Jurnal Jamu Kusuma ISSN: 2798-0332 (print) Vol. 1, No 1, Juli 2021, hal 22-26 ISSN: xxxx-xxxx (online)
22
PARAMETER MUTU EKSTRAK HERBA SELEDRI (Apium graveolens L.) DENGAN METODE EKSTRAKSI MASERASI DAN DIGESTI
Quality Parameters Of Celery Herb Extract (Apium graveolens L.) With Maceration And Digesti Extraction Methods
Indri Kusuma Dewi 1*), Cahya Rahmawati 2)
1,2)Jurusan Jamu Poltekkes Kemenkes Surakarta, Indonesia
1)PUI Pujakesuma Poltekkes Kemenkes Surakarta e-mail: indri.kusumadewi@gmail.com
ABSTRAK
Seledri merupakan salah satu tanaman obat yang banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Seledri banyak dimanfaatkan sebagai antihipertensi, anti inflamasi, antioksidan, dan anti kolesterol. Efek farmakologis tersebut disebabkan oleh berbagai kandungan kimia dalam herba seledri, seperti apiin, apigenin, saponin, tanin, dan minyak atsiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter mutu ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi maserasi dan digesti. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Herba meniran diekstraksi dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi dan digesti. Parameter mutu ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi maserasi meliputi hasil rendemen 17,16%, kadar air 9,34%, kadar abu total 12,75%, kadar abu tidak larut asam 2,35%, dan organoleptik warna hijau tua, bentuk kental, bau khas aromatik seledri, dan rasa khas seledri.
Parameter mutu ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi digesti meliputi hasil rendemen 18,73%, kadar air 7,62%%, kadar abu total 15,06%, kadar abu tidak larut asam 3,90%, dan organoleptik warna hijau tua, bentuk kental, bau khas aromatik seledri, dan rasa khas seledri. Berdasarkan penelitian hasil parameter mutu ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi maserasi dan digesti nilai rendemen, kadar air dan organoleptik ekstrak memenuhi standar. Sedangkan hasil kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam tidak memenuhi standar.
Kata kunci: metode ekstraksi, parameter mutu, ekstrak, seledri
ABSTRACT
Celery is one of the medicinal plants that are widely used as raw materials for traditional medicine. Celery is widely used as an antihypertensive, anti-inflammatory, antioxidant, and anti-cholesterol. These pharmacological effects are caused by various chemical content in celery herbs, such as apiin, apigenin, saponins, tannins, and essential oils. This study aims to find out the quality parameters of celery herb extract by maceration and digesti extraction methods. The design used in this study is descriptive. Celery herb is extracted using maceration and digesti extraction methods. The quality parameters of celery herb extract with maceration extraction method include yield 17.16%, moisture content 9.34%, total ash content of 12.75%, insoluble ash content of acid 2.35%, and organoleptic dark green color, viscous shape, aromatic smell of celery, and typical taste of celery. The quality parameters of celery herb extract with digesti extraction method include yield of 18.73%, moisture content of 7.62%%, total ash content of 15.06%, insoluble ash content of 3.90%, and organoleptic dark green color, viscous shape, aromatic smell of celery, and distinctive taste of celery.
23 Indri Kusuma Dewi,Parameter Mutu Ekstrak Herba (hal 22-26)
Based on the research results of the quality parameters of celery herb extract with maceration extraction method and digesti yield value, moisture content and organoleptic extract meets the standard. While the results of total ash content and insoluble ash content of acid do not meet the standards.
Keywords:extraction method, quality parameters, extract, celery
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, mempunyai kurang lebih 35.000 pulau dengan keanekaragaman jenis flora dan fauna. Seledri (Apium graveolens L.) merupakan tanaman dari famili Apiaceae yang banyak dimanfaatkan sebagai anti hipertensi (Kemenkes RI, 2016), anti inflamasi, antioksidan (Faizal & Iskandar, 2013) dan anti kolesterol (Juheini, 2002). Senyawa aktif khas yang ditemukan dalam herba seledri adalah senyawa Apiin (Muzakar & Nuryanto, 2012) dan Apigenin (Kemenkes RI, 2016). Selain itu terdapat juga senyawa aktif lain seperti saponin, tanin, dan minyak atsiri (Kemenkes RI, 2016).
