• Tidak ada hasil yang ditemukan

Volume Perdagangan Dunia (Barang dan Jasa) 2,8 3,8 5,5

BELANJA DAERAH

2. Volume Perdagangan Dunia (Barang dan Jasa) 2,8 3,8 5,5

Impor a. Negara maju 1,2 2,2 4,1 b. Negara berkembang 6,1 6,5 7,8 Ekspor a. Negara maju 2,1 2,8 4,5 b. Negara berkembang 3,6 5,5 6,9

Pertumbuhan investasi tetap diperkirakan akan meningkat pada semester kedua tahun ini, namun tidak setinggi yang diproyeksikan sebelumnya akibat belanja negara yang lebih rendah dari yang diharapkan dan meningkatnya investasi swasta.

Risiko utama terhadap prospek ke depan sebagai dampak dari harga komoditas yang tetap rendah dan penurunan lain terkait aktivitas ekonomi cenderung memburuk. Ketentuan perdagangan yang melemah terus memberikan tekanan terhadap laba perusahaan dan pendapatan rumah tangga, yang merupakan suatu risiko utama bagi prospek permintaan dalam negeri.

3.1.1. EKONOMI DUNIA

Perekonomian dunia terlihat relatif membaik sampai tahun 2014. Sumber utama pemulihan ekonomi dunia di tahun 2014 adalah adanya peningkatan aktivitas perekonomian di negaranegara berkembang, dan pulihnya perekonomian Amerika Serikat yang pada tahun 2014 pertumbuhannya mencapai 3,0 persen meskipun telah terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya.

Kondisi keuangan global terlihat mulai stabil, sementara itu arus modal masuk ke negara-negara berkembang terlihat tetap kuat.

Oleh sebab itu, pada tahun 2015 perkekonomian dunia opotimis akan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi setelah tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh di kisaran 4-4,5 persen.

Tabel 3.2

Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Dunia

III - 4 Pertumbuhan ekonomi negara berkembang (emerging and developing economies) relative cukup kuat di tahun 2014-2015. Salah satu penyebabnya adalah adanya kebijakan pemerintah di negara berkembang yang cukup efektif sebagai stimulan dalam mempertahankan aktivitas ekonominya di tengah kondisi perekonomian global yang kurang kondusif.

Namun demikian, risiko yang akan dihadapi oleh negara-negara berkembang cukup besar. Kebergantungan negara berkembang kepada permintaan eksternal dan ekspor komoditas cukup tinggi, padahal harga komoditas di tahun 2015 diperkirakan akan menurun; walaupun jika harganya naik, kenaikannya akan dalam rentang yang sangat terbatas. Sementara itu, penerapan lebih lanjut untuk kebijakan bersifat longgar di beberapa negara berkembang akan semakin terbatas, bahkan keterbatasan sisi penawaran dan ketidakpastian kebijakan (policy uncertainty) akan menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi di negara berkembang untuk tumbuh lebih tinggi (seperti Brazil dan India). Oleh sebab itu, untuk menghindari proses pemulihan global yang berisiko, maka negara-negara maju perlu konsisten dalam penerapan kebijakannya, terutama yang terkait pada: (i) konsolidasi fiskal yang berkelanjutan; serta (ii) reformasi sektor keuangan. Sementara negara berkembang juga perlu lebih menyeimbangkan sumber pertumbuhannya antara konsumsi domestik dengan orientasi ekspor. Sebagai contoh, perekonomian China perlu lebih didorong ke arah konsumsi domestik untuk mengurangi risiko eksternal, dengan disertai upaya untuk membangun kembali ruang kebijakan ekonominya. Sementara itu, di negara berkembang lainnya seperti Timur Tengah dan Kawasan Afrika Utara kebijakan yang diambil sebaiknya lebih mengutamakan untuk menjaga stabilitas ekonominya dalam situasi kondisi internal dan eksternal yang kurang menguntungkan.

3.1.2. EKONOMI NASIONAL

Perkembangan ekonomi global berpengaruh cukup signifikan terhadap perekonomian Nasional, berdasarkan kerangka ekonomi makro pada Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018, perkembangan ekonomi global yang akan berpengaruh terhadap perekonomian nasional di tahun 2018 diantaranya adalah:

Membaiknya perekonomian global, WEO IMF pada Januari 2017 memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi global meningkat 0,2 persen dari 3,4 persen pada tahun 2016 menjadi 3,6 persen pada tahun 2017 begitupulan tahun 2018.

