• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Dan Uji Kapasitas Antioksidan Herba Seledri (Apium Graveolens L.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Dan Uji Kapasitas Antioksidan Herba Seledri (Apium Graveolens L.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN UJI KAPASITAS

ANTIOKSIDAN HERBA SELEDRI

(Apium graveolens L.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

SKRIPSI

OLEH:

VIVIAN

NIM 091501040

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

IDENTIFIKASI DAN UJI KAPASITAS

ANTIOKSIDAN HERBA SELEDRI

(Apium graveolens L.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

VIVIAN

NIM 091501040

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

IDENTIFIKASI DAN UJI KAPASITAS ANTIOKSIDAN HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

OLEH: VIVIAN

NIM 091501040

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 15 Juni 2013

Pembimbing I

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Pembimbing II

Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001

Panitia Penguji,

Dra. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt. NIP 194909061980032001

Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt. NIP 195008261974122001

Medan, Juni 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitan dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi

salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara, dengan judul Identifikasi dan Uji Kapasitas

Antioksidan Herba Seledri (Apium graveolens L.) secara Spektrofotometri

Sinar Tampak.

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati dan hormat, penulis

mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt.,

dan Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., yang telah membimbing dengan

sangat baik, memberikan petunjuk, saran-saran dan motivasi selama penelitian

hingga selesainya skripsi ini, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.,

selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan

bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan

pendidikan, Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., Ibu Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt.,

dan Ibu Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang

telah mendidik selama perkuliahan, teman-teman yang selalu memberikan

dukungan, Riyan Tanady, Cut Shafa Safira dan Christine. Serta seluruh pihak

(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada

terhingga kepada kedua orangtua, Bong Syak Fo dan Deliana Junus, serta

abang tercinta, Benny, yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan

semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati,

penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya,

penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013 Penulis,

Vivian

(6)

IDENTIFIKASI DAN UJI KAPASITAS ANTIOKSIDAN DARI HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK ABSTRAK

Seledri (Apium graveolens L.) merupakan salah satu sayuran, dan dalam pengobatan tradisional digunakan untuk antihipertensi. Berdasarkan kandungan kimia herba seledri yang terdiri dari senyawa flavonoid dan senyawa fenolik, herba seledri dapat dijadikan salah satu sumber antioksidan alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menguji dan membandingkan kapasitas antioksidan dari herba seledri yang dimaserasi dengan sediaan jamu herba seledri.

Identifikasi antioksidan dilakukan dengan menentukan daya reduksi dari herba seledri, menggunakan reaksi Ag ammoniakal dan reaksi Fehling. Uji kapasitas antioksidan dilakukan dengan metode fosfomolibdenum, yang akan mereduksi Mo (VI) menjadi Mo (V) yang terdapat dalam kompleks fosfomolibdenum pada pH asam, sehingga terjadi perubahan warna menjadi warna hijau. Warna yang terbentuk diukur menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 711 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa herba seledri memiliki sifat antioksidan, karena memberikan hasil positif terhadap reaksi Ag Ammoniakal dan reaksi Fehling. Hasil maserasi 1 g herba seledri segar ekivalen dengan kapasitas antioksidan vitamin C seberat (0,59 ± 0,0847) mg, dan 1 g ekstrak herba seledri dari sediaan jamu herba seledri ekivalen dengan kapasitas antioksidan vitamin C seberat (31,07 ± 5,8049) mg.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa herba seledri memiliki sifat antioksidan dan terdapat adanya perbedaan kapasitas antioksidan antara hasil maserasi herba seledri dan sediaan jamu herba seledri.

(7)

IDENTIFICATION AND DETERMINATION OF ANTIOXIDANT CAPACITY OF CELERY (Apium graveolens L.) HERB USING

VISIBLE SPECTROPHOTOMETRY METHOD ABSTRACT

Celery (Apium graveolens L.) is a kind of vegetable and is used in traditional medicinal as antihypertension. Based on its flavonoid and phenolic compounds content, celery can be a source of natural antioxidants. The objectives of this experiment are to identify, determine and compare the antioxidant capacity from macerated celery herb and traditional dosage form of celery herb.

The method of antioxidant identification is by determining the reducing properties of celery herb using silver nitrate ammoniacal reaction and Fehling reaction. The antioxidant capacity determination is done by phosphomolybdenum method, which will reduce Mo (VI) into Mo (V) in phosphomolybdenum complex in acidic pH so that the colour of the solution changed into green colour. This green colour is measured by visible spectrophotometer on 711 nm wavelength.

The results showed that the celery herb has antioxidant properties, by determining its reduction properties as it gave positive results towards silver nitrate ammoniacal reaction and Fehling reaction. 1 gram macerated fresh celery herb is equivalent to antioxidant capacity of (0.59 ± 0.0847) mg vitamin C and 1 gram of celery herb extract from the traditional dosage form of celery herb is equivalent to antioxidant capacity of (31.07 ± 5.89049) mg.

From this research, it can be concluded that celery herb has antioxidant properties and the macerated celery herb and the traditional dosage form of celery herb have different antioxidant capacity.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Umum ... 6

2.1.1 Taksonomi Seledri ... 6

2.1.2 Deskripsi Herba Seledri ... 6

2.1.3 Kandungan Kimia Herba Seledri ... 7

(9)

2.2.1 Mekanisme Antioksidan ... 8

2.2.2 Defisiensi Antioksidan ... 9

2.3 Senyawa Fenol ... 9

2.4 Reaksi Oksidasi-Reduksi ... 11

2.5 Reaksi Ag Ammoniakal ... 11

2.6 Reaksi Fehling ... 12

2.7 Metode Fosfomolibdenum ... 12

2.8 Vitamin C ... 13

2.9 Spektrofotometri ... 13

2.10 Validasi Metode Analisis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Bahan-bahan ... 19

3.2.1 Sampel ... 19

3.2.2 Pereaksi ... 19

3.3 Alat-alat ... 19

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 20

3.4.1 Pereaksi Ag Ammoniakal ... 20

3.4.2 Pereaksi Fehling ... 20

3.4.3 Pereaksi Fosfomolibdenum ... 20

3.5 Prosedur Penelitian ... 20

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 20

(10)

3.5.3 Pengolahan Sampel ... 21

3.5.4 Prosedur Maserasi Herba Seledri ... 21

3.5.5 Identifikasi Sifat Antioksidan Berdasarkan Daya Reduksi ... 21

3.5.5.1 Reaksi Ag Ammoniakal ... 21

3.5.5.2 Reaksi Fehling ... 22

3.5.6 Pengukuran Kapasitas Antioksidan ... 22

3.5.6.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C ... 22

3.5.6.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 22

3.5.6.3 Penentuan Waktu Kerja ... 22

3.5.6.4 Pengukuran Kurva Kalibrasi Vitamin C ... 23

3.5.6.5 Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri ... 23

3.5.6.6 Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran ... 24

3.6 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 24

3.7 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery) ... 25

3.8 Analisis Data Secara Statistik ... 25

3.8.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 25

3.8.2 Simpangan Baku Relatif ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Identifikasi Antioksidan ... 28

4.2 Kapasitas Antioksidan ... 28

(11)

4.2.2 Waktu Kerja ... 29

4.2.3 Kurva Kalibrasi Vitamin C ... 30

4.2.4 Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri ... 31

4.2.5 Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran ... 32

4.2.6 Pembahasan Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri dengan Sediaan Jamu Herba Seledri ... 33

4.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 34

4.4 Persen Perolehan Kembali (% Recovery) ... 34

4.5 Simpangan Baku Relatif ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95% ... 26

4.1 Hasil Identifikasi Antioksidan Secara Reaksi Kimia dari Hasil Maserasi Herba Seledri ... 28

4.2 Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri 31

4.3 Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri . 32

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Reaksi Fenol ... 10

2.2 Stabilisasi Radikal Fenoksi oleh Resonansi ... 10

2.3 Diagram Blok dari Instrumen Spektrofotometer UV/Vis ... 15

4.1 Kurva Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C dengan

Konsentrasi 12,7273 µg/ml ... 29

4.2 Kurva Waktu Kerja ... 30

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan Bahan-bahan untuk Pembuatan 100 ml Pereaksi

