• Tidak ada hasil yang ditemukan

Majalah Suara Bumi Ed 4 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Majalah Suara Bumi Ed 4 2013"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

HIDUP POLITIK ... HIDUP OTONOMI ...

dan BAGAIMANA EKOLOGI?

Oleh: Dr. Suparto Wijoyo

Dosen Universitas Airlangga Surabaya dan Ketua KAPAL (Kenduri Agung Pengabdi Lingkungan) Jawa Timur

Kutulis Otonomi Tanpa Politik Ekologi

K

etika Suara Bumi meminta agar saya menulis mengenai politik dan lingkungan, saya teringat buku Otonomi Tanpa Politik Ekologi yang telah kutulis dan diterbitkan Airlangga University Press sejak tahun 2010. Permintaan itu seolah meneguhkan memang lingkungan kini tersandra politik atau sebaliknya, politik dapat menjadi pemantik penyelamatan lingkungan dengan green politics yang maujud dalam green policies yang diproduk negara. Era otonomi daerah telah menyuguhkan fakta mengejutkan, ternyata politik otonomi daerah berjalan paralel dengan tingginya tingkat degradasi lingkungan daerah. Selama bulan Ramadhan, dengan menikmati suasana berpuasa, banyak pihak yang terdiri dari para pakar, birokrat dan publik telah berkumpul di Jakarta untuk berefleksi mengenai politik lingkungan pada tataran otonomi. Maka ajakan untuk menulis dari Redaksi Suara Bumi dalam suasan Ramadhan bagaikan kita diajak untuk melakukan Tadarus Lingkungan. Sungguh sangat bermakna.

Kita mafhum bahwa politik otonomi daerah yang berjalan tentu saja tidak boleh hanya sekadar menandakan ada yang berubah yang membedakan dengan

(2)

tata pemerintahan masa Orde Baru yang beralih ke orde yang dibilang Orde Reformasi. Orde sekarang ini tetaplah harus berpijak pada pandangan paradigmatik yang fundamental terhadap ide otonomi sebagai upaya untuk berijtihad secara komprehensif untuk menata kehidupan kenegaraan yang lebih berkah. Politik otonomi harus dipahami dan diimplementasikan sebagai upaya strategis dan teknis untuk merajut penyelenggaraan pemerintahan yang selalu independen dalam batasan NKRI. Otonomi secara konseptual harus dikonstruksi untuk merancang bangun negara dengan segala sumber daya rakyatnya secara beradab. Peningkatan kesejahteraan dan kapasitas masyarakat secara berimbang dengan tatanan stakeholders. Stateholders adalah pilihan tunggal yang harus dikedepankan. Otonomi hanya memiliki arti penting bagi rumah tangga NKRI dengan warga negaranya apabila membuat kehidupan kita lebih baik atau lebih mulia. Dalam bahasa Pancasila tentu saja politik lingkungan harus membuat kita semua hidup yang lebih berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial. Tanpa perkembangan kehidupan yang demikian, maka pelaksanaan politik otonomi harus terus dikritisi secara substantif.

Dalam kerangka tata kelola lingkungan memang terdapat kritik keras bahwa pelaksanaan politik otonomi daerah tidak membawa perubahan yang berbenah lebih baik. Degradasi lingkungan dan tingginya tingkat deforestasi serta destruksi ekologis yang semakin menggila terus diterima sebagai efek domino pelaksanaan otonomi daerah yang tidak berwawasan pembangunan berkelanjutan

(sustainable development). Para petinggi pemerintah pusat dengan mudah menuduh bahwa kehancuran lingkungan hidup NKRI adalah sisi buruk otonomi daerah, sehingga hal ini menjadi argumen bagi mereka untuk menarik kembali sebagian besar kewenangan dari pemerintah daerah. Resentralisasi dianggap sebagian pihak sebagai solusi untuk menghentikan kerusakan lingkungan dan mencegah kualitas lingkungan yang terus memburuk. Sementara itu pejabat pemerintah daerah justru berdalih lebih pragmatis lagi bahwa selama ini pemerintah pusatlah yang menguras kekayaan alam daerah dan kini saatnya kamilah orang-orang daerah yang menikmati sumber daya alam yang kami punya ini. Puluhan tahun pemerintah pusat mendominasi

Laporan Utama

dan mengeruk kekayaan alam dengan beragam perizinan dan rezim kontrak karya pertambangan yang dipaksakan oleh pusat ke daerah. Saatnyalah sesi otonomi daerah ini menjadi ajang dimana orang-orang daerah mengenyam kenyamanan pundi-pundi ekonomi lingkungan yang menjadi SDA daerah.

(3)

Laporan Utama

Krisis Lingkungan di Era Otonomi Daerah

Anda tentu sudah membaca. Terdapat paparan simbolik-metaforik dari R. Latter atas kondisi lingkungan kontemporer kita. Diungkapkan bahwa penduduk Perancis beriang gembira menggunakan teka-teki untuk mengajarkan kepada anak-anak sekolah tentang sifat pertumbuhan yang berlipat ganda. Sebuah kolam teratai, begitu teka-teki itu dimulai, berisi selembar daun. Tiap hari jumlah daun itu berlipat dua. Dua lembar daun pada hari kedua, empat pada hari ketiga, dan delapan pada hari keempat, demikian seterusnya. Kalau kolam itu penuh pada hari ketiga puluh, kapankah kolam itu berisi separohnya? Begitu ditanyakan. Jawabnya adalah: “Pada hari kedua puluh sembilan”. Cangkriman ini dirujuk pula oleh L.R. Brown dalam bukunya The Twenty Ninth Day: Accomodating Human Need and Numbers to The Earth‘s Resources.

Sudah dapat dipastikan secara prediktif bahwa kondisi kolam teratai Indonesia, kini mungkin sudah penuh seluruhnya, padahal waktu penyelamatannya tinggal sehari saja. Maka semua pihak harus memahami urgensi kebutuhan memulihkan kualitas lingkungan. Pencemaran lingkungan tampaknya tak kenal kompromi dan kerap meluas tiada henti melanda lorong-lorong lingkungan dengan rentetan kompleksitas konsekuensi yang problematik. Pencemaran air apalagi soal asap di Riau diprediksi terus meningkat. Benarkah dan mengapa?

(4)

Laporan Utama

krusial yang berdampak pada banyak aspek kehidupan. ASI mengandung logam berat Pb (timbal), penyakit ISPA meningkat, kematian premature menggejala, dan lain sebagainya. Wujud keangkuhan yang mendukacitakan. Maraknya tingkat pencemaran lingkungan adalah kebenaran yang tak terelakkan. Realitas telanjang yang tidak perlu diragukan dan diherankan apalagi diperdebatkan. Kenyataan itu merupakan produk sikap biarinisme dan kemunafikan kepemimipinan. Birokrasi nasional, sektoral dan daerah di masa banter-banternya otonomi daerah justru telah terbidik melakukan “systematic destruction”

terhadap lingkungan yang melebihi batas-batas toleransi. Anehnya, potret visualnya acapkali berpenampilan seolah-olah berpihak pada kepentingan ekologis. Kok bisa?

Contohnya pencemaran air maupun udara yang terjadi di semua daerah di Indonesia. Bagaimana air atau udara tidak tercemar, kalau kita dan industri dibiarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk membuang limbah (cairnya) tanpa kendali. Instrumen perizinan sebagai sarana pencegahan pencemaran tidak difungsikan. Para pengusaha dengan enaknya membuang limbah tanpa persyaratan. Enteng sekali. Mereka bebas memuntahkan “liur” limbahnya. Air sungai (kali) dijadikan media gratisan para pengusaha untuk “mensemayamkan” limbahnya. Kurang reaktifnya Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota patut dipertanyakan. Mengapa?

Pada level provinsi juga perlu ditelusuri sejarahnya tentang kewenangan Gubernur di bidang pengendalian pencemaran air. Sejak dulu banyak daerah telah memiliki Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Air. Melalui Perda ini, setiap pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air wajib mendapat izin dari Kepala Daerah. Izin pembuangan limbah cair merupakan sarana hukum pengendalian pencemaran air oleh Kepala Daerah. Sesuai dengan esensi perizinan sebagai norma larangan (prohibitur: “dilarang kecuali dengan izin”) maka perdefinisi industri dilarang membuang limbah cairnya (ke air/sumber-sumber air) kecuali dengan izin yang diberikan oleh Kepala Daerah.

Komplit sudah aturan hukumnya. Tetapi apa yang terjadi? Selama kurun waktu berlakunya aturan lingkungan, industri di Indonesia yang memiliki izin pembuangan limbah cair, emisi dan sebagainya ternyata “tidak sampai

hitungan jari tangan sebelah”. Alhasil, para pengusaha secara kasatmata bebas membuang limbahnya tanpa izin. Mengapa dalam rentang waktu otoda, Kepala Daerah tidak menerbitkan izin secara memadai? Adakah ini suatu kesengajaan ataukah ketidaktahuan? Untuk itulah, dalam kasus pencemaran air di Indonesia, Kepala Daerah adalah penegak hukum utama yang harus bertanggungjawab. Mengapa izin pembuangan limbah cair atau kini Izin Pembuangan Air Limbah tidak segera diterbitkan sebagaimana mestinya? Apakah pengusaha memang tidak mengajukannya? Atau memang pejabatnya “suka diam-diam aja”. Memang banyak kesan pejabat “adem ayem” dengan kantor yang “bolak-balik pindah”. Apa ini jadi penyebabnya ya?

(5)

Laporan Utama

untuk dilaksanakan. Tragis. Semoga tidaklah demikian niatannya.