III - 5 Peningkatan pertumbuhan ekonomi global didorong oleh pertumbuhan

ekonomi negara berkembang.

Tingkat inflasi global diperkirakan akan relatif terkendali, IMF

memproyeksikan inflasi di negara berkembang menjadi 5,6 – 5,9 persen.

Harga minyak dunia diperkirakan akan masih relatif rendah, didorong oleh suplai yang lebih tinggi.

Harga komoditas ekspor utama Indonesia diperkirakan masih akan cenderung stagnan di tahun 2017 da 2018, sementara Manufacturing Unit Value Index akan meningkat.

Sasaran dan perkiraan besaran kerangka ekonomi makro pada tahun 2017 dan 2018, meliputi :

Perekonomian domestik secara nasional, diperkirakan tumbuh sebesar 5,5%-5,9%, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan membaiknya perekonomian global, dan didukung oleh berlanjutnya reformasi struktural di dalam negeri secara komprehensif. Dari sisi permintaan, permintaan eksternal akan mendorong pertumbuhan ekspor hingga mencapai 4,5%-5,0% terutama produk non migas, yang didukung oleh membaiknya kondisi ekonomi global, terutama di pasar ekspor utama Indonesia, seperti Amerika Serikat yang perekonomiannya mulai membaik.

Dari sisi keuangan negara, melalui berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pendapatan negara diperkirakan akan mencapai minimal 13,9% pada tahun 2017 dan 2018, peningkatan pendapatan negara tersebut didorong utamanya melalui penerimaan perpajakan yang diperkirakan akan setara dengan 12,0% PDB tidak termasuk pajak daerah. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga akan mengalami peningkatan menjadi sekitar 1,8% PDB di tahun 2017, didorong oleh berbagai upaya optimalisasi, salah satunya pada pos PNBP nonmigas. Belanja negara diperkirakan akan mencapai 16,0%- 16,4% PDB di tahun 2017, terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar 10,0%-10,5% PDB dan transfer ke daerah sebesar 6,0%-6,2% PDB.

Investasi diperkirakan tumbuh 6,0%-6,6% yang didorong oleh permintaan domestik yang meningkat dan membaiknya investasi pada sektor yang berorientasi ekspor. Peningkatan investasi ini pun akan didorong

III - 6 oleh membaiknya iklim investasi dan berusaha di Indonesia, yang menyebabkan meningkatnya daya tarik Indonesia sebagai tempat berinvestasi dan berusaha. permintaan domestik akan ditopang oleh makin stabilnya inflasi sehingga daya beli makin meningkat yang pada akhirnya mendorong konsumsi masyarakat tumbuh 5,4%-5,5%. Konsumsi pemerintah akan tumbuh 6,7% yang didukung oleh percepatan penyerapan anggaran yang merata dan berkualitas dengan program pembangunan yang semakin efisien.

Dari sisi moneter, untuk menuju perekonomian yang lebih maju, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi harus didukung dengan tingkat inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, inflasi pada tahun 2016 diperkirakan akan berada pada kisaran

4,0%-4,5%.

Kebutuhan investasi Nasional untuk tahun 2017 adalah Rp. 4.498-4.617 triliun yang bersumber sekitar 11,3% dari investasi pemerintah dan sekitar 88,7% dari investasi masyarakat, sumber investasi pemerintah berasal dari pengeluaran modal pemerintah.

Namun demikian, terdapat kemungkinan terjadinya resiko perlambatan ekonomi, yang antara lain disebabkan (i) lambatnya proses pemulihan ekonomi dunia; (ii) meningkatnya gejolak moneter dan keuangan global yang dapat mempengaruhi arus modal serta menuntut kebijakan moneter baik di luar dan dalam negeri menjadi lebih ketat, serta (iii) tidak berjalan dan lambatnya proses reformasi struktural menyeluruh di perekonomian domestik yang berimplikasi pada rendahnya pertumbuhan investasi dan konsumsi masyarakat.

