In vitro antioxidant activity of Seledri
(
Apium graveolens
L.)
Awal Prichatin Kusumadewi dan Yuli Widiyastuti Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Lawu, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah
ABSTRAK
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat menghambat reaksi oksidasi atau suatu zat yang dapat menetralkan atau menangkap radikal bebas. Antioksidan eksogen (dari luar tubuh) yang umum digunakan adalah vitamin C, vitamin E, β-karoten, serta komponen-komponen yang terkandung dalam tanaman seperti polifenol dan bioflavonoid.
Beberapa tanaman yang mengandung flavonoid adalah: Seledri (Apium graveolens L.), Echinacea (Echinacea purpurea) dan Ketul (Bidens pilosa L.). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan flavonoid pada organ
daun, batang dan bunga herba Seledri (Apium graveolens.L), serta uji potensi aktifitas antioksidannya guna mendukung
upaya pengembangan sumber antioksidan alami. Metode penelitian merupakan Penelitian eksperimental dengan desain Rancangan Acak Lengkap, dengan variabel bebas adalah bagian tanaman seledri (daun, batang dan bunga), sedangkan variabel terikatnya adalah kadar Flavonoid yang ditetapkan dengan metode Chriss & Muller, serta pengukuran antioksidan ditetapkan dengan metode DPPH. Kedua metode ini dibaca serapan (absorbansinya) secara spektrofotometri UV-Vis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kadar Flavonoid tertinggi ekstrak air seledri terdapat pada organ daun yaitu sebesar 0,51% + 0,063. Adapun potensi sebagai antioksidan alami berturut turut dari potensi terkecil ke besar adalah ekstrak bunga Seledri dengan IC50 103,07 ppm + 35,91, ekstrak daun Seledri dengan IC50 189,36 ppm + 46,18, ekstrak batang Seledri dengan IC50 665,54 ppm + 65,99.
Kata kunci: antioksidan, Apium graveolens, flavonoid
ABSTRACT
Antioxidant is compound that is able to inhibit oxidation reaction or a substance that can neutralize or catch free
radical. The exogen of antioxidant (outside the body) which generally used are vitamin C, vitamin E, β-karoten, and components contained inside plants such as polifenol and bioflavonoid. There are some plants contained flavonoid properties such as Seledri (Apium graveolens), Echinacea (Echinacea purpurea) and Ketul (Bidens
pilosa L.). This research is aimed to know the flavonoid content of leaves, stems, and flowers of Seledri (Apium
graveolens) and the antioxidant activity potential in order to support the development of natural antioxidant source effort. The research method is experimental research with Full Random Design and its free variable is
the part of Seledri (leaves, stems, and flowers), while the bonded variable is degree of flavonoid content which
is determined by Chriss & Muller method and the measurement of the antioxidant determined by DPPH method. Both methods are read its absorbances by spectrofotometry UV-Vis. The research result showed that the highest
degree of flavonoid water extract is on the leave, which is about 0,51% ± 0,063. Whereas, the potential to be the
natural antioxidant from the lowest to the highest are IC50 103,07 ppm ± 35,91 for flower extract, IC50 189,36 ppm
± 46,18 for leaves extract, and IC 50 665,54 ppm ± 65,99 for stem extract, respectively.
PENDAHULUAN
Tanpa disadari, melalui peristiwa metabolisme sel normal, proses peradangan, kekurangan nutrisi, atau karena respon terhadap adanya radiasi dan polusi lingkungan, tubuh kita terus menerus mengalami proses pembentukan radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron tidak berpasangan dalam orbital luarnya, sehingga mudah bereaksi dengan molekul-molekul penyusun sel tubuh dengan cara mengikat elektron dari molekul tersebut (Alisyahbana
dkk., 2001; Bruneton, 1998). Radikal bebas,
diperlukan oleh tubuh untuk melawan masuknya mikroorganisme patogen kedalam tubuh, tetapi dalam jumlah berlebih, radikal bebas dapat mengganggu integritas sel.
Radikal bebas dapat bereaksi dengan membran phospolipida sehingga mengakibatkan mutasi, inisiasi dan perubahan asam nukleat, memicu terjadinya kanker serta kerusakan sel. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat menghambat reaksi oksidasi atau suatu zat yang dapat menetralkan atau
menangkap radikal bebas (Kumaran, 2006).
Antioksidan eksogen (dari luar tubuh) yang umum digunakan adalah vitamin C, vitamin E,
β-karoten, serta komponen-komponen yang
terkandung dalam tanaman seperti polifenol dan
bioflavonoid.