Cukup sudah. Tak usah lagi menunda. Namun kini ada pergeseran dengan otonomi daerah. Pengendalian pencemaran air tidak lagi secara penuh ada di genggaman tangan Gubernur, tapi di tangan Kepala Daerah Kabupaten/ Kota berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Kami semua kini menunggu kreasi responsif Bupati/Walikota. Gubernur selayaknya tampil sebagai koordinator yang baik. Masih ada harapan, meskipun hanya secercah.

Menko SDA Strategis dan Lingkungan Hidup

Yah… secara esensial kita membutuhkan bangunan kepemimpinan ekologia. Sebuah kepemimpinan yang sensitif terhadap krisis lingkungan. Kepemimpinan yang mempromosikan aktivitas akrab dan ramah lingkungan. Intuisi kepemimpinan yang menetapkan dan menggelegakkan public concern terhadap upaya penyelamatan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan: membangun tanpa mencemarkan dan merusak lingkungan demi nasib generasi mendatang. Kepemimpinan ekologia mempersyaratkan pengetahuan kasuistik maupun universal, penegakan hukum yang

efektif dan kultur kelembagaan yang kondusif bagi tatanan

“eco-society”. Betapa elegannya masyarakat yang berlabel lingkungan. Masyarakat yang mampu bertahan hidup tanpa memporakporandakan prospek generasi penerusnya. Inilah substansi pembangunan berkelanjutan yang menuntun misi kepemimpinan ekologia.

Melalui kepemimpinan ekologia, terjadinya pencemaran perusakan lingkungan yang terus meluas diharapkan dapat diminimalisir. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan kausa lahirnya sengketa lingkungan, bahkan kejahatan yang berskala teroris. Tentu, eskalasi sengketa lingkungan tidak untuk diperlebar dan diproyekkan. Penyelesaian sengketa lingkungan merupakan konsekuensi tuntutan harmonisitas kehidupan. Hindari jotosan di antara para pelaku pengelolaan lingkungan. Untuk itulah perlu membangun mekanisme “pencucian dosa lingkungan” dengan mengembangkan politik lingkungan sebagai kunci pandora upaya mengedepankan

“win-win solution”. Maka, yang mesti diagendakan bukan “siapa yang akan memimpin?”, tetapi “bagaimana memimpinnya?”. Kelembagaan kepemimpinan lingkungan nasional yang berupa Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) harus diperkuat agar tidak menjadi si macan ompong. Sekeras apapun auman macan ompong, tidaklah menakutkan, justru menggelikan dan dipermainkan. Ada pikiran pembentukan Menko Sumber Daya Alam Strategis dan Lingkungan Hidup melalui penguatan KLH.

Anggaran Hijau

(6)

Laporan Utama

lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi manusia Indonesia. Jadi lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah bagian penting HAM rakyat Indonesia yang dijamin secara konstitusional. Untuk itulah negara melalui pemerintahnya berkewajiban untuk menyediakan mutu kehidupan warganya dengan memberikan jaminan atas kualitas lingkungan hidupnya yang baik dan sehat.

Sejak Pemilu 2009 lalu, dan kini 2014 perlu kesepahaman dengan KPU-KPUD untuk memberikan sinyal politik agar semua calon anggota dewan dan calon Presiden serta calon kepala daerah nantinya memperhatikan kepentingan lingkungan. Dengan ini diharapkan semua pihak terutama yang akan mencalonkan diri sebagai aktor politik nyata, harus menjadi “wali lingkungan hidup”. Pihak-pihak yang tidak mempersiapkan diri untuk menjadi penyelamat lingkungan melalui kekuasaan yang ada ditangannya jelas tidak akan lolos dalam seleksi pencalonan. Meski demikian semua akan kembali kepada kondisi administratif bahwa visi misi yang sudah mencantumkan berwawasan lingkungan akan diterima walaupun itu hanya klise. Akan tetapi tetap kita harus optimis bahwa langkah

KLH dan KPU-KPUD harus membangun komunikasi politik sebagai pijakan awal untuk menggulirkan isu lingkungan menjadi pusat perhatian pembuatan kebijakan daerah yang berwawasan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) yang telah menjadi kesepakatan dunia akan direalisasi dalam strategi pembangunan lokal yang diejawantahkan oleh para punggawa daerah. Kepala daerah terpilih yang sudah mendeklarasikan disi bervisi lingkungan sesungguhnya telah ikrar untuk siap-siap menjadi pembina lingkungan masa depan. Dalam konteks inilah lingkungan akan dijadikan sebagai poros utama pembuatan kebijakan untuk generasi sekarang dan mendatang di wilayahnya. Selamat datang kepala daerah yang beruhani lingkungan dalam rangka penyelamatan negara Republik tercinta yang sedang porak poranda.

(7)

Laporan Utama

pentingnya menjaga lingkungan. Sebelumnya di Jakarta juga digelar helatan penting para petinggi negara untuk mempersiapkan kematangan konsep alokasi tertentu bagi anggaran lingkungan. Semua agenda pada akhirnya mengerucut pada aspek pendanaan. Aspek ini sebenarnya klasik dan kita akan bangun suatu dana lingkungan yang harus dijembatani melalui pengaturan pajak lingkungan sebagaimana telah disinggung pada beragam regulasi. Konsep demikian secara sepihak banyak ditolak pengusaha yang tidak mengerti tentang pentingnya pelestarian fungsi lingkungan. Biarlah ia tetap bergulir dengan sendirinya dan pada ujung ceritanya semua pihak akan memahami bahwa ternyata pajak lingkungan adalah bagian dari aspek instrumen ekonomik pengelolaan lingkungan yang tidak terlalu memberatkan pengusaha. Pengusaha berat selama ini bukan karena soal pajak dan retribusi yang sudah diatur secara jelas melainkan soal penyediaan dana siluman yang acapkali dipungut oleh preman-preman liar yang berbaju kekuasaan.

Survei KLH tentu saja mengejutkan banyak kalangan atau bahkan ditanggapi biasa-biasa saja. KLH telah memberikan informasi bahwa sekarang ini hampir 50% (tepatnya 47%) Kepala Daerah di Indonesia ini tidak ramah lingkungan. Separuhnya lagi bervariasi antara peduli dan setengah peduli sampai pada yang tidak mengerti tentang kepentingan lingkungan hidup. Kenyataan ini merisaukan sebagian pihak yang di luar jejaring kekuasaan dalam menyelamatkan lingkungan masa depan. Maka kini telah bergulir terus suatu pemikiran untuk menjadikan salah satu poin dalam pengembangan lingkungan hidup di daerah adalah dilihat dari alokasi anggaran dalam APBD. Berapa persen dana dari APBD itu diberikan untuk kepentingan pengelolaan lingkungan. Apa 1%, 2%, 3% dan seterusnya. Rata-rata di Indonesia belum 1% APBD itu diperuntukkan dalam sektor lingkungan hidup. Bagaimana ini anggota DPRD dan Kepala Daerah? Apakah ini termasuk daerah Anda?

Di banyak negara maju hal ini telah menjadi salah satu jenis pembiayaan yang harus dituangkan dalam naskah APBD. Di samping itu juga harus diberikan segmen khusus tentang pendapatan daerah yang berasal dari kepentingan pengelolaan lingkungan. Di Indonesia nomenklatur tentang sumber dan pengeluaran dana publik yang menyinggung

aspek lingkungan memang beragam. Secara finansial sebagaimana yang terdapat dalam APBD sesungguhnya bangsa ini sedang melakukan kekonyolan ekologis. Lingkungan tidak mendapat perhatian serius dalam alokasi anggaran yang jelas di APBD dengan memadai. Untuk itulah membuat APBD Hijau alias APBD yang menuangkan secara tegas sumber-sumber dana publik yang berasal dari upaya pengelolaan lingkungan hidup dan pos pengeluarannya adalah langkah awal bagi penyelamatan lingkungan secara finansial. APBD Hijau perlu segara diwujudkan bukan saja untuk mendorong peran publik dalam menggalang kekuatan kebijakan yang berwawasan lingkungan tetapi juga membuktikan bahwa para punggawa daerah memang sedang “jatuh cinta” kepada lingkungan. Bagaimana?

Nekropolitan dalam Politik

Politik lingkungan sangat erat dengan politik planologi. Ini sisi serius yang menjadi sumber dari segala sumber problem lingkungan itu ya masalah tata ruang. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang harus segera disosialisasikan di era otonomi daerah ini. Ruang otoda perlu dijelaskan tetang substansi UU Penataan Ruang tersebut. Pejabat publik yang salah dalam mendesan kebijakan tata ruangnya akan dipenjara lebih dahulu. Mereka harus hati-hati. Masukan ketentuan ini merupakan perjuangan besar dan terstruktur dari teman-teman pengamat perkotaan yang pro lingkungan. Kolega saya dengan riang menerima formulasi demikian yang mampu menjerat pejabat publik yang main-main atau memain-mainkan hukum tata ruang.

Hanya saja akankah menjadi kenyataan? Tentu membutuhkan pengawalan kita bersama. Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dipersyaratkan juga perlu segera kerja keras untuk mempersiapkan pembaruan Peraturan Daerah Tata Ruangnya yang selam ini ada untuk disesuaikan dengan UU Penataan Ruang tersebut. Kebijakan perkotaan yang berbasis penataan ruang yang waras harus segera diwujudkan. Konsisi berikut hendaklah menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak pemangku kepentingan tata kota yang berkelanjutan.