Perlambatan ekonomi yang terjadi karena faktor internal dan eksternal akan menyebabkan (i) menurunkan daya serap tenaga kerja di sektor produktif, (ii) memperlambat penciptaan lapangan pekerjaan yang disebabkan oleh iklim investasi yang belum kondusif, (iii) pelemahan ekspor non-migas disertai tuntuan kenaikan upah yang tinggi akan mempersulit upaya mempertahankan pekerja yang sudah bekerja, dan (iv) semakin sulitnya mempercepat penurunan tingkat kemiskinan karena tingkat kemiskinan yang relatif rendah.

Pada tahun 2017, Penduduk Miskin diperkirakan sebesar 9,5%-10,5%, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 9,0%-10,0%, sementara itu,

III - 7 Pengangguran terbuka diperkirakan sebesar 5,3%-5,6%, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 5,2%-5,5%.

Sesuai dengan kerangka kebijakan dalam RJPMN 2015-2019, Penguatan Investasi akan ditempuh melalui dua pilar kebijakan. Pilar Pertama adalah Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha untuk meningkatkan efisiensi proses perijinan bisnis; sedangkan Pilar Kedua adalah Peningkatan Investasi yang Inklusif terutama dengan mendorong peranan investor domestik yang lebih besar.

Kebijakan peningkatan iklim investasi dan iklim usaha ini tentunya akan tetap berlanjut di tahun 2018, dengan lebih dititikberatkan pada pembenahan dan penyederhanaan proses perijinan dan kepastian berusaha secara berkelanjutan untuk mendorong investasi yang lebih tinggi serta penerapan upaya konkrit untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang lebih sehat dan adil.

Peningkatan daya saing perekonomian Indonesia menjadi hal utama yang perlu menjadi perhatian. Titik berat peningkatan daya saing perekonomian perlu diarahkan pada peningkatan infrastruktur dan ketersediaan energi, peningkatan iklim investasi dan iklim usaha, serta tata kelola birokrasi yang lebih efiisien. Peningkatan daya saing perekonomian ini perlu didukung oleh kebijakan pemerintah daerah yang kondusif, yang tidak menciptakan rente ekonomi maupun ekonomi biaya tinggi. Peningkatan infrastruktur akan dititikberatkan pada upaya untuk meningkatkan konektivitas nasional, sehingga integrasi domestik ini akan meningkatkan efisiensi ekonomi dan kelancaran arus barang dan jasa antar wilayah di Indonesia. Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu diarahkan untuk menciptakan lulusan yang lebih berkualitas, meningkatkan keterampilan tenaga kerja, serta mendorong sertifikasi kompetensi pekerja agar dapat berdaya saing di pasar ASEAN maupun internasional. Di sisi hubungan internasional, diplomasi ekonomi internasional diarahkan untuk mengedepankan kepentingan nasional yang dapat mendorong penciptaan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi, mengurangi hambatan perdagangan di pasar tujuan ekspor, serta meningkatkan investasi masuk ke Indonesia. Sementara itu, keikutsertaan dan partisipasi Indonesia dalam kesepakatan perdagangan bebas maupun kemitraan ekonomi akan dilakukan secara selektif, yang dapat memberikan manfaat yang sebesar- besarnya bagi perekonomian dan masyarakat Indonesia.

Dalam pengentasan kemiskinan, untuk memenuhi target penurunan tingkat kemiskinan nasional, kebijakan pengentasan kemiskinan yang disusun tidak hanya harus bersinergi antar sesama program-program pengentasan kemiskinan saja,

III - 8 namun selaras pula dengan program kebijakan di luar kemiskinan, dengan harapan dapat meminimalisir dampak kebijakan yang kontra produktif terhadap penurunan kemiskinan. Jika terdapat kebijakan yang dampaknya diperkirakan dapat menambah jumlah dan beban penduduk miskin, misalnya seperti kenaikan BBM tahun 2005, maka langkah kebijakan antisipatif yang efektif perlu disiapkan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Program pembangunan yang sifatnya padat karya makin ditingkatkan secara merata untuk dapat menyerap tenaga kerja secara optimal, dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat miskin.

Selain itu, pengentasan kemiskinan dilakukan dengan meningkatkan dan memperluas akses mereka terhadap kebutuhan dasar, yaitu pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Selama ini, pemerintah telah bertekad dan berupaya untuk melaksanakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan, yaitu pembangunan ekonomi yang menjamin pemerataan (growth with equity) yang mensyaratkan stabilitas dan dukungan negara yang kuat. Upaya ini diwujudkan dengan menerapkan four track strategy pembangunan, yang terdiri dari pro-growth, pro-poor dan pro-job dilengkapi dengan pro-environment untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, yang dilaksanakan secara terintegrasi dan saling bersinergi secara seimbang dan konsisten dengan melibatkan masyarakat serta mengedepankan aspek pemerataan.

