• Tidak ada hasil yang ditemukan

WANITA KARIER DALAM MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH (Ditinjau dari Segi Pendidikan Islam)

A. Wanita Karier dalam Islam

Telah kita ketahui, Islam tidak mewajibkan kepada perempuan untuk hanya berdiam diri di rumah dan hanya berkutat dengan pekeijaan-pekeijaan domestik. Islam sangat menghargai usaha manusia, sekaligus sangat membenci umatnya yang menyukai jadi pengangguran.

Akan tetapi masih sering muncul pandangan-pandangan miring mengenai persoalan perempuan yang melakukan aktivitas di ruang publik. Mereka menentang keras keberadaan perempuan yang bekeija di luar rumah dan menganggapnya telah melanggar etika sosial dan agama. Dan dengan teks-teks agama mereka membordir eksistensi perempuan untuk kembali ke ranah domestik dan mengembalikan ranah publik kepada si empunya, yakni laki-laki.

Setiap individu ingin melakukan pengembangan diri dan melakukan aktualisasi diri. Hal ini tidak hanya mampu berlaku bagi laki-laki, tetapi juga perempuan. Seorang perempuan juga ingin memiliki hak otonom untuk mendapatkan ruang gerak untuk aktualisasi dan mengembangkan diri. Keinginan ini bukan hanya untuk mendapatkan reward tetapi untuk ikut mengamalkan ilmu yang ia peroleh dan ikut serta mengembangkan peradaban manusia serta ikut serta beramal saleh.

47

Sayangnya, konstruksi fiqh dalam Islam masih berpandangan bahwa

/

kepemimpinan laki-Iaki dalam rumah tangga adalah mutlak, selain karena kelebihan yang dimiliki, juga karena laki-lakilah yang berkewajiban memberi nafkah. Pandangan seperti itu tampak masih mendominasi konsep relasi dalam keluarga yang dipercayai masyarakat.

Seorang istri yang bekeija di luar rumah, baik siang maupun malam, harus tetap seizin suaminya. Apabila suami memperbolehkannya, maka istri tetap berhak atas nafkalmya. Sebaliknya, jika istri tetap keluar rumah untuk bekeija, sedang suami tidak menginginkannya, maka dia harus menerima kehilangan hak mendapatkan nafkah.

Dengan otoritas nafkah berada di tangan suami, istri menjadi sangat tergantung secara ekonomi kepada suami, bila itu teijadi. Maka sebenamya dalam konsep Islam, istri tidak lagi dibebani dengan pekeijaan-pekerjaan di dalam rumah seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah seharusnya menjadi tanggungjawab suami, baik dilakukannya sendiri atau dengan menggaji pern bantu.

Akan tetapi, konsep relasi yang digariskan Islam itu, tidak sepenuhnya berkembang di masyarakat. Masyarakat masih memandang bahwa istri, selain berkewajiban melayani kebutuhan seks suaminya, juga bertanggungjawab terhadap seluruh pekerjaan di dalam rumahnya. Bahkan jika ia terpaksa harus bekerja di luar rumah, maka penghasilan yang diperolehnya dianggap

sebagai nafkah tambahan. Artinya, dengan begitu laki-laki memiliki otoritas dalam segala hal yang hampir tidak terbatas.

Padahal bila persoalan kesehatan dan perawatan kecantikan benar- benar tidak termasuk bagian dari nafkah yang dipenuhi suami, maka istri harus berupaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Demikianlah pula ketika seorang perempuan harus keluar rumah untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak melanggar syari'at, keleluasan untuk itu harus tetap diberikan. Hal ini tampak jelas termuat dalam sebuah hadist:

j i o j o i j i i >• C—ail? Jl»P ^ y \> r

0' ^— dJ--- ili <_)L_ _ai vl---^

£ y

(p -L ^ o'

Artinya: Jabir bin Abdullah berkata: "Bibi saya diceraikan suaminya. Dia ingin memetik kurmanya (waktu iddah), lalu ada seorang laki-laki melarangnya keluar." Bibiku datang kepada Rosulullah SAW (untuk menanyakannya), beliau menjawab: "Ya, silakan memetik kurmamu, barang/cali kamu bisa bersedakah atau berbuat kebaikan." (HR. Muslim).1

