• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

2. Waktu Kerja

Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

3. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal.

4. Pembuatan kurva kalibrasi

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.

5. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6.

Menurut Settle (1997), komponen yang penting dari instrumen spektrofotometer ultraviolet atau sinar tampak dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3. Diagram Blok dari Instrumen Spektrofotometer UV/Vis Menurut Settle (1997), komponen instrumentasi dari spektrofotometer yaitu:

a. Sumber cahaya

Sumber cahaya yang ideal menghasilkan energi dengan intensitas yang tinggi yang stabil secara terus-menerus pada rentang spektra yang diinginkan. Lampu tungsten incandescent dengan penutup kaca menghasilkan panjang gelombang dengan rentang 320 hingga 2500 nm. Oleh karena itu, lampu ini digunakan pada rentang sinar tampak. Lampu hidrogen atau deutrium merupakan lampu yang menghasilkan sinar pada rentang 180 hingga 370 nm. Lampu deutrium ini merupakan sumber cahaya yang paling banyak digunakan untuk spektrofotometer ultraviolet.

b. Alat pengisolasi panjang gelombang (monokromator)

Guna dari alat ini adalah untuk memisahkan panjang gelombang dari cahaya yang berasal dari sumber cahaya dan mengisolasi panjang gelombang tertentu

yang diinginkan. c. Kompartemen sampel

Kompartemen sampel harus tahan terhadap cahaya dan menyediakan alat penahan sel yang bagus di mana kedua sisi sel terletak pada sudut yang tepat pada sinar yang masuk dan sinar yang keluar.

d. Detektor

Sinar yang diteruskan diterima oleh elemen dioda dari detektor, dipindai dalam beberapa milidetik dan pemroses data digital menghasilkan spektrum.

e. Data output dan data-processing device

Alat pengeluar sinyal dapat berfungsi sebagai meter absorbansi analog atau meter transmitansi di mana data dibaca, direkam dan diproses oleh operator. Beberapa sistem menggunakan sirkuit logis yang menyediakan pembacaan digital untuk transmitansi, absorbansi atau konsentrasi.

2.10 Validasi Metode Analisis

Validasi metode merupakan proses dokumentasi atau pembuktian bahwa metode analisis menyediakan data analisis yang dapat diterima untuk penggunaan yang disengaja (Christian, 2004).

Menurut Christian (2004), secara umum validasi metode meliputi:

- Selektivitas

Selektivitas adalah kemampuan suatu metode untuk dapat mengukur analit yang diinginkan dalam matriks sampel yang dianalisa tanpa gangguan dari matriks (termasuk analit lainnya). Efek dari matriks bisa positif maupun negatif.

- Linearitas

Studi linearitas memverifikasi bahwa respon linear secara proporsional terhadap konsentrasi analit dalam rentang konsentrasi dari larutan sampel. Studi ini harus dilakukan menggunakan larutan standar pada lima konsentrasi yang berbeda, dalam rentang dari 50% hingga 150% dari konsentrasi analit sasaran. Masing-masing standar harus diukur paling sedikit tiga kali.

- Akurasi

Akurasi adalah derajat persetujuan antara nilai yang terukur dengan nilai yang sebenarnya. Nilai absolut sebenarnya jarang diketahui. Definisi yang lebih realistis dari akurasi adalah persetujuan antara nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya yang dapat diterima. Akurasi dari metode analisis dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu:

a. Studi perolehan kembali

b. Perbandingan hasil menggunakan metode lain yang akurat c. Analisis dari materi referensi

- Presisi

Presisi didefinisikan sebagai derajat persetujuan antara replikasi pengukuran dari jumlah yang sama. Yaitu keterulangan dari hasil. Presisi dapat diekspresikan sebagai standar deviasi, koefisien variasi, rentang data atau sebagai interval kepercayaan (mis. 95%) dari nilai rata-rata. Presisi yang baik tidak menjamin akurasi yang baik

- Sensitivitas

Sensitivitas merupakan kemampuan untuk membedakan dua konsentrasi yang berbeda dan ditentukan dengan kemiringan dari kurva kalibrasi.