Pemerataan menjadi isu penting dalam pelaksanaan pembangunan guna mengatasi melebarnya ketimpangan baik antar penduduk maupun antar wilayah, karena pembangunan tidak hanya bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi semata, namun juga untuk menyejahterakan masyarakat yang termarjinalkan. Dalam hal itu, perlindungan sosial akan terus ditingkatkan dan dioptimalkan. Hal ini bukan hanya ditujukan untuk memenuhi kewajiban konstitusional, namun juga dilandasi pertimbangan untuk meningkatkan kualitas menuju SDM yang produktif, terdidik, terampil dan sehat, karena sumber daya manusia yang berkualitas merupakan pelaku sekaligus key enabler dalam proses pembangunan.

Sebagai salah satu wujud upaya pemerataan pembangunan, pembangunan infrastruktur dasar di perdesaan terutama di daerah tertinggal yang diantaranya meliputi pembangunan jalan, jembatan, sarana dan prasarana kesehatan, serta sarana pendidikan sebagai infrastruktur dasar akan ditingkatkan seiring dengan pengelolaan dana desa yang semakin besar.

Pembangunan infrastruktur dasar ini dibarengi pula dengan penyediaan tenaga kesehatan dan pendidikan yang memadai, pembangunan sarana dan prasarana pertanian, serta pembenahan tata kelola pemeliharaan aset-aset hasil

III - 9 pembangunan tersebut. Guna meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat yang lebih merata, pembangunan sektor pertanian dan UMKM akan mendapat porsi perhatian yang lebih besar. Alih fungsi lahan pertanian dikendalikan, pembangunan sarana dan prasarana pertanian lebih dipercepat, terutama melalui pembangunan dan rehabilitasi saluran irigasi sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Dengan makin bergairahnya kegiatan pertanian, pencapaian target program swasembada pangan atau ketahanan pangan nasional semakin cepat diwujudkan, sekaligus dapat meningkatkan pemerataan pembangunan.

Upaya peningkatan kesejahteraan dengan berbagai program pembangunan diupayakan tetap memperhatikan, menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup karena saat ini kualitas air, udara, tanah dan lingkungan secara umum terus memburuk. Upaya menjaga kualitas lingkungan diperlukan agar peningkatan kesejahteraan dapat berjalan secara berkelanjutan dan tidak diwarnai oleh dampak kerusakan lingkungan yang akan mengurangi manfaat sosial dan ekonomi dari pembangunan. Untuk itu pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan harus diterapkan pada semua proses dan tahapan pembangunan.

Keterpaduan, sinergi, fokus dan konsistensi merupakan kata kunci keberhasilan pelaksanaan pembangunan mendatang dalam mewujudkan target pembangunan, yaitu kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Hal ini tidak dapat lagi dilakukan secara terkotak-kotak hanya demi kepentingan pencapaian yang bersifat sektoral (egosektoral) atau dikotomi pusat daerah yang dapat mendistorsi pencapaian target kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

Pada Tahun 2016, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bersama-sama menjaga keberhasilan yang telah diraih dan mengejar capaian pembangunan tahun 2017 yang belum terlaksana sesuai target. Momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dan proses pemulihan ekonomi global tentunya perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Indonesia. Pemantapan ekonomi nasional perlu diupayakan terutama untuk terus mengembangkan sektor produktif yang dapat memperluas kesempatan kerja, yang pada akhirnya dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat dengan pengentasan kemiskinan. Stabilitas ekonomi perlu dijaga dengan mengendalikan inflasi pada tingkat yang rendah melalui ketersediaan bahan pokok dan upaya-upaya mengurangi biaya transaksi dan distribusi.