Bekerja bagi perempuan, disamping haknya untuk mengekspresikan keahliannya, sebagai sarana untuk beramal saleh, juga merupakan kebutuhan dasar bagi perempuan yang secara psikologis membutuhkan sarana aktualisasi dan prestasi. Dalam hadist Jabir di atas, tampak jelas bahwa Nabi mengizinkan bibinya Jabir untuk memetik kurma miliknya walaupun ia dalam keadaan iddah karena dicerai suaminya. Jika kiranya tidak ada alasan lagi

1 A. Cholid Mi'roj, Muslimah Berkarier, Telaah Fiqh dan Realitas, Qudsi Media, Yogyakarta. 2004, him. 48.

49

untuk melarang perempuan bekeija di ruang publik atau sektor profesional, selama hal itu untuk kemaslahatan dan tentu saja dengan cara yang halal.

Menurut Al-Sya'rawi: Islam mengajarkan suasana kehidupan yang penuh dengan ketenangan dan kedamaian sebagai implementasi dari konsep kehidupan yang sarat dengan kedamaian. Islam mempercayakan tugas ini

kepada kaum perempuan sehingga mereka adalah kaum yang

bertanggungj awab penuh atas tugas domestiknya yaitu menciptakan ketenangan dan kasih sayang dal am rumah tangga/

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, Al-Sya'rawi tidak melarang perempuan bekeija. Tetapi tugas utama perempuan adalah pekerjaan di rumah, mendidik anak, serta menjadi tempat berteduh suami di rumah.

Menurut penulis, pekerjaan di rumah tidak hanya tugas perempuan atau istri, tetapi dijalankan bersama-sama antara istri dan suami. Apalagi masalah mendidik anak, karena anak tidak hanya mengharapkan uluran tangan dari ibu saja, juga dari Bapak. Demikianlah juga ketenangan dalam rumah tangga tercipta kalau suami-istri saling mengerti dan memahami, bukan hanya dibebankan kepada istri. Bekeija bagi perempuan tidak ada masalah, tetapi haras dapat membagi waktu antara keluarga dan bekeija.

Permasalahannya membagi waktu yang dikhususkan untuk keluarga dan anak, dalam hal ini tidak haras bertatap muka dengan anak, karena di era industri, anak ditempat yang jauh pun dengan menggunakan handphone masih 2

2 Istiqsyarah, H ak-H ak Perem puan Relasi Jender M enurut Tafsir Al-Sya'raw i, Teraju, Jakarta, 2004, him. 164.

bisa diawasi. Jadi yang penting bagaimana mengatur anatara keija dan keluarga.

Bekeija bagi perempuan yang menjadi istri dalam rumah tangga adalah dalam rangka saling membantu, terutama saling menghidupi anak ketika salah satu meninggal dunia lebih dahulu.

Raitah istri sahabat nabi yang bemama Abdullah bin Mas'ud aktif bekeija, karena suami ketika itu tidak mampu mencakup kebutuhan hidup keluarga. Perempuan pada masa nabi aktif dalam berbagi pekeijaan, seperti Umma Salim sebagai perias pengantin, Khadijah binti Khuwalid sebagai pedagang terkenal, dan sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa laki-laki dan perempuan diperbolehkan untuk bekeija.

Secara global, Islam mengakui eksistensi perempuan. Kaitannya dengan pengakuan tersebut, Islam mengangkat deraj at dan martabat perempuan dengan memberikan kebebasan dan mengakui karakteristik perempuan serta menghormati hak-haknya.

Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah dua komponen yang saling komplementer bukan saling kontrakditif. Islam juga mengingatkan bahwa kebobrokan dalam masyarakat merupakan implikasi dari pemahaman salah kaprah terhadap posisi laki-laki dan perempuan sebagai insan independen dan sosial.

Sekarang seberapa besar pengaruhnya atau peran pendidikan Islam dalam membentuk keluarga sakinah, yang dimaksud disini pendidikan Islam adalah sistem dari dua sumber hukum A1-Qur'an dan Hadist yang telah

51

memberikan banyak ketentuan-ketentuan secara eksplisit dan komplisit, tetapi begitu, tetap dibutuhkan peran akal untuk merumuskan sebuah aturan yang kongkrit dan mudah untuk diterapkan.

Islam mewajibkan umatnya baik laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu dari kecil hingga matinya seseorang. Artinya sistem pendidikan Islam adalah tidak perlu itu pendidikan formal, non formal maupun informal, ketiganya merupakan sesuatu yang utuh dan saling melengkapi.

