• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wawancara dengan : Ir H Arsyadjuliandi Rachman, MBA (Anggota Komisi VII DPR RI)

Dalam dokumen Majalah Suara Bumi Ed 4 2013 (Halaman 30-33)

I

su politik lingkungan dan ekonomi merupakan dua kutub yang saling berlawanan. Para ahli ekonomi berkeyakinan bahwa sumber daya alam diperlukan sebanyak- banyaknya untuk mengakomodasi keperluan manusia sedangkan para pemerhati lingkungan memaknai pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan koridor dan tingkat kecukupan akan sumber daya sampai pada kurun waktu yang tak terhingga. Dalam kaitannya dengan kebijakan negara, berbagai instansi pemerintah baik di tingkat daerah maupun tingkat pusat belum menunjukkan komitmen bersama dalam mewujudkan pengurangan laju eksploitasi sumber daya alam.

Dalam hal ini tim redaksi suara bumi berkesempatan untuk mewawancarai anggota Komisi VII DPR RI Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA untuk membahas bagaimana lingkungan hidup dimata politisi. Berikut petikan wawancaranya :

Dewasa ini negara kita mengutamakan eksploitasi sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran bangsa (pendapatan devisa). Bagaimana menurut Bapak?

Kekayaan sumber daya alam Indonesia dipahami pemerintah sebagai modal penting dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Karena itu, atas nama pembangunan, optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam diarahkan pada pengejaran target pertumbuhan ekonomi (economic growth development), demi peningkatan

L i p u t a n

pendapatan dan devisa negara (state revenue), dalam praktiknya terkadang pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, demokratis, dan keberlanjutan fungsi sumberdaya alam. Implikasi yang akan ditimbulkan dari praktik-praktik pemanfaatan sumber daya alam yang mengedepankan pencapaian pertumbuhan ekonomi semata adalah timbulnya kerusakan dan degradasi kuantitas maupun kualitas sumberdaya alam, seperti : kerusakan hutan secara masif, kerusakan terumbu karang, pencemaran limbah, perubahan bentang alam, kerusakan tanah serta hilangnya keanekaragaman hayati diatasnya, dsb.

Apabila disimak dari percaturan politik Indonesia, sangat sedikit politisi kita yang membawa dan mengemban misi lingkungan hidup secara khusus dalam proses pemilihannya, baik di tingkat legislatif maupun di eksekutif. Bagaimana sebaiknya (apa yang dapat dilakukan) untuk meningkatkan dan memperbaiki citra lingkungan hidup dimata politisi?

Lingkungan merupakan isu mendasar yang terpinggirkan di tengah hiruk pikuk isu-isu politik di permukaan, bahkan dalam MDG’s persoalan lingkungan (sustainable development) menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Proses demokratisasi di Indonesia yang berkembang saat ini belum diimbangi dengan kesadaran kolektif tentang penyelamatan bumi dari kehancuran daya topang lingkungan. Isu tentang lingkungan hidup ternyata belum mendapatkan tempat secara proporsional. Ini setidaknya dapat dilihat dari masih sedikitnya (jika tidak dikatakan tidak ada) partai yang mengusung isu penyelamatan lingkungan hidup, apalagi melakukan tindakan nyata dalam hal penyelamatan lingkungan. Bahkan, keputusan-keputusan politik yang diambil banyak menyengsarakan lingkungan. Untuk itu, hal-hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki ekopolitik antara lain adalah meningkatkan akselerasi : (1) Peran partai politik untuk meningkatkan standar seleksi kader partai yang akan dipromosikan menduduki posisi politik baik di legislatif maupun di eksekutif adalah kader partai yang memiliki wawasan tentang fungsi strategis lingkungan hidup dan berkomitmen nyata dalam penyelamatan lingkungan; (2) Peningkatan Peran Pemerintah dalam melakukan edukasi kepada masyarakat tentang lingkungan hidup serta memperketat pengawasan sekaligus penegakan hukum secara konsisten bagi para

perusak lingkungan; (3) Peran civil society dalam melakukan advokasi dan pendampingan masyarakat terhadap proses penyelamatan lingkungan.

Masyarakat saat ini sangat kritis terhadap yang dikatakan politisi. Dari sisi lingkungan hidup, sebenarnya ini sangat menguntungkan apabila ada politisi yang fokus dalam menyuarakan lingkungan hidup secara utuh dan menyeluruh. Bagaimana menurut Bapak tentang hal ini?

