• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PERUBAHAN KUA-P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PERUBAHAN KUA-P"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PERUBAHAN

KUA-P

KABUPATEN SUBANG

TAHUN ANGGARAN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG

TAHUN 2017

(2)

ii NOTA KESEPAKATAN

ANTARA

PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG DENGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR : 900/561/BAPP

900/532/SETWAN

TANGGAL : 16 NOVEMBER 2016

TENTANG

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KUA) KABUPATEN SUBANG TAHUN 2018

Pada Hari ini Kamis, Tanggal Tiga Puluh Satu Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Tujuh Belas, Kami yang bertanda tangan di bawah ini :

1 Nama Jabatan Alamat Kantor : : : Hj. IMAS ARYUMNINGSIH Bupati Subang

Jl. Dewi Sartika Nomor 2 Subang bertindak selaku dan atas nama Pemerintah Kabupaten Subang

2 Nama Jabatan Alamat Kantor : : :

Ir. BENI RUDIONO

Ketua DPRD Kabupaten Subang Jl. Dewi Sartika Nomor 2 Subang Nama Jabatan Alamat Kantor : : : HENDRA PURNAWAN

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Subang Jl. Dewi Sartika Nomor 2 Subang

Nama Jabatan Alamat Kantor : : :

AGUS MASYKUR ROSYADI, S.Si, MM Wakil Ketua DPRD Kabupaten Subang Jl. Dewi Sartika Nomor 2 Subang

Nama Jabatan Alamat Kantor : : : H. AHMAD RIZAL, AM

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Subang Jl. Dewi Sartika Nomor 2 Subang

Sebagai Pimpinan Dewan bertindak selaku dan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Subang

Dengan ini menyatakan bahwa dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diperlukan Kebijakan Umum APBD yang disepakati bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar penyusunan prioritas dan plafon anggaran sementara APBD Tahun Anggaran 2018.

Selanjutnya substansi Kebijakan Umum APBD (KUA) Kabupaten Subang Tahun 2018 ini diuraikan sebagai berikut :

(3)

V - 1

BAB

V

PENUTUP

Berdasarkan hal tersebut di atas, kedua belah pihak sepakat terhadap Kebijakan Umum APBD yang meliputi asumsi-asumsi dasar dalam penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2018, Kebijakan Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah sebagai tahapan dalam proses perencanaan anggaran Tahun 2018.

Demikianlah Nota Kesepakatan ini di buat untuk dijadikan sebagai dasar Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Tahun Anggaran 2018.

Subang, 2017 BUPATI SUBANG Selaku, PIHAK PERTAMA ttd Hj. IMAS ARYUMNINGSIH

PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUBANG

Selaku, PIHAK KEDUA

ttd

Ir. BENI RUDIONO KETUA

ttd

HENDRA PURNAWAN WAKIL KETUA

ttd

AGUS MASYKUR ROSYADI, S.Si, MM WAKIL KETUA

ttd

H. AHMAD RIZAL AM WAKIL KETUA

(4)

I-1

BAB

I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD

Kebijakan Umum APBD (KUA) disusun sebagai dasar penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah dan DPRD memiliki kewajiban bersama antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Penampungan aspirasi masyarakat dilakukan melalui mekanisme penerapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek atau tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat. Proses Penyusunan Perencanaan pembangunan sebagaimana dimaksud diatas dilaksanakan dengan melibatkan pilar pembangunan (stakeholder) yaitu : Pemerintah, Dunia Usaha Swasta, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. Seluruh aspirasi yang disampaikan dimuat dalam suatu aktivitas musyawarah perencanaan pembangunan, yang akan menghasilkan dokumen kebijakan pembangunan seperti : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode; serta Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Proses perencanaan sebagaimana dimaksud dalam SPPN mencakup lima pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan yaitu (1) Pendekatan Politik; (2) Pendekatan Teknokratik; (3) Pendekatan Partisipatif; (4) Pendekatan Atas-Bawah (top down); dan (5) Pendekatan Bawah-Atas (bottom up). Hasilnya diimplementasikan dalam mekanisme penyusunan APBD sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

KUA Tahun Anggaran 2018 merupakan suatu dokumen perencanaan anggaran daerah yang berisi target pencapaian kinerja yang terukur dari program yang akan

(5)

I-2 dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah dan pembiayaan daerah yang disertai asumsi yang mendasarinya. KUA merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangkaian tahapan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang terdiri dari RKPD, Kebijakan Umum APBD (KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yang pada hakekatnya merupakan penjabaran dari RPJMD Kabupaten Subang Tahun 2014 -2018 untuk mewujudkan Visi Pemerintah Kabupaten Subang Tahun 2014-2018 yaitu “Terwujudnya Kabupaten Subang yang Religius, Berilmu, Mandiri, Berbudaya dan bergotong-royong”.

Kebijakan Umum APBD Tahun 2018 merupakan proses lanjutan dari mekanisme penyusunan RAPBD sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut :

 Pasal 83 Ayat (1) : “Kepala Daerah menyusun Rancangan KUA dan Rancangan PPAS berdasarkan RKPD dan Pedoman Penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun”.

1.2. TUJUAN PENYUSUNAN KUA

Tersedianya dokumen perencanaan anggaran yang memuat indikator makro ekonomi, kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan sebagai penjabaran perencanaan pembangunan tahunan daerah, untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2018. 1.3. DASAR HUKUM PENYUSUNAN KUA

1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

2 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

(6)

I-3 Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

4 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;

5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246)

7 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

10 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah;

11 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2018; 12 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025; 13 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana

(7)

I-4 14 Peraturan Gubernur Propinsi Jawa Barat Nomor 72 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah;

15 Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Subang Tahun 2005 – 2025;

16 Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Subang Tahun 2014 – 2018;

17 Peraturan Bupati Subang Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Hibah dan bantuan Sosial;

18 Peraturan Bupati Subang Nomor 49 Tahun 2012 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah;

19 Peraturan Bupati Subang Nomor 15 Tahun 2017 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Subang Tahun 2018.

(8)

II-1

BAB

II

KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

2.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO TAHUN SEBELUMNYA Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan pengukuran atas nilai tambah yang mampu diciptakan akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu daerah, secara keseluruhan pencapaian kinerja PDRB Kabupaten Subang selama tahun 2013-2016 yang diukur atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan sebesar Rp.5,81 trilyun dari Rp.24,73 trilyun pada tahun 2013 menjadi Rp.30,55 trilyun pada tahun 2016. Keadaan ini menggambarkan perkembangan yang cukup signifikan dari nilai produk barang yang dihasilkan di Kabupaten Subang selama tahun 2013-2016, kendati demikian, perkembangan tersebut belum dapat dijadikan sebagai indikator dari peningkatan volume produk barang atau jasa, karena pada PDRB yang dihitung atas dasar harga berlaku masih terkandung inflasi yang sangat mempengaruhi harga barang/jasa secara umum.

Tabel 3.1

PDRB ADHB Subang Tahun 2013-2016 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha 2013 2014 2015* 2016**

(1) (2) (3) (4) (5) A Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan 6,957,244.9 7,358,307.6 8,172,521.9 8,518,955.7 B Pertambangan dan Penggalian 3,494,040.3 3,592,490.6 3,327,071.3 3,468,106.1 C Industri Pengolahan 2,862,711.5 3,197,009.7 3,555,376.2 3,706,088.9 D Pengadaan Listrik dan Gas 13,103.3 14,389.6 16,758.5 17,468.9 E Pengadaan Air, Pengelolaan

Sampah, Limbah dan Daur Ulang 20,935.2 21,405.8 23,471.4 24,466.4 F Konstruksi 1,847,882.0 2,065,985.8 2,394,310.9 2,495,805.9 G Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,619,838.6 4,056,395.8 4,458,466.9 4,647,461.6 H Transportasi dan Pergudangan 837,308.3 885,259.3 1,101,729.4 1,148,431.8

I Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum 850,692.4 920,906.6 980,214.4 1,021,765.8 J Informasi dan Komunikasi 554,797.3 619,409.7 695,647.0 725,135.5 K Jasa Keuangan dan Asuransi 1013603,4 1,104,926.9 1,235,398.6 1,287,767.2 L Real Estat 257173,0 267,951.0 284,766.0 296,837.3 M,N Jasa Perusahaan 11508,8 11,185.3 12,397.4 12,922.9

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

1064261,1 1,171,233.1 1,298,205.0 1,353,236.0 P Jasa Pendidikan 677976,6 812,380.0 938,782.0 978,577.0 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 150032,8 170,847.3 206,073.0 214,808.4 R,S,T,U Jasa lainnya 499426,1 544,857.3 602,788.0 628,340.2

Produk Domestik Regional Bruto 24,732,535.6 26,814,941.2 29,303,977.9 30,546,175.6 Produk Domestik Regional Bruto Bruto Tanpa

Migas 21,243,243.9 23,227,509.8 25,982,012.9 27,641,020.6

(9)

II-2

Sedangkan untuk menganalisis perkembangan dari volume produk barang/jasa umumnya digunakan PDRB yang dihitung atas dasar harga konstan, PDRB yang dihitung atas dasar harga konstan Tahun 2010 di Kabupaten Subang selama tahun 2013-2016 meningkat Rp.2,82 trilyun dari sebesar Rp.21,43 trilyun pada tahun 2013 menjadi Rp.24,25 trilyun pada tahun 2016. Kondisi tersebut merupakan indikasi quantum (volume) produk barang/jasa secara umum mengalami peningkatan atau perekonomian Kabupaten Subang secara makro berkembang positif.