(8)

Laporan Utama

di dalam kerangka otonomi daerah berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.. Tidak ada titik-titik perkotaan yang tidak menyuguhkan suatu tontotan dan tuntunan yang tidak mengasyikkan. Paling tidak ya … menyesakkan. Kota-kota dunia yang konon dinamakan kota raya alias metropolitan sejak lama tergiring dan tergiur untuk menjadi kota-kota kematian yang disebut nekropolitan. Simak dan sibaklah lembaran-lembaran perkotaan di Indonesia. Di banyak kota sedang dipertontonkan sebuah drama kolosal tentang kematian kotanya. Kota dirasakan sedang sakit keras dalam kondisi yang menjengahkan. Jengah dan jenuh mewarnai warga Kota. Perikehidupan di perkotaan terjelma seperti mesin-mesin kota yang berjalan sesuai dengan rute yang ditetapkan tanpa nalar keberlanjutan. Tidak ada daya imajinasi yang penuh humanisme (kamanungsan) yang mengakurkan sesama. Kota ini berjalan seperti jalannya ”kuda liar”.

Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini publik mengalami proses ”ejakulasi” ataupun ”menstruasi” perkotaan dalam tingkatan yang menakutkan. Titik-titik simpul kota telah dikangkangi oleh para pemeran utama kota dalam hitungan yang tidak terperikan rakusnya. Kemenangan kapitalisme yang mampu mendepak ke luar gelanggang sosialisme. Terciptalah kota dengan telanjang bulat. Apa yang tidak menggunakan standard harga di kota? Semua sisi kehidupan perkotaan ini telah dihitung dalam kisaran harga jual yang jelas dan pas meski terkadang dengan diskonan. Big Sale menjadi kata yang memukau dan orang digiring berbelanja dalam kisaran melebihi kebutuhan. Yakinlah bahwa ada orang kota yang membelanjakan hartanya melebihi kebutuhannya yang tentu saja tidak dapat mencukupi kerakusannya. Keinginan dan kerakusan sebagian warga kota menandakan dendang tembang tata uang. Inilah yang saya maksudkan bahwa di kota tidak ada tata ruang, yang ada adalah tata uang. Uang justru mampu menata ruang dengan benderangnya. Dan banyak pihak tersedak karena uang.

Namun konyolnya adalah bahwa pemegang dan pembuat kuasa perkotaan ini terlihat tergeletak lemas kebanyakan uang dan menggadaikan ruangnya. Baca saja Perda Tata Ruang Wilayah di manapun yang tidak memberikan perubahan apapun secara maknawi kecuali

sebatas gemerlap iklan lahiriyah saja dengan ruhani yang kerdil dan gersang. Kota membuat kita penat dalam pusaran yang menakutkan. Cagar budayanya dicakari. Warisan leluhur diembat dan diuntal dengan terang benderang tanpa risih sedikit pun. Penguasanya seperti kehilangan arah zamannya dan tidak sreg dengan apa yang seharusnya dikerjakan. Model pembuatan tempat-tempat iklan bando yang ”najis” secara yuridis itu kelihatan dalam penguasaan pihak-pihak tertentu yang tidak dapat dijamah oleh siapapun. Para politisi turut terlibatkah dalam ”menjual” kota-kota kita ini? Jawabnya jelas ada yang ikut serta dengan melakukan kezaliman kebijakan yang tidak berpandangan ”kotaku surgaku”. Apakah mereka itu pelaku ”pembusukan” kota dengan politik yang abai lingkungan?

Akhirnya Ecological Intelligence

Dari gambar-gambar plastik dan kain-kain spanduk yang terpasang dari setiap pemain politik justru membahayakan lingkungan. Pemilu dan politik yang telah berhasil sebagai pembangun civil society dan mengembangkan eco-society

untuk kepentingan pelestarian lingkungan harus terus didengungkan. Para politisi di samping memiliki kapasitas kecerdasan intelektual yang paripurna dengan derajat

emotional intelligence (kecerdasan emosional) dan spiritual intelligence (kecerdasan religius) yang mapan, juga bekal kecerdasaan lingkungan. Kita semua percaya bahwa para politisi sangat kuat untuk mengkonstruiksi kecerdasan lingkungan bagi terbangunnya eco-society. Partai politik pasti menyadari bahwa ternyata kecerdasan emosional dan spiritual saja tidak cukup untuk mengubah Indonesia lebih baik. Maka para psikolog (lingkungan) sekelas Daniel Goleman menawarkan ukuran baru perilaku seseorang yang dinamakan ecological intelligence. Lingkungan harus menjadi parameter sekaligus variabel penentu setiap perilaku seseorang. Orientasi ekologis adalah cermin pembulat kecerdasan emosional dan spiritual. Orang yang memiliki ecological intelligence akan memposisikan diri pada lingkungan secara ekosistemik yang terintegrasi dengan sikap hidupnya (ecologists). Mengotori lingkungan haram hukumnya secara politik. Begitu kira-kira dalilnya.

(9)

Laporan Utama

P

ermasalahan lingkungan hidup di Indonesia sangat beragam dengan tingkat kompleksitas yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan pengelolaan lingkungan harus melibatkan banyak sektor dan pihak – pihak lain termasuk adalah peran dan keterlibatan lembaga legislatif dalam hal ini Komisi VII DPR RI.

Dalam penanganan permasalahan lingkungan dibutuhkan anggaran yang besar. Namun demikian, sejauh ini anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan lingkungan hidup di Kementerian Lingkungan Hidup masih rendah yaitu kurang dari 0.1% APBN setiap tahunnya, sehingga banyak kegiatan – kegiatan pengelolaan lingkungan yang tidak dapat dilaksanaan.

Untuk mengetahui mengenai kebijakan penganggaran pengelolaan lingkungan hidup di KLH, maka dilakukan wawancara dengan Biro PKLN yang diwakili oleh Kepala Bagian Penyusunan Rencana Program dan Anggaran, Ir. Laksmi Wijayanti, MCP. Berikut petikan wawancaranya :

Dalam penganggaran, apa yang menyebabkan anggaran KLH masih rendah?

Sebenarnya kita sedang mencoba agar orang tidak melihat sektoral. Kalau dikatakan kecil seakan- akan anggaran di KLH kecil. Kalau kita melihat anggaran APBN harus melihat dalam konteks satu pemerintah. Misal presiden memutuskan mau konservasi atau penanganan limbah, maka diutuslah beberapa menteri di situ. Maka anggaran lingkungan hidup namanya satu fungsi. Lalu bagaimana portofolio menterinya? Untuk itu ditentukanlah portofolio menteri kehutanan mengurus hutan, menteri LH mengurus SOP atau kebijakan pengendalian pencemaran. Kalau itu sudah

KEBIJAKAN ANGGARAN KLH

(10)

Laporan Utama

diterjemahkan dan portofolio ditentukan tentu itu menjadi tupoksi yang diperkuat dengan peraturan atau undang-undang. Kemudian dibuatlah pembagian kerja serta target dan indikator kinerja. Mengapa anggaran KLH rendah ? karena memang mungkin awalnya diputuskan KLH bukan portofolio seperti departeman seperti jaman dulu. Tapi kalau ditanya masih kecil? tidak... Anggaran KLH sekarang lebih besar daripada dulu. KLH kan dulu portofolionya menteri negara yang hanya melakukan koordinasi dan pembuatan kebijakan,berarti ekspektasi dari presiden tidak teralu besar. Hanya dikasih indikator ABCD. Anggaran berbasis kinerja adalah bagaimana membiayai kita dalam mencapai target. Kalau target tidak terlalu tinggi maka unit belanja yang dibutuhkan juga tidak terlalu tinggi. Jadi jangan terjebak dengan besarnya uang berapa? Bukan itu yang penting. Tapi kalau kita bicara politik lingkungan, kita harus berani mengatakan ”Ini portofolionya saya” ,nanti uang akan ikut sendiri. Jangan anggap kalau KLH satu-satunya instansi yang mengurusi lingkungan, tetapi di seluruh kementerian itu ada bagian untuk mengurusi lingkungan.

Bagaimana kaitan KLH sendiri dengan sektor lain yang juga mendapat anggaran bidang lingkungan?

Pada dasarnya adanya menteri koordinator agar kerjanya sama-sama. Saya mengakui kesannya koordinasi hanya sering rapat sama-sama. Kita bekerja masih masing – masing sektoral. Satu Undang – Undang (UU) hanya

untuk satu kementerian. Sama seperti LH. UU kita cuma ngurusin kementerian LH. Kalau dari sisi resource dari segi APBN itu sudah dibagi. Misalnya anggaran untuk konservasi sebesar sekian trilyun. Di dalamnya ada uangnya LH,kehutanan,PU,dll. Itu sebetulnya sama fungsinya, tinggal kita yang mau membuka diri. Kita ini sebenarnya partner yang secara administrasi struktural sudah dipaksa untuk bekerja bersama. Hanya saja karena kita sibuk sendiri jadi tidak sempat.

Misi dari reformasi penganggaran dan reformasi birokrasi memang masih baru jadi belum terlalu efektif.Misinya memutus yang seperti ini tidak sektoral. Boleh bekerja masing - masing tapi harus jelas. Misal output LH menurunkan limbah, pastikan pekerjaanya jelas, tidak tumpang tindih. Nah kita juga koordinasinya akan enak dengan sendirinya. KLH mengerjakan di hulu sedangkan sektor lain di hilir.

Kemudian optimalkah koordinasi KLH dengan sektor lain selama ini?

(11)

Laporan Utama

yaitu bekerja sesuai aturan. Bukannya birokrasi tidak boleh fleksibel tapi bagaimana kita bisa dipercaya kalau kita tidak bekerja sesuai aturan. Peraturan itu belum sempurna. Jadi sampai sekarang belum optimal. Secara terukur LAKIP KLH masih C, hasil pemeriksaan keuangan walaupun nilainya WTP tetapi masih dengan catatan.