Seledri (Apium graveolens L.), merupakan salah satu jenis tanaman yang telah dikenal oleh masyarakat. Selain digunakan sebagai sayur, secara empiris masyarakat menggunakannya untuk obat rematik, asma, hipertensi dan
xeroptalmia. Seledri mempunyai kandungan
minyak atsiri (Alinin dan alisin), flavonoid,
protein, vitamin A, vitamin C, vitamin B, besi, kalsium, sulfur dan fosfor.
Flavonoid bagi manusia, digunakan
sebagai antialergi, antiinflamasi, antivirus,
dan antikarsinogenik. Flavonoid merupakan antioksidan yang potensial untuk mencegah pembentukan radikal bebas (Ronald et al.,
2000). Flavonoid merupakan glikosida dengan
aglikon yang bervariasi, salah satu diantaranya
adalah flavon, flavonol, antosianidin, isoflavon dan flavanon. Aglikon flavonol antara lain adalah
kemferol, galangin dan quersetin. Quercetin memiliki efek farmakologi dapat menurunkan reaksi alergi. Quercetin juga dapat menurunkan
beberapa respon inflamasi, seperti luka, bursitis,
asma dan artitis rematik. Quercetin juga mampu menurunkan reaksi infeksi yang disebabkan oleh virus seperti herpes, dan polio.
Flavonoid, merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang terdistribusi secara luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Biosintesa senyawa metabolit sekunder serta akumulasinya hanya terjadi pada jaringan atau sel yang khusus.
Sebagai contoh, glikosida flavonoid bersifat
larut air, terakumulasi pada vakuola, kadang terkonsentrasi pada sel epidermis, atau tersebar
pada sel epidermis dan mesofil. Pada bunga, flavonoid ditemukan pada jaringan epidermis. Terkadang flavonoid diketemukan pula pada sel kutikula (Kardono dkk., 2004). Hal ini berarti bahwa flavonoid dapat terdistribusi pada semua organ tanaman, hanya saja akumulasi flavonoid
pada masing-masing organ tanaman berbeda-beda, tergantung dari spesiesnya.
dilakukan penelitian untuk mengetahui
kandungan flavonoid pada organ daun, batang
dan bunga herba seledri (Apium graveolens L.),
serta uji potensi aktifitas antioksidannya guna
mendukung upaya pengembangan sumber antiksidan alami.
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan-bahan penelitian terdiri atas herba tanaman seledri (Apium graveolens), yang dipisahkan antara organ batang, daun dan bunga.
Alat
Alat yang digunakan adalah alat gelas, dan panci infuse. Sedangkan zat kimia yang digunakan adalah aseton, etanol absolute, HCl, etil asetat, natrium sitrat, aluminium triclorida, methanol, asam asetat, DPPH, Vitamin C, Quersetin, dan
Kertas kromatografi Whatman No.1.
Cara Kerja
Preparasi bahan
Herba tanaman seledri (A. graveolens) dipisahkan antara daun, batang dan bunganya.
Bahan selanjutnya dioven pada suhu 40°C,
hingga diperoleh kadar air + 10%. Menimbang
masing-masing 100 g bahan, dibuat infus dengan 1.000 ml aquadest. Ekstrak yang telah diperoleh selanjutnya diuapkan diatas tangas air. Perlakuan ini diulang 3 kali untuk masing-masing sample uji. Ekstrak yang telah kental, kemudian dicuci dengan etanol absolute, untuk mengendapkan lemak, malam, karbohidrat, tannin dan saponin yang mungkin terlarut dalam proses ekstraksi. Jika terbentuk endapan disaring. Filtrat Etanol diuapkan diatas tangas air hingga diperoleh
bobot konstan.
Penetapan kadar Flavonoid
Menimbang 0,1 g ekstrak, dimasukkan dalam labu alas bulat. Ditambah dengan 20 ml aseton, 2 ml HCl 25% direfluk selama 30 menit
dalam tangas air, kemudian didikantir. Filtrate
ditampung (Filtrat 1). Residu ditambah dengan 20 ml aseton, direfluk selama 30 menit, didikantir, filtrate ditampung (Filtrat 2). Residu ditambah 20 ml aseton, direfluk selama 30 menit, didikantir, filtrate ditampung (Filtrat 3). Kumpulan filtrate 1, 2, 3 ditambah aseton hingga 100 ml dalam labu takar. Dipipet 20 ml, dimasukkan corong pisah, ditambah 20 ml 1quadest, dan 15 ml etil
asetat, digojog kemudian dipisahkan antara lapisan air dan etil asetat. Diperoleh etil asetat
1. Pada fraksi air ditambah 10 ml etil asetat
digojog, dipisahkan. Diperoleh etil asetat 2. Pada
fraksi air ditambah 10 ml etil asetat digojog,
dipisahkan. Diperoleh etil asetat 3. Kumpulan
fraksi etil asetat 1, 2, 3 dicuci dengan 3 x 40
aquadest, gojog. Pada fraksi etil asetat ditambah
etil asetat sampai 50 ml pada labu takar. Dipipet
2 kali, masing-masing untuk sample dan blangko,
@ 10 ml. Pada sampel: ditambah larutan natrium
sitrat 5%, 2 ml larutan aluminium clorida, asam asetat 5% dalam methanol sampai 25 ml, menggunakan labutakar, didiamkan selama 45
menit. Pada Blangko: ditambah 0,5 ml larutan
natrium sitrat 5% dan ditambah asam asetat 5% dalam methanol sampai 25 ml dalam labu
takar. Diukur resapannya pada λ425 nm. Kadar flavonoid, dihitung sebagai Quersetin.