Senyawa aktif dalam herba seledri akan diambil dengan metode ekstraksi maserasi dan digesti. Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan proses perendaman bahan dengan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang akan diambil. Umumnya maserasi dilakukan pada suhu ruang akan tetapi terdapat beberapa modifikasi pada ekstraksi maserasi, salah satunya adalah digesti. Digesti memiliki proses yang sama dengan maserasi pada umunya hanya saja diberikan pemanasan lemah yaitu pada suhu 40o C – 50oC.
Hasil ekstrak yang didapatkan selanjutnya perlu dilakukan parameter mutu meliputi:
rendemen, kadar air, kadar abu total, kadar abu larut asam, dan organoleptik. Pengamatan secara organoleptik yang dilakukan meliputi warna, bentuk, bau, dan rasa (Kemenkes RI, 2017).
METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Jurusan Jamu Poltekkes Kemenkes Surakarta pada bulan April-Mei 2021. Bahan baku yang digunakan adalah herba seledri yang berasal dari Cepogo, Boyolali. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi adalah etanol 70%. Peralatan yang dipakai adalah timbangan, oven, pisau, grinder, ayakan nomor 40, kertas saring, spatel logam, water bath, kurs, dan cawan porselen.
Herba seledri dicuci bersih, dirajang, ditiriskan lalu dikeringkan dengan oven sampai kering. Simplisia yang diperoleh digiling dan diayak dengan ayakan nomor 40. Serbuk simplisa yang diperoleh selanjutnya diekstraksi. Proses ekstraksi dengan metode maerasi dan digesti dilakukan dengan merendam serbuk herba seledri seberat 50 gram yang ditambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 500 ml. Proses ekstraksi dilakukan selama 5 jam sambil diaduk dengan menggunakan alat hotplate stirrer yang dilakukan pada suhu ruang untuk maserasi dan suhu 40o C untuk metode digesti. Selanjutnya ekstrak bercampur dengan pelarut disaring dengan kertas saring, kemudian dipekatkan dan didapatkan ekstrak kental.
Ekstrak yang dihasilkan dilakukan uji parameter mutu ekstrak meliputi rendemen, kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, dan organoleptik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil parameter mutu ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi maserasi dan digesti disajikan dalam tabel 1. Menurut Farmakope Herbal Indonesia Jilid II standar rendemen ekstrak herba seledri tidak kurang dari 24,6%. Hasil rendemen dari kedua metode
24 Indri Kusuma Dewi,Parameter Mutu Ekstrak Herba (hal 22-26)
esktraksi tidak ada yang memenuhi standar rendemen. Menurut Depkes (Depkes, 2000) maserasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu maserasi selama 24 jam dan maserasi selama 5 hari akan tetapi dalam penelitian ini lama waktu ekstraksi dimodifikasi menjadi 5 jam. Hal ini sesuai dengan penelitian Manoi (Manoi, 2015) yang menyatakan bahwa lama ekstraksi berpengaruh terhadap rendemen ekstrak. Semakin lama waktu ekstraksi kesempatan bereaksi antara bahan dengan pelarut akan semakin lama sehingga proses penetrasi pelarut kedalam sel bahan semakin baik yang menyebabkan semakin banyak senyawa yang terdifusi keluar sel (Mardina et al., 2011).