Tabel 3.2

PDRB ADHK Tahun Dasar 2010 Tahun 2013-2016 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha 2013 2014 2015* 2016**

(1) (2) (3) (4) (5)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,116,679.6 6,182,538.9 6,354,935.0 6,503,777.32 B Pertambangan dan Penggalian 2,586,498.5 2,742,777.0 2,696,814.1 2,759,977.62 C Industri Pengolahan 2,449,982.0 2,549,592.1 2,708,983.8 2,772,432.35 D Pengadaan Listrik dan Gas 14,484.4 15,254.5 15,424.7 15,785.97 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang 19,787.2 20,069.5 21,213.9 21,710.76 F Konstruksi 1,618,890.0 1,720,038.1 1,914,028.6 1,958,858.08

Lapangan Usaha 2013 2014 2015* 2016**

G Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3,276,811.4 3,550,526.5 3,800,296.3 3,889,305.07 H Transportasi dan Pergudangan 786,669.8 813,373.0 883,492.2 904,184.94

I Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum 773,453.9 806,138.2 838,911.4 858,559.99 J Informasi dan Komunikasi 581,490.5 670,470.6 767,175.0 785,143.41 K Jasa Keuangan dan Asuransi 905,419.5 930,707.5 1,004,277.2 1,027,798.91 L Real Estat 219,980.3 225,980.1 237,524.0 243,087.18 M,N Jasa Perusahaan 10,096.1 9,900.4 10,635.2 10,884.29

O Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 837,317.9 871,814.8 906,312.0 927,539.22 P Jasa Pendidikan 617,979.5 726,516.0 805,051.0 823,906.53 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 135,598.3 154,312.2 175,647.0 179,760.92 R,S,T,U Jasa lainnya 480,230.3 516,196.3 555,362.0 568,369.43

Produk Domestik Regional Bruto 21,431,369.2 22,506,205.7 23,696,083.4 24,251,082.0

Produk Domestik Regional Bruto

Bruto Tanpa Migas 18,848,980.0 19,767,662.6 21,003,389.4 21,855,129.2 Sumber : BPS Tahun 2016, data diolah

Sampai dengan tahun 2016 bahkan juga diperkirakan tahun 2018, kategori pertanian masih menjadi kategori unggulan (prime mover) dalam menggerakkan perekonomian daerah, kategori ini memberikan sumbangan nilai tambah yang dihitung atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 8,52 trilyun, dengan share 27,89% terhadap perekonomian. Sedangkan sumbangan nilai tambah pertanian terhadap PDRB yang dihitung atas dasar harga konstan tahun 2010 mencapai Rp. 6,50 trilyun.

(10)

II-3

Tingginya peranan kategori pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Subang tidak lepas dari beberapa keunggulan komparatif (comparative advantages), seperti kondisi tanah yang relatif lebih subur dan cocok untuk beragam komoditi pertanian dan jumlah penduduk yang besar yang berimplikasi pada sistem pertanian yang tampak sangat beragam dan hampir sebagian besar komoditi produk pertanian sangat dominan kontribusinya, terutama padi.

Kontribusi kategori pertanian banyak disumbang oleh subkategori tanaman bahan makanan, diikuti oleh subkategori perkebunan, peternakan, dan perikanan. Namun demikian, akselerasi kinerja kategori pertanian tersebut masih belum optimal, diantaranya disebabkan hubungan antar subsistem pertanian dan kategori lain (linkages) belum sepenuhnya menunjukkan sinergitas pada skala lokal, regional dan nasional, hal ini tercermin dari pengembangan agroindustri yang belum optimal baik dalam pengolahan maupun pemasarannya.

Pengembangan yang bersifat sektoral pada sistem pertanian serta ketidaksiapan dalam menghadapi persaingan global merupakan kendala yang masih dihadapi kategori pertanian. Potensi lain dalam kategori pertanian yaitu pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan terutama dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di pesisir pantai utara laut jawa, usaha budidaya laut, bioteknologi kelautan, serta berbagai macam jasa lingkungan kelautan. Namun kondisi dan potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang besar ini belum diikuti dengan perkembangan bisnis dan usaha perikanan dan kelautan (usaha perikanan tangkap) yang baik. Tingkat investasi sarana dan prasarana pendukung bisnis kelautan (perikanan tangkap) serta produksi sumber daya perikanan dan kelautan masih jauh dari potensi yang ada. Di lain pihak, lemahnya kondisi pembudidaya dan nelayan sebagai produsen menyebabkan kurang berkembangnya kegiatan dan pengelolaan industri pengolahan hasil perikanan dan kelautan.

Dari sisi penciptaan nilai tambah, kecepatan sektor pertanian dalam menciptakan nilai tambah sangatlah lambat (terlebih lagi dengan kepemilikan lahan yang rata-rata hanya sekitar 0.35 hektar) apabila diperbandingkan dengan sektor lainnya terutama industri manufaktur, sehingga tidaklah mengherankan jika wilayah yang didominasi oleh sektor pertanian cenderung pertumbuhan ekonominya sangat lamban. Pada sisi lain, seiring peningkatan jumlah penduduk tentu saja berimplikasi pada peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman, sehingga luas lahan pertanian memiliki cenderung terus mengalami penurunan. Apabila dipahami secara lebih luas kondisi tersebut telah memberikan suatu sinyal positif

(11)

II-4

terhadap hasil pembangunan karena salah satu indikator kemajuan negara berkembang adalah terjadinya pergeseran dari struktur ekonomi berbasis pertanian ke sektor lainnya terutama sektor industri, perdagangan dan jasa.

Disamping pertanian, kategori yang memiliki kontribusi cukup dominan pada tahun 2016 adalah kategori perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Kategori ini mampu menciptakan nilai tambah atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 4,65 trilyun dengan share 15,21%, atau mengalami peningkatan 4,24% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp. 188,99 milyar. Kondisi tersebut merupakan indikasi dari peningkatan volume barang /jasa yang diperdagangkan di wilayah Kabupaten Subang.

Tingkat konsumsi masyarakat (propensity to consume) yang relatif tinggi membuat kategori ini berkembang cukup baik, kendala umum yang dihadapi untuk dapat mengembangkan potensi tersebut adalah relatif sulitnya menumbuhkan minat para investor baik lokal maupun internasional untuk menanamkan investasi di Kabupaten Subang yang infrastrukturnya terlihat masih sangat minim dan dari sisi pendanaan, kategori perdagangan memerlukan dana yang relatif lebih besar karena cenderung lebih bersifat padat modal dibandingkan dengan kategori pertanian yang cenderung padat karya.

Peranan kategori industri yang merupakan kategori andalan di Jawa Barat, secara umum peranannya di Kabupaten Subang mengalami pertumbuhan positif dan sharenya terhadap total PDRB mengalami peningkatan, di tahun 2016 sebesar 12.13 %. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembentukan nilai tambah dari kategori industri pengolahan masih dianggap stabil dan terus tumbuh positif dalam mendorong struktur ekonomi di Kabupaten Subang. Walaupun Kabupaten Subang memiliki keunggulan komparatif di sektor pertanian, namun kelemahan yang mendasar adalah masih rendahnya kegiatan industri yang memanfaatkan hasil-hasil pertanian, sehingga perdagangan antar wilayah yang dilakukan lebih dominan berupa bahan-bahan mentah hasil pertanian atau belum berupa hasil pasca proses industri pengolahan sehingga nilai tambahnya kurang optimal. Untuk itu roda perekonomian Kabupaten Subang dipandang dapat bergerak lebih cepat apabila dikembangkan industri yang dapat mengolah hasil- hasil pertanian, yang merupakan keunggulan wilayah yang dapat memperpanjang rantai agribisnis, sehingga produksi Kabupaten Subang dapat berupa barang-barang industri hasil pertanian.

