. Wilayah Kerja

Wilayah kerja Perum Perhutani meliputi seluruh hutan negara yang terdapat di Propinsi Jawa Tengah (Unit I), Propinsi Jawa Timur (Unit II), serta Jawa Barat dan Banten (Unit III), kecuali kawasan hutan yang berfungsi sebagai kawasan pelestarian alam, suaka alam, dan taman buru. Total luas kawasan hutan yang merupakan wilayah kerja Perum Perhutani adalah 2.511.910 ha, yang meliputi hutan produksi 1.839.748 ha dan Hutan Lindung 672.162 ha, tidak termasuk Suaka Alam, Hutan Wisata, Taman Nasional dan Cagar Alam seluas 567.541 ha yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Hutan Konservasi Alam Departemen Kehutanan.

Sebaran luas wilayah hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Wilayah kerja Perum Perhutani (s/d April 2004)

No Unit

Fungsi Hutan (Ha)

Jumlah Produksi Lindung SA,HW,TN,CA

1 Unit I Jawa Tengah 573.242 73.478 877 647.597 2 Unit II Jawa Timur 812.950 315.505 233.053 1.361.508 3 Unit III

Jawa Barat & Banten

453.556 283.179 333.611 1.070.346

Jumlah 1.839.748 672.162 567.541 3.079.451

Sumber : Perum Perhutani, 2004.

Keterangan : Suaka Alam (SA), Hutan Wisata (HW), Taman Nasional (TN), Cagar Alam (CA)

Pengelolaan hutan di setiap wilayah propinsi dilaksanakan oleh unit-unit kerja dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), yaitu wilayah kerja Unit I Jawa Tengah terbagi dalam 20 KPH, wilayah kerja Unit II Jawa Timur terbagi dalam 23 KPH dan wilayah kerja Unit III Jawa Barat dan Banten terbagi dalam 14 KPH. Batas wilayah hutan yang dikelola oleh setiap unit kerja mengikuti batas daerah aliran sungai (DAS) sebagai suatu ekosistem dalam pengelolaan hutan, sehingga batas kawasan hutan yang dikelola tidak sama dengan batas administrasi pemerintahan propinsi atau kabupaten.

4.3. Visi dan Misi Perusahaan

Berdasarkan PP No. 30 tahun 2003 pasal 2 disebutkan bahwa alasan keberadaan Perum Perhutani ditujukan untuk menjadi yang terdepan dalam pengelolaan sumberdaya hutan lestari guna mewujudkan pembangunan ekosistem berkelanjutan di Jawa dan Madura. Adapun visi Perum Perhutani adalah: “Pengelolaan sumberdaya hutan sebagai ekosistem di Pulau Jawa secara adil, demokratis, efisien, dan profesional guna menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat.” Sedangkan misi dan tanggungjawab Perum Perhutani di antaranya adalah sebagai berikut :

• Melestarikan dan meningkatkan mutu sumberdaya hutan dan mutu lingkungan hidup;

• Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan berupa barang dan jasa guna menjamin keberlanjutan perusahaan dan memenuhi hajat hidup orang banyak;

• Mengelola hutan sebagai ekosistem secara partisipatif sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan fungsi dan manfaat yang optimal bagi perusahaan dan masyarakat;

• Memberdayakan masyarakat dalam perekonomian masyarakat guna mencapai kesejahteraan dan kemandirian.

Tugas dan tanggungjawab tersebut mempunyai nilai yang sangat strategis berkaitan dengan karakteristik dan nilai strategis pulau Jawa di antaranya adalah:

• Sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat budaya, dan pusat pendidikan di Negara Republik Indonesia;

• Merupakan pulau yang terpadat penduduknya, dihuni oleh lebih dari 120 juta jiwa, yang merupakan 57% penduduk Indonesia. Namun kondisi sosial dan ekonomi sebagian besar masyarakatnya masih relatif rendah. Tercatat 20,5 juta jiwa penduduknya termasuk kategori miskin dengan tingkat pengangguran mencapai 21,8 juta jiwa dan tingkat pendidikan didominasi oleh SLTP (BPS, 2003).

• Mempunyai banyak infrastruktur strategis yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan, seperti : waduk PLTA Jatiluhur, Cirata, Saguling, Karangkates, Kedung Ombo, dan lain-lain;

• Mempunyai banyak sungai yang berperan dalam menopang kualitas hidup masyarakat di pulau Jawa. Perilaku sungai sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan kualitas hutan di dalam DAS setempat;

• Mempunyai keragaman flora, fauna dan ekosistem endemik yang dilindungi dan harus dikonservasi.

Karakteristik pulau Jawa yang sangat kompleks dan kritis tersebut membutuhkan dukungan kualitas lingkungan yang baik, khususnya kualitas sumberdaya hutannya, yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja infrastruktur, industri, penyediaan air yang cukup dan berkualitas, pengendalian bencana banjir, kekeringan dan longsor, mikroklimat, penyediaan produk-produk hasil hutan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, memberikan peluang lapangan pekerjaan, serta lapangan usaha bagi masyarakat. Mengingat pentingnya peran hutan di pulau Jawa dalam menopang kualitas hidup masyarakatnya tersebut, maka pengelolaan hutan yang benar dan baik menjadi suatu kebutuhan yang harus diwujudkan.

Berdasarkan karakteristik permasalahan yang dihadapi serta mengacu pada pengalaman panjang Perum Perhutani dalam pengelolaan hutan, maka ditetapkan beberapa prinsip-prinsip dasar pengelolaan sumberdaya hutan, yaitu :

Community Based Forest Management (CBFM), di mana pengelolaan dan pengusahaan hutan tidak semata-mata ditujukan untuk kepentingan perusahaan tetapi juga untuk kepentingan masyarakat banyak. Perum Perhutani harus melibatkan masyarakat sekitar untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pengelolaan, hingga pengawasan.

Resources Based Forest Management (RBFM). Prinsip ini menegaskan bahwa usaha Perum Perhutani tidak semata-mata memproduksi kayu dan hasil hutan lainnya, tetapi meliputi pengelolaan ekosistem, termasuk seluruh sumberdaya yang terkandung di dalam maupun yang ada di permukaan lahan hutan seperti: air, galian C, agribisnis, wisata alam, dan lain sebagainya. Prinsip ini ditujukan untuk mengoptimalkan manfaat hutan bagi kesejateraan masyarakat.

Good Corporate Governance (GCG), penerapannya dalam seluruh aspek pengelolaan perusahaan. Artinya bahwa seluruh aktivitas pengelolaan perusahaan harus memenuhi azas transparansi, akuntabilitas, fairness, kemandirian, kewajaran serta bebas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Prinsip ini juga ditujukan untuk perbaikan manajemen guna menjamin kelestarian hutan dan kelestarian perusahaan.

Sustainable Forest Management (SFM), dalam pengelolaan sumberdaya hutannya Perum Perhutani menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari.

Kedua prinsip yang pertama di atas dijabarkan dalam sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan azas kemanfaatan hutan bagi kesejahteraan masyarakat.

4.4. Susunan Direksi dan Dewan Pengawas

Dokumen terkait