Tabel 1. Hasil Parameter Mutu Ekstrak Herba Seledri
Metode ekstraksi
Rendemen (%)
Kadar air (%)
Kadar abu total (%)
Kadar abu tidak larut asam (%)
Organoleptik
Maserasi 17,16 9,34 12,75 2,35 1. Warna : hijau tua
2. Bentuk : kental
3. Bau : khas aromatik seledri 4. Rasa : khas seledri
Digesti 18,73 7,62 15,06 3,90 1. Warna : hijau tua
2. Bentuk : kental
3. Bau : khas aromatik seledri 4. Rasa : khas seledri
Penetapan kadar air pada ekstrak bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam ekstrak herba seledri. Hasil perhitungan kadar air ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi maserasi sebesar 9,34% dan metode digesti sebesar 7,62%. Hasil kadar air ekstrak dengan metode digesti memiliki presentase lebih rendah diandingkan maserasi. Hal ini menunjukkan suhu ekstraksi yang digunakan mempengaruhi hasil kadar air dalam ekstrak.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukan terjadinya penurunan jumlah kadar air seiring dengan meningkatnya suhu ekstraksi (Desmawarni & Hamzah, 2017). Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi akan meningkatkan penguapan jumlah air selama proses ekstraksi sehingga mempermudah proses pengeringan (Injilauddin et al., 2015). Semakin besar presentase kandungan air dalam suatu ekstrak maka semakin mudah suatu ekstrak mengalami kerusakan dan pembusukan karena pertumbuhan mikroba. Kadar air yang tinggi melebihi 10% juga dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi senyawa aktif karena adanya aktivitas reaksi enzimatis akibatnya dapat menurunkan stabilitas ekstrak (Saifudin dkk., 2011).
Hasil perhitungan kadar abu total pada ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi maserasi sebesar 12,75% dan metode digesti sebesar 15,06%. Menurut Farmakope Herbal Indonesia Jilid II standar kadar abu total ekstrak herba seledri tidak lebih dari 10,6%
(Kemenkes RI, 2017). Kedua metode ekstraksi tidak memenuhi standar kadar abu total yang ditetapkan karena nilainya melebihi 10,6%. Kadar abu pada ekstrak terbentuk selain disebabkan karena faktor budidaya juga disebabkan oleh faktor pengeringan simplisia. Kadar abu merupakan indikator terhadap cemaran bahan anorganik. Besarnya kadar abu total dalam ekstrak herba seledri menunjukkan bahwa ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi metode maserasi dan digesti banyak mengandung mineral (Sembiring & Suhirman, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian Irsyad (2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar abu total dalam suatu ekstrak maka semakin tinggi kandungan mineral di dalamnya (Irsyad, 2013).
25 Indri Kusuma Dewi,Parameter Mutu Ekstrak Herba (hal 22-26)
Parameter kadar abu tidak larut asam merupakan kelanjutan dari penetapan kadar abu total, yaitu dengan melarutkan hasil abu dari penetapan kadar abu sebelumnya dengan larutan asam. Kadar abu tidak larut asam digunakan untuk mengetahui jumlah kadar abu yang diperoleh dari faktor eksternal (Depkes, 2000). Kadar abu tidak larut asam yang diperoleh pada metode ekstraksi maserasi sebesar 2,35% dan digesti sebesar 3,9%. Menurut Farmakope Herbal Indonesia Jilid II standar kadar abu tidak larut asam ekstrak herba seledri tidak lebih dari 0,5% (Kemenkes RI, 2017). Tingginya kadar abu tidak larut asam menunjukkan bahwa ekstrak banyak mengandung pengotor dari pasir atau tanah (Fatimawali et al., 2020). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kartikasari (2014) yang menyatakan bahwa adanya kandungan abu tidak larut dalam asam yang tinggi menunjukan adanya pasir atau pengotor yang lain dalam kadar yang tinggi (Kartikasari et al., 2008).
Parameter organoleptik ekstrak bertujuan memberikan pengenalan awal terhadap ekstrak menggunakan panca indera dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa (Depkes, 2000). Pemeriksaan organoleptik ekstrak herba seledri dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi dan digesti menghasilkan ekstrak dengan warna hijau tua, berbentuk kental, bau khas aromatik seledri dan rasa khas seledri. Parameter organoleptik dari kedua metode ekstraksi telah sesuai dengan Farmakope Herbal Indonesia Jilid II dimana standar organoleptik ekstrak herba seledri adalah berbentuk kental, berwarna hijau tua dan memiliki bau serta rasa khas seledri.