Apa saja strategi untuk mencapai sasaran strategis KLH dengan anggaran yang ada?

Sebetulnya sederhana saja yaitu “Lets The Manager Manage”. Pemerintah baik pusat atau daerah cenderung

over managing atau mikro manajeman. Pergi keluar kota saja mesti kita urus. Nah itu pelan - pelan akan ditinggalkan. Bagaimanapun intervensi mikro manajeman tidak akan membuat kita lebih baik. Prinsip reformasi penganggaran

Lets The Manager Manage adalah “ Kalau sudah punya target maka harus harus benar – benar mengetahui target tersebut”. Apa yang harus dicapai, dengan cara apa untuk mencapai, dan harus terukur. Misal untuk menurunkan beban pencemaran 20 ton per hari, caranya harus jelas sesuai peraturan dan secara akuntabilitas harus dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya cara saya adalah dengan menerapkan pajak, dan itu sudah teruji peraturanya. Jadi orang beranggapan juga itu bagus dan dianggap sebagai cara yang tepat. Maka ketika kita mennjalankan itu menggunakan anggaran yang diberikan, kita harus efisien, tidak dihambur- hamburkan. Kalau ditanya biar efektif? Kita jangan mengintervensi terlalu dalam. Karena dengan sendirinya ada mekanisme evaluasi. Misalnya sekarang PPE Sumatera outputnya apa? Misal outputnya dokumen informasi ekoregion di bidang X dengan penanggung jawab nya kabid Y. Dulu kita masih meributkan orang tersebut kebanyakan perjalanan dinas, untuk apa keluar negeri padahal tidak tertuang dalam TOR. Nanti pelan - pelan tidak akan diuruskan lagi oleh kami.Yang penting nanti hasilnya ada atau tidak? Begitu hasilnya dapat ini dokumen informasi ekoregion sehingga bisa tahu sebaran lahan, potensi banjir,kapan kebakaran,musim yang berubah,dll hanya dengan satu dokumen. Lalu kita melihat hasilnya luar biasa.lalu kita liat anggaran untuk mendapatkan dokumen itu kita harus mengeluarkan dana 100 milyar .Nah itu mekanismenya adalah mekanisme efisiensi, yang kita sebut sebagai kerugian negara.Karena yang seperti itu 10 milyar juga cukup.Tetapi kan kita memberi kepercayaan kepada orangnya .Nanti lama - lama orangnya memperbaiki sendiri. Dan itu akan diterapkan sekarang sehingga peran pemeriksa atau BPK akan lebih besar sekarang karena Kemenkeu tidak lagi akan mengurusi yang kecil - kecil

seperti itu

Apa saja yang menjadi program prioritas dan non prioritas KLH?

Setiap kementerian pasti punya renstra 5 tahun. Misal untuk penurunan beban pencemaran karena tidak mungkin kita diberi target selesai 1 tahun. Pasti setidaknya 5 tahun. Di dalam awal desain Renstra dalam menurunkan beban pencemaran bagian deputi 2 akan mengerjakan apa dari tahun pertama sampai selanjutnya. PPE juga seperti itu. Baru ketika sudah tahu targetnya uangnya menyusul .Jadi kalau mau menentukan pagu anggaran tiap tahun mudah. Misal mau membuat 20 dokumen.1 dokumennya berapa? 20 juta misalnya.ya sudah berarti saya hanya kasih 400 juta. Sesimpel itu ....semua tergantung targetnya. Yang jadi masalah adalah yang pertama adalah tidak mengetahui target,yang kedua tidak tahu unit cost dan itu lebih masalah lagi. Jadi orang tidak mengetahui berapa biaya pembuatan laporan,saya kasih 10 juta bisa... saya kasih 200 juta bisa juga dan pasti saya pilih yang kecil karena dengan anggaran kecil saja sudah bisa. Tetapi sebenarnya prinsip mengalokasikan PAGU sesimpel itu kok.Kita dari PKLN biasakan agar orang tau target, tau barang keluaranya seperti apa, caranya jelas,berstandar,maka tinggal hitung butuhnya berapa. Pendapat yang salah adalah apabila ada yang mengatakan PKLN yang menentukan pagu. Kami tidak berani, itu bukan tugas kami . Tetapi kalau orangnya tidak tahu kita melihat proyeksi tahun lalu. Apabila targetnya sama...ya kita samakan lagi karena memang harus segera diambil keputusan.

Besaran anggaran KLH tidak terlepas dari peran Komisi VII DPR RI.Bagaimana dengan dukungan komisi VII terhadap KLH?

Kalau dilihat sebagai satu lembaga, hubungan kita dengan komisi VII baik sekali. Jadi suportif komisi VII itu track record kita dalam penganggaran tidak pernah memotong anggaran kita sampai saat ini. Memang kalaupun ada ketidakpuasan pada kinerja tetapi tidak pada sangat mengecewakan. Hubungan antar lembaga sangat baik, hampir selalu ditambah tiap tahun anggaranya. Selalu dikoreksi cara bekerjanya,walaupun kemudian inputnya belum selalu cocok.

(12)

Laporan Utama

Bagaimana dengan mekanisme penganggaran dengan adanya APBNP?

Pada prinsipnya dalam pembuatan anggaran,di depan dibuat perencanaan dan secara sistem di tengah tahun harus ada review. Namun tidak semua orang ingat esensi APBNP.

Dalam beberapa kesempatan Rapat Dengar Pendapat (RDP), komisi VII mengatakan bahwa anggaran KLH sangat minim dan perlu ditambah. Bagaimana KLH menanggapi hal tersebut?

Legislatif dan tatanan pemerintah kan berbeda. Di pemerintah yang menjadi bendahara kan menteri keuangan, dan cenderung kaku dalam bekerja berdasarkan RPJM sesuai renstra.Jadi jika semua sepakat kalau KLH kurang anggarannya maka akan ditambah lagi 5 tahun ke depan.

KLH sudah memberikan dana dekonsentrasi ke provinsi sejak tahun 2009. Apa tujuan pemberian dana tersebut?

Tujuannya untuk melakukan transisi pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah. Otonomi daerah itu sebenarnya bertahap. Ada misi dari pemerintah pusat. Masalah lingkungan hidup itu tidak semua ada di Jakarta tapi semua ada di daerah, jadi lokus lingkungan pasti ada di daerah. Jadi kita semakin sadar bahwa pengendalian kerusakan lingkungan itu tidak cocok dikerjakan oleh orang Jakarta, harus di daerah. Hanya saja waktu terbentuknya otonomi daerah tahun 2000 Pemda kita belum siap baik maka ada periode transisi. Periode transisi itu dijembatani oleh salah satunya dana dekonsentrasi. Karena secara target tidak mungkin semua pemantauan industri dikerjakan oleh staf KLH yang hanya berjumlah 1000 orang. Tetapi kalau dikasih ke daerah mungkin provinsi punya tenaga 100 orang. Jadi kita tidak mungkin mengejar target tanpa pelibatan daerah.

Apa kontribusi positif pemberian dana dekonsentrasi dalam pencapaian output KLH?

Target kita menjadi banyak yang tercapai karena adanya dana dekonsentrasi,dibandingkan apabila kita kerjakan sendiri. Misal sekolah adiwiyata karena didekonkan menjadi 1000an sekarang jumlahnya. Jadi didapatkan replikasi jumlah yang lumayan.Selain itu hubungan pusat dengan daerah menjadi sangat baik.

Bagaimana pembagian anggaran dekonsentrasi itu sendiri?

Pertama kita samakan dulu karena belum tahu besarnya. Kalau sudah satu siklus tahun anggaran baru terlihat dan akan segera direview. Pada tahun 2013 daerah sudah mulai menentukan target yang dia mau. Kalau tidak bisa mencapai target harus menurunkan targetnya kemudian baru turunkan anggaran..Kita tidak pernah bicara uang, sehingga target dulu yang direview.

Kebijakan dekonsentrasi menyebabkan ketersediaan anggaran di unit kerja KLH berkurang dan tentu menyebabkan kinerja unit berkurang. Apa tanggapannya?

Tidak seperti itu, justru dekonsentrasi sendiri itu untuk mencapai target bagi KLH yang belum mampu dikerjakan sendiri. Dan itu tidak terjadi pengambil-alihan pekerjaan. Tapi memang cepat atau lambat jika hasil dekonsentrasi itu efektif kita pasti merampingkan diri sendiri juga. Jadi bisa melaksanakan kegiatan yang lebih strategis. Sampai kita yakin mana kewenangan pusat yang tidak lagi didelegasikan dan mana seharusnya yang dikerjakan daerah tapi masih kita kerjakan. Bisa jadi nanti anggaran sudah tidak ada lagi duplikasi untuk kegiatan yang sama.

Bagaimana cara KLH meyakinkan Pemerintah Pusat khususnya Bappenas untuk mengalokasikan anggaran yang ideal untuk KLH?

Kita selalu dialog. Walaupun kita adalah institusi yang mengurusi lingkungan hidup, tetapi bukan berarti kita lebih tahu. Mekanisme dialog harus dibangun dengan Bappenas dan masyarakat. Saya mencontohkan MenPAN. Anggaran hanya 200 milyar dalam satu tahun. Tetapi fungsinya adalah mengatur semua kementrian. Semua orang mendengarkan dia. Walaupun dengan anggaran yang kecil tidak berpengaruh. Jadi orientasi kita jangan orientasi tambahan dana. Kita harus bisa tahu bagaimana cara memberitahu ke masyarakat. Misalnya kita buat peraturan yang sesuai portofolio LH misal green industry

agar standar kita dipakai semua orang. Jadi portofolio kita mengingkat. Bappenas juga melihat prestasi kita dalam menentukan penganggaran.