Fosfomolibdenum ... 40

2. Waktu Kerja ... 42

3. Contoh Perhitungan Konsentrasi Larutan Standar Vitamin C untuk Penentuan Kurva Kalibrasi ... 43

4. Kurva Kalibrasi Larutan Vitamin C dengan Berbagai Konsentrasi pada Panjang Gelombang 711 nm ... 44

5. Bagan Kerja ... 45

6. Perhitungan Persamaan Garis Regresi ... 47

7. Perhitungan Koefisien Korelasi ... 49

8. Gambar Hasil Identifikasi Antioksidan ... 50

9. Contoh Perhitungan Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri ... 51

10.Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri ... 52

11.Contoh Perhitungan Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran ... 53

12.Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran ... 54

13.Uji t ... 55

14.Contoh Perhitungan Perolehan Kembali Kapasitas Antioksidan dengan Metode Penambahan Baku ... 58

(15)

16.Perhitungan Perolehan Kembali Sampel Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran dengan Metode Penambahan

Baku ... 60

17.Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ... 63

18.Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kapasitas Antioksidan dari Hasil Herba Seledri ... 64

19.Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran ... 65

20.Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 66

21.Gambar Herba Seledri (Apium Graveolens L.) ... 67

22.Sediaan Jamu Herba Seledri ... 67

23.Sertifikat Analisis Baku Pabrik Vitamin C ... 68

(16)

IDENTIFIKASI DAN UJI KAPASITAS ANTIOKSIDAN DARI HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK ABSTRAK

Seledri (Apium graveolens L.) merupakan salah satu sayuran, dan dalam pengobatan tradisional digunakan untuk antihipertensi. Berdasarkan kandungan kimia herba seledri yang terdiri dari senyawa flavonoid dan senyawa fenolik, herba seledri dapat dijadikan salah satu sumber antioksidan alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menguji dan membandingkan kapasitas antioksidan dari herba seledri yang dimaserasi dengan sediaan jamu herba seledri.

Identifikasi antioksidan dilakukan dengan menentukan daya reduksi dari herba seledri, menggunakan reaksi Ag ammoniakal dan reaksi Fehling. Uji kapasitas antioksidan dilakukan dengan metode fosfomolibdenum, yang akan mereduksi Mo (VI) menjadi Mo (V) yang terdapat dalam kompleks fosfomolibdenum pada pH asam, sehingga terjadi perubahan warna menjadi warna hijau. Warna yang terbentuk diukur menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 711 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa herba seledri memiliki sifat antioksidan, karena memberikan hasil positif terhadap reaksi Ag Ammoniakal dan reaksi Fehling. Hasil maserasi 1 g herba seledri segar ekivalen dengan kapasitas antioksidan vitamin C seberat (0,59 ± 0,0847) mg, dan 1 g ekstrak herba seledri dari sediaan jamu herba seledri ekivalen dengan kapasitas antioksidan vitamin C seberat (31,07 ± 5,8049) mg.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa herba seledri memiliki sifat antioksidan dan terdapat adanya perbedaan kapasitas antioksidan antara hasil maserasi herba seledri dan sediaan jamu herba seledri.

(17)

IDENTIFICATION AND DETERMINATION OF ANTIOXIDANT CAPACITY OF CELERY (Apium graveolens L.) HERB USING

VISIBLE SPECTROPHOTOMETRY METHOD ABSTRACT

Celery (Apium graveolens L.) is a kind of vegetable and is used in traditional medicinal as antihypertension. Based on its flavonoid and phenolic compounds content, celery can be a source of natural antioxidants. The objectives of this experiment are to identify, determine and compare the antioxidant capacity from macerated celery herb and traditional dosage form of celery herb.

The method of antioxidant identification is by determining the reducing properties of celery herb using silver nitrate ammoniacal reaction and Fehling reaction. The antioxidant capacity determination is done by phosphomolybdenum method, which will reduce Mo (VI) into Mo (V) in phosphomolybdenum complex in acidic pH so that the colour of the solution changed into green colour. This green colour is measured by visible spectrophotometer on 711 nm wavelength.

The results showed that the celery herb has antioxidant properties, by determining its reduction properties as it gave positive results towards silver nitrate ammoniacal reaction and Fehling reaction. 1 gram macerated fresh celery herb is equivalent to antioxidant capacity of (0.59 ± 0.0847) mg vitamin C and 1 gram of celery herb extract from the traditional dosage form of celery herb is equivalent to antioxidant capacity of (31.07 ± 5.89049) mg.

From this research, it can be concluded that celery herb has antioxidant properties and the macerated celery herb and the traditional dosage form of celery herb have different antioxidant capacity.

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Antioksidan adalah senyawa kimia baik alami maupun sintetik yang

dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga

radikal bebas tersebut dapat dinetralkan (Suhartono, et al., 2002). Berdasarkan

sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

antioksidan buatan (sintetik) (Gupta dan Sharma, 2006). Tubuh manusia tidak

mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi

paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen.

Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui

dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif

yang sangat dibutuhkan (Rohdiana dan Widiantara, 2011).

Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang

disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit

degeneratif serta mampu menghambat peroksidasi lipid pada makanan.

Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa

tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi

dalam struktur molekulnya (Sunarni, 2005).

Herba seledri mengandung tanin, steroid, senyawa fenolik, terpenoid,

flavonoid, minyak atsiri dan saponin (Shad, et al., 2011). Berdasarkan

(19)

senyawa yang dapat bermanfaat sebagai antioksidan disebabkan ketiga

senyawa tersebut mempunyai daya reduksi (Lingga, 2012).

Pemanfaatan seledri di Indonesia lebih dikenal sebagai bumbu masak

untuk memperkaya cita rasa makanan, tetapi seledri juga digunakan dalam

berbagai pengobatan dengan cara dimakan langsung, diseduh, maupun

dijadikan jus kemudian diminum. Di pasaran, juga beredar dalam bentuk

sediaan jamu, misalnya Tensigard Agromed (PT. Phapros), Celery (PT.

Sidomuncul) dan Seleri (PT. Borobudur).

Pemeriksaan kuantitatif kapasitas antioksidan dalam herba seledri dapat

dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri sinar tampak karena

metode spektrofotometri sinar tampak sangat baik digunakan untuk mengukur

larutan yang berwarna pada konsentrasi kecil (µg/ml). Berbagai metode yang

dapat digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan antara lain metode

2-2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH), 2,2’-azino-bis-3-ethylbenz-

thiazoline-6-sulphonic acid (ABTS), Ferric Reducing Ability of Plasma

(FRAP) dan fosfomolibdenum.

Metode DPPH memiliki beberapa kekurangan, antara lain hanya dapat

digunakan untuk mengukur antioksidan yang larut dalam pelarut organik,

terutama alkohol dan sangat sensitif terhadap cahaya, oksigen, pH dan tipe

pelarut. Sedangkan metode FRAP tidak dapat mengukur antioksidan dengan

gugus thiol (mengandung –SH) seperti glutation dan metode ini hanya terbatas

untuk antioksidan yang larut dalam air, dan karotenoid tidak memiliki

(20)

Metode ABTS sangat sensitif terhadap cahaya, bahkan pembentukan ABTS·-

memerlukan waktu inkubasi selama 12-16 jam dalam kondisi gelap (Alali, et

al., 2007).

Metode fosfomolibdenum merupakan metode spektrofotometri untuk

menentukan kapasitas antioksidan secara kuantitatif. Metode ini berdasarkan

reduksi dari Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh analyte sampel dan pembentukan

kompleks fosfat/Mo (V) yang berwarna hijau pada suasana asam dan

digunakan antioksidan lain sebagai pembanding (Prieto, et al., 1999).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk

mengidentifikasi dan menentukan kapasitas antioksidan dari herba seledri.

Sampel yang digunakan yaitu herba seledri dan sediaan jamu herba seledri.