Saya sangat sependapat dan itu tepat sekali. Begini, selain berhubungan dengan peran negara, daya kritis masyarakat terkait isu lingkungan hidup ini juga berkait erat dengan knowledge, power, dan interest. Knowledge (scientific) sangat berguna dalam membantu mengatur agenda, mempengaruhi pola pikir dan power, dan membentuk dugaan berdasarkan ada prioritas dan interest. Artinya eksistensi masyarakat yang kritis ini harus dipandang sebagai modal sosial (social equity) bagi proses pembangunan budaya politik yang sehat.

Mengapa sangat sedikit politisi yang mau bicara tentang lingkungan hidup?

• Nama : Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA

Panggilan : Andi Rachman

• Lahir : Pekanbaru • Tanggal : 08 Juli 1960 • Isteri : Sisilita

• Anak : Arsilia Arsyadjuliandi

• Orang tua : - H. Abd. Rachman Syafei (Ayah)

(pengusaha daerah Riau dengan bendera perusahaan PO. SINAR RIAU)

- Hj. Asma Hasan (ibu)

• Anak ke : 5 dari 10 bersaudara

PENDIDIKAN : • SDN 14 Pekanbaru (1967 - 1972) • SMPN 4 Bukittinggi (1973 - 1975) • SMAN 3 Yogyakarta (1976 - 1980)

B I O D A T A

L i p u t a n

Related dengan statemen saya diatas tadi, penyebabnya adalah lemahnya knowledge, power, dan interest dari politisi dan partai politik dalam menemukenali perkembangan isu lingkungan, serta menyerap, menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi penyelamatan lingkungan hidup. Satu hal yang patut juga kita pahami, isu lingkungan dalam konteks ekonomi global, banyak dimanfaatkan oleh negara pesaing produk nasional kita sebagai bahan propaganda politik maupun untuk persaingan bisnis (ekonomi).

Untuk menaikkan rating kementerian lingkungan hidup, apa sebaiknya Menteri LH berasal dari kalangan politisi bukan berasal dari kalangan akademisi atau teknokrat. Bagaimana menurut Bapak?

Apapun bidang atau profesi yang kita tekuni, idealnya dilakukan dengan profesionalisme, dalam artian kita harus mampu beradaptasi serta berupaya memahami bidang atau profesi tersebut secara komprehensif. Demikian juga untuk suatu jabatan strategis, selain integritas dan kredibilitas

untuk melakukan komitmen nyata, akan sangat ditentukan oleh kapasitas, kapabilitas dan kompetensi seseorang yang menduduki jabatan tersebut. Jadi, menurut saya tidak ada jaminan politisi lebih baik dari akademisi atau teknokrat dalam memimpin sebuah kementerian, demikian juga sebaliknya, jika dalam melaksanakan perannya tidak dengan paradigma profesional. Darimana pun seorang menteri itu berasal memiliki peluang yang sama untuk mampu meningkatkan rating kementerian yang dipimpinnya, termasuk di kementerian lingkungan hidup. Rating organisasi akan naik dengan sendirinya ditentukan oleh strong leadership dan good corporate governance

dalam organisasi tersebut.

• Fak. Pertanian Univ.Sebelas Maret (1980 - 1985)

• MBA Marketing Track, Oklahoma City University, USA (1986 - 1987)

PEKERJAAN :

• Chairman Riau Muda Group ( 2004 - sekarang) • Dirut PD. Sarana Pembangunan Riau (1999 - 2004) • Komisaris PT. Sarana Riau Ventura (1996 - 1998)

PENGABDIAN ORGANISASI :

• Anggota DPR - RI / MPR - RI 2009 - 2014 • Anggota DPRD Provinsi Riau Periode 2004 - 2009 • Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia 2010 - sekarang • Ketua Umum KADIN Provinsi Riau ( 2001 - 2011) • Ketua Umum BPD HIPMI Riau ( 1989 - 2002) • Wakil Ketua Kadin Tk. I Riau (1990 - 2001) • Bendahara Umum ICMI Orwil Riau (1991 -2006) • Ketua Umum BPD ARDIN Prop. Riau (1996 - 2001) • Wakil Bendahara GOLKAR Riau (1998 - 2003)

• Ketua HISWANA MIGAS Riau Daratan (2001 - sekarang) • Wakil Ketua IKMR Provinsi Riau

• Wakil Bendahara KNPI Provinsi Riau • Bendahara KONI Riau 1999 - 2004

• National Director IMT - GT Indonesia Business Council (2003 - 2010) • Wakil Ketua Sekretariat Nasional Kerjasama Ekonomi Sub Regional

(KESR) Kantor Menko Perekonomian R.I (2005 - 2010)

• Bendahara Umum GOLKAR Riau (2003 - 2010) • Wakil Sekjen DPP Golkar 2010 - sekarang

L i p u t a n

Dalam dokumen Majalah Suara Bumi Ed 4 2013 (Halaman 30-33)

Dokumen terkait