- Rentang (Range)

Rentang kerja dari metode analisis adalah rentang konsentrasi di mana akurasi dan presisi yang dapat diterima tercapai.

- Batas Deteksi

Batas deteksi merupakan tingkat konsentrasi terendah yang dapat dikatakan secara statistik berbeda dari blanko.

- Batas Kuantitasi

Batas kuantitasi merupakan konsentrasi terendah yang dapat diukur di dalam matriks sampel pada tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima.

- Ruggedness atau robustness

Ruggedness merupakan presisi dari suatu laboratorium pada beberapa hari, yang meliputi beberapa analis, beberapa instrumen, sumber-sumber pereaksi yang berbeda, kolom kromatografi yang berbeda, dan sebagainya. Robustness merujuk seberapa sensitif pengaruh suatu perubahan kecil

dalam parameter, misalnya ukuran sampel, suhu, pH larutan, konsentrasi pereaksi, waktu reaksi, dan sebagainya.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dimulai dari Januari 2013 hingga Maret 2013.

3.2Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan adalah herba seledri daun (Apium graveolens L. var. secalinum alef) dan sediaan jamu herba seledri yang beredar di pasaran (Gambar dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 66 dan Lampiran 21, halaman 67).

3.2.2 Pereaksi

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analis keluaran E. Merck yaitu tembaga (II) sulfat, asam sulfat 96%-97%, natrium hidroksida, kalium natrium tartrat, perak nitrat, ammonium hidroksida, natrium fosfat, ammonium molibdat kecuali aquadest (CV. Rudang Jaya) dan vitamin C (CSPC Weisheng Pharmaceutical CO., Ltd.)

3.3Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-Visible (Shimadzu Mini 1240), alat-alat gelas, blender (Kris), neraca analitik (Boeco), spatula, termometer, penangas air dan stopwatch.

3.4Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Pereaksi Ag Ammoniakal

Larutkan 3 g AgNO3 dengan 30 ml aquadest (larutan A) dan 3 g NaOH

dengan 30 ml aquadest (larutan B). Kemudian campurkan larutan A dan larutan B dengan perbandingan volume yang sama ke dalam tabung reaksi yang bersih, dan tambahkan larutan ammonia yang telah diencerkan setetes demi setetes hingga perak oksida larut (Vogel, 1974).

3.4.2 Pereaksi Fehling

Larutan A. Larutkan 34,64 g kristal CuSO4 dengan aquadest yang

mengandung beberapa tetes asam sulfat, dan encerkan larutan hingga 500 ml (Vogel, 1974).

Larutan B. Larutkan 60 g NaOH murni dan 173 g garam Rochelle (kalium natrium tartrat) dengan aquadest, jika perlu disaring, dan diencerkan hingga 500 ml (Vogel, 1974).

3.4.3 Pereaksi Fosfomolibdenum

Sebanyak 494,3 mg ammonium molibdat dan 459,0 mg natrium fosfat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dengan aquadest, ditambahkan 3,26 ml asam sulfat pekat, dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda (Prieto, et al., 1999).

3.5Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah herba seledri daun (Apium graveolens L. var. secalinum alef) yang diambil secara purposif dari Pasar Tradisional Sei

Sikambing, Medan, Sumatera Utara dan sediaan jamu herba seledri (Apium graveolens L.) dari pusat perbelanjaan Hypermart, Sun Plaza, Medan, Sumatera Utara.

3.5.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanese, Bidang Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.5.3 Prosedur Maserasi Herba Seledri

Seledri dibersihkan, dipotong-potong dan dihaluskan menggunakan blender. Seledri yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam wadah kaca berwarna gelap, kemudian dimaserasi dengan 1 liter aquadest. Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, dengan disimpan di dalam lemari gelap, sambil diaduk 6 jam sekali, diambil bagian yang jernih.