Pemeriksaan kualitatif antioksidan dari herba seledri dilakukan berdasarkan

daya reduksinya dengan reaksi Ag ammoniakal dan reaksi Fehling. Penetapan

kapasitas antioksidan dari herba seledri dengan metode fosfomolibdenum

karena memiliki beberapa keuntungan antara lain pelaksanaannya relatif cepat

dan sederhana dan bahan yang digunakan sedikit (Prieto, et al., 1999). Sebagai

pembanding digunakan vitamin C. Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam

air dan merupakan donor elektron yang menyumbang elektron ke dalam reaksi

biokimia intra dan ekstra seluler (Lingga, 2012) sehingga vitamin C dapat

digunakan sebagai antioksidan pembanding dalam penetapan kapasitas

(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah:

a. Apakah herba seledri mempunyai antioksidan, yang dapat diidentifikasi

berdasarkan daya reduksinya secara reaksi kimia?

b. Apakah kapasitas antioksidan dari herba seledri dapat ditentukan dengan

metode fosfomolibdenum?

c. Apakah kapasitas antioksidan dari hasil maserasi herba seledri dan sediaan

jamu herba seledri berbeda?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian

ini adalah:

a. Herba seledri mempunyai antioksidan dan dapat diidentifikasi berdasarkan

daya reduksinya secara reaksi kimia dengan reaksi Ag ammoniakal dan

reaksi Fehling.

b. Kapasitas antioksidan dari herba seledri dapat ditentukan dengan metode

fosfomolibdenum.

c. Terdapat adanya perbedaan kapasitas antioksidan dari hasil maserasi herba

(22)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengevaluasi herba seledri mempunyai antioksidan berdasarkan

daya reduksinya dan dapat diidentifikasi secara reaksi kimia.

b. Untuk mengetahui penentuan kapasitas antioksidan dari herba seledri

secara metode fosfomolibdenum.

c. Untuk mengetahui adanya perbedaan kapasitas antioksidan dari hasil

maserasi herba seledri dan sediaan jamu herba seledri.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

baru dalam ilmu pangan terutama mengenai antioksidan yang terkandung

dalam herba seledri sehingga akan mendorong pengembangan lebih lanjut

tentang pemanfaatan bahan makanan tersebut dalam menunjang kebutuhan

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Umum

Seledri dapat dijadikan sebagai salah satu sumber antioksidan. Meskipun

hanya dikonsumsi dalam jumlah sedikit, konsumsi seledri cukup berarti untuk

membantu memenuhi kebutuhan tubuh akan antioksidan eksogen (Lingga,

2012).

2.1.1 Taksonomi Seledri

Adapun taksonomi tanaman seledri menurut Herbarium Medanense

(2013) yaitu sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Suku : Apiales

Famili : Apiaceae

Marga : Apium

Spesies : Apium graveolens L.

2.1.2 Deskripsi Herba Seledri

Tumbuhan yang tingginya dapat mencapai 0,8 m, berbau khas jika

diremas. Akar tebal, berumbi kecil. Batang bersegi nyata, berlubang, tidak

berambut. Daun majemuk menyirip sederhana atau beranak daun 3, anak daun

melebar, pangkal berbentuk segitiga terbalik (pasak), hijau mengkilat, ujung

(24)

melebar. Perbungaan berupa bunga majemuk payung, tanpa atau dengan

tangkai tetapi panjangnya tidak lebih dari 2 cm, anak payung 6-15 cabang,

ukuran 1-3 cm, 6-25 bunga, tangkai bunga 2-3 mm, daun mahkota

putih-kehijauan atau putih-kekuningan, panjang mahkota bunga 0,5-0,75 mm.

Panjang buah rata-rata 1 mm (Badan POM RI, 2010).

Menurut jenisnya, seledri dibagi menjadi tiga golongan, yaitu seledri

daun (Apium graveolens L var. secalinum alef), seledri batang (Apium

graveolens L var. sylvestre alef), dan seledri umbi (Apium graveolens L. var.

rapaceum alef). Seledri daun tumbuh baik di tanah yang agak kering, seledri

batang cocok tumbuh di tanah yang mengandung pasir, kerikil dan sedikit air,

dan seledri umbi tumbuh baik di tanah yang gembur dan banyak mengandung

air dengan bentuk batangnya membesar membentuk umbi di permukaan tanah.

Di antara ketiga golongan seledri tersebut yang paling banyak ditanam di

Indonesia adalah seledri daun (Soewito, 1991).

2.1.3 Kandungan Kimia Herba Seledri

Herba seledri mengandung vitamin C, β-karoten, tanin, steroid, senyawa

fenol, terpenoid, flavonoid, minyak atsiri dan saponin (Shad, et al., 2011).

2.2 Antioksidan

Pada beberapa proses metabolisme dalam tubuh, terutama reaksi dengan

menggunakan oksigen, terbentuk molekul-molekul dengan kehilangan elektron

(tak berpasangan) di kulit luarnya. Zat-zat ini yang dinamakan radikal bebas,

bersifat sangat reaktif dan cenderung ‘menyerang’ molekul-molekul yang dapat

(25)

berupa antioksidan alamiah yang mudah dioksidasi (menyerahkan elektron)

dan yang menetralkan sebagian besar radikal bebas tersebut. Zat-zat berperan

sebagai antioksidan alamiah adalah vitamin A, C, dan E, serta enzim-enzim

alamiah glutationperoksidase (GPx), superoksida-dismutase (SOD) dan

katalase (Tan dan Rahardja, 2010).

Kebanyakan antioksidan alamiah merupakan senyawa fenolik dari

tumbuhan yang terdapat pada semua bagian tanaman. Senyawa-senyawa

non-fenolik termasuk karotenoid dan fosfolipid juga dapat menunjukkan aktivitas

antioksidan pada kondisi-kondisi tertentu. Senyawa fenolik dari tumbuhan

memiliki beberapa fungsi. Senyawa-senyawa tersebut dapat berperan sebagai

radical scavengers, zat pengkhelat, singlet oxygen quencher atau agen

pereduksi (Caballero, 2003).

Senyawa dengan kandungan bioaktif tertentu yang memiliki kemampuan

sebagai antioksidan, melemahkan radikal bebas yang berpotensi sebagai

molekul reaktif jika bereaksi dengan oksigen (teroksidasi). Reaksi oksidasi

dihambat dengan cara reduksi. Karena itulah antioksidan juga disebut senyawa

pereduksi (Lingga, 2012).

2.2.1 Mekanisme Antioksidan

Menurut Lingga (2012), dalam menjalankan aktivitasnya, antioksidan

bekerja melalui berbagai cara. Setiap jenis antioksidan memiliki kinerja yang

bervariasi satu dengan yang lainnya. Cara kerja tersebut meliputi mekanisme

sebagai berikut:

(26)

- Mereduksi molekul radikal sehingga tidak menjadi berbahaya

- Memperbaiki kerusakan oksidatif

- Mengeliminasi molekul yang rusak

- Meningkatkan aktivitas enzim detoksifikasi tahap ke-2

- Mencegah terjadinya mutasi

Sistem pertahanan tubuh yang utama dilakukan oleh antioksidan

endogen, selebihnya dilakukan oleh antioksidan eksogen. Antioksidan endogen

merupakan antioksidan alami yang dihasilkan tubuh atau disebut pula sebagai

antioksidan primer, sedangkan antioksidan eksogen terdiri atas antioksidan

sekunder, antioksidan tersier, pengikat oksigen (oxygen scavenger) dan

pengikat logam (chelator atau sequestrans) (Lingga, 2012).

2.2.2 Defisiensi Antioksidan

Defisiensi antioksidan dalam tubuh akan mengakibatkan membran sel

dan/atau inti-sel dapat dirusak oleh radikal bebas. Akibatnya proses menua

jaringan dipercepat serta terjadi cacat pada DNA. Bila tidak direparasi atau

dimusnahkan oleh sistem imun, sel dapat memperbanyak diri menjadi sel-sel

ganas. Selain itu radikal bebas juga dianggap turut bertanggungjawab untuk

sejumlah gangguan lain, seperti pengeruhan lensa mata (staar, katarak) dan

pengendapan oksi-LDL kolesterol pada dinding pembuluh dengan terjadinya

aterosklerosis (Tan dan Rahardja, 2010).