(12)

II-5

Indikator ekonomi lainnya yang dapat memberikan gambaran kesejahteraan masyarakat secara makro adalah pendapatan perkapita, semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk berarti tingkat kesejahteraannya akan bertambah baik dan sebaliknya penurunan pendapatan per kapita berarti tingkat kesejahteraannya semakin menurun.

Pendapatan per kapita merupakan hasil bagi pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun, pada tahun 2015 pendapatan per kapita diproyeksikan mengalami peningkatan sebesar 8,12% atau dari semula Rp.17.721.938,- pada tahun 2014 menjadi Rp. 19.160.591,- pada tahun 2015. Peningkatan ini dapat di katakan cukup tinggi karena levelnya m a s i h berada di atas r a t a - r a t a laju inflasi J a w a B a r a t sebesar 2,73% yang terjadi sepanjang tahun 2015. Namun demikian, peningkatan tersebut belum sepenuhnya dapat dipakai untuk menggambarkan peningkatan dari daya beli masyarakat. Karena pada PDRB per kapita yang dihitung atas dasar harga berlaku, selain masih terkandung inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli, juga karena pola distribusi dari pendapatan regional Kabupaten Subang tidak mutlak merata. PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat produktifitas penduduk di suatu wilayah yang menunjukkan nilai pendapatan yang dihasilkan akibat kegiatan ekonomi yang dilakukan di wilayah Subang per penduduk selama satu tahun.

Perekonomian Subang pada tahun 2015 mengalami peningkatan dibandingkan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Subang Tahun 2015 mencapai 5,29%, sedangkan tahun 2014 sebesar 5,02%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh kategori informasi dan komunikasi yaitu sebesar 14,42 %. Sedangkan seluruh kategori ekonomi PDRB yang lain selain kategori Pertambanganan Penggalian pada tahun 2015 mencatat pertumbuhan yang positif.

Adapun kategori-kategori lainnya berturut-turut mencatat pertumbuhan yang positif, diantaranya kategori Informasi dan Komunikasi mencatat sebesar 14,42 persen; kategori Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 13,83 persen; kategori Konstruksi sebesar 11,28 persen; kategori Jasa Pendidikan sebesar 10,81 persen; kategori Transportasi dan Pergudangan sebesar 8,62 persen; kategori Jasa Keuangan dan Asuransi 7,90 persen ; kategori Jasa Lainnya sebesar 7,59 persen; kategori Jasa Perusahaan sebesar 7,42 persen; kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Motor sebesar 7,03 persen; kategori Industri Pengolahan 6,25 persen; kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 5,70 persen; kategori Real Estat sebesar 5,11 persen; kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 4,07 persen; kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

(13)

II-6

Jaminan Sosial Wajib sebesar 3,96 persen; kategori Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebesar 2,79 persen; dan kategori Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 1,12 persen. Pada Tabel 2.2. terlihat bahwa Laju Pertumbuhan Ekonomi paa Tahun 2015 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Subang masih berkisar pada angka 5%, sedangkan pada triwulan IV tahun 2015 petumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat tercatat sebesar 5,23%.

Tabel 3.2. Laju Pertumbuhan Riil PDRB Menurut Lapangan Usaha (persen), 2012─2015

Lapangan Usaha 2012 2013 2014* 2015**

(1) (2) (3) (4) (5)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (0,47) 1,11 1,08 2,79 B Pertambangan dan Penggalian (26,01) 0,67 6,04 (1,68)

C Industri Pengolahan 7,23 5,71 4,07 6,25

D Pengadaan Listrik dan Gas 5,28 5,22 5,32 1,12

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

2,35 2,73 1,43 5,70

F Konstruksi 23,75 6,28 6,25 11,28

G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

9,58 7,64 8,35 7,03 H Transportasi dan Pergudangan 4,43 3,41 3,39 8,62 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,80 3,25 4,23 4,07 J Informasi dan Komunikasi 7,57 6,32 15,30 14,42 K Jasa Keuangan dan Asuransi 7,92 9,39 2,79 7,90

L Real Estat 3,57 1,68 2,73 5,11

M,N Jasa Perusahaan 2,87 7,42 (1,94) 7,42

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

6,34 (0,93) 4,12 3,96

P Jasa Pendidikan 16,11 19,60 17,56 10,81

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6,52 7,23 13,80 13,83

R,S,T,U Jasa lainnya 6,90 5,97 7,49 7,59

Produk Domestik Regional Bruto 0,60 4,09 5,02 5,29

* Angka sementara

** Angka sangat sementara

(14)

II-7

Peranan/kontribusi kategori ekonomi yang dominan di suatu wilayah menunjukkan bahwa sektor tersebut menjadi penggerak perekonomian di wilayah itu. Kategori Pertanian dan Perikanan masih menjadi kategori yang paling dominan. Melekatnya Subang sebagai salah satu lumbung padinya Jawa Barat menjadikan gambaran bahwa kategori pertanian masih menjadi andalan sebagai penggerak perekonomian di Kabupaten Subang. Kategori dominan yang kedua dalam perekonomian Kabupaten Subang adalah kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sedangkan Kategori Pertambangan dan Penggalian menjadi kontributor ketiga dalam struktur perekonomian di Kabupaten Subang. Industri Pengolahan merupakan penyumbang terbesar keempat dalam perekonomian di Kabupaten Subang. Hal ini ditunjukkan pada tabel 3.4.

Tabel 3.4. Kontribusi Kategori Terhadap PDRB Kabupaten Subang (persen),

2012 – 2015

Lapangan Usaha 2012 2013 2014* 2015**

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 28,26 27,94 27,15 27,89 2 Pertambangan dan Penggalian 15,67 14,16 13,85 11,35 3 Industri Pengolahan 11,18 11,60 11,97 12,13 4 Pengadaan Listrik dan Gas 0,06 0,05 0,05 0,06 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang 0,09 0,08 0,08 0,08

6 Konstruksi 7,31 7,49 7,36 8,17

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor 14,04 14,67 15,18 15,21 8 Transportasi dan Pergudangan 3,41 3,39 3,31 3,76 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,46 3,45 3,45 3,34 10 Informasi dan Komunikasi 2,31 2,25 2,32 2,37 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 3,81 4,11 4,14 4,22

12 Real Estat 1,03 1,04 1,00 0,97

13 Jasa Perusahaan 0,04 0,05 0,04 0,04

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

4,26 4,31 4,38 4,43

15 Jasa Pendidikan 2,44 2,75 3,04 3,20

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,59 0,61 0,64 0,70

17 Jasa lainnya 2,02 2,02 2,04 2,06

Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00

* Angka sementara

** Angka sangat sementara Sumber : BPS Tahun 2016

Laju pertumbuhan PDRB Subang pada tahun 2015 mencapai 5,29 persen, sedangkan tahun 2014 sebesar 5,02 persen. Pertumbuhan Ekonomi tertinggi pada tahun 2015 dicapai oleh sektor Komunikasi dan Informasi sebesar 14,42% sedangkan pada tahun 2014 dicapai kategori Jasa Pendidikan sebesar 17,56 persen. Sedangkan seluruh kategori ekonomi PDRB selain Kategori Pertambangan dan Penggalian pada tahun 2015 mencatat pertumbuhan yang positif.

(15)

II-8 2.2 RENCANA TARGET EKONOMI MAKRO TAHUN 2018

Dengan kondisi daerah yang diuntungkan oleh kondisi geografis dimana Kabupaten Subang terdiri dari tiga dataran, yakni pegunungan, dataran rendah dan pantai, maka target perekonomian Kabupaten Subang pada tahun 2018 masih di dominasi oleh sektor primer lapangan usaha pertanian yang terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan seperti padi, palawija, sayur mayur dan buah-buahan. Sub sektor tanaman perkebunan yang mencakup komoditi yang diusahakan oleh rakyat dan perusahaan seperti karet, teh, tebu, cengkeh dan sebagainya. Sub sektor peternakan mencakup produksi ternak sapi, kerbau, kambing, domba, unggas dan hasil-hasil peternakan seperti telur dan susu. Sub sektor kehutanan mencakup komoditi kayu pertukangan, kayu bakar arang dan bambu. Kemudian sub sektor perikanan mencakup produksi perikanan laut, perikanan darat dan pengolahan sederhana (pengeringan dan penggaraman ikan).