Berbicara tentang keluarga dalam pandangan Islam adalali selalu dikaitkan dengan keluarga yang bahagia dan sejahtera, keluarga yang sakinah, yang tentram dan yang dikehendaki oleh Islam, keluarga yang bahagia dan sejahtera adalah keluarga yang :

- Cukup pangan, sandang dan pemikirannya. - Sehat jasmani dan rokhaninya.

- Memiliki kepada keluarga yang baik pencarian nafkahnya untuk menjamin kecukupan kehidupan keluarganya.

Mampu memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya. - Tentram, am an dan tenang menghadapi hari sakit dan hari tua keluarga. - Cukup kesempatan untuk beribadah dan berbuat amal.

- Cukup kesempatan untuk mengadakan rekreasi bagi kesehatan jasmani dan rokhani keluarga.

Mencerminkan ketenangan, keakraban dan keharmonisan keluarga yang terdiri dari atas ayah, ibu, anak-anak dan anggota keluarga yang hidup

sesuai dengan petunjuk ajaran agama Islam, saling sayang menyayangi, harga-menghargai, tolong-menolong.

- Terdiri dari ayah ibu, anak-anak dan anggota keluarga lain yang semuanya hidup bertanggungj awab dal am melaksanakan tugas tanggungjawab dan menggunakan hak wewenangnya.

Dari seminar tentang :"Kehidupan berkeluarga di kota besar dan pengaruhnya bagi terwujudnya keluarga sejahtera bahagia", yang dilakukan untuk memperingati HUT BP4 ke-XXIV, dibahas mengenai masalah fungsi rumah tangga oleh Mahmudin Sudin/ Menurutnya, ada tiga fungsi rumah tangga, yaitu:

1. Fungsi kebahagiaan (sakinah/happines)

Adalah merupakan suatu sikap mental yang selalu siap menghadapi segala kemungkinan. Kematangan sikap mental hanya dapat diperoleh melalui latihan yang teratur dan bersifat keagamaan. Oleh sebab itu sembahyang adalah merupakan satu-satunya latihan ke arah pematangan mental.

Menyinggung masalah kebahagiaan dalam keluarga, bahagia tidak akan datang dengan sendirinya, tetapi harus diusahakan sesuai kemampuan dan bakat yag diberikan Tuhan kepada kita.

Selera insan memang amat bervarisasi dan penilaian kepada arti hidup dan itupun berbeda. Tetapi semua berpendapat bahwa kehidupan bahagia yang dibina dan diperjuangkan dengan gigih dapat hilang tanpa 3

53

disadari dan tragisnya kadang-kadang justru yang menghilangkannya adalah pembina-pembina itu sendiri. Banyak contoh dalam masyarakat bahwa pasangan yang tadinya berusaha keras untuk hidup aman tentram dalam kehangatan keluarga, tetapi setelah tercapai, mereka terlena dalam kebahagiaan dan terlupa untuk memupuk kebahagiaan itu.

Adapun kunci pokok dalam melestarikan kebahagiaan dalam keluarga, adalah sebagai berikut:

a. Adanya saling pengertian

Kebahagiaan tidak akan tercapai tanpa adanya saling pengertian dan penyesuaian. Masing-masing pihak harus memahani kehendak dan keingingan pasangannya, masalah selera dan latar belakang kehidupan keluarganya. Kelemahan dan kelebihan bukan dipertentangkan tetapi kelebihan harus dikembangkan, sedang kelemahan harus diatasi dalam waktu singkat, yang penting masing- masing anggota keluarga harus serempak menuju garis penyesuaian. b. Adanya tenggang rasa dan kebebasan

Harta yang paling bahagia dalam kehidupan adalah kebahagiaan. Jika sesorang merasa kebahagiannya dirampas, maka hal itu merupakan bumerang yang sewaktu-waktu dapat meledakan kebahagiaan keluarga. Dalam Islam hubungan perkawinan bukan hanya untuk suami dan istri saja, tetapi untuk keakraban keluarga terutama ayah dan ibu yang akan merasa lebih bahagia dengan bahagianya anak-anak. Perlu waktu untuk berdialog dengan anak-anak

untuk menghindarkan mereka dan kenakalan remaja, yang merupakan masalah kompleks dan sukar dicari sebab musababnya yang hakiki. Sebagai orang tua kita dapat bertanya kepada diri sendiri, apakah sudah tersedia waktu untuk berdialog dengan anak-anak tanpa mengganggu kesibukan kita?