2.3 Senyawa Fenol

Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari

(27)

satu atau dua gugus hidroksil. Umumnya mudah larut dalam air karena sering

berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola

sel (Harborne, 1987).

Senyawa fenol memiliki berbagai aktivitas biologis, antara lain sebagai

antioksidan, antimutagenik dan antikarsinogenik (Marinova, et al., 2005).

Radikal peroksi (ROO·) dan radikal hidroksi (HO·) menerima atom hidrogen

fenolik menghasilkan radikal fenoksi yang lebih stabil. Pembentukan radikal

fenoksi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

OH

O

Gambar 2.1. Reaksi Fenol

Radikal fenoksi distabilkan oleh delokalisasi elektron yang tidak

berpasangan di sekitar cincin aromatis. Stabilitas radikal fenoksi (RO·) akan

mengurangi kecepatan perambatan (propagasi) autooksidasi reaksi berantai.

Reaksi stabilisasi radikal fenoksi dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut (Fehir

dan McCusker, 2009).

O O O O

Gambar 2.2. Stabilisasi Radikal Fenoksi Flavonoid oleh Resonansi

(28)

2.4 Reaksi Oksidasi-Reduksi

Oksidasi adalah pengurangan elektron dan reduksi adalah penambahan

elektron. Sedangkan pada kimia organik, oksidasi adalah pengurangan

hidrogen, penambahan oksigen atau penambahan halogen. Oleh karena itu,

oksidasi dapat didefinisikan sebagai reaksi yang menambah elemen yang lebih

elektronegatif daripada karbon. Reduksi adalah penambahan hidrogen,

pengurangan oksigen atau pengurangan halogen (Sarker dan Nahar, 2007).

Agen pengoksidasi adalah senyawa yang mencari elektron, dan

merupakan spesies yang kekurangan elektron. Oleh karena itu, agen

pengoksidasi termasuk elektrofil. Dalam proses penambahan elektron, agen

pengoksidasi tereduksi. Hasil dari oksidasi adalah peningkatan jumlah ikatan

C–O atau pengurangan jumlah ikatan C–H (Sarker dan Nahar, 2007).

Sedangkan, agen pereduksi adalah senyawa yang memberikan elektron,

dan merupakan spesies yang kaya akan elektron. Oleh karena itu, agen

pereduksi termasuk nukleofil. Dalam proses pemberian elektron, agen

pereduksi teroksidasi. Hasil dari reduksi adalah penambahan jumlah ikatan C–

H atau pengurangan jumlah ikatan C–O (Sarker dan Nahar, 2007).

2.5 Reaksi Ag Ammoniakal

Pereduksi akan mereduksi Ag+ menjadi Ag sehingga terbentuk cermin

perak pada bagian dalam tabung reaksi. Reaksi yang terjadi adalah (Vogel,

1974):

2 AgNO3 + 2 NaOH → Ag2O ↓ + 2 NaNO3 + H2O

(29)

O O

Bila pereduksi direaksikan dengan larutan Fehling, kompleks cupri

tartrat, Cu2+ direduksi menjadi Cu+ yang tidak kompleks dan mengendap pada

larutan basa yang panas sebagai Cu2O yang berwarna merah (Joseph, 1957).

Larutan Fehling dapat ditunjukkan sebagai ekivalen terhadap larutan CuO dan

reaksinya dapat ditulis sebagai berikut (Kamm, 1923):

O O

Metode fosfomolibdenum merupakan metode spektrofotometri untuk

menentukan kapasitas antioksidan secara kuantitatif. Metode ini berdasarkan

reduksi dari Mo(VI) menjadi Mo(V) oleh analit sampel dan pembentukan

kompleks fosfat/Mo(V) yang berwarna hijau. Metode ini telah dioptimasi dan

dikarakterisasi terhadap interval linearitas, keterulangan dan koefisien absorpsi

molar untuk kuantitasi dari beberapa antioksidan. Metode fosfomolibdenum

merupakan alternatif untuk metode-metode evaluasi kapasitas antioksidan

lainnya yang telah ada karena metode ini mudah dan pereaksinya murah

(Prieto, et al., 1999).

+ Ag(NH3)2OH → + 2 Ag ↓ + 3 NH3 ↑ + H2O

(30)

2.8 Vitamin C

Vitamin C adalah vitamin larut dalam air selain vitamin B kompleks.

Selain menjalankan fungsinya sebagai nutrisi bagi tubuh, vitamin C juga

merupakan antioksidan sekunder sekaligus sebagai antioksidan tersier (Lingga,

2012)

Vitamin C merupakan donor elektron yang menyumbang elektron ke

dalam reaksi biokimia intra dan ekstra seluler. Keberadaannya mampu

mereduksi oksigen reaktif dalam sel monosit, netrofil, lensa dan retina mata.

Vitamin C sanggup mereduksi radikal superoksida, peroksida, hidroksil, asam

klorida, dan oksigen reaktif dari netrofil dan monosit yang teraktivasi (Lingga,

2012).

2.9 Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu

atom atau molekul pada panjang gelombang tertentu. Daerah spektrum

ultraviolet biasanya dianggap berkisar dari 200 hingga 400 nm dan daerah sinar

tampak dari 400 hingga 800 nm (Settle, 1997).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet dan sinar

tampak yaitu:

1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain

atau direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat menyerap sinar

(31)

2. Waktu kerja (operating time)

Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu

kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran

dengan absorbansi larutan.

3. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah

panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal.

4. Pembuatan kurva kalibrasi

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi

kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang

merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.

5. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2

sampai 0,6.

Menurut Settle (1997), komponen yang penting dari instrumen

spektrofotometer ultraviolet atau sinar tampak dapat dilihat pada Gambar 2.3 di

(32)

Gambar 2.3. Diagram Blok dari Instrumen Spektrofotometer UV/Vis Menurut Settle (1997), komponen instrumentasi dari spektrofotometer

yaitu:

a. Sumber cahaya

Sumber cahaya yang ideal menghasilkan energi dengan intensitas yang

tinggi yang stabil secara terus-menerus pada rentang spektra yang

diinginkan. Lampu tungsten incandescent dengan penutup kaca

menghasilkan panjang gelombang dengan rentang 320 hingga 2500 nm.

Oleh karena itu, lampu ini digunakan pada rentang sinar tampak. Lampu

hidrogen atau deutrium merupakan lampu yang menghasilkan sinar pada

rentang 180 hingga 370 nm. Lampu deutrium ini merupakan sumber

(33)

b. Alat pengisolasi panjang gelombang (monokromator)

Guna dari alat ini adalah untuk memisahkan panjang gelombang dari

cahaya yang berasal dari sumber cahaya dan mengisolasi panjang

gelombang tertentu

yang diinginkan.

c. Kompartemen sampel

Kompartemen sampel harus tahan terhadap cahaya dan menyediakan alat

penahan sel yang bagus di mana kedua sisi sel terletak pada sudut yang

tepat pada sinar yang masuk dan sinar yang keluar.

d. Detektor

Sinar yang diteruskan diterima oleh elemen dioda dari detektor, dipindai

dalam beberapa milidetik dan pemroses data digital menghasilkan

spektrum.

e. Data output dan data-processing device

Alat pengeluar sinyal dapat berfungsi sebagai meter absorbansi analog

atau meter transmitansi di mana data dibaca, direkam dan diproses oleh

operator. Beberapa sistem menggunakan sirkuit logis yang menyediakan

pembacaan digital untuk transmitansi, absorbansi atau konsentrasi.

2.10 Validasi Metode Analisis

Validasi metode merupakan proses dokumentasi atau pembuktian bahwa

metode analisis menyediakan data analisis yang dapat diterima untuk

(34)

Menurut Christian (2004), secara umum validasi metode meliputi:

- Selektivitas

Selektivitas adalah kemampuan suatu metode untuk dapat mengukur analit

yang diinginkan dalam matriks sampel yang dianalisa tanpa gangguan dari

matriks (termasuk analit lainnya). Efek dari matriks bisa positif maupun

negatif.