Indikator ekonomi makro yang sering digunakan dalam menggambarkan kinerja pembangunan perekonomian suatu daerah adalah Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Pengukuran besarnya laju pertumbuhan ekonomi ini dapat dihitung dari data PDRB atas dasar harga konstan. Makin tinggi laju pertumbuhan ekonomi makin baik kinerja pembangunan di wilayah tersebut. Secara umum, pada tahun 2015 perekonomian Kabupaten Subang mengalami pertumbuhan melambat menjadi 5.02 persen. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya laju ini mengalami percepatan, dimana pada tahun 2014 tumbuh sebesar 5.29 persen sebagaimana grafik di bawah ini.

Gambar 2.3 LPE Tahun 2011-2016 0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 4.45% 4.52% 3.10% 5.29% 5.02% 5.40% 5.35% 5.40%

LPE

LPE

Catatan : Tahun 2018 (angka proyeksi) Sumber : BPS Kab. Subang

(16)

II-9 Untuk mencapai target laju pertumbuhan ekonomi tersebut diatas, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan kinerja sektor-sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah, antara lain : a. Meningkatkan kinerja sektor unggulan yang menjadi penggerak

utama Kabupaten Subang, yakni sektor primer dari lapangan usaha pertanian yang terdiri dari Sub sektor Tanaman Bahan Makanan, Tanaman Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan. b. Meningkatkan kinerja sektor potensial, yaitu sektor tersier dari

lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan kontribusi terbesar kedua bagi PDRB Kabupaten Subang. Upaya meningkatkan kinerja ini diupayakan melalui dukungan pemerintah Kabupaten Subang terhadap kebijakan ekonomi kerakyatan yang dikenal dengan GAPURA EMAS

(Gerakan Pembangunan Untuk Rakyat pada Ekonomi

Masyarakat), dimana pemerintah mendukung kepada kegiatan ekonomi berbasis masyarakat dengan memanfaatkan keunggulan di daerahnya baik berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya.

c. Meningkatkan kinerja sektor potensial lainnya, yaitu sektor sekunder dari lapangan usaha industri pengolahan, dengan ditetapkannya perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang membuat kebijakan zona industri di tujuh kecamatan serta komitmen pemerintah Kabupaten Subang terhadap kinerja birokrasi dalam hal penanaman modal dan kemudahan sistem informasi pelayanan perizinan serta administrasi pemerintah diharapkan dapat mendorong daya tarik investasi berupa industri besar yang mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar.

d. Mengoptimalkan pengaruh positif dari proyek-proyek strategis nasional yang ada di Kabupten Subang seperti Pembangunan Pelabuhan Utama Patimban dan Pembangunan Bendungan Sadawarna.

Ketiga lapangan usaha dari sektor ekonomi yang dominan memberikan kontribusi pada kabupaten Subang akan tetap menjadi perhatian khusus untuk ditingkatkan kinerjanya sampai pada kondisi

(17)

II-10 Kabupaten Subang mampu menjadi Kabupaten yang mandiri tanpa bergantung pada bantuan provinsi ataupun pusat untuk melaksanakan pemerintahannya. Gambaran tentang proyeksi PDRB pada tahun 2018 sekaligus target capaian PDRB pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.8

Proyeksi PDRB Kabupaten Subang (Juta Rupiah)

TAHUN PDRB (ADHK) PDRB (ADHB)

2010 7,377,211 15,894,711 2011 7,701,017 17,120,524 2012 8,049,444 18,559,472 2013 8,417,304 19,823,498 2014 8,811,738 21,087,525 2015 9,339,561 22,350,668 2016 9,868,180 23,615,716 2017 10,396,128 24,879,156 2018 10,686,127 26,202,374

Dalam RPJMD Kabupaten Subang tahun 2014-2018, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Subang tahun 2017 ditargetkan sebesar 4,69% sementara berdasarkan data BPS pertumbuhan ekonomi Kabupaten Subang pada tahun 2016 mencapai sebesar 5,40 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kabupaten Subang mengalami perkembangan positif dalam bidang ekonomi dari kabupaten dan kota lainnya di Jawa Barat, namun tetap memerlukan berbagai terobosan dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Untuk mengetahui tingkat kemajuan perekonomian Kabupaten Subang dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tiap tahunnya. Dari perbandingan total PDRB tahun berjalan dengan tahun sebelumnya dapat diketahui tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Namun demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi belum dapat dijadikan dasar sepenuhnya untuk mengetahui tingkat kemakmuran masyarakat. Karena walaupun tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi namun jika diikuti dengan perkembangan penduduknya yang tinggi maka tingkat kemakmuran masyarakat belum bisa dikatakan tinggi. Oleh karena itu untuk mengetahui tingkat kemakmuran masyarakat digunakan indikator tingkat pertumbuhan pendapatan

(18)

II-11 perkapita yang lebih menunjukan perkembangan kemakmuran, sebab dilihat dari segi konsumsi berarti masyarakat akan mempunyai kesempatan untuk menikmati barang dan jasa yang lebih banyak atau lebih tinggi kuantitasnya.

PDRB perkapita atas harga dasar berlaku (ADHB) Kabupaten Subang tahun 2017 seperti yang tercantum dalam RPJMD Kabupaten Subang tahun 2014-2018, pemerintah daerah menargetkan sebesar Rp. 13.824,073 dan pada tahun 2014 sebesar Rp. 15.215.407, target tersebut sudah terlampaui.

2.3. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2017

Selain Kategori Pertanian, Kategori Perdagangan, dan Kategori Pertambangan, perkembangan struktur perekonomian Kabupaten Subang juga tidak terlepas dari kontribusi Kategori Industri Pengolahan. Kategori ini merupakan kontributor keempat yang dominan terhadap perkembangan perekonomian Kabupaten Subang. Pada Tahun 2014, Kategori Industri Pengolahan mempunyai kontribusi sebesar 11,97 persen dalam pembentukan PDRB Kabupaten Subang. Kontribusi kategori ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang memiliki kontribusi sebesar 11,60 persen di tahun 2013.

Tabel 2.9. Kontribusi Kategori Industri Pengolahan Terhadap PDRB Kabupaten Subang (persen), 2012 – 2014

Lapangan Usaha 2012 2013* 2014**

(1) (2) (3) (4)

C Industri Pengolahan 11,18 11,60 11,97

Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00

* Angka sementara

** Angka sangat sementara

Tabel 2.10. NTB Kategori Industri Pengolahan Kabupaten Subang Atas Dasar Harga Berlaku (juta rupiah), 2012─2014

Lapangan Usaha 2012 2013* 2014**

(1) (2) (3) (4)

C Industri Pengolahan 2.578.405,5 2.862.711,5 3.197.009,7

Produk Domestik

(19)

II-12

Lapangan Usaha 2012 2013* 2014**

(1) (2) (3) (4)

Produk Domestik Regional Bruto Bruto

Tanpa Migas 19.444.578,1 21.179.123,3 23.022.325,3

* Angka sementara

** Angka sangat sementara

Pada tabel 2.10 terlihat bahwa Nilai Tambah Bruto (NTB) kategori ini dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari Rp. 2.578.405,5 juta di tahun 2012 hingga mencapai Rp. 3.197.009,7 juta di tahun 2014. Keberhasilan pembangunan ekonomi di Kategori Industri Pengolahan tidak terlepas dari unsur-unsur yang menunjangnya. Salah satu unsur tersebut adalah investasi yang ditanamkan pada sektor industri yang diharapkan dapat meningkatkan produksi sektor tersebut. Harapan dengan banyaknya industri di Kecamatan Pabuaran, Cipeundeuy, Kalijati, Purwadadi, Cikaum, Cipunagara, dan Cibogo akan meningkatan produksi/output di sektor tersebut.