Dengan struktur organisasi penganggaran dan pola belanja saat ini, apakah masih bisa mengakomodir peningkatan anggaran KLH?

(13)

Laporan Utama

P

engelolaan lingkungan hidup terkait dengan banyak sektor-sektor lainnnya seperti kehutanan, pertanian, pertambangan dan Iain-Iain. Sektor-sektor tersebut juga mempunyai bidang yang mempunyai tugas untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup. Pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup di sektor-sektor tersebut termasuk dalam pembiayaan pengelolaan lingkungan hidup nasional. Oleh karena itu, peranan BAPPENAS sangat penting dalam melakukan koordinasi dan harmonisasi program-program lingkungan agar tidak terjadi tumpang tindih antara Kementerian Lingkungan Hidup dengan sektor terkait. Untuk mengetahui peranan BAPPENAS tersebut, tim redaksi Suara Bumi melakukan wawancara dengan Direktur Lingkungan Hidup BAPPENAS, Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc

Bagaimana penyusunan program dan anggaran antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan?

Penyusunan anggaran mengacu pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sementara untuk perencanaan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Dalam menyusun anggaran

PERANAN BAPPENAS DALAM

KOORDINASI DAN HARMONISASI

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

(14)

Laporan Utama

pembangunan tersebut, dapat dilihat dalam salah satu pasal UU No. 25 Tahun 2004 bahwa RKP merupakan bagian dari RAPBN. Penyusunan anggaran mengacu pada Performance Base Budgeting, artinya antara perencanaan dan penganggaran adalah saling berkaitan, misalnya: nama program dan nama kegiatannya. Nama program dalam RKP sama dengan nama program dan kegiatan yang ada dalam anggaran.

Adapun BAPPENAS lebih berkiprah dalam menyusun kebijakan tahunan, 5 tahunan dan 20 tahunan. Rincian setiap kegiatan dan program nantinya akan dibahas lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan dan DPR.

Bagaimana proses penyusunan program dan anggaran Kementerian/Lembaga setiap tahunnya?

Ada pembakuan nama program di dalam RPJMN maupun dalam RKP. Program selama 5 tahun dirancang untuk tidak berubah. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui trend kegiatan dan program. Sedangkan pagunya sudah ada di dalam RPJMN yang disebut pagu indikatif. Pagu tersebut sesuai dengan usulan Kementerian/Lembaga teknis kemudian di exercise oleh BAPPENAS, berapa bantuan dan hibah luar negeri yang masuk, berapa target Kementerian/Lembaga yang bersangkutan untuk kemudian ditetapkan pagu indikatif. Pagu indikatif ini tidak bersifat normatif, dapat berubah melalui RKP. RKP adalah untuk memperbaharui alokasi anggaran setiap tahunnya. Fungsi RKP adalah untuk merevisi adanya kebijakan baru dari Presiden terhadap program dan kegiatan Kementerian/ Lembaga ataupun dari kebijakan internasional.

Ada anggapan bahwa kurang maksimalnya pengelolaan lingkungan hidup disebabkan oleh minimnya anggaran lingkungan hidup, bagaimana menurut Ibu?

Masalah lingkungan adalah masalah cross sector dan lintas batas. Lingkungan tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga pelaku pembangunan dan masyarakat. Yang menjadi sangat penting adalah bagaimana mengubah perilaku masyarakat indonesia untuk sadar terhadap lingkungan dimana ia hidup, seperti misalnya bagaimana dalam penggunaan sumber daya yang ada seperti air, energi, tidak boros dalam mengkonsumsi barang-barang yang dipakai. Bagaimana merubah lifestyle masyarakat yang mengarah kepada efisiensi, menjadi kehidupan yang

bersih dan sehat. Hal tersebut bukan karena anggaran sedikit lalu lingkungan menjadi rusak. Patokannya bukanlah anggaran, melainkan perilaku dan kesadaran masyarakat keseluruhan. Pemerintah adalah pihak yang mendorong perubahan perilaku masyarakat.

Bagaimana peran BAPPENAS dalam penyusunan program untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat mengarah kepada efesiensi?

BAPPENAS melakukan koordinasi dengan Kementerian/ Lembaga dalam perumusan kebijakan dan penyusunan program kegiatan. Kita mempunyai Kementerian/Lembaga teknis yang bertanggung jawab langsung. Namun untuk lingkungan tidak hanya Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) saja yang berperan. KLH memiliki peran dalam membuat kebijakan-kebijakan atau standar-standar, dan penetapan baku mutu. Sedangkan pelaku lainnya adalah bidang industri, transport / perhubungan, pertanian, perikanan. Sekarang bagaimana pengawasan dari institusi terkait yang terkait dengan KLH terhadap baku mutu yang telah ditetapkan. Bagaimana KLH dengan Pusat Pengelolaan Ekoregionnya berkoordinasi dengan daerah (BLH) untuk pengawasan mengenai kualitas lingkungan dan kerusakan lingkungan di daerahnya. Dalam hal ini, PPE juga memiliki laboratorium lingkungan yang berfungsi sebagai upaya pendekatan dengan user untuk bisa mengawasi kualitas limbah air, udara, tanah.

Daerah juga mempunyai program dan anggaran pengelolaan lingkungan hidup dan sering kali tidak mengacu kepada sasaran nasional pengelolaan lingkungan hidup. Bagaimana mengarahkan Pemerintah Daerah tersebut?

(15)

Laporan Utama

Berikut adalah Alur Perencanaan dan Penganggaran antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah :

Apakah dengan Musrenbangnas tersebut setiap program pengelolaan lingkungan hidup antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat disesuaikan?

Harapannya tidak ada ketidak-cocokan dalam perencanaan atau dalam kata lain dapat disesuaikan. Tetapi kadang-kadang apa yang sudah direncanakan, pada waktu implementasi ke dalam RKAKL masih terdapat deviasi-deviasi di daerah. Karena kalau sudah dibahas dengan Komisi di DPR, terkadang ada interest yg mewakili konstituennya/daerahnya, sehingga sudah ada hal-hal yang sifatnya politis. Namun diharapkan deviasi ini akan semakin berkurang.

Bagaimana hubungan koordinasi antara BAPPENAS dengan DPR dalam penyusunan program kegiatan terutama di bidang pengelolaan lingkungan hidup?

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang sekarang dikenal dengan Kementerian Pembangunan Nasional berada di bawah Komisi XI DPR. Komisi XI terdiri atas perwakilan-perwakilan komisi-komisi di DPR termasuk Komisi VII DPR yang menangani pengelolaan lingkungan hidup.

Bagaimana evaluasi BAPPENAS mengenai pelaksanaan pengelolaan Lingkungan Hidup pada tahun ke empat pelaksanaan RPJMN 2010-2014?

Dari indikator-indikator yang ditunjuk dalam RPJMN dapat dilihat bahwa indikator tersebut dapat tercapai. Akan tetapi indikator tersebut belum bisa mewakili kualitas lingkungan hidup secara keseluruhan. Satu-satunya indeks yang bisa mewakili adalah Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). Berdasarkan target dalam RPJMN Kementerian Lingkungan Hidup sudah on the track, namun ada indikator agregat yang tidak tercantum dalam RPJMN namun dapat mewakili kualitas lingkungan yaitu melalui IKLH. IKLH yang ada pada tahun 2012 adalah 60,25 akan tetapi belum mencapai ideal.

Apakah hasil evaluasi terhadap pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan mempengaruhi anggaran yang akan diberikan? Fungsi Evaluasi dalam RPJMN adalah untuk mengejar target atau memperbaiki jika ada sesuatu yang kurang sesuai. Mengenai pengaruh terhadap anggaran bisa saja terjadi atau tidak. Karena anggaran sudah ada dalam RPJMN maka BAPPENAS akan meng-exercise program dan kegiatan untuk tahun yang akan datang sesuai dengan capaian indikator target dalam RPJMN tersebut.

Upaya apa yang dilakukan oleh BAPPENAS untuk mendorong Kementerian/Lembaga untuk mencapai target yang telah ditetapkan di dalam RPJMN?

Apabila tidak mencapai target maka harus ada roadmap untuk mempercepat target Kementerian/Lembaga tersebut. Dengan konsekuensi apabila uangnya kurang harus bisa diidentifikasi mana saja alokasi yang bisa di efisienkan, kemudian dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang lebih substantif.

Apa yang menjadi kendala dalam pencapaian target yang terdapat pada RPJMN dalam pengelolaan lingkungan hidup?

(16)

Laporan Utama

a. Lembaganya sendiri yaitu seberapa mampu KLH melaku-kan pengawasan terhadap lingkungan di Indonesia. Lembaga yang menangani lingkungan ini masih belum kuat;

b. Kapasitasnya dalam mengeluarkan Peraturan-Peraturan untuk pengelolaan lingkungan;

c. Sumber daya manusia yang nantinya akan mengeluar-kan kebijamengeluar-kan.

Apabila kapasitas Kementerian/Lembaga itu sudah baik maka pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia akan semakin membaik. Selain itu juga diperlukan kerja sama antara nasional dan daerah.

BAPPENAS melakukan evaluasi setiap triwulannya terhadap pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian/Lembaga. Hal tersebut dilakukan agar dapat melihat kendala dan masalah dalam pelaksanaan program dan kegiatan antara pusat dan di daerah.