Pengukuran Potensi antioksidan
hingga memberikan serapan 0,9 pada 515 nm. Dibuat larutan ekstrak konsentrasi 0,10-1
ppm dalam methanol. Ditambahkan 1 ml DPPH,
dikocok, didiamkan selama 30 menit, diukur absorbansinya pada λ 515 nm. Melakukan uji
blangko, yaitu hanya larutan DPPH tanpa sampel, dan uji control positif antioksidan menggunakan vitamin C. Dihitung persen inhibisi, kemudian
dibuat grafik antara % Inhibisi v.s konsentrasi.
Setelah dilakukan analisis regresi, akan dapat dihitung nilai IC50, dari masing-masing sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penetapan kadar flavonoid, pada
ekstrak air (infus) bagian daun, batang dan bunga seledri, ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar flavonoid pada daun, bunga dan batang seledri
No Bagian
1 Daun Seledri 0,5271 0,4368 0,559 0,51 0,063
2 Batang Seledri 0,0556 0,0849 0,0617 0,07 0,015
3 Bunga Seledri 0,1354 0,1475 0,1332 0,14 0,037
Dari Tabel 1 terlihat bahwa kadar flavonoid
ekstrak seledri pada organ daun diperoleh hasil terbesar, jika dibandingkan dengan organ tanaman yang lain, sedangkan organ batang memiliki
kadar flavonoid paling kecil dibandingkan yang
lain. Hal ini terjadi karena daun merupakan organ tempat berlangsungnya proses fotosintesa pada tanaman. Dijelaskan oleh Salisbury dan Ross bahwa sebagian tumbuhan membentuk pigmen
antosianin dan flavonoid lainya disalah satu atau
beberapa organnya, dan proses ini terpacu oleh
cahaya. Produksi flavonoid memerlukan gula,
khususnya sukrosa, yang diperoleh dari proses peruraian pati atau lemak diorgan penyimpanan atau dari fotosintesa di sel yang mengandung
klorofil.
Dari data pada Tabel 1 setelah dilakukan uji anava di peroleh hasil bahwa bagian tanaman (organ tanaman) memberikan beda
nyata terhadap kadar flavonoidnya (F= 116, P< 0,05). Kadar flavonoid ekstrak seledri tertinggi diperoleh dari bagian daun yaitu 0,51% + 0,063.
Setelah dilakukan penetapan kadar
flavonoid ekstrak air herba seledri,
Gambar 1. Persentase Inhibisi Vitamin C vs Konsentrasi Vitamin C
Dari grafik pada Gambar 1 dapat dapat
dibuat persamaan regresi liniernya, sehingga
dapat digunakan untuk menghitung nilai IC50 dari ekstrak.
Hasil perhitungan IC50 seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai IC50 Ekstrak Seledri
No Bagian tanaman
IC50 ppm
Rata-rata SD
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
1 Daun Seledri 242,32 157,49 168,28 189,36 ** 46,18
2 Batang Seledri 589,97 694,86 711,78 665,54 *** 65,99
3 Bunga Seledri 144,53 82,82 81,87 103,07 ** 35,91
* = sangat aktif sebagai antioksidan;
** = aktivitas antioksidan sedang
*** = tidak aktif sebagai antioksidan
Harga IC50 Ekstrak selanjutnya dijadikan dasar untuk menghitung Potens Antioksidan Ekstrak. Potensi antioksidan ekstrak diperoleh dengan cara membandingkan harga IC50 Ekstrak: IC50 Vitamin C, sehingga diperoleh data seperti tersaji pada Gambar 2.