Gambar 2.2 Perkembangan NTB Kategori Industri Pengolahan Tahun 2010 – 2014 (juta rupiah)

Sektor industri merupakan salah satu sektor andalan/unggulan dalam mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Begitupun halnya dengan Kabupaten Subang yang pada tahun 2017 akan mengandalkan sektor ini sebagai pemberi kontribusi terhadap peningkatan PDRB.

Salah satu faktor pendukung terhadap peningkatan pembangunan industri di wilayah kabupaten subang adalah terwujudnya Pembangunan Jalan Tol Cikopo - Palimanan, hal ini lah yang menyebabkan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang

(20)

II-13

optimis kondisi perekonomian baik mikro ataupun makro akan

mengalami peningkatan pada tahun 2017. Hal kedua lainnya adalah faktor ketertarikan para investor dari daerah lain dengan ditetapkannya proyek strategis nasional seperti pembangunan Pelabuhan Patimban dan Bendungan Sadawarna.

Selain sektor industri, diharapkan sektor lainnya juga akan terus memberikan peranan terhadap peningkatan PDRB Kabupaten Subang sehingga akan memperkuat pencapaian kinerja pembangunan ekonomi di Kabupaten Subang.

Salah satu tantangan seiring dengan berkembangnya sektor industri adalah perkembangan di sektor pertanian. Dengan adanya pembangunan pabrik-pabrik untuk kegiatan industri menjadikan lahan pertanian yang produktif makin berkurang, yang menyebabkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Subang pada cenderung mengalami penurunan.

Upaya pemerintah untuk mengantisipasi masalah ini adalah dibuatnya perda Rencana Tata Ruang Wilayah yang mengakomodir pengembangan Kawasan Industri dan Pertanian secara berimbang. Pertimbangan ini dilakukan untuk menjadikan Kabupaten Subang tetap sebagai kontributor penopang perekonomian Jawa Barat di sektor pertanian, yakni sebagai daerah lumbung padi ketiga di Jawa Barat.

(21)

III - 1

PENCAPAIAN Proyeksi 2017

1. Pertumbuhan PDB (%) 5,2

2. Inflasi (%) 4,0

3. PDB per kapita (Rp) 52.661.000

4. Nilai Tukar Nominal (Rp/US$) 11.950

5. Pertumbuhan Ekspor Non Migas (%) 9,9

6. Pertumbuhan Impor Non Migas (%) 7,1

7. Cadangan Devisa (US$ Miliar) 136,1

8. Tingkat Pengangguran (%) 5,4-5,6

9. Tingkat Kemiskinan (%) 8,5-9,5

c. Transaksi Financial (USD Miliar) 13,5

d. Cadangan Devisa (Bulan Impor) 6,5

BAB

III

ASUMSI – ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA DAERAH

3.1 KONDISI EKONOMI MAKRO NASIONAL

Walaupun kondisi perekonomian dunia sepanjang tahun 2010-2016 dalam tekanan yang cukup berat, kinerja perekonomian nasional terlihat masih relatif terjaga meskipun mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,0 persen; sedangkan pada tahun 2017 pertumbuhannya diproyeksikan mencapai 5,4 persen.

Kebijakan ekonomi yang dicanangkan pemerintah pusat pada tahun 2017 dapat menjadi tantangan maupun prospek bagi perekonomian Kabupaten Subang kedepannya. Kebijakan perekonomian Indonesia yang dapat mempengaruhi perekonomian daerah diantaranya yaitu pencanangkan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2017 yang diharapkan dapat mencapai 5,2%. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah pusat bermaksud untuk menurunkan tingkat pengangguran menjadi 5,4-5,6% dan tingkat kemiskinan menjadi 8,5-9,5% pada tahun 2017.

Tabel 3.1

Proyeksi Indikator Ekonomi Indonesia Tahun 2017

(22)

III - 2

Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan sebesar 5,2% untuk tahun 2017, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,4% karena pertumbuhan output riil melambat menjadi 4,7% tahun-ke-tahun pada kuartal pertama 2017, laju pertumbuhan paling lambat sejak 2009.

Investasi tetap yang menurun serta melemahnya konsumsi masyarakat belakangan ini telah menurunkan pertumbuhan PDB Indonesia. Namun pertumbuhan Indonesia masih relatif tangguh dibanding negara-negara lain yang mengekspor komoditas ke Tiongkok, seperti Brasil dan Afrika Selatan.

Investasi tetap memberi kontribusi 1,4% kepada pertumbuhan PDB tahun-ke-tahun pada kuartal pertama 2016 – atau setengah dari rata-rata kontribusi per tahun-ke-tahun selama 2010-2012. Konsumsi masyarakat hanya tumbuh 4,7% tahun-ke-tahun pada kuartal pertama, dibandingkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan 5,3% tahun lalu. Konsumsi masyarakat merupakan 55% sumber total belanja PDB dan berdampak besar pada pertumbuhan.

Melemahnya laju pertumbuhan telah berimbas pada lesunya pembukaan lapangan kerja, dengan tingkat pertumbuhan tenaga kerja yang hanya cukup untuk menyerap peningkatan populasi usia kerja saja.

Indonesia berada dalam posisi yang baik untuk merespon. Indonesia dapat menaikkan defisit belanja namun tetap dalam batasan aturan fiskal sebesar 3% dari PDB, agar bisa meningkatkan belanja proyek-proyek infrastruktur yang menjadi prioritas. Pada sisi pendapatan, pemerintah telah memberlakukan beberapa kebijakan penting, seperti sistem pengajuan pengembalian pajak elektronik dan perbaikan strategi audit pajak penghasilan. Masih perlu tindakan tambahan untuk terus meningkatkan pendapatan yang ditargetkan naik 30% dalam APBN tetapi turun 1,3% hingga bulan Mei 2016.

Pertumbuhan yang terus berjalan lambat, disertai menurunnya harga minyak dunia, turut mempersempit defisit transaksi berjalan menjadi 1,8% dari PDB pada kuartal pertama. Data perdagangan bulan April dan Mei menunjukkan penurunan lebih lanjut pada sektor impor – yang biasanya tidak terjadi pada bulan-bulan menjelang Ramadan.

Meskipun pertumbuhan kredit melambat, aktivitas ekonomi melemah, dan harga bensin dan solar tidak berubah sejak Maret, inflasi bergerak semakin cepat dalam beberapa bulan terakhir, melebihi 7% tahun-ke-tahun pada bulan Mei dan Juni. Kenaikan harga pangan secara luas merupakan alasan utama kenaikan harga konsumen secara signifikan.

(23)

III - 3

ISU STRATEGIS 2012 2013 2014 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia 3,2 3,5 4,1

a. Amerika Serikat 2,3 2,0 3,0 b. Kawasan Eropa -0,4 -0,2 1,0 c. Italia -2,1 -1,0 0,5 d. Spanyol -1,4 -1,5 0,8 e. Jepang -1,4 -1,5 0,8 f. Negara-Negara Berkembang 5,1 5,5 5,9 g. China 7,8 8,2 8,5 h. India 4,5 5,9 6,4 i. ASEAN-5 5,7 5,5 5,7

2. Volume Perdagangan Dunia (Barang dan Jasa) 2,8 3,8 5,5

Impor a. Negara maju 1,2 2,2 4,1 b. Negara berkembang 6,1 6,5 7,8 Ekspor a. Negara maju 2,1 2,8 4,5 b. Negara berkembang 3,6 5,5 6,9

Pertumbuhan investasi tetap diperkirakan akan meningkat pada semester kedua tahun ini, namun tidak setinggi yang diproyeksikan sebelumnya akibat belanja negara yang lebih rendah dari yang diharapkan dan meningkatnya investasi swasta.

Risiko utama terhadap prospek ke depan sebagai dampak dari harga komoditas yang tetap rendah dan penurunan lain terkait aktivitas ekonomi cenderung memburuk. Ketentuan perdagangan yang melemah terus memberikan tekanan terhadap laba perusahaan dan pendapatan rumah tangga, yang merupakan suatu risiko utama bagi prospek permintaan dalam negeri.

3.1.1. EKONOMI DUNIA

Perekonomian dunia terlihat relatif membaik sampai tahun 2014. Sumber utama pemulihan ekonomi dunia di tahun 2014 adalah adanya peningkatan aktivitas perekonomian di negaranegara berkembang, dan pulihnya perekonomian Amerika Serikat yang pada tahun 2014 pertumbuhannya mencapai 3,0 persen meskipun telah terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya.