c. Adanya kebersamaan dal am memikul tanggungjawab

Menurut UUP Bab VI pasal 30/31 ayat 1 dan 3 disebutkan bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan mm ah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat. Ayat 1 menyebutkan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rum ah tangga dan pergaulan hidup bersama di masyarakat. Ayat 3 menetapkan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. Tetapi UUP ini diperbahami didalam KHI pasal 77 ayat 1-3, yaitu:

1) Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

2) Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

55

3) Suami istri memikul kewajiban, untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya.4

2. Fungsi Biologis

Fungsi biologis, mempunyai fungsi untuk melahirkan atau melanjutkan keturunan. Fungsi ini tidak dapat diwakilkan kepada fihak lain, kecuali bila sebuah rumah tangga tersebut tidak mampu melaksanakan fungsi tersebut. Seperti dimaklumi bersama, masalah seks didalam lingkungan rumah tangga merupakan hal yang urgen, yang ada pada setiap manusia yang normal, sampai ketingkat batas kemampuannya yang maksimal. Tuhan mengaruniai dorongan nafsu seksual, agama, dan akal, agar dorongan nafsu seksual tersebut disalurkan secara wajar untuk keharmonisan dan keselarasan hubungan lahir bathin antara suami dan istri.

Saat ini masih banyak teijadi konflik keluarga yang berakhir dalam perceraian yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan komunikasi antar suami istri tersebut. Didapat keterangan bahwa banyaknya perceraian bukan karena banyaknya anak, melainkan ketiadaan anak. Sebenamya agama telah memberikan jalan keluarganya yaitu Islam membenarkan pengambilan anak angkat dengan syarat tidak mengakui anak kandung sediri. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah membolehkan suami kawin

4 Departemen Agama Rl, Kompilasi H ukum Islam di Indonesia, Departemen Agama RI, Jakarta, 1999, him. 42.

lagi untuk mendapatkan keturunan daripada perceraian. Tapi hal ini tergantung pada sikap suami istri bersangkutan.

3. Fungsi Idiologis (pendidikan)

Fungsi Idiologis (pendidikan) adalah menyadari bahwa pendidikan meruapakan salah satu fungsi pokok rumah tangga. Karena itu suami istri perlu memiliki pengertian yang mendalam tentang sebab-sebab utama kehancuran rumah tangga. Seorang istri terpelajar akan membawa semua masalah terbuka dengan diskusi ringan dengan suaminya. Orang awam yang pendidikannya kurang memadai atau kurang memiliki pendidikan agama akana kehilangan alasan bagaimana menyelesaikan problema yang berkepanjangan dalam keluarganya, sedang bekal untuk menyelesaikannya tidak dimiliki. Wajarlah kalau langka teijadi di kalangan orang yang berpendidikan *

Pendidikan Islam mempunyai peran yang signifikan dalam membentuk keluarga sakinah bahkan lebih besar, pendidikan Islam mampu membuat masyarakat, bangsa, dan negara yang aman dan tentram dalam kesejahteraan dan keadilan. Karena pendidikan Islam itu meliputi segala aspek kehidupan muslim yang baik tentunya akan selalu menyatu pada tuntunan ajar an yang mulia.

Walaupun seseorang beragama Islam, dan mempunyai

pengetahuan yang luas tetapi kalau ia tidak mampu menerapkan nilai-nilai

57

ajaran Islam dalam kehidupan keluarga maka keluarga tersebut tidak akan mencapai keluarga yang sakinah, yang diliputi mawadah warohmah.

Tujuan keluarga atau perkawinan bukanlah untuk mengumpulkan materi dan harta kekayaan, tetapi adalah untuk menata kehidupan lahir batin dalam suasana yang penuh saling pengertian dan diikat dengan kasih mesra yang mendalam serta keihklasan yang sejati. Apalah artinya harta yang bertumpuk dan uang banyak, tetapi hati saling beijauhan, saling mementingkan pribadi masing-masing dan saling tidak mau tahu.

Didalam membangun keluarga sakinah bagi wanita karier memang bukanlah pekeijaan yang mudah, wanita yang mempunyai karier itu haruslah membagi waktu antara menjadi wanita karier dan menjadi ibu rumah tangga bagi keluarganya. Dalam menekuni kariemya itu tidak boleh mengabaikan kewajiban-kewajibannya dalam keluarga.

Dokumen terkait