Untuk mencapai kondisi ini, sudah menjadi suatu keharusan baik di pusat maupun masing-masing daerah untuk terus bekerja keras. Komunikasi, koordinasi dan sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah perlu terus dijaga dan ditingkatkan demi keberhasilan pembangunan nasional yang mantap, berdaya saing,

III - 10 berkualitas, inklusif dan stabil untuk mensejahterakan rakyat. Pimpinan daerah baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam menyusun langkah-langkah dan strategi kebijakannya perlu saling berkoordinasi dan bersinergi untuk mencapai perekonomian nasional yang semakin mantap sehingga terwujud sinergi langkah-langkah kebijakan, program dan kegiatan antara pemerintah pusat dan daerah. 3. 1. 3. KERANGKA EKONOMI MAKRO NASIONAL DAN JAWA BARAT

Kerangka ekonomi makro dalam periode 2015-2019 disusun berdasarkan kondisi umum perekonomian Indonesia, masalah yang masih harus diselesaikan, tantangan yang harus dihadapi, serta tujuan yang ingin dicapai dalam periode lima tahun mendatang untuk mewujudkan negara Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari dalam ekonomi, serta berkepribadian dalam kebudayaan. Kerangka ekonomi makro meliputi sasaran dan kebijakan yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi yang tercermin dalam stabilitas moneter, fiskal dan neraca pembayaran, serta kebutuhan investasi untuk mendorong pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Bab ini dibagi dalam tiga pokok bahasan, yaitu (i) kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 2014 (ii) prospek ekonomi tahun 2015-2019; dan (iii) kebutuhan investasi dan sumber pembiayaan.

Berbagai kebijakan dan reformasi struktural ekonomi pasca krisis Asia tahun 1997/1998 telah meningkatkan kekuatan ekonomi nasional. Penguatan ini ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir yang mencapai hampir 6 persen, dan secara fundamental perekonomian nasional telah terbukti mampu dan kokoh menghadapi hantaman krisis global. Hal ini di antaranya ditunjukkan dari pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi yang mencapai 4,6 persen ketika terjadi Krisis Keuangan Lehman Brothers pada tahun 2009, dan masih tumbuh sebesar 5,8 persen pada tahun 2013, meskipun pada tahun 2009 banyak negara mengalami kontraksi sebagai akibat terjadinya krisis keuangan dan resesi global. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor tersier yang dalam 5 tahun terakhir tumbuh sebesar rata- rata 7,4 persen, diikuti sektor sekunder yang tumbuh sebesar rata- rata 4,3 persen dengan rata-rata pertumbuhan sektor industri sebesar 4,9 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi dalam 5 tahun terakhir ditopang oleh investasi dan ekspor yang masing-masing tumbuh dengan rata-rata 6,9 persen dan 5,3 persen per tahun. Sementara itu, terjaganya pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen dalam lima tahun terakhir telah mendorong perluasan kesempatan kerja sehingga Tingkat Pengangguran Terbuka telah berhasil diturunkan dari 7,4 persen pada tahun 2010 menjadi 5,9

III - 11 persen pada tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang dalam lima tahun terakhir telah mendorong penurunan tingkat kemiskinan. Meskipun penurunannya mengalami perlambatan, tingkat kemiskinan yang pada tahun 2013 mencapai 11,50 persen diperkirakan pada akhir tahun 2015 akan dapat diturunkan menjadi sebesar 11,10 persen. Melalui strategi percepatan penurunan kemiskinan yaitu perlindungan sosial, perluasan jangkauan pelayanan dasar, dan pengembangan penghidupan berkelanjutan, tingkat kemiskinan di akhir tahun 2016 diharapkan dapat turun sesuai dengan target. Kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi ditopang oleh stabilitas yang tetap terpelihara. Inflasi dapat dikendalikan dalam batas yang aman. Nilai tukar meskipun cenderung terdepresiasi, pergerakannya masih dalam taraf yang wajar. Defisit anggaran tetap terjaga di bawah 3 persen. Meskipun secara umum dalam satu dekade terakhir menunjukkan kinerja yang cukup baik, namun pada perekonomian Indonesia akhir-akhir ini dihadapkan pada tekanan yang cukup kuat akibat perkembangan ekonomi global. Krisis ekonomi global dan lambatnya pemulihan yang terjadi telah memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 hanya mencapai 4,8 persen, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,0 persen pada tahun 2014 dan 5,6 persen pada tahun 2013. Kondisi ini telah dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan sasaran dan kebijakan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam periode 2015-2019. Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 terutama disebabkan oleh: (i) melambatnya pertumbuhan investasi (pembentukan modal tetap bruto) menjadi 4,7 persen yang menurun dari 9,7 persen pada tahun 2012. Perlambatan ini ditunjukkan antara lain turunnya investasi non-bangunan akibat menurunnya hasrat investor untuk melakukan investasi sebagai dampak dari turunnya harga komoditi internasional. Perlambatan ini juga disebabkan oleh pertumbuhan ekspor barang dan jasa yang hanya mencapai 5,3 persen yang dipengaruhi oleh belum pulihnya perekonomian global dan semakin turunnya harga komoditi internasional. Meskipun pertumbuhan ekspor barang dan jasa ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2012 yang besarnya hanya 2,0 persen, namun masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor barang dan jasa tahun 2011 yang mencapai 13,6 persen.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 didorong dengan upaya meningkatkan investasi, meningkatkan ekspor nonmigas, serta memberi dorongan fiskal dalam batas kemampuan keuangan negara dengan mempertajam dan meningkatkan kualitas belanja negara. Koordinasi antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil, semakin ditingkatkan untuk mendorong peran masyarakat dalam