Kondisi keuangan global terlihat mulai stabil, sementara itu arus modal masuk ke negara-negara berkembang terlihat tetap kuat.

Oleh sebab itu, pada tahun 2015 perkekonomian dunia opotimis akan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi setelah tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh di kisaran 4-4,5 persen.

Tabel 3.2

Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Dunia

(24)

III - 4 Pertumbuhan ekonomi negara berkembang (emerging and developing economies) relative cukup kuat di tahun 2014-2015. Salah satu penyebabnya adalah adanya kebijakan pemerintah di negara berkembang yang cukup efektif sebagai stimulan dalam mempertahankan aktivitas ekonominya di tengah kondisi perekonomian global yang kurang kondusif.

Namun demikian, risiko yang akan dihadapi oleh negara-negara berkembang cukup besar. Kebergantungan negara berkembang kepada permintaan eksternal dan ekspor komoditas cukup tinggi, padahal harga komoditas di tahun 2015 diperkirakan akan menurun; walaupun jika harganya naik, kenaikannya akan dalam rentang yang sangat terbatas. Sementara itu, penerapan lebih lanjut untuk kebijakan bersifat longgar di beberapa negara berkembang akan semakin terbatas, bahkan keterbatasan sisi penawaran dan ketidakpastian kebijakan (policy uncertainty) akan menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi di negara berkembang untuk tumbuh lebih tinggi (seperti Brazil dan India). Oleh sebab itu, untuk menghindari proses pemulihan global yang berisiko, maka negara-negara maju perlu konsisten dalam penerapan kebijakannya, terutama yang terkait pada: (i) konsolidasi fiskal yang berkelanjutan; serta (ii) reformasi sektor keuangan. Sementara negara berkembang juga perlu lebih menyeimbangkan sumber pertumbuhannya antara konsumsi domestik dengan orientasi ekspor. Sebagai contoh, perekonomian China perlu lebih didorong ke arah konsumsi domestik untuk mengurangi risiko eksternal, dengan disertai upaya untuk membangun kembali ruang kebijakan ekonominya. Sementara itu, di negara berkembang lainnya seperti Timur Tengah dan Kawasan Afrika Utara kebijakan yang diambil sebaiknya lebih mengutamakan untuk menjaga stabilitas ekonominya dalam situasi kondisi internal dan eksternal yang kurang menguntungkan.

3.1.2. EKONOMI NASIONAL

Perkembangan ekonomi global berpengaruh cukup signifikan terhadap perekonomian Nasional, berdasarkan kerangka ekonomi makro pada Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018, perkembangan ekonomi global yang akan berpengaruh terhadap perekonomian nasional di tahun 2018 diantaranya adalah:

Membaiknya perekonomian global, WEO IMF pada Januari 2017 memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi global meningkat 0,2 persen dari 3,4 persen pada tahun 2016 menjadi 3,6 persen pada tahun 2017 begitupulan tahun 2018.

(25)

III - 5 Peningkatan pertumbuhan ekonomi global didorong oleh pertumbuhan

ekonomi negara berkembang.

Tingkat inflasi global diperkirakan akan relatif terkendali, IMF

memproyeksikan inflasi di negara berkembang menjadi 5,6 – 5,9 persen.

Harga minyak dunia diperkirakan akan masih relatif rendah, didorong oleh suplai yang lebih tinggi.

Harga komoditas ekspor utama Indonesia diperkirakan masih akan cenderung stagnan di tahun 2017 da 2018, sementara Manufacturing Unit Value Index akan meningkat.

Sasaran dan perkiraan besaran kerangka ekonomi makro pada tahun 2017 dan 2018, meliputi :

Perekonomian domestik secara nasional, diperkirakan tumbuh sebesar 5,5%-5,9%, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan membaiknya perekonomian global, dan didukung oleh berlanjutnya reformasi struktural di dalam negeri secara komprehensif. Dari sisi permintaan, permintaan eksternal akan mendorong pertumbuhan ekspor hingga mencapai 4,5%-5,0% terutama produk non migas, yang didukung oleh membaiknya kondisi ekonomi global, terutama di pasar ekspor utama Indonesia, seperti Amerika Serikat yang perekonomiannya mulai membaik.

Dari sisi keuangan negara, melalui berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pendapatan negara diperkirakan akan mencapai minimal 13,9% pada tahun 2017 dan 2018, peningkatan pendapatan negara tersebut didorong utamanya melalui penerimaan perpajakan yang diperkirakan akan setara dengan 12,0% PDB tidak termasuk pajak daerah. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga akan mengalami peningkatan menjadi sekitar 1,8% PDB di tahun 2017, didorong oleh berbagai upaya optimalisasi, salah satunya pada pos PNBP nonmigas. Belanja negara diperkirakan akan mencapai 16,0%- 16,4% PDB di tahun 2017, terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar 10,0%-10,5% PDB dan transfer ke daerah sebesar 6,0%-6,2% PDB.

Investasi diperkirakan tumbuh 6,0%-6,6% yang didorong oleh permintaan domestik yang meningkat dan membaiknya investasi pada sektor yang berorientasi ekspor. Peningkatan investasi ini pun akan didorong

(26)

III - 6 oleh membaiknya iklim investasi dan berusaha di Indonesia, yang menyebabkan meningkatnya daya tarik Indonesia sebagai tempat berinvestasi dan berusaha. permintaan domestik akan ditopang oleh makin stabilnya inflasi sehingga daya beli makin meningkat yang pada akhirnya mendorong konsumsi masyarakat tumbuh 5,4%-5,5%. Konsumsi pemerintah akan tumbuh 6,7% yang didukung oleh percepatan penyerapan anggaran yang merata dan berkualitas dengan program pembangunan yang semakin efisien.

Dari sisi moneter, untuk menuju perekonomian yang lebih maju, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi harus didukung dengan tingkat inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, inflasi pada tahun 2016 diperkirakan akan berada pada kisaran

4,0%-4,5%.

Kebutuhan investasi Nasional untuk tahun 2017 adalah Rp. 4.498-4.617 triliun yang bersumber sekitar 11,3% dari investasi pemerintah dan sekitar 88,7% dari investasi masyarakat, sumber investasi pemerintah berasal dari pengeluaran modal pemerintah.

Namun demikian, terdapat kemungkinan terjadinya resiko perlambatan ekonomi, yang antara lain disebabkan (i) lambatnya proses pemulihan ekonomi dunia; (ii) meningkatnya gejolak moneter dan keuangan global yang dapat mempengaruhi arus modal serta menuntut kebijakan moneter baik di luar dan dalam negeri menjadi lebih ketat, serta (iii) tidak berjalan dan lambatnya proses reformasi struktural menyeluruh di perekonomian domestik yang berimplikasi pada rendahnya pertumbuhan investasi dan konsumsi masyarakat.

Perlambatan ekonomi yang terjadi karena faktor internal dan eksternal akan menyebabkan (i) menurunkan daya serap tenaga kerja di sektor produktif, (ii) memperlambat penciptaan lapangan pekerjaan yang disebabkan oleh iklim investasi yang belum kondusif, (iii) pelemahan ekspor non-migas disertai tuntuan kenaikan upah yang tinggi akan mempersulit upaya mempertahankan pekerja yang sudah bekerja, dan (iv) semakin sulitnya mempercepat penurunan tingkat kemiskinan karena tingkat kemiskinan yang relatif rendah.

Pada tahun 2017, Penduduk Miskin diperkirakan sebesar 9,5%-10,5%, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 9,0%-10,0%, sementara itu,

(27)

III - 7 Pengangguran terbuka diperkirakan sebesar 5,3%-5,6%, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 5,2%-5,5%.

Sesuai dengan kerangka kebijakan dalam RJPMN 2015-2019, Penguatan Investasi akan ditempuh melalui dua pilar kebijakan. Pilar Pertama adalah Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha untuk meningkatkan efisiensi proses perijinan bisnis; sedangkan Pilar Kedua adalah Peningkatan Investasi yang Inklusif terutama dengan mendorong peranan investor domestik yang lebih besar.

Kebijakan peningkatan iklim investasi dan iklim usaha ini tentunya akan tetap berlanjut di tahun 2018, dengan lebih dititikberatkan pada pembenahan dan penyederhanaan proses perijinan dan kepastian berusaha secara berkelanjutan untuk mendorong investasi yang lebih tinggi serta penerapan upaya konkrit untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang lebih sehat dan adil.