Selama ini ada kesan bahwa setiap Kementerian/Lembaga berjalan sendiri-sendiri dalam pelaksanaan program pengelolaan lingkungan hidup. Bagaimana peran BAPPENAS dalam tahapan perencanaan program untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan program antar Kementerian/lembaga?

Kita ada yang disebut program nasional lingkungan hidup

dan pengelolaan bencana yang diisi oleh KLH, Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, BMKG, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian yang sifatnya cross cutting. Memang kadang-kadang ada kegiatan yang sama. KLH sebagai pilot project, sementera kehutanan pada kegiatan yang bersifat implementatif.

Overlap atau duplikasi ada tetapi dihindari seminimal mungkin dengan membedakan lokus kegiatan. Yang terpenting terdapat integrated policy/integratedplanning

di suatu area, sehingga bisa dilakukan pembagian tugas antara kementerian/lembaga supaya bisa tertangani dengan baik.

Apa harapan BAPPENAS kepada KLH khusus nya PPE Sumatera?

(17)

L

ampung merupakan daerah ujung Sumatera yang sangat potensial dengan berbagai keunggulannya. Dengan luas daerah mencapai 35.376 km2 dan dengan berbagai potensi sumber daya alam (SDA) yang ada di daratan dan laut, menjadikan Lampung sebuah kawasan administrasi yang memiliki nilai jual tinggi di sektor perkebunan, pertanian, perikanan, kehutanan, dan jasa.

Provinsi Lampung melihat kedekatannya dengan ibu kota negara yang didukung dengan berbagai sarana dan prasarana perhubungan yang singkat dan lancar baik udara, laut maupun darat. Kondisi ini telah pula berpengaruh terhadap berbagai proses pembangunan yang meletakkan pembangunan fisik sebagai ukuran pembangunan.

Keberadaan 11 kabupaten/kota dan rencana pengembangan kabupaten baru di daerah Lampung menjadi sebuah pemikiran apakah akan terjadi pemerataan pembangunan atau malah sebaliknya terjadi pemerataan perusakan sumber daya alam kita.

Disadarai atau tidak, dasar pembangunan masih meletakkan kemampuan daerah pada besarnya potensi SDA yang sesungguhnya sekarang telah makin berkurang. Kekuatan kaum teknokrat dan birokrat dalam menyusun perencanaan

A r t i k e l

POLITIK

dan LINGKUNGAN HIDUP

Oleh : Suprianto

(18)

A r t i k e l

pembangunan belum bersentuhan secara murni terhadap konsep pembangunan yang bekelanjutan.

Menurunnya daya dukung lahan dan sumber-sumber kehidupan yang di miliki daerah Lampung seharusnya menjadi pemikiran betapa pentingnya kebijakan lingkugan mewarnai setiap perencanaan pembangunan dengan pelibatan komunitas lokal.

Gubernur, wali kota, bupati, serta wakil-wakil kita baik DPRD kabupaten/kota maupun provinsi adalah pilar-pilar yang harus memahami pentingnya keberlanjutan lingkungan bagi masa depan daerah dan bangsa ini. Reorientasi tentang pembangunan bagi kepentingan berbagai pihak harus diletakkan pada proporsi mayoritas, tidak memberikan tekanan yang merugikan masyarakat.

Masa depan daerah Lampung sangat ditentukan oleh orang yang merasa menjadi pemimpin di daerah ini guna berhadapan dalam dunia globalisasi yang hanya mempertaruhkan kekayaan alamnya. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang dapat menyelaraskan pembangunan dengan tetap mempertahankan kekayaan alamnya serta tidak over eksploitasi yang lebih mendekati keserakahan.

Kebijakan lingkungan akan mendorong adanya upaya pengentasan kemiskinan dan meningkatkan pendidikan masyarakat sebagai akar masalah di setiap rencana pembangunan.

Saat ini masyarakat kita dihadapkan pada pilihan-pilihan partai politik, banyak calon-calon legislatif dari berbagai partai tersebut baik yang mencalonkan diri untuk DPRD kota/kabupaten, provinsi, dan DPR. Beragam visi misi yang ditawarkan para calon wakil rakyat tersebut dalam upaya merebut simpati dari masyarakat.

Untuk konteks Provinsi Lampung saat ini, meskipun telah kita ketahui bersama dengan berbagai analisis tidak ada dalam proses pembangunan di provinsi ini, bahkan di Republik ini sekalipun, yang tidak berkaitan dengan lingkungan hidup. Semua proses pembangunan pasti berkaitan dengan lingkungan hidup.

Sebab, hal itu sebuah kunci keberhasilan pembangunan adalah ketika proses kebijakan dalam pembangunan selalu memperhatikan aspek lingkungan hidup. Tetapi faktanya aspek lingkungan hidup selama ini hanya dijadikan komoditas politik saja bahkan dikorbankan untuk kepentingan-kepentingan golongan tertentu saja.

Realitas yang ada, untuk pembangunan Provinsi Lampung dalam lima tahun ke depan yang dapat dilihat dari representasi calon wakil rakyat yang akan duduk di DPRD pun tidak menggembirakan. Dari sekian banyak calon anggota legislatif/caleg relatif tidak ada yang memiliki kepedulian atau dapat memberikan visinya yang mengarah pada aspek pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Ini adalah hal penting yang tidak sama sekali diperhatikan. Catatanya masyarakat kecil yang selalu menjadi komoditas politik mereka (para caleg) selama ini pula yang menjadi korban dari proses kebijakan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup, mulai dari banjir, longsor, kekeringan, ketergantungan terhadap pupuk kimia. Juga tidak teraturnya musim tanam bagi petani karena musim hujan yang tidak teratur yang merupakan akibat dari tidak seimbangnya ekosistem alam, kurangnya hasil tangkapan nelayan akibat kerusakan terumbu karang dan hancurnya wilayah pesisir.

Melihat betapa pentingnya meletakkan aspek lingkungan hidup dalam sebuah kebijakan pembangunan, mestinya masyarakat lebih jeli dan teliti untuk memilih siapa yang dipresentasikan untuk duduk sebagai wakil rakyat.

(19)

A r t i k e l

“DEWASA BERPOLITIK,

BIJAK

BERLINGKUNGAN”

Oleh: Dra. Rosita Uli Sihombing M.Pd

Guru Biologi dan Penanggung jawab Adiwiyata SMAN 1 Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung

(20)

A r t i k e l

Perubahan alam lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung adalah salah satu akibat perilaku manusia. Perilaku manusia tersebut berpengaruh baik/positif tetapi sekaligus juga berpengaruh buruk/negatif. Berpengaruh baik bagi manusia karena manusia mendapatkan keuntungan dari perubahan tersebut, dan berpengaruh tidak baik karena dapat mengurangi kemampuan alam/ lingkungan untuk menyokong kehidupan selanjutnya. Kerugian yang ditimbulkan tersebut adalah akibat kegiatan manusia yang tidak bijaksana dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Di Indonesia masalah lingkungan ibarat bola salju yang menggelinding dari puncak gunung. Semakin lama semakin besar dan sulit diatasi. Betapa tidak, berjuta hektar hutan tiap tahunnya harus ditebang hanya untuk kepentingan segelintir orang, dengan mengorbankan ribuan bahkan jutaan orang yang harus mati karena eksploitasi perusahaan tambang, jutaan hektar tanah adat terampas dan sebagainya yang berdampak langsung maupun tidak langsung dari aktivitas tersebut. Padahal puluhan undang–undang lingkungan telah disahkan untuk mengatasinya.

Kerusakan hutan di Indonesia telah menjadi ancaman yang sangat serius bagi kelestarian lingkungan maupun perekonomian masyarakat. Salah satu penyebab kerusakan hutan adalah industri pertambangan. Penambangan perlu membabat hutan untuk eksplorasi dan kemudian diratakan untuk keperluan eksploitasi membuka jalan dan lahan pemukiman pekerja. Tanah galian yang tidak terpakai ditimbun, merusak aliran sungai, mencemari air sungai dan sumber air minum masyarakat. Profil lanskap alami berubah total, gunung diratakan, alur sungai dan garis pantai juga diubah secara drastis. Bahan kimia beracun dan berbahaya yang dipakai dalam proses penambangan selama puluhan tahun dalam alam berhujan tropis basah meninggalkan sisa limbah yang kemudian hanyut ke dalam air tanah, air sungai, dan laut. Kegiatan pertambangan acap kali mengabaikan kepentingan masyarakat adat dan tidak mengakui hak ulayat masyarakat adat atas tanah mereka karena seringkali tanah hutan dianggap milik negara (Salim,

(21)

A r t i k e l

Lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Rusak Karena Pertambangan

Tidak jauh berbeda dengan permasalahan lingkungan di lingkup Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (BABEL), yang pada prinsipnya memiliki akar permasalahan yang sama yaitu rendahnya kesadaran (awareness), pengetahuan dan cara pandang terhadap permasalahan–permasalahan lingkungan hidup. Pertambangan timah yang sudah berlangsung cukup lama (±200 tahunan) di pulau Bangka dan Belitung meninggalkan bopeng/keropeng yang sangat luas. Penambangan di Bangka, misalnya, telah dimulai pada tahun 1711, di Singkep pada tahun 1812, dan di Belitung sejak 1852. Namun, aktivitas penambangan timah lebih

banyak dilakukan di Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep (PT Timah, 2006). Kegiatan penambangan timah di pulau-pulau ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Dari sejumlah pulau penghasil timah itu, Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1.294.050 ha, seluas 27,56 persen daratan pulaunya merupakan area Kuasa Penambangan (KP) timah. Area penambangan terbesar di pulau ini dikuasai oleh PT Tambang Timah, yang merupakan anak perusahaan PT Timah Tbk. Mereka menguasai area KP seluas 321.577 ha. Selain itu terdapat sejumlah smelter swasta lain dan para penambang tradisional yang sering disebut Tambang Inkonvensional (TI) yang menambang tersebar di darat maupun di laut Babel. (http://himataubbbabel.blogspot. com/2012/05/sejarah-tambang-timah-di bangka.html).