- Linearitas

Studi linearitas memverifikasi bahwa respon linear secara proporsional

terhadap konsentrasi analit dalam rentang konsentrasi dari larutan sampel.

Studi ini harus dilakukan menggunakan larutan standar pada lima

konsentrasi yang berbeda, dalam rentang dari 50% hingga 150% dari

konsentrasi analit sasaran. Masing-masing standar harus diukur paling

sedikit tiga kali.

- Akurasi

Akurasi adalah derajat persetujuan antara nilai yang terukur dengan nilai

yang sebenarnya. Nilai absolut sebenarnya jarang diketahui. Definisi yang

lebih realistis dari akurasi adalah persetujuan antara nilai yang terukur

dengan nilai sebenarnya yang dapat diterima. Akurasi dari metode analisis

dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu:

a. Studi perolehan kembali

b. Perbandingan hasil menggunakan metode lain yang akurat

(35)

- Presisi

Presisi didefinisikan sebagai derajat persetujuan antara replikasi

pengukuran dari jumlah yang sama. Yaitu keterulangan dari hasil. Presisi

dapat diekspresikan sebagai standar deviasi, koefisien variasi, rentang data

atau sebagai interval kepercayaan (mis. 95%) dari nilai rata-rata. Presisi

yang baik tidak menjamin akurasi yang baik

- Sensitivitas

Sensitivitas merupakan kemampuan untuk membedakan dua konsentrasi

yang berbeda dan ditentukan dengan kemiringan dari kurva kalibrasi.

- Rentang (Range)

Rentang kerja dari metode analisis adalah rentang konsentrasi di mana

akurasi dan presisi yang dapat diterima tercapai.

- Batas Deteksi

Batas deteksi merupakan tingkat konsentrasi terendah yang dapat

dikatakan secara statistik berbeda dari blanko.

- Batas Kuantitasi

Batas kuantitasi merupakan konsentrasi terendah yang dapat diukur di

dalam matriks sampel pada tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima.

- Ruggedness atau robustness

Ruggedness merupakan presisi dari suatu laboratorium pada beberapa hari,

yang meliputi beberapa analis, beberapa instrumen, sumber-sumber

pereaksi yang berbeda, kolom kromatografi yang berbeda, dan sebagainya.

(36)

dalam parameter, misalnya ukuran sampel, suhu, pH larutan, konsentrasi

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Kimia Farmasi

Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dimulai dari Januari

2013 hingga Maret 2013.

3.2Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan adalah herba seledri daun (Apium graveolens L.

var. secalinum alef) dan sediaan jamu herba seledri yang beredar di pasaran

(Gambar dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 66 dan Lampiran 21,

halaman 67).

3.2.2 Pereaksi

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analis

keluaran E. Merck yaitu tembaga (II) sulfat, asam sulfat 96%-97%, natrium

hidroksida, kalium natrium tartrat, perak nitrat, ammonium hidroksida, natrium

fosfat, ammonium molibdat kecuali aquadest (CV. Rudang Jaya) dan vitamin C

(CSPC Weisheng Pharmaceutical CO., Ltd.)

3.3Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer

UV-Visible (Shimadzu Mini 1240), alat-alat gelas, blender (Kris), neraca

(38)

3.4Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Pereaksi Ag Ammoniakal

Larutkan 3 g AgNO3 dengan 30 ml aquadest (larutan A) dan 3 g NaOH

dengan 30 ml aquadest (larutan B). Kemudian campurkan larutan A dan larutan

B dengan perbandingan volume yang sama ke dalam tabung reaksi yang bersih,

dan tambahkan larutan ammonia yang telah diencerkan setetes demi setetes

hingga perak oksida larut (Vogel, 1974).

3.4.2 Pereaksi Fehling

Larutan A. Larutkan 34,64 g kristal CuSO4 dengan aquadest yang

mengandung beberapa tetes asam sulfat, dan encerkan larutan hingga 500 ml

(Vogel, 1974).

Larutan B. Larutkan 60 g NaOH murni dan 173 g garam Rochelle

(kalium natrium tartrat) dengan aquadest, jika perlu disaring, dan diencerkan

hingga 500 ml (Vogel, 1974).

3.4.3 Pereaksi Fosfomolibdenum

Sebanyak 494,3 mg ammonium molibdat dan 459,0 mg natrium fosfat

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dilarutkan dengan aquadest,

ditambahkan 3,26 ml asam sulfat pekat, dicukupkan dengan aquadest hingga

garis tanda (Prieto, et al., 1999).

3.5Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah herba seledri daun (Apium graveolens L.

(39)

Sikambing, Medan, Sumatera Utara dan sediaan jamu herba seledri (Apium

graveolens L.) dari pusat perbelanjaan Hypermart, Sun Plaza, Medan,

Sumatera Utara.

3.5.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanese, Bidang

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

3.5.3 Prosedur Maserasi Herba Seledri

Seledri dibersihkan, dipotong-potong dan dihaluskan menggunakan

blender. Seledri yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam wadah kaca

berwarna gelap, kemudian dimaserasi dengan 1 liter aquadest. Ditutup dan

dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, dengan disimpan di dalam

lemari gelap, sambil diaduk 6 jam sekali, diambil bagian yang jernih.

3.5.4 Identifikasi Sifat Antioksidan Berdasarkan Daya Reduksi 3.5.4.1Reaksi Ag Ammoniakal

Tambahkan beberapa tetes dari larutan sampel ke dalam 2-3 ml larutan

Ag ammoniakal (yang mengandung ion [Ag(NH3)2]+ di dalam tabung reaksi

yang bersih (Vogel, 1974).

3.5.4.2Reaksi Fehling

Dimasukkan 4 ml larutan Fehling yang baru dibuat (dengan

mencampurkan larutan Fehling A (larutan CuSO4) dan larutan B (larutan

alkalin tartrat) dalam jumlah yang sama) ke dalam tabung reaksi. Tambahkan

(40)

3.5.5 Pengukuran Kapasitas Antioksidan

3.5.5.1Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C

Ditimbang vitamin C sebanyak 100 mg kemudian dimasukkan ke dalam

labu tentukur 100 ml, dan dilarutkan dengan aquadest sampai garis tanda.

Diperoleh konsentrasi vitamin C pada Larutan Induk Baku (LIB) I adalah 1000

µg/ml.

3.5.5.2Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Dari LIB I (1000 µg/ml) dipipet 7 ml, dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda

(konsentrasi 140 µg/ml). Kemudian dipipet 0,5 ml, dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 5 ml larutan pereaksi fosfomolibdenum. Diperoleh

konsentrasi vitamin C pada larutan ini adalah 12,7273 µg/ml. Kemudian

diinkubasi selama 60 menit pada suhu 90ºC dan didinginkan pada suhu kamar

kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400-800 nm.

3.5.5.3Penentuan Waktu Kerja

Dari LIB I (1000 µg/ml) dipipet 7 ml, dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda

(konsentrasi 140 µg/ml). Kemudian dipipet 0,5 ml, dimasukkan ke dalam

tabung reaksi ditambahkan 5 ml larutan pereaksi. Diperoleh konsentrasi

vitamin C pada larutan ini adalah 12,7273 µg/ml. Kemudian diinkubasi selama

60 menit pada suhu 90ºC dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur

(41)

penentuan panjang gelombang maksimum mulai menit ke-21 setelah sampel

diinkubasi hingga menit ke-50 dengan interval waktu 1 menit.

3.5.5.4Pengukuran Kurva Kalibrasi Vitamin C

Dari LIB I dipipet 4 ml, 5 ml, 6 ml, 7 ml dan 8 ml, masing-masing

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, diencerkan dengan aquadest hingga

garis tanda sehingga konsentrasi vitamin C yang diperoleh adalah 80 µg/ml,

100 µg/ml, 120 µg/ml, 140 µg/ml dan 160 µg/ml. Kemudian dipipet

masing-masing 0,5 ml, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml

pereaksi. Konsentrasi vitamin C yang diperoleh adalah 7,2727 µg/ml, 9,0909

µg/ml, 10,9091 µg/ml, 12,7273 µg/ml dan 14,5454 µg/ml. Contoh perhitungan

konsentrasi larutan standar dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 43.