3.5.4 Identifikasi Sifat Antioksidan Berdasarkan Daya Reduksi 3.5.4.1Reaksi Ag Ammoniakal

Tambahkan beberapa tetes dari larutan sampel ke dalam 2-3 ml larutan Ag ammoniakal (yang mengandung ion [Ag(NH3)2]+ di dalam tabung reaksi

yang bersih (Vogel, 1974). 3.5.4.2Reaksi Fehling

Dimasukkan 4 ml larutan Fehling yang baru dibuat (dengan mencampurkan larutan Fehling A (larutan CuSO4) dan larutan B (larutan

alkalin tartrat) dalam jumlah yang sama) ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 2-3 tetes larutan sampel dan didihkan larutan (Vogel, 1974).

3.5.5 Pengukuran Kapasitas Antioksidan

3.5.5.1Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C

Ditimbang vitamin C sebanyak 100 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dan dilarutkan dengan aquadest sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi vitamin C pada Larutan Induk Baku (LIB) I adalah 1000 µg/ml.

3.5.5.2Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Dari LIB I (1000 µg/ml) dipipet 7 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda (konsentrasi 140 µg/ml). Kemudian dipipet 0,5 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 5 ml larutan pereaksi fosfomolibdenum. Diperoleh konsentrasi vitamin C pada larutan ini adalah 12,7273 µg/ml. Kemudian diinkubasi selama 60 menit pada suhu 90ºC dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400-800 nm.

3.5.5.3Penentuan Waktu Kerja

Dari LIB I (1000 µg/ml) dipipet 7 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda (konsentrasi 140 µg/ml). Kemudian dipipet 0,5 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 5 ml larutan pereaksi. Diperoleh konsentrasi vitamin C pada larutan ini adalah 12,7273 µg/ml. Kemudian diinkubasi selama 60 menit pada suhu 90ºC dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang didapat pada

penentuan panjang gelombang maksimum mulai menit ke-21 setelah sampel diinkubasi hingga menit ke-50 dengan interval waktu 1 menit.

3.5.5.4Pengukuran Kurva Kalibrasi Vitamin C

Dari LIB I dipipet 4 ml, 5 ml, 6 ml, 7 ml dan 8 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dengan aquadest hingga garis tanda sehingga konsentrasi vitamin C yang diperoleh adalah 80 µg/ml, 100 µg/ml, 120 µg/ml, 140 µg/ml dan 160 µg/ml. Kemudian dipipet masing- masing 0,5 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml pereaksi. Konsentrasi vitamin C yang diperoleh adalah 7,2727 µg/ml, 9,0909 µg/ml, 10,9091 µg/ml, 12,7273 µg/ml dan 14,5454 µg/ml. Contoh perhitungan konsentrasi larutan standar dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 43. Kemudian diinkubasi pada suhu 90ºC selama 60 menit dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang didapat pada penentuan panjang gelombang maksimum dalam waktu kerja yang diperoleh.

3.5.5.5Uji Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri

Dipipet 20 ml hasil maserasi herba seledri, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Dipipet 0,5 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml pereaksi, diinkubasi pada suhu 90ºC selama 60 menit dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang didapat pada penentuan panjang gelombang maksimum dalam waktu kerja yang diperoleh.

3.5.5.6Uji Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran

Sebanyak 20 kapsul herba seledri ditimbang isinya dan digerus. Kemudian ditimbang serbuk setara 550 mg ekstrak herba seledri dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Dipipet 6 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Kemudian dipipet 0,5 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml pereaksi, diinkubasi pada suhu 90ºC selama 60 menit dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang didapat pada penentuan panjang gelombang maksimum dalam waktu kerja yang diperoleh.