KESIMPULAN
Parameter mutu ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi maserasi meliputi hasil rendemen sebesar 17,16%, kadar air 9,34%, kadar abu total 12,75%, kadar abu tidak larut asam 2,35%, dan organoleptik ekstrak berbentuk kental, berwarna hijau tua dan memiliki bau serta rasa khas seledri. Parameter mutu ekstrak herba seledri dengan metode ekstraksi digesti meliputi hasil rendemen sebesar 18,73%%, kadar air 7,62%, kadar abu total 15,06%, kadar abu tidak larut asam 3,9%, dan organoleptik ekstrak berbentuk kental, berwarna hijau tua dan memiliki bau serta rasa khas seledri. Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan replikasi dan menggunakan variasi metode esktraksi lain dalam pembuatan ekstrak herba seledri.
DAFTAR RUJUKAN
Badan POM RI. (2006). Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 2. Jakarta:
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Depkes. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Desmawarni, D., & Hamzah, F. H. (2017). Variasi Suhu Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kualitas Pektin Dari Kulit Pisang Tanduk Variation. JOM Faperta UR, 4(1), 1–15.
Faizal, N. F. A. B., & Iskandar, Y. (2013). Artikel Tinjauan: Studi Kimia Dan Aktivitas Farmakologi Tanaman Seledri (Apium Graviolens L.). Farmaka, 4, 1–15.
Fatimawali, Kepel, B. J., & Bodhi, W. (2020). Standarisasi Parameter Spesifik dan Non- Spesifik Ekstrak Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K. Schum) sebagai Obat
Antibakteri. Jurnal E-Biomedik, 8(1), 63–67.
https://doi.org/10.35790/ebm.8.1.2020.28131
Injilauddin, A. S., Lutfi, M., & Nugroho, A. (2015). Pengaruh Suhu dan Waktu pada Proses Ekstraksi Pektin Dari Kulit Buah Nangka ( Artocarpus Heterophyllus ) The Effect of Temperature and Time on Pectin Extraction Process from Jackfruit Rind ( Artocarpus Heterophyllus ). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis Dan Biosistem, 3(3), 280–286.
Irsyad, M. (2013). Standarisasi Ekstrak Etanol Tanaman Katumpangan Air (Peperomia
26 Indri Kusuma Dewi,Parameter Mutu Ekstrak Herba (hal 22-26)
pellucida L. Kunth). In Skripsi (Issue September).
Juheini. (2002). Pemanfaatan Herba Seledri (Apium Graveolens L.) untuk Menurunkan Kolesterol Dan Lipid Dalam Darah Tikus Putih Yang Diberi Diit Tinggi Kolesterol Dan Lemak. 6(2), 2–7.
Kartikasari, D., Pramono, S., Farmasi, F., Ahmad, U., Farmasi, F., Gadjah, U., & Yogyakarta, M. (2008). Karakterisasi Simplisia Dan Ekstrak Etanol Daun Bertoni ( Stevia Rebaudiana ) Dari Tiga Tempat Tumbuh. 145–151.
Kemenkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia. 147, 11–40.
Kemenkes RI. (2017). Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Kemenkes RI, 213–218.
https://doi.org/10.1201/b12934-13
Manoi, F. (2015). Pengaruh Kehalusan Bahan Dan Lama Ekstraksi Terhadap Mutu Ekstrak Tempuyung ( Sonchus arvensis L .) Effect Fineness Extraction of Materials and Old Quality Extract ( Sonchus arvensis L .) Feri Manoi. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 15(2), 156–161.
Mardina, P., Astarina, E., & Aquarista, S. (2011). Pengaruh Kecepatan Putar Pengaduk Dan Waktu Operasi Pada Ekstraksi Tannin Dari Mahkota Dewa. Jurnal Kimia, 5(2), 125–
132.
Muzakar, & Nuryanto. (2012). Pengaruh pemberian air rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Jurnal Pembangunan Manusia, 6(1).
Sembiring, B. B., & Suhirman, S. (2014). Pengaruh cara pengeringan dan teknik ekstraksi terhadap kualitas simplisia dan ekstrak meniran. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian, 509–513.