Kemudian diinkubasi pada suhu 90ºC selama 60 menit dan didinginkan pada

suhu kamar kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang

maksimum yang didapat pada penentuan panjang gelombang maksimum dalam

waktu kerja yang diperoleh.

3.5.5.5Uji Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri

Dipipet 20 ml hasil maserasi herba seledri, dimasukkan ke dalam labu

ukur 50 ml, dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Dipipet 0,5 ml,

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml pereaksi, diinkubasi

pada suhu 90ºC selama 60 menit dan didinginkan pada suhu kamar kemudian

diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang didapat pada

(42)

3.5.5.6Uji Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran

Sebanyak 20 kapsul herba seledri ditimbang isinya dan digerus.

Kemudian ditimbang serbuk setara 550 mg ekstrak herba seledri dan

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dicukupkan dengan aquadest hingga

garis tanda. Dipipet 6 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, dicukupkan

dengan aquadest hingga garis tanda. Kemudian dipipet 0,5 ml, dimasukkan ke

dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 ml pereaksi, diinkubasi pada suhu

90ºC selama 60 menit dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur

absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang didapat pada

penentuan panjang gelombang maksimum dalam waktu kerja yang diperoleh.

3.6Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) merupakan jumlah terkecil

analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon

signifikan. Sedangkan batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ)

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama.

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku = �Σ(Y �- Yi)

2

n - 2

(43)

LOQ = 10 × SB slope

3.7Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode adisi

dengan cara menambahkan sejumlah larutan standar vitamin C dengan

konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis. Persen

perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang

ditambahkan tadi dapat ditemukan. (Harmita, 2004). Masing-masing dilakukan

sebanyak 6 kali replikasi kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama

seperti pada penetapan kapasitas sampel.

Menurut Harmita (2004), Persen perolehan kembali (% recovery) dapat

dihitung dengan rumus dibawah ini:

% Recovery= CF- CA

CA* ×100%

Keterangan:

CF = Kapasitas antioksidan dalam sampel setelah penambahan baku

CA = Kapasitas antioksidan dalam sampel sebelum penambahan baku

CF* = Kapasitas antioksidan baku vitamin C yang ditambahkan

3.8Analisis Data Secara Statistik 3.8.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kapasitas antioksidan yang diperoleh dari hasil pengukuran

masing-masing 6 larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q.

(44)

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga

Q pada Tabel 3.1, apabila Q>Qkritis maka data tersebut ditolak (Gandjar dan

Rohman, 2007)

Tabel 3.1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95%

Jumlah Observasi Nilai Qkritis

4 0,829

Menurut Sudjana (2005), untuk menentukan kapasitas antioksidan di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0.05, dk = n-1, dapat

digunakan rumus:

μ = X� ± t1/2α s

√n

Keterangan : µ = interval kepercayaan X = kapasitas rata-rata sampel

t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α = tingkat kepercayaan

s = standar deviasi

n = jumlah perlakuan

3.8.2 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang

(45)

dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku

relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode

yang dilakukan (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku

relatif adalah sebagai berikut:

RSD= SD

x� ×100%

Keterangan:

x� = Kapasitas rata-rata sampel SD = Standar deviasi

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Identifikasi Sifat Antioksidan

Hasil dari identifikasi antioksidan berdasarkan daya reduksi secara dari

hasil maserasi herba seledri dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Antioksidan Berdasarkan Daya Reduksi dari Hasil Maserasi Herba Seledri

Reaksi Ag Ammoniakal Reaksi Fehling Hasil Pengamatan (+) Cermin perak (+) Endapan merah bata

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa herba seledri memiliki

antioksidan, karena memiliki daya reduksi terhadap pereaksi Ag ammoniakal

dan pereaksi Fehling. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 8,

halaman 50.

4.2Kapasitas Antioksidan

Pada penelitian ini telah dilakukan analisis untuk mengetahui kapasitas

antioksidan di dalam hasil maserasi herba seledri dan sediaan jamu herba

seledri yang beredar di pasaran. Analisis dilakukan dengan menggunakan

instrumen spektrofotometer sinar tampak.

4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum

Panjang gelombang maksimum ditentukan menggunakan

spektrofotometer sinar tampak dilakukan terhadap larutan standar vitamin C

dengan konsentrasi 12,7273 µg/ml pada rentang panjang gelombang 400-800

(47)

Kurva panjang gelombang maksimum vitamin C dengan konsentrasi

12,7273 µg/ml dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 4.1. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C dengan Konsentrasi 12,7273 µg/ml

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa panjang gelombang maksimum dari

kompleks Mo(V) yang berwarna hijau adalah pada 711,0 nm. Hal ini sesuai

dengan literatur di mana warna hijau memberikan panjang gelombang

maksimum pada rentang 680-780 nm (Harris, 2007).

4.2.2 Waktu Kerja

Waktu kerja yang didapat dengan mengukur larutan vitamin C dengan

konsentrasi 12,7273 µg/ml pada panjang gelombang 711 nm dengan selang

waktu satu menit selama 30 menit adalah pada menit ke-44 hingga menit ke-48

(48)

kompleks Mo (V) stabil selama 5 menit. Kurva waktu kerja dapat dilihat pada

Gambar 4.2 berikut ini.

Gambar 4.2. Kurva Waktu Kerja 4.2.3 Kurva Kalibrasi Vitamin C

Kurva kalibrasi vitamin C ditetapkan dengan membuat deret standar

sebanyak 6 konsentrasi pada rentang 0,0000 µg/ml sampai dengan 14,5454

µg/ml pada panjang gelombang 711 nm.

Kurva kalibrasi vitamin C yang didapat dapat dilihat pada Gambar 4.3

berikut ini.

(49)

Dari kurva kalibrasi ini didapat persamaan regresinya adalah y = 0,0415x

+ 0,0077 dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9996. Menurut Adeeyinwo,

dkk. (2013), nilai ini memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu 0,997. Nilai

koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang linear antara sinyal

detector yang terukur dengan jumlah antioksidan dalam sampel. Data kalibrasi

dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 4,

halaman 44 dan Lampiran 6, halaman 47.

4.2.4 Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri Uji kapasitas antioksidan dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak

dimana sampel terlebih dahulu dikeringkan, dihaluskan, dimaserasi,

diencerkan, ditambahkan pereaksi, diinkubasi dan diukur serapannya.

Kapasitas antioksidan dari hasil maserasi herba seledri ditentukan berdasarkan

persamaan regresi kurva kalibrasi vitamin C. Data dan contoh perhitungan

dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 51 dan Lampiran 10, halaman 52.

Hasil uji kapasitas antioksidan dari hasil maserasi herba seledri dapat

dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri No. Absorbansi 1 g Seledri Segar dengan Berat

(50)

Dari hasil perhitungan uji t, didapat bahwa dalam 1 g herba seledri segar

ekivalen dengan kapasitas antioksidan vitamin C seberat (0,59 ± 0,0847) mg.

Berdasarkan hasil penelitian Jung, et al. (2011), kapasitas antioksidan dari 1 g

ekstrak air daun seledri secara metode fosfomolibdenum ekivalen dengan

kapasitas antioksidan α-tokoferol seberat (47,50 ± 2,33) mg. Dapat dilihat

adanya perbedaan hasil, hal ini dikarenakan sampel yang digunakan oleh Jung,

et al. merupakan ekstrak herba seledri, dan pembanding yang digunakan

berbeda.

4.2.5 Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran

Uji kapasitas antioksidan dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak

dimana sampel ditimbang, diencerkan, ditambahkan pereaksi, diinkubasi dan

diukur serapannya. Kapasitas antioksidan dari sediaan jamu herba seledri

ditentukan berdasarkan persamaan regresi kurva kalibrasi vitamin C. Data dan

contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 53 dan Lampiran

12, halaman 54.