(22)

A r t i k e l

dimanfaatkan masyarakat telah berubah menjadi keruh, hutan-hutan menjadi gundul, lahan perkebunan tanahnya dibolak-balik demi bongkahan timah sehingga menjadi miskin humus. Seakan tidak puas melakukan penambangan di darat, beberapa kapal isap merambah penambangan ke laut sehingga semakin merusak ekosistem laut.

Lemahnya penerapan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas penambangan di provinsi Babel akhirnya memungkinkan terjadinya kesempatan untuk melakukan penambangan yang tidak terkontrol. Ketidaktegasan dan standar ganda yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalah lingkungan di Bangka Belitung, akhirnya membuat citra pemerintah seolah gagal hidup harmonis dengan rakyatnya sendiri. Selain itu kurangnya pengawasan di lapangan dan dianggap sepelenya sanksi terhadap pelanggaran, semakin membuat oknum-oknum tidak peduli terhadap aturan yang berlaku. Tak heran jika tambang-tambang liar semakin menjamur, dan alam pulau Bangka-Belitung semakin rusak bahkan menuju kehancuran.

Akhir-akhir ini Bangka Belitung sering mengalami kekeringan ketika musim kemarau, hasil pertanian mereka pun menurun. Apalagi kemudian banyak petani yang beralih profesi menjadi penambang sehingga lahan pertanian pun tidak lagi dipedulikan. Hilangnya ekosistem hutan mengakibatkan beberapa kawasan tererosi dan sungai-sungai pun mengalami abrasi. Karena terjadi sedimentasi yang tinggi, terkadang permukaan sungai meluap saat musim hujan. Terlebih lagi, tailing yang dibuang ke sungai mengakibatkan kerusakan ekosistem sungai dan kematian beberapa biota perairan. (http:// www.trawang.com/2011/05/menyelamatkan-kehancuran-pertambangan_10.html)

Peranan Pemda Harus Ditingkatkan

Sudah saatnya kita memandang permasalahan lingkungan sebagai permasalahan dengan skala prioritas dari sekian banyak permasalahan yang ada, mengingat bola salju yang semakin membesar dan siap menggilas kita semua tanpa ampun. Kondisi ini perlu didobrak dan ditangani bersama–sama sesegera mungkin, karena

penanganan dari permasalahan lingkungan yang kompleks merupakan tanggung jawab bersama dan memerlukan kesungguhan serta peran serta aktif kita semua dalam suatu komitmen yang nyata. Konflik atau gejolak yang muncul sebagai akses dari permasalahan lingkungan sebenarnya bukanlah semata–mata karena isu lingkungan yang dibenturkan ke isu ekonomi kemudian diseret ke wilayah politik, tetapi lebih pada disebabkan pada ketidaktegasan pemerintah dalam menangani masalah pertambangan di Babel dan hubungan yang kurang harmonis dengan masyarakat. Langkah awal dan utama yang seharusnya dilakukan pemerintah secara sungguh–sungguh dan nyata dalam mengurangi kerusakan lingkungan yaitu melakukan penyadaran bersama atas pentingnya arti sebuah lingkungan hidup yang lestari dengan melakukan peningkatan kapasitas (capacity building) di tingkat masyarakat dimulai dari tingkatan terendah, sambil tetap berupaya mencari solusi terbaik dari permasalahan yang ada. Pemerintah daerah hendaknya menjalankan peraturan daerah yang berlaku dengan benar dan tegas, sehingga hukum dan aturan dihargai oleh setiap orang. Selain itu hendaknya ada pengawasan di lapangan yang terdiri dari unsur pemerintah, swasta dan masyarakat, agar kegiatan penambangan dapat dipantau kinerjanya.

(23)

A r t i k e l

POLITIK dan

(AKIBATNYA TERHADAP)

KERUSAKAN LINGKUNGAN

Oleh : Dr. Ir. Suardi Tarumun, M.Sc. (Dosen Pasca Sarjana Universitas Riau)

Kerusakan lingkungan yang semakin parah

M

engamati kerusakan lingkungan yang semakin parah maka pertanyaan yang selalu muncul di benak saya adalah kenapa kita, terutama para pengambil kebijakan di Negara ini tidak mengambil hikmah sehingga punya kemauan untuk mengambil tindakan yang tepat.

(24)

A r t i k e l

Contoh lain, pemerintah menyetujui untuk melakukan moratorium pembukaan hutan alam, bahkan juga setuju untuk mengurangi emisi karbon sampai pada tingkat 26% pada tahun 2020. Apa yang dilakukan pemerintah ternyata adalah bertolak belakang. Saat pergantian Menteri Kehutanan, hutan gambut Semenanjung Kampar di Provinsi Riau diizinkan untuk dikonversi menjadi hutan tanaman industri (HTI). Padahal hutan ini sangat vital dalam menjaga ekosisten hutan gambut, menahan laju emisi karbon dan seterusnya.

Pertanyaannya adalah ada apa dan kenapa ini terjadi tanpa bisa dibendung? Kerusakan alam terus berlangsung sementara retorika kebijakan juga terus berjalan. Jawabannya tentu tidak sederhana karena adanya kompleksitas kepentingan dan masalah teknis yang saling berkait berkelindan. Penyelesaiannnya memerlukan seorang pemimpin yang bersih dan tegas. Namun yang terjadi kepentingan pribadi, kelompok, dan partai telah mengalahkan kepentingan bangsa jangka panjang.

Persoalan seperti ini tidak hanya terjadi pada sektor lingkungan saja tetapi juga pada sektor ekonomi lainnya yang jauh lebih parah, termasuk pada bidang penegakan hukum dengan segala akrobatnya yang menarik dan lucu. Sebut saja baru-baru ini terungkap kasus suap di SKK Migas untuk memenangkan kontrak trading yang merugikan negara ratusan milyar rupiah. Dan yang terbaru adalah berita terkatung-katungnya keputusan perpanjangan kontrak karya tambang migas Blok Mahakam di Kalimantan milik Total Perancis yang telah menguras kekayaan sumber daya alam negara selama 30 tahun lebih. Keputusan yang sederhana, menurut ahli perminyakan Kurtubi, tetapi diulur-ulur dan berbelit-belit. Ternyata, KPK mengendus ada aroma suap rupanya disana (Harian Kompas, 30 Agustus 2013, “KPK Cium Indikasi Suap Migas”). Kalau diberikan ke Pertamina, yang telah menyatakan sanggup, maka peluang ini tentu akan hilang.

(25)

A r t i k e l

di satu sisi dengan gagah berani mengatakan akan menyelamatkan lingkungan setelah terjadinya bencana, akan mendahulukan kepentingan bangsa diatas segala segalanya dan seterusnya, akan tetapi yang dilakukan tidak konsisten antara perkataan dan kebijakan dengan apa yang dilakukan di lapangan.

Tinjauan politik kerusakan lingkungan

Kesenjangan antara retorika dan pelaksanaan di lapangan sudah seperti siang dan malam dan pemerintah tetap tidak peduli. Kekuatan apa yang mendorong ini terjadi sehingga sangat sulit untuk mengatasinya? Pada tulisan ini penulis akan menyoroti khusus dari sisi pandang politik kepentingan sebagai faktor utama yang mendorong melebarnya kesenjangan antara das Solen dan das Sein.

Seperti diuraikan diatas penyebab terjadinya kesenjangan ini tentu banyak sekali tetapi pada kesempatan ini kita akan menyoroti khusus tentang faktor ekonomi politik sebagai tersangka utama dalam kekacauan ekonomi negara ini, termasuk lingkungan.

Kerusakan lingkungan dapat disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait satu sama lainnya secara kompleks. Faktor-faktor ini antara lain dapat disebut: 1). Faktor karakteristik sumberdaya alam itu sendiri, 2). Faktor penegakkan hukum, 3). Faktor ekonomi, dan 4) Faktor politik. Masing-masing faktor ini terdiri dari beberapa sub faktor sehingga bahasannya sangat luas. Kita ambil contoh faktor ekonomi yang meliputi antara lain motif mencari keuntungan dan mementingkan diri sendiri (self interest) yang sangat tinggi pada diri manusia, kesenjangan antara supply (ketersediaan) dan demand (permintaan atau kebutuhan) sumber daya alam, kemiskinan dan lapangan kerja yang terbatas, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan gaya hidup konsumerisme yang berlebihan sehingga menguras sumber daya alam. Faktor ekonomi ini kemudian berkait kelindan dengan faktor politik dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung dan menguntungkan satu sama lain.

(26)

A r t i k e l

elite ekonomi dan politik tertentu menggunakannya untuk mempengaruhi alokasi sumberdaya yang terbatas untuk memenuhi kepentingan kelompok mereka atau masyarakat. Jadi ekonomi politik mempelajari hubungan antara politik dan ekonomi dengan penekanan pada peranan kekuasaan dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Seperti terlihat pada gambar 1, pelaku ekonomi dan politik itu ada 4 kelompok besar yaitu konsumen (rumah tangga), produsen (perusahaan), pemerintah dan partai politik dan kelompok birokrasi ditambah dengan kelompok pelobi. Pemerintah dan birokrat sebenarnya tidak diperlukan pada kondisi masyarakat yang tingkat kemajuan budayanya masih sangat sederhana dan populasinya sedikit, seperti di kampung-kampung tradisional nun jauh di pelosok negeri ini. Namun seiring dengan kemajuan ekonomi dan peradaban manusia maka diperlukan pemerintah dan badan-badan pelayanan lainnya untuk mengatur dan melayani masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan, pengabaian, pembiaran, dan seterusnya.