Peningkatan daya saing perekonomian Indonesia menjadi hal utama yang perlu menjadi perhatian. Titik berat peningkatan daya saing perekonomian perlu diarahkan pada peningkatan infrastruktur dan ketersediaan energi, peningkatan iklim investasi dan iklim usaha, serta tata kelola birokrasi yang lebih efiisien. Peningkatan daya saing perekonomian ini perlu didukung oleh kebijakan pemerintah daerah yang kondusif, yang tidak menciptakan rente ekonomi maupun ekonomi biaya tinggi. Peningkatan infrastruktur akan dititikberatkan pada upaya untuk meningkatkan konektivitas nasional, sehingga integrasi domestik ini akan meningkatkan efisiensi ekonomi dan kelancaran arus barang dan jasa antar wilayah di Indonesia. Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu diarahkan untuk menciptakan lulusan yang lebih berkualitas, meningkatkan keterampilan tenaga kerja, serta mendorong sertifikasi kompetensi pekerja agar dapat berdaya saing di pasar ASEAN maupun internasional. Di sisi hubungan internasional, diplomasi ekonomi internasional diarahkan untuk mengedepankan kepentingan nasional yang dapat mendorong penciptaan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi, mengurangi hambatan perdagangan di pasar tujuan ekspor, serta meningkatkan investasi masuk ke Indonesia. Sementara itu, keikutsertaan dan partisipasi Indonesia dalam kesepakatan perdagangan bebas maupun kemitraan ekonomi akan dilakukan secara selektif, yang dapat memberikan manfaat yang sebesar- besarnya bagi perekonomian dan masyarakat Indonesia.

Dalam pengentasan kemiskinan, untuk memenuhi target penurunan tingkat kemiskinan nasional, kebijakan pengentasan kemiskinan yang disusun tidak hanya harus bersinergi antar sesama program-program pengentasan kemiskinan saja,

(28)

III - 8 namun selaras pula dengan program kebijakan di luar kemiskinan, dengan harapan dapat meminimalisir dampak kebijakan yang kontra produktif terhadap penurunan kemiskinan. Jika terdapat kebijakan yang dampaknya diperkirakan dapat menambah jumlah dan beban penduduk miskin, misalnya seperti kenaikan BBM tahun 2005, maka langkah kebijakan antisipatif yang efektif perlu disiapkan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Program pembangunan yang sifatnya padat karya makin ditingkatkan secara merata untuk dapat menyerap tenaga kerja secara optimal, dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat miskin.

Selain itu, pengentasan kemiskinan dilakukan dengan meningkatkan dan memperluas akses mereka terhadap kebutuhan dasar, yaitu pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Selama ini, pemerintah telah bertekad dan berupaya untuk melaksanakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan, yaitu pembangunan ekonomi yang menjamin pemerataan (growth with equity) yang mensyaratkan stabilitas dan dukungan negara yang kuat. Upaya ini diwujudkan dengan menerapkan four track strategy pembangunan, yang terdiri dari pro-growth, pro-poor dan pro-job dilengkapi dengan pro-environment untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, yang dilaksanakan secara terintegrasi dan saling bersinergi secara seimbang dan konsisten dengan melibatkan masyarakat serta mengedepankan aspek pemerataan.

Pemerataan menjadi isu penting dalam pelaksanaan pembangunan guna mengatasi melebarnya ketimpangan baik antar penduduk maupun antar wilayah, karena pembangunan tidak hanya bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi semata, namun juga untuk menyejahterakan masyarakat yang termarjinalkan. Dalam hal itu, perlindungan sosial akan terus ditingkatkan dan dioptimalkan. Hal ini bukan hanya ditujukan untuk memenuhi kewajiban konstitusional, namun juga dilandasi pertimbangan untuk meningkatkan kualitas menuju SDM yang produktif, terdidik, terampil dan sehat, karena sumber daya manusia yang berkualitas merupakan pelaku sekaligus key enabler dalam proses pembangunan.

Sebagai salah satu wujud upaya pemerataan pembangunan, pembangunan infrastruktur dasar di perdesaan terutama di daerah tertinggal yang diantaranya meliputi pembangunan jalan, jembatan, sarana dan prasarana kesehatan, serta sarana pendidikan sebagai infrastruktur dasar akan ditingkatkan seiring dengan pengelolaan dana desa yang semakin besar.

Pembangunan infrastruktur dasar ini dibarengi pula dengan penyediaan tenaga kesehatan dan pendidikan yang memadai, pembangunan sarana dan prasarana pertanian, serta pembenahan tata kelola pemeliharaan aset-aset hasil

(29)

III - 9 pembangunan tersebut. Guna meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat yang lebih merata, pembangunan sektor pertanian dan UMKM akan mendapat porsi perhatian yang lebih besar. Alih fungsi lahan pertanian dikendalikan, pembangunan sarana dan prasarana pertanian lebih dipercepat, terutama melalui pembangunan dan rehabilitasi saluran irigasi sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Dengan makin bergairahnya kegiatan pertanian, pencapaian target program swasembada pangan atau ketahanan pangan nasional semakin cepat diwujudkan, sekaligus dapat meningkatkan pemerataan pembangunan.

Upaya peningkatan kesejahteraan dengan berbagai program pembangunan diupayakan tetap memperhatikan, menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup karena saat ini kualitas air, udara, tanah dan lingkungan secara umum terus memburuk. Upaya menjaga kualitas lingkungan diperlukan agar peningkatan kesejahteraan dapat berjalan secara berkelanjutan dan tidak diwarnai oleh dampak kerusakan lingkungan yang akan mengurangi manfaat sosial dan ekonomi dari pembangunan. Untuk itu pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan harus diterapkan pada semua proses dan tahapan pembangunan.

Keterpaduan, sinergi, fokus dan konsistensi merupakan kata kunci keberhasilan pelaksanaan pembangunan mendatang dalam mewujudkan target pembangunan, yaitu kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Hal ini tidak dapat lagi dilakukan secara terkotak-kotak hanya demi kepentingan pencapaian yang bersifat sektoral (egosektoral) atau dikotomi pusat daerah yang dapat mendistorsi pencapaian target kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

Pada Tahun 2016, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bersama-sama menjaga keberhasilan yang telah diraih dan mengejar capaian pembangunan tahun 2017 yang belum terlaksana sesuai target. Momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dan proses pemulihan ekonomi global tentunya perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Indonesia. Pemantapan ekonomi nasional perlu diupayakan terutama untuk terus mengembangkan sektor produktif yang dapat memperluas kesempatan kerja, yang pada akhirnya dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat dengan pengentasan kemiskinan. Stabilitas ekonomi perlu dijaga dengan mengendalikan inflasi pada tingkat yang rendah melalui ketersediaan bahan pokok dan upaya-upaya mengurangi biaya transaksi dan distribusi.

Untuk mencapai kondisi ini, sudah menjadi suatu keharusan baik di pusat maupun masing-masing daerah untuk terus bekerja keras. Komunikasi, koordinasi dan sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah perlu terus dijaga dan ditingkatkan demi keberhasilan pembangunan nasional yang mantap, berdaya saing,

(30)

III - 10 berkualitas, inklusif dan stabil untuk mensejahterakan rakyat. Pimpinan daerah baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam menyusun langkah-langkah dan strategi kebijakannya perlu saling berkoordinasi dan bersinergi untuk mencapai perekonomian nasional yang semakin mantap sehingga terwujud sinergi langkah-langkah kebijakan, program dan kegiatan antara pemerintah pusat dan daerah. 3. 1. 3. KERANGKA EKONOMI MAKRO NASIONAL DAN JAWA BARAT

Kerangka ekonomi makro dalam periode 2015-2019 disusun berdasarkan kondisi umum perekonomian Indonesia, masalah yang masih harus diselesaikan, tantangan yang harus dihadapi, serta tujuan yang ingin dicapai dalam periode lima tahun mendatang untuk mewujudkan negara Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari dalam ekonomi, serta berkepribadian dalam kebudayaan. Kerangka ekonomi makro meliputi sasaran dan kebijakan yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi yang tercermin dalam stabilitas moneter, fiskal dan neraca pembayaran, serta kebutuhan investasi untuk mendorong pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Bab ini dibagi dalam tiga pokok bahasan, yaitu (i) kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 2014 (ii) prospek ekonomi tahun 2015-2019; dan (iii) kebutuhan investasi dan sumber pembiayaan.