Hasil uji kapasitas antioksidan dari sediaan jamu herba seledri yang

beredar di pasaran dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3. Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dari Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran

No. Absorbansi (y)

Konsentrasi (x) (µg/ml)

Kesetaraan Jumlah Antioksidan 1 g Ekstrak Herba Seledri dengan Berat

(51)

5. 0,389 9,1880 30,63

6. 0,402 9,5012 31,66

Dari hasil perhitungan uji t, didapat bahwa dalam 1 gram ekstrak herba

seledri dalam sediaan jamu herba seledri ekivalen dengan kapasitas antioksidan

vitamin C seberat (31,07 ± 5,8049) mg vitamin C.

4.2.6 Pembahasan Kapasitas Antioksidan dari Hasil Maserasi Herba Seledri dengan Sediaan Jamu Herba Seledri yang Beredar di Pasaran

Kapasitas antioksidan dari hasil maserasi herba seledri dengan sediaan

jamu herba seledri yang beredar di pasaran yang diperoleh dapat dilihat pada

Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4. Hasil Kapasitas Antioksidan Sampel Kesetaraan Jumlah

Antioksidan Hasil Maserasi 1 g Seledri Segar

dengan Berat Vitamin C (mg)

Kesetaraan Jumlah Antioksidan 1 g Ekstrak Herba Seledri dalam Sediaan

Jamu Herba Seledridengan Berat Vitamin C

(mg) Kapasitas

Antioksidan 0,59 ±0,0847 31,07 ± 5,8049

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa terdapat adanya perbedaan

kapasitas antioksidan, sediaan jamu herba seledri menunjukkan kapasitas

antioksidan yang lebih besar dibandingkan hasil maserasi herba seledri. Hal ini

dikarenakan sediaan jamu herba seledri adalah ekstrak kering herba seledri

yang berbeda dengan sampel herba seledri yang digunakan dalam penelitian

ini, dan tidak diketahui pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi sediaan

(52)

4.3Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Dari persamaan garis regresi vitamin C yaitu y = 0,0415x + 0,0077, dapat

dicari batas deteksi maupun batas kuantitasinya. Di mana batas deteksi

merupakan konsentrasi analit terendah yang mampu menghasilkan signal

cukup besar sehingga mampu terdeteksi dan dapat dibedakan dengan signal

blanko dengan tingkat kepercayaan 99%. Batas kuantitasi merupakan

konsentrasi analit yang menghasilkan signal lebih besar dari blanko atau

jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih memenuhi kriteria cermat dan

seksama dan dapat dikuantitasi dengan akurasi dan presisi yang baik.

Dari hasil perhitungan secara statistik menggunakan persamaan regresi,

maka diperoleh nilai LOD adalah 0,4168 µg/ml instrumen tidak dapat

membedakan sinyal antara blanko dan antioksidan pada konsentrasi di bawah

ini dan nilai LOQ adalah 1,3894 μg/ml. Konsentrasi analit yang terukur di

bawah nilai ini memberikan ketelitian dan ketepatan yang tidak baik.

Perhitungan limit deteksi dan limit kuantitasi tertera pada Lampiran 17,

halaman 63.

4.4Persen Perolehan Kembali (% Recovery)

Uji perolehan kembali dilakukan dengan penambahan sejumlah

konsentrasi tertentu standar vitamin C yang telah diketahui ke dalam sampel

dan memperlakukannya sama seperti uji sampel tersebut. Uji ini dapat

menunjukkan adanya galat sistematik yang dapat mempengaruhi metode

analisis. Galat sistematik dapat menyebabkan hasil analisis menjadi lebih besar

(53)

adalah galat pada saat pengambilan sampel, kurva kalibrasi yang tidak linear,

serta galat yang disebabkan oleh instrumen dan peralatan kaca yang digunakan

(Harvey, 2000).

Dengan adanya penambahan standar vitamin C pada sampel hasil

maserasi herba seledri, maka pada panjang gelombang 711 nm, terjadi

peningkatan absorbansi yang cukup signifikan. Uji perolehan kembali didapat

sebesar 91,52%

Sedangkan pada sampel sediaan jamu herba seledri didapat persen

perolehan kembali sebesar 96,82%.

Persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang baik pada

saat pemeriksaan kapasitas antioksidan dalam sampel. Hasil uji perolehan

kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan rata-rata

hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang 80-120% (Ermer dan

Miller, 2005). Perhitungan perolehan kembali ditunjukkan pada Lampiran 15,

halaman 59 dan Lampiran 16, halaman 60.

4.5Simpangan Baku Relatif

Dari perhitungan yang dilakukan terhadap data hasil uji kapasitas

antioksidan pada hasil maserasi herba seledri dan sediaan jamu herba seledri

yang beredar di pasaran, diperoleh nilai simpangan baku relatif (RSD) sebesar

4,41% untuk hasil maserasi herba seledri dan 6,62% untuk sediaan jamu herba

seledri yang beredar di pasaran. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18,

halaman 65 dan Lampiran 19, halaman 65. Menurut Harmita (2004), nilai

(54)

(ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per

billion (ppb) RSDnya tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan:

- Herba seledri mempunyai sifat antioksidan, berdasarkan daya reduksinya

secara reaksi kimia dengan reaksi Ag ammoniakal dan reaksi Fehling.

- Penentuan kapasitas antioksidan dari herba seledri secara metode

fosfomolibdenum dapat dilakukan.

- Terdapat adanya perbedaan kapasitas antioksidan dari 1 gram sampel,

yaitu Hasil maserasi 1 g herba seledri segar ekivalen dengan kapasitas

antioksidan vitamin C seberat (0,59 ± 0,0847) mg, dan 1 g ekstrak herba

seledri dari sediaan jamu herba seledri ekivalen dengan kapasitas

antioksidan vitamin C seberat (31,07 ± 5,8049) mg.

4.2Saran

- Dilakukan uji kapasitas antioksidan herba seledri menggunakan pelarut

organik.

- Dilakukan uji kapasitas antioksidan herba seledri menggunakan seledri

dari varietas lain.

- Dilakukan perbandingan kapasitas antioksidan herba seledri menggunakan

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Adeeyinwo, C.E., Okorie, N.N., dan Idowu, G.O. (2013). Basic Calibration of UV/Visible Spectrophotometer. International Journal of Science and Technology. 2(3): 247-251.

Alali, F.Q., Tawaha, K., El-Elimat, T., Syouf, M., El-Fayad, M., Abulaila, K., Nielsen, S.J., Wheaton, W.D., Falkinham, J.O., dan Oberlies, N.H. (2007). Antioxidant Activity and Total Phenolic Content of Aqueous and Methanolic Extracts of Jordanian Plant: an ICBG Project. Natural Product Research. (21): 1121-1131.

Apak, R., Guclu, K., Demirata, B., Ozyurek, M., Celik, S.E., Bektasoglu, B., Berker, K.I., dan Ozyurt, D. (2007). Comparative Evaluation of Various Total Antioxidant Capacity Assay Applied to Phenolic Compounds with the CUPRAC Assay. Molecules. (12): 1496-1547. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2010). Acuan Sediaan Herbal.

Volume V. Edisi I. Jakarta: Direktorat OAI. Halaman 38.

Caballero, B. (2003). Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition. USA: Academic Press. Halaman 261.

Christian, G.D. (2004). Analytical Chemistry. Edisi VI. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 65-66, 99, 128-132.

Ermer, J. dan Miller, J.H.M. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KGaA. Halaman 171.

Fehir, R.J., dan McCusker, K. (2009). Differential Polarization of Spin and Charge Density in Substituted Phenoxy Radical. Journal of Physical Chemistry. (113): 9249-9260.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 298-312, 319-321.

Gupta, V.K., dan Sharma, S.K. (2006). Plants as Natural Antioxidants. Natural Product Radiance. 5(4): 326-334.

Harborne, J.B. (1987). Phytochemical Methods. Penerjemah: Padmawinata, K., dan Soediro, I. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 47.

(57)

Harris, D.C. (2007). Quantitative Chemical Analysis. Edisi VII. New York: W.H. Freeman and Company. Halaman 383.