3.6Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku = �Σ(Y �- Yi)

2

n - 2

LOD = 3 × SB slope

LOQ = 10 × SB slope

3.7Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode adisi dengan cara menambahkan sejumlah larutan standar vitamin C dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan. (Harmita, 2004). Masing-masing dilakukan sebanyak 6 kali replikasi kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kapasitas sampel.

Menurut Harmita (2004), Persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:

% Recovery= CF- CA

CA* ×100% Keterangan:

CF = Kapasitas antioksidan dalam sampel setelah penambahan baku

CA = Kapasitas antioksidan dalam sampel sebelum penambahan baku

CF* = Kapasitas antioksidan baku vitamin C yang ditambahkan

3.8Analisis Data Secara Statistik 3.8.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kapasitas antioksidan yang diperoleh dari hasil pengukuran masing- masing 6 larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q.

Q = �Nilai yang dicurigai - Nilai yang terdekat Nilai tertinggi - Nilai Terendah �

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 3.1, apabila Q>Qkritis maka data tersebut ditolak (Gandjar dan

Rohman, 2007)

Tabel 3.1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95%

Jumlah Observasi Nilai Qkritis

4 0,829 5 0,710 6 0,625 7 0,568 8 0,526 Sumber: Christian, 2004

Menurut Sudjana (2005), untuk menentukan kapasitas antioksidan di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

μ = X� ± t1/2α s

√n Keterangan : µ = interval kepercayaan

X = kapasitas rata-rata sampel

t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α = tingkat kepercayaan

s = standar deviasi

n = jumlah perlakuan

3.8.2 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode

dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut:

RSD= SD

x� ×100% Keterangan:

x� = Kapasitas rata-rata sampel SD = Standar deviasi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Identifikasi Sifat Antioksidan

Hasil dari identifikasi antioksidan berdasarkan daya reduksi secara dari hasil maserasi herba seledri dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Antioksidan Berdasarkan Daya Reduksi dari Hasil Maserasi Herba Seledri

Reaksi Ag Ammoniakal Reaksi Fehling Hasil Pengamatan (+) Cermin perak (+) Endapan merah bata

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa herba seledri memiliki antioksidan, karena memiliki daya reduksi terhadap pereaksi Ag ammoniakal dan pereaksi Fehling. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 50.

4.2Kapasitas Antioksidan

Pada penelitian ini telah dilakukan analisis untuk mengetahui kapasitas antioksidan di dalam hasil maserasi herba seledri dan sediaan jamu herba seledri yang beredar di pasaran. Analisis dilakukan dengan menggunakan instrumen spektrofotometer sinar tampak.

4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum

Panjang gelombang maksimum ditentukan menggunakan spektrofotometer sinar tampak dilakukan terhadap larutan standar vitamin C dengan konsentrasi 12,7273 µg/ml pada rentang panjang gelombang 400-800 nm.

Kurva panjang gelombang maksimum vitamin C dengan konsentrasi 12,7273 µg/ml dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 4.1. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C dengan Konsentrasi 12,7273 µg/ml

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa panjang gelombang maksimum dari kompleks Mo(V) yang berwarna hijau adalah pada 711,0 nm. Hal ini sesuai dengan literatur di mana warna hijau memberikan panjang gelombang maksimum pada rentang 680-780 nm (Harris, 2007).

4.2.2 Waktu Kerja

Waktu kerja yang didapat dengan mengukur larutan vitamin C dengan konsentrasi 12,7273 µg/ml pada panjang gelombang 711 nm dengan selang waktu satu menit selama 30 menit adalah pada menit ke-44 hingga menit ke-48 setelah proses inkubasi selesai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengukuran

kompleks Mo (V) stabil selama 5 menit. Kurva waktu kerja dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini.

Gambar 4.2. Kurva Waktu Kerja 4.2.3 Kurva Kalibrasi Vitamin C

Kurva kalibrasi vitamin C ditetapkan dengan membuat deret standar sebanyak 6 konsentrasi pada rentang 0,0000 µg/ml sampai dengan 14,5454 µg/ml pada panjang gelombang 711 nm.