Berbagai kebijakan dan reformasi struktural ekonomi pasca krisis Asia tahun 1997/1998 telah meningkatkan kekuatan ekonomi nasional. Penguatan ini ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir yang mencapai hampir 6 persen, dan secara fundamental perekonomian nasional telah terbukti mampu dan kokoh menghadapi hantaman krisis global. Hal ini di antaranya ditunjukkan dari pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi yang mencapai 4,6 persen ketika terjadi Krisis Keuangan Lehman Brothers pada tahun 2009, dan masih tumbuh sebesar 5,8 persen pada tahun 2013, meskipun pada tahun 2009 banyak negara mengalami kontraksi sebagai akibat terjadinya krisis keuangan dan resesi global. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor tersier yang dalam 5 tahun terakhir tumbuh sebesar rata- rata 7,4 persen, diikuti sektor sekunder yang tumbuh sebesar rata- rata 4,3 persen dengan rata-rata pertumbuhan sektor industri sebesar 4,9 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi dalam 5 tahun terakhir ditopang oleh investasi dan ekspor yang masing-masing tumbuh dengan rata-rata 6,9 persen dan 5,3 persen per tahun. Sementara itu, terjaganya pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen dalam lima tahun terakhir telah mendorong perluasan kesempatan kerja sehingga Tingkat Pengangguran Terbuka telah berhasil diturunkan dari 7,4 persen pada tahun 2010 menjadi 5,9

(31)

III - 11 persen pada tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang dalam lima tahun terakhir telah mendorong penurunan tingkat kemiskinan. Meskipun penurunannya mengalami perlambatan, tingkat kemiskinan yang pada tahun 2013 mencapai 11,50 persen diperkirakan pada akhir tahun 2015 akan dapat diturunkan menjadi sebesar 11,10 persen. Melalui strategi percepatan penurunan kemiskinan yaitu perlindungan sosial, perluasan jangkauan pelayanan dasar, dan pengembangan penghidupan berkelanjutan, tingkat kemiskinan di akhir tahun 2016 diharapkan dapat turun sesuai dengan target. Kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi ditopang oleh stabilitas yang tetap terpelihara. Inflasi dapat dikendalikan dalam batas yang aman. Nilai tukar meskipun cenderung terdepresiasi, pergerakannya masih dalam taraf yang wajar. Defisit anggaran tetap terjaga di bawah 3 persen. Meskipun secara umum dalam satu dekade terakhir menunjukkan kinerja yang cukup baik, namun pada perekonomian Indonesia akhir-akhir ini dihadapkan pada tekanan yang cukup kuat akibat perkembangan ekonomi global. Krisis ekonomi global dan lambatnya pemulihan yang terjadi telah memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 hanya mencapai 4,8 persen, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,0 persen pada tahun 2014 dan 5,6 persen pada tahun 2013. Kondisi ini telah dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan sasaran dan kebijakan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam periode 2015-2019. Melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 terutama disebabkan oleh: (i) melambatnya pertumbuhan investasi (pembentukan modal tetap bruto) menjadi 4,7 persen yang menurun dari 9,7 persen pada tahun 2012. Perlambatan ini ditunjukkan antara lain turunnya investasi non-bangunan akibat menurunnya hasrat investor untuk melakukan investasi sebagai dampak dari turunnya harga komoditi internasional. Perlambatan ini juga disebabkan oleh pertumbuhan ekspor barang dan jasa yang hanya mencapai 5,3 persen yang dipengaruhi oleh belum pulihnya perekonomian global dan semakin turunnya harga komoditi internasional. Meskipun pertumbuhan ekspor barang dan jasa ini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2012 yang besarnya hanya 2,0 persen, namun masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor barang dan jasa tahun 2011 yang mencapai 13,6 persen.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 didorong dengan upaya meningkatkan investasi, meningkatkan ekspor nonmigas, serta memberi dorongan fiskal dalam batas kemampuan keuangan negara dengan mempertajam dan meningkatkan kualitas belanja negara. Koordinasi antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil, semakin ditingkatkan untuk mendorong peran masyarakat dalam

(32)

III - 12 pembangunan ekonomi. Pada tahun 2017, perekonomian ditargetkan tumbuh sekitar 7,1% (Target RPJMN).

Dari sisi pengeluaran, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa didorong agar tumbuh masing-masing sekitar 9,3 persen dan 6,9 persen. Dengan meningkatnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan tumbuh sekitar 6,4 persen. Dalam keseluruhan tahun 2016, dengan terjaganya stabilitas ekonomi konsumsi masyarakat diperkirakan tumbuh sekitar 5,1 persen, sedangkan konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh sekitar 5,0 persen.

Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian diperkirakan tumbuh sekitar 3,7 persen, sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh sekitar 6,7 persen dan sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan tumbuh sekitar 1,7 persen. Sektor tersier yang meliputi listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan telekomunikasi; keuangan, real estat, dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa diperkirakan tumbuh berturut-turut sebesar 6,2 persen; 7,3 persen; 8,3 persen; 10,7 persen; 6,2 persen; serta 7,1 persen.

Secara keseluruhan, Pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2016 bakal ditopang kondisi makro yang semakin baik, seperti inflasi yang relatif rendah akibat penurunan harga bahan pokok, pelaksanaan program Dana Desa, dan penguatan rupiah seiring derasnya dana asing yang masuk ke surat utang negara (SUN), obligasi korporasi, dan pasar saham. Meningkatnya penyaluran kredit sejalan dengan turunnya suku bunga perbankan juga akan membuat perekonomian tahun ini tumbuh berkelanjutan (sustainable) karena daya beli masyarakat lebih terjaga.

Kebijakan moneter terus diarahkan untuk menjaga likuiditas perekonomian agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Efektivitas kebijakan moneter akan terus ditingkatkan guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Rupiah. Dengan nilai tukar rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terjaga, laju inflasi pada tahun 2016 diperkirakan sebesar 5,5 persen. Ke depan, kebijakan moneter akan diarahkan untuk mengelola permintaan domestik agar sejalan dengan upaya untuk menjaga keseimbangan eksternal. Kebijakan tersebut terdiri dari lima pilar yaitu; Pertama, kebijakan suku bunga akan ditempuh secara konsisten dengan perkiraan inflasi ke depan agar tetap terjaga dalam kisaran target yang ditetapkan. Kedua, kebijakan nilai tukar akan diarahkan untuk menjaga pergerakan Rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Ketiga, kebijakan makro prudensial diarahkan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan dan mendukung terjaganya keseimbangan internal maupun eksternal. Keempat, penguatan strategi komunikasi kebijakan untuk mengelola ekspektasi inflasi. Kelima, penguatan

Gambar

Tabel 3.2. Laju Pertumbuhan Riil PDRB Menurut Lapangan Usaha (persen), 2012─2015  Lapangan Usaha  2012  2013  2014*  2015**
Tabel 3.4. Kontribusi Kategori Terhadap PDRB Kabupaten Subang  (persen),
Gambar 2.3   LPE Tahun 2011-2016  0.00%1.00%2.00%3.00%4.00%5.00%6.00% 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 20184.45% 4.52% 3.10% 5.29% 5.02% 5.40% 5.35%  5.40% LPE  LPE
Gambar 2.2 Perkembangan NTB Kategori Industri Pengolahan  Tahun 2010 – 2014 (juta rupiah)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2018 merupakan pedoman dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

KUA merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangkaian tahapan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang terdiri dari RKPD, Kebijakan Umum

Kebijakan Umum APBD (KUA) dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat

A szociáldarwinista geopolitika elemzése során két szerzőt emel ki Szilágyi István: Friedrich Ratzelt, aki a német geopolitikai iskola atyja volt, illetve Rudolf Kjellént, aki

Pada kesempatan ini akan diteliti salah satu geguritan yang berjudul "Geguritan Nyepi" .Beberapa kekhasan dalam teks Geguritan Nyepi membuat

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2017 merupakan pedoman dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

Empat nomor halaman teletext pilihan Anda dapat diberi kode warna dan dapat dipilih dengan mudah dengan menekan tombol warna yang sesuai pada remote kontrol. 1 Tekan

Sapi Simmental purebred dalam penelitian ini diperoleh dari dua lokasi yaitu BIBD Tuah Sakato Sumatera Barat (9 ekor) dan BIB Lembang Jawa Barat (14 ekor)