Harvey, D. (2000). Modern Analytical Chemistry. USA: McGraw-Hill Science. Halaman 711.

Herbarium Medanense. (2013). Hasil Identifikasi. Medan: Herbarium Medanense.

Joseph, N. (1957). Qualitative Testing and Inorganic Chemistry. New York: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 435.

Jung, W.S., Chung, I.M., Kim, S.H., Kim, M.Y., Ahmad, A., dan Praveen, N. (2011). In vitro Antioxidant Activity, Total Phenolics and Flavonoids from Celery (Apium graveolens) Leaves. Journal of Medicinal Plants. 5(32): 7022-7030.

Kamm, O. (1923). Qualitative Organic Analysis. New York: John Wiley & Sons, Inc. Halaman 83.

Lingga, L. (2012). The Healing Power of Anti-oxidant. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. Halaman 1-2, 26-27, 69, 161-162.

Marinova, D., Ribarova, F., dan Atanassova, M. (2005). Total Phenolics and Total Flavonoids in Bulgarian Fruits and Vegetables. Journal of the University of Chemical Technology and Metallurgy. 40(3): 255-260.

Prieto, P., Pineda, M., dan Aguilar, M. (1999). Spectrophotometric Quantitation of Antioxidant Capacity through the Formation of a Phosphomolybdenum Complex: Specific Application to the Determination of Vitamin E. Analytical Biochemistry. 269: 337-341. Rohdiana, D. dan Widiantara, T. (2011). Aktivitas Polifenol Teh Sebagai

Penangkap Radikal. Seminar Nasional Pangan Fungsional. Halaman 98-107.

Sarker, S.D., dan Nahar, L. (2007). Chemistry for Pharmacy Students. General, Organic and Natural Product Chemistry. England: John Wiley & Sons Ltd. Halaman 264-265.

Settle, F.A. (1997). Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Halaman 485, 488-492.

Shad, A.A., Shah, H.U., Bakht, J., Choudhary, M.O., dan Ullah, J. (2011). Nutraceutical Potential and bioassay of Apium graveolens L. Grown in Khyber Pakhtunkhwa-Pakistan. Journal of Medicinal Plants Research. 5(20): 5160-5166.

(58)

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi VI. Bandung: Tarsito. Halaman 93, 168, 239.

Suhartono, E., Fujiati, Aflanie, I. (2002). Oxygen Toxicity By Radiation and Effect of Glutamic Piruvat Transamine (GPT) Activity Rat Plasma after Vitamin C Treatmen. Diajukan pada International seminar on Environmental Chemistry and Toxicology. Yogyakarta.

Sunarni,T., (2005). Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa Kecambah Dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi Indonesia 2 (2), 2001, 53-61.

Tan, H.T., dan Rahardja, K. (2010). Obat-obat Penting. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. Halaman 232-233.

(59)

Lampiran 1. Perhitungan Bahan-bahan untuk Pembuatan 100 ml Pereaksi Fosfomolibdenum

a. Ammonium Molibdat

BM = 1235,86

Molaritas yang diinginkan = 4 mM = 0,004 M

Molaritas= Berat (g) BM ×

Molaritas yang diinginkan = 28 mM = 0,028 M

Molaritas= Berat (g) BM ×

Molaritas yang diinginkan = 600 mM = 0,6 M

(60)

M1.V1=M2.V2

18,4 . V1= 0,6 M . 100 ml

V1=3,26 ml

Dimana:

M1 : Molaritas asam sulfat 98%

V1 : Volume asam sulfat 98% yang dibutuhkan

M2 : Molaritas asam sulfat yang diinginkan

(61)

Lampiran 2. Waktu Kerja

Hasil pengukuran absorbansi larutan vitamin C dengan konsentrasi

12,7273 µg/ml pada panjang gelombang 711 nm dengan selang waktu 1 menit

disajikan pada Tabel berikut ini:

No. Menit ke- Absorbansi

Waktu kerja yang diperoleh adalah dari menit 44 hingga menit

(62)

Lampiran 3. Contoh Perhitungan Konsentrasi Larutan Standar Vitamin C untuk Penentuan Kurva Kalibrasi

Konsentrasi LIB I = 1000 µg/ml

Untuk larutan standar I: dipipet 4 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml,

diencerkan dengan akuades hingga garis tanda. Maka didapat konsentrasi

sebagai berikut:

Konsentrasi= 4 ml × 1000 μg/ml

50 ml =80 μg/ml

Kemudian dipipet 0,5 ml, ditambahkan 5 ml pereaksi. Maka didapat

konsentrasi sebagai berikut:

Konsentrasi= 0,5 ml ×80 μg/ml (0,5+5)ml =

40 μg

5,5 ml =7,2727 μg/ml

Untuk larutan standar II: dipipet 5 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml,

diencerkan dengan akuades hingga garis tanda. Maka didapat konsentrasi

sebagai berikut:

Konsentrasi=5 ml × 1000 μg/ml

50 ml =100 μg/ml

Kemudian dipipet 0,5 ml, ditambahkan 5 ml pereaksi. Maka didapat

konsentrasi sebagai berikut:

Konsentrasi= 0,5 ml × 100 μg/ml (0,5+5)ml =

50 μg

5,5 ml =10,9091 μg/ml

(63)

Lampiran 4. Kurva Kalibrasi Larutan Vitamin C dengan Berbagai Konsentrasi pada Panjang Gelombang 711 nm

a. Grafik Kurva Kalibrasi Larutan Vitamin C dengan Berbagai Konsentrasi

pada Panjang Gelombang 711 nm

b. Daftar Tabel Kalibrasi Larutan Vitamin C dengan Berbagai Konsentrasi

pada Panjang Gelombang 711 nm

No. Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi

1. 0,0000 0,000

(64)

Lampiran 5. Bagan Kerja

a. Bagan Kerja Penentuan Kadar Antioksidan Hasil Maserasi Herba Seledri

Hasil Maserasi Herba Seledri

Dipipet 20 ml

Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml

Dicukupkan dengan akuades hingga garis tanda

Dipipet 0,5 ml

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Ditambahkan 5 ml pereaksi

Diinkubasi pada suhu 90°C selama 60 menit

Didinginkan pada suhu kamar

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 711 nm dalam rentang waktu kerja yang diperoleh

Gambar

Gambar 2.1. Reaksi Fenol
Gambar 2.3. Diagram Blok dari Instrumen Spektrofotometer UV/Vis
Tabel 3.1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95%
Gambar 4.1. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C dengan       Konsentrasi 12,7273 µg/ml
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian organoleptik sediaan sabun cair ekstrak etanol herba Seledri untuk hasilnya menunjukan bahwa sabun dengan konsentrasi 1%, 2%, 4%,dan 8% memiliki bentuk

Profil Noda Uji Stabilitas pada Pengamatan 24 Jam untuk Komponen (A) Herba Seledri Maserasi Etanol, (B) Herba Seledri Maserasi Air, (C) Perasan Herba Seledri Segar, (D) Apiin,

Kapasitas antioksidan dalam serbuk simplisia rimpang temulawak dengan maserasi adalah setara dengan (5,8503 ± 0,0370) mg vitamin C/gram sampel.. Sedangkan kapasitas

Hasil dan Data Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari Larutan Sampel Serbuk Simplisia Temulawak 1818,1818 µg/ml dengan

Parameter mutu ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi maserasi meliputi hasil rendemen sebesar 17,16%, kadar air 9,34%, kadar abu total 12,75%, kadar abu tidak

Metode penelitian merupakan Penelitian eksperimental dengan desain Rancangan Acak Lengkap, dengan variabel bebas adalah bagian tanaman seledri (daun, batang dan bunga), sedangkan

Hasil analisa ANOVA dan LSD menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik pada jam ke 8 terhadap kelompok kontrol positif, hasil ini menunjukkan ekstrak etanol herba

Hasil organolep- tik dengan pancaindra dari simplisia kelopak bunga rosella adalah warna merah, berbau khas, dan rasanya asam khas, sedangkan simplisia herba seledri berwarna hijau