Kurva kalibrasi vitamin C yang didapat dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.

Gambar 4.3. Kurva Kalibrasi Vitamin C pada Panjang Gelombang 711 nm 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5 15 25 35 45 55 A bs or ban si Waktu (menit) 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0 5 10 15 A bs or ban si Konsentrasi (µg/ml)

Dari kurva kalibrasi ini didapat persamaan regresinya adalah y = 0,0415x + 0,0077 dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9996. Menurut Adeeyinwo, dkk. (2013), nilai ini memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu 0,997. Nilai koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang linear antara sinyal detector yang terukur dengan jumlah antioksidan dalam sampel. Data kalibrasi dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 44 dan Lampiran 6, halaman 47.

4.2.4 Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri Uji kapasitas antioksidan dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dimana sampel terlebih dahulu dikeringkan, dihaluskan, dimaserasi, diencerkan, ditambahkan pereaksi, diinkubasi dan diukur serapannya. Kapasitas antioksidan dari hasil maserasi herba seledri ditentukan berdasarkan persamaan regresi kurva kalibrasi vitamin C. Data dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 51 dan Lampiran 10, halaman 52.

Hasil uji kapasitas antioksidan dari hasil maserasi herba seledri dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri No. Absorbansi

(y)

Konsentrasi (x) (µg/ml)

Kesetaraan Jumlah Antioksidan 1 g Seledri Segar dengan Berat

Vitamin C (mg) 1. 0,455 10,7783 0,59 2. 0,440 10,4169 0,57 3. 0,457 10,8265 0,59 4. 0,445 10,5373 0,58 5. 0,455 10,7783 0,59 6. 0,465 11,0193 0,61

Dari hasil perhitungan uji t, didapat bahwa dalam 1 g herba seledri segar ekivalen dengan kapasitas antioksidan vitamin C seberat (0,59 ± 0,0847) mg. Berdasarkan hasil penelitian Jung, et al. (2011), kapasitas antioksidan dari 1 g ekstrak air daun seledri secara metode fosfomolibdenum ekivalen dengan kapasitas antioksidan α-tokoferol seberat (47,50 ± 2,33) mg. Dapat dilihat adanya perbedaan hasil, hal ini dikarenakan sampel yang digunakan oleh Jung, et al. merupakan ekstrak herba seledri, dan pembanding yang digunakan berbeda.

4.2.5 Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran

Uji kapasitas antioksidan dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dimana sampel ditimbang, diencerkan, ditambahkan pereaksi, diinkubasi dan diukur serapannya. Kapasitas antioksidan dari sediaan jamu herba seledri ditentukan berdasarkan persamaan regresi kurva kalibrasi vitamin C. Data dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 53 dan Lampiran 12, halaman 54.

Hasil uji kapasitas antioksidan dari sediaan jamu herba seledri yang beredar di pasaran dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3. Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran

No. Absorbansi (y)

Konsentrasi (x) (µg/ml)

Kesetaraan Jumlah Antioksidan 1 g Ekstrak Herba Seledri dengan Berat

Vitamin C (mg) 1. 0,390 9,2120 30,71 2. 0,378 8,9229 29,74 3. 0,396 9,3566 31,19 4. 0,412 9,7422 32,48

5. 0,389 9,1880 30,63

6. 0,402 9,5012 31,66

Dari hasil perhitungan uji t, didapat bahwa dalam 1 gram ekstrak herba seledri dalam sediaan jamu herba seledri ekivalen dengan kapasitas antioksidan vitamin C seberat (31,07 ± 5,8049) mg vitamin C.