Gambar 2. Potensi Antioksidan Seledri dengan Vitamin C sebagai pembanding
Dari data pada Tabel 1 dan Tabel 2, terlihat
tidak adanya korelasi antara kadar flavonoid
dan nilai IC50 nya yang merupakan refleksi dari potensi antioksidannya. Pada sampel daun,
dengan kadar flavonoid tertinggi, ternyata potensi
antioksidannya lebih kecil jika dibandingkan dengan sampel bunga. Hal ini terjadi karena pada
penetapan kadar flavonoid, total flavonoidnya
dihitung sebagai quercetin, padahal quercetin bukan merupakan satu-satunya senyawa yang bersifat sebagai antioksidan dalam tanaman.
Sehingga ekstrak dengan kadar flavonoid tertinggi
belum tentu memiliki potensi antioksidan yang paling aktif. Aktivitas antioksidan bisa berasal dari senyawa metabolit sekunder seperti minyak atsiri, karotenoid, dan vitamin. Aktivitas antioksidan dalam tanaman dapat merupakan efek sinergi dari dua atau lebih senyawa dari tanaman. Senyawa sistein, glutation, asam askorbat, tokoferol, senyawa polihidroksi aromatis dan amina aromatis dapat mereduksi dan menghilangkan warna DPPH, melalui kemampuannya sebagai donatur hidrogen (Vani et al., 1997).
Dari Gambar 1 terlihat bahwa konsentrasi
Vitamin C yang diuji hanya sampai konsentrasi 50
ppm. Hal ini terjadi karena pada saat konsentrasi
100 ppm dan 200 ppm ditambah larutan DPPH,
C mempunyai sifat aktif sebagai antioksidan hal ini selaras dengan penjelasan Kardono
(Kumaran dkk., 2006) bahwa vitamin C bersifat
sangat aktif sebagai antioksidan. Disamping itu, vitamin C lazim dikonsumsi oleh masyarakat dalam betuk tunggal ataupun sebagai komponen dari suatu multivitamin. Oleh karena itu vitamin C digunakan sebagai kontrol positif, untuk pembanding antioksidan dari ekstrak. Dijelaskan
juga oleh Kardono (2004), bahwa suatu senyawa
dikatakan aktif sebagai antioksidan bila IC50 =<
100 ppm (sangat aktif), bila IC50 antara 100-200
ppm keaktifannya adalah sedang, dan bila IC50
>200 ppm maka sampel tersebut dikatakan tidak
aktif sebagai antioksid.
Dari Gambar 2 terlihat bahwa, dibutuhkan ekstrak daun seledri sebesar 12,41 kali konsentrasi Vitamin C untuk memperoleh aktivitas antioksidan yang sama. Dari ekstrak Seledri, bagian bunga membutuhkan ekstrak
bunga seledri 6,76 kali konsentrasi Vitamin C
agar diperoleh aktivitas antioksidan yang sama, sedangkan dari bagian batang, diperlukan ekstrak
batang seledri 43,61 kali konsentrasi vitamin C,
agar diperoleh aktivitas antioksidan yang sama.
KESIMPULAN
Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa kadar flavonoid tertinggi ekstrak air
seledri terdapat pada organ daun yaitu sebesar
0,51% + 0,063. Adapun potensi sebagai antioksidan alami berturut turut dari potensi terkecil ke besar adalah ekstrak bunga seledri dengan IC50 103,07 ppm + 35,91, ekstrak daun seledri dengan IC50 189,36 ppm + 46,18, ekstrak batang seledri dengan IC50 665,54 ppm + 65,99.
DAFTAR PUSTAKA
Kardono, LB., Jamilah M. 2004. Aktivitas Antioksian Sari Buah Mahkota Dewa, Prosiding Seminar Nasional XXV TOI, Tawangmangu, Jateng. Salisbury BS. & Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan
Jilid 3. ITB Bandung, 156 – 159.
Alisyahbana M., Ervina M., Sugiarso N. 2001.
Uji Antioksidan, Antiradikal bebas dan Antiinflamasi Rimpang temu mangga (Curcuma mangga Val. et Zyp), Seminar TOI XVII, Puslibang Kimia Terapan LIPI, Jakarta.
Bruneton, J. 1998. Pharmacognosy. Phytochemistry Medicinal Plants, 2nd Edition.
Kumaran A., Karunakaran RJ. 2006. Antioxidant
& Free Radical Scavenging Activity or an Ekstract of Coleus aromaticus. Journal Food Chemistry 97:109-114
Vani T., Rajani M., and Shishoo CJ. 1997.
Antioxidant Properteis of the Ayurvedic
Formulation Triphala and Its Constituents. Int. J. Pharmacognosy., 35(5): 313-317
Ronald I., Prior C., Cao G. 2000. Antioxidant