III - 12 pembangunan ekonomi. Pada tahun 2017, perekonomian ditargetkan tumbuh sekitar 7,1% (Target RPJMN).

Dari sisi pengeluaran, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa didorong agar tumbuh masing-masing sekitar 9,3 persen dan 6,9 persen. Dengan meningkatnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan tumbuh sekitar 6,4 persen. Dalam keseluruhan tahun 2016, dengan terjaganya stabilitas ekonomi konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh sekitar 5,1 persen, sedangkan konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh sekitar 5,0 persen.

Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian diperkirakan tumbuh sekitar 3,7 persen, sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh sekitar 6,7 persen dan sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan tumbuh sekitar 1,7 persen. Sektor tersier yang meliputi listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan telekomunikasi; keuangan, real estat, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa diperkirakan tumbuh berturut-turut sebesar 6,2 persen; 7,3 persen; 8,3 persen; 10,7 persen; 6,2 persen; serta 7,1 persen.

Secara keseluruhan, Pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2016 bakal ditopang kondisi makro yang semakin baik, seperti inflasi yang relatif rendah akibat penurunan harga bahan pokok, pelaksanaan program Dana Desa, dan penguatan rupiah seiring derasnya dana asing yang masuk ke surat utang negara (SUN), obligasi korporasi, dan pasar saham. Meningkatnya penyaluran kredit sejalan dengan turunnya suku bunga perbankan juga akan membuat perekonomian tahun ini tumbuh berkelanjutan (sustainable) karena daya beli masyarakat lebih terjaga.

Kebijakan moneter terus diarahkan untuk menjaga likuiditas perekonomian agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Efektivitas kebijakan moneter akan terus ditingkatkan guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Rupiah. Dengan nilai tukar rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terjaga, laju inflasi pada tahun 2016 diperkirakan sebesar 5,5 persen. Ke depan, kebijakan moneter akan diarahkan untuk mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya untuk menjaga keseimbangan eksternal. Kebijakan tersebut terdiri dari lima pilar yaitu; Pertama, kebijakan suku bunga akan ditempuh secara konsisten dengan perkiraan inflasi ke depan agar tetap terjaga dalam kisaran target yang ditetapkan. Kedua, kebijakan nilai tukar akan diarahkan untuk menjaga pergerakan Rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Ketiga, kebijakan makro prudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan dan mendukung terjaganya keseimbangan internal maupun eksternal. Keempat, penguatan strategi komunikasi kebijakan untuk mengelola ekspektasi inflasi. Kelima, penguatan

III - 13 koordinasi Bank Indonesia dan pemerintah dalam mendukung pengelolaan ekonomi makro, khususnya dalam memperkuat struktur perekonomian, memperluas sumber pembiayaan ekonomi, penguatan respons sisi penawaran, serta pemantapan Protokol Manajemen Krisis (PMK). Penerimaan ekspor tahun 2016 diperkirakan meningkat sekitar 8,3-9,4 persen, didorong oleh peningkatan ekspor non-migas yang naik sekitar 8,1 persen. Sementara itu, impor diperkirakan meningkat sekitar 5,0 persen, didorong oleh peningkatan impor non-migas yang naik sekitar 5,5 persen. Pertumbuhan ekonomi sampai dengan 30 Juni 2016 atau semester 1 tahun

Dokumen terkait