4.2.6 Pembahasan Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri dengan Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran

Kapasitas antioksidan dari hasil maserasi herba seledri dengan sediaan jamu herba seledri yang beredar di pasaran yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4. Hasil Kapasitas Antioksidan Sampel Kesetaraan Jumlah

Antioksidan Hasil Maserasi 1 g Seledri Segar

dengan Berat Vitamin C (mg)

Kesetaraan Jumlah Antioksidan 1 g Ekstrak Herba Seledri dalam Sediaan

Jamu Herba Seledridengan Berat Vitamin C

(mg) Kapasitas

Antioksidan 0,59 ±0,0847 31,07 ± 5,8049

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa terdapat adanya perbedaan kapasitas antioksidan, sediaan jamu herba seledri menunjukkan kapasitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan hasil maserasi herba seledri. Hal ini dikarenakan sediaan jamu herba seledri adalah ekstrak kering herba seledri yang berbeda dengan sampel herba seledri yang digunakan dalam penelitian ini, dan tidak diketahui pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi sediaan jamu herba seledri tersebut.

4.3Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Dari persamaan garis regresi vitamin C yaitu y = 0,0415x + 0,0077, dapat dicari batas deteksi maupun batas kuantitasinya. Di mana batas deteksi merupakan konsentrasi analit terendah yang mampu menghasilkan signal cukup besar sehingga mampu terdeteksi dan dapat dibedakan dengan signal blanko dengan tingkat kepercayaan 99%. Batas kuantitasi merupakan konsentrasi analit yang menghasilkan signal lebih besar dari blanko atau jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama dan dapat dikuantitasi dengan akurasi dan presisi yang baik.

Dari hasil perhitungan secara statistik menggunakan persamaan regresi, maka diperoleh nilai LOD adalah 0,4168 µg/ml instrumen tidak dapat membedakan sinyal antara blanko dan antioksidan pada konsentrasi di bawah ini dan nilai LOQ adalah 1,3894 μg/ml. Konsentrasi analit yang terukur di bawah nilai ini memberikan ketelitian dan ketepatan yang tidak baik. Perhitungan limit deteksi dan limit kuantitasi tertera pada Lampiran 17, halaman 63.

4.4Persen Perolehan Kembali (% Recovery)

Uji perolehan kembali dilakukan dengan penambahan sejumlah konsentrasi tertentu standar vitamin C yang telah diketahui ke dalam sampel dan memperlakukannya sama seperti uji sampel tersebut. Uji ini dapat menunjukkan adanya galat sistematik yang dapat mempengaruhi metode analisis. Galat sistematik dapat menyebabkan hasil analisis menjadi lebih besar atau lebih kecil. Beberapa contoh penyebab galat sistematik di antaranya

adalah galat pada saat pengambilan sampel, kurva kalibrasi yang tidak linear, serta galat yang disebabkan oleh instrumen dan peralatan kaca yang digunakan (Harvey, 2000).

Dengan adanya penambahan standar vitamin C pada sampel hasil maserasi herba seledri, maka pada panjang gelombang 711 nm, terjadi peningkatan absorbansi yang cukup signifikan. Uji perolehan kembali didapat sebesar 91,52%

Sedangkan pada sampel sediaan jamu herba seledri didapat persen perolehan kembali sebesar 96,82%.

Persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang baik pada saat pemeriksaan kapasitas antioksidan dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan rata-rata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang 80-120% (Ermer dan Miller, 2005). Perhitungan perolehan kembali ditunjukkan pada Lampiran 15, halaman 59 dan Lampiran 16, halaman 60.

4.5Simpangan Baku Relatif

Dari perhitungan yang dilakukan terhadap data hasil uji kapasitas antioksidan pada hasil maserasi herba seledri dan sediaan jamu herba seledri yang beredar di pasaran, diperoleh nilai simpangan baku relatif (RSD) sebesar 4,41% untuk hasil maserasi herba seledri dan 6,62% untuk sediaan jamu herba seledri yang beredar di pasaran. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 65 dan Lampiran 19, halaman 65. Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million

(ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan: - Herba seledri mempunyai sifat antioksidan, berdasarkan daya reduksinya

Dokumen terkait