Pemerintah dan badan-badan ini kemudian bersama dengan masyarakat sebagai pelaku ekonomi membuat kesepakatan bahwa mereka akan bekerja sesuai dengan peranan masing-masing untuk memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu mereka juga sepakat mengadopsi model pembangunan yang disebut dengan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dalam terminologi zaman orde baru dulu, disebut dengan membangun manusia Indonesia seutuhnya yang merupakan tujuan pembangunan nasional Indonesia jangka panjang .

Namun, setiap pelaku ekonomi juga mempunyai tujuan masing-masing yang berbeda dengan tujuan pembangunan Nasional yang telah disepakati. Dalam teori ekonomi mikro yang dipelajari oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi tingkat satu dan dua disebutkan bahwa konsumen itu mempunyai tujuan untuk memaksimumkan kepuasan dalam konsumsi yang dilakukannya, sedangkan produsen atau perusahaan bertujuan memaksimumkan keuntungkan dari hasil usahanya. Sementara pemerintah dan partai politik juga mempunyai tujuan sendiri yaitu ingin mempertahankan kekuasaan dengan cara memaksimumkan suara dalam Pemilu. Sedangkan birokrat, yang seharusnya netral, mempunyai tujuan untuk mempertahankan kenyamanan

atau jabatan yang sudah dipegangnya dengan cara mengikuti dan patuh pada perintah atasan yaitu pemerintah dan partai politik. Pertanyaan krusial adalah, bagaimana caranya masing-masing pelaku ekonomi politik tersebut untuk mencapai tujuannya. Seperti eksekutif dan legislatif memaksimumkan suara dalam Pemilu sehingga tetap terus berkuasa sebagai Presiden, Gubernur, Bupati, dan para anggota DPR tetap duduk di DPR. Akan kita jawab pada bagian bawah tulisan ini.

Perlu diketahui bahwa masing-masing tujuan tersebut adalah tujuan antara atau prasyarat sebelum tujuan jangka panjang dicapai. Kenapa ada prasyarat? Karena sebagai manusia biasa dan normal manusia mempunyai nafsu dan keinginan. Nafsu adalah fitrah manusia yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa sebagai alat mempertahankan kehidupan di dunia ini, tanpa nafsu maka manusia akan punah. Sifat bawaan atau fitrah ini ditiupkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kedalam roh manusia sejak dalam kandungan ibunda.

Sifat pertama, manusia mempunyai nafsu yang mempunyai kedenderungan untuk mengarah kepada perbuatan baik dan dapat pula mengarah kepada perbuatan buruk seperti yang disebutkan dalam kitab Suci AlQuran (QS 91: ayat 8). Potensi untuk melakukan yang baik dan yang buruk tersebut tergantung dengan tekad, kemauan dan lingkungan manusia tersebut. Ada manusia yang selalu ingin mensucikan diri dan jiwanya. Orang ini akan cenderung berbuat baik terhadap lingkungan. Ada pula yang tidak mau mensucikan dirinya tetapi malah mengotori jiwanya dengan perbuatan melanggar hukum dan perintah Tuhan, seperti korupsi, tamak, tidak pernah puas, tidak bersyukur, dengki dan seterusnya.

(27)

A r t i k e l

tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan dirinya. Hanya sebagian kecil manusia yang tidak rasional.

Sifat self interest adalah sifat yang mengutamakan dirinya sendiri, keluarga dan orang terdekat di atas kepentingan lain. Hanya sebagian kecil manusia yang mengutamakan kepentingan masyarakat diatas kepentingan diri sendiri. Termasuk dalam kelompok ini adalah para pahlawan dan pejuang, para ulama, negarawan dan orang-orang yang ikhlas lainnya. Semua sifat-sifat ini akan mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia dalam melakukan aktifitas ekonomi dan politiknya, termasuk yang mendorong manusia untuk mencapai tujuan antara dulu baru kemudian mencapai tujuan Nasional jangka panjang.

Dengan sifat atau fitrah tersebut maka manusia sebagai pelaku ekonomi dan politik akan bersaing terlebih dulu dalam mencapai tujuan antara sebelum mencapai tujan jangka panjang, karena tidak mungkin mewujudkan tujuan jangka panjang seperti janji pendidikan dan kesehatan gratis kalau belum duduk sebagai anggota DPR atau belum menjadi kepala daerah atau kepala negara. Selanjutnya kita bahas makna dari diagram gambar 1.

Interaksi konsumen dan produsen

Bila konsumen (masyarakat awam) dan produsen (perusahaan) mempunyai informasi yang sama atau kekuatannya sama maka akan terjadi transaksi yang saling menguntungkan, konsumen mendapatkan kepuasan yang maksimal dan produsen mendapatkan keuntungan yang maksimal. Tatapi biasanya dalam persaingan bebas ini produsen lebih kuat karena mempunyai informasi yang lebih banyak dari konsumen. Ini yang kita amati dalam realita sehari-hari. Misalnya petani sebagai pemilik lahan diambil oleh perusahaan besar. Hutan adat yang katanya bisa dimiliki oleh masyarakat adat bila mampu menunjukkan bukti-buktinya bahwa ada keterkaitan budaya dan historis dengan hutan tersebut maka masyarakat berhak memiliki hutan tersebut yang disebut dengan hutan adat. Tetapi kenyataannya di Riau belum ada satu pun hutan adat yang disahkan dan diberikan kepada masyarakat adat karena masyarakat tidak mampu memenuhi tuntutan Undang-undang sementara Pemda berlepas tangan. Akibatnya hutan adat yang hijau dikonversi ke HTI, walaupun mereka mengaku bahwa mereka adalah penjaga kelestarian lingkungan atau pembangunan yang berkelanjutan.

Interaksi pemerintah konsumen dan produsen

(28)

A r t i k e l

Interaksi bisa menjadi rumit ketika para kandidat tidak mempunyai sumber daya pribadi sehingga mereka harus berkolaborasi dengan pihak produsen (pemodal). Berbeda dengan konsumen, transaksi dengan produsen tidak mudah karena mereka adalah orang pintar dan tidak mau rugi dalam setiap transaksi. Disinilah timbulnya kemungkinan jual beli barang berupa janji “kalau saya terpilih” dengan produsen. Jual beli janji inilah yang menyebabkan pembangunan menjadi terhambat kemudian hari setelah terpilih. Dampak penting lainnya adalah lingkungan menjadi rusak karena hutan, pertambangan, sumberdaya alam dan sumberdaya finasial dan lainnya terlanjur telah dijadikan agunan kepada mereka. Dalam rangka menebus agunan itulah maka terjadilah berbagai bentuk penyelewengan, seperti korupsi, suap menyuap untuk membayar hutang.

Dalam proses untuk mencapai tujuan antara para kandidat akan bersaing ketat untuk memaksimumkan suara (vote) dan produsen akan bersaing ketat juga untuk mendapatkan profit yang maksimum dengan menawarkan jasa kepada para kandidat. Transaksi jual beli janji ini semakin ramai dan riuh karena adanya pemain dibelakang layar, yaitu para pelobi, NGO dan interest group lainnya yang didukung oleh perusahaan-perusahaan besar dalam negeri maupun multinasional, bahkan negara asing juga ikut bermain. Para pelobi ini bukan orang sembarangan karena mereka didukung oleh modal yang kuat dan mewakili kepentingan perusahaan masing-masing bahkan membawa kepentingan negara-negara besar. Semuanya berlomba ingin mempengaruhi kandidat dan berusaha jagoannya nanti akan menang dalam pertarungan Pemilihan Umum. Bila jagoannya menang maka para pelobi ini akan semakin mudah mengendalikan para anggota legislatif dan para pemimpin negara atau daerah tersebut. Jangan heran kalau pemerintah kadang-kadang lebih mendahulukan kepentingan negara asing dari pada kepentingan nasional.

Proses transaksi ini berakibat pada runtuhnya idealisme

bangsa, terkurasnya sumberdaya alam negara, rusaknya lingkungan, ketidakefisienan penggunaan anggaran negara, hilangnya kedaulatan negara, menimbulkan eksploitasi oleh orang kuat dan kaya terhadap orang miskin dan lemah, bahkan eksploitasi negara kuat terhadap negara lemah serta melebarnya ketimpangan antara negara-negara maju dengan negara sedang berkembang. Dari semua proses transaksi ekonomi dan politik ini yang menjadi korban adalah masyarakat.

Asumsi symmetric information

(29)

A r t i k e l

peradaban suatu bangsa. Karena sifat-sifat tersebutlah maka tercipta teknologi canggih yang kita pakai sekarang ini yang dibuat oleh perusahaan besar yang didorong oleh keinginan untuk mencari untung yang setinggi-tingginya kemudian dibeli oleh konsumen yang ingin mendapatkan kepuasan yang maksimal. Jadi tidak ada yang salah karena sifat-sifat bawaan tersebut didampingi oleh satu asumsi penting yang mengawalnya sehingga tidak terjadi eksploitasi oleh orang kaya dan kuat terhadap orang miskin dan lemah, yaitu asumsi symmetric information dan bentuk

pasar yang bersaing sempurna (perfectly competitive market). Bahwa setiap orang mempunyai informasi yang sama sehingga tidak terjadi ketimpangan informasi. Informasi adalah kekuatan (power) sehingga setiap orang pada prinsipnya adalah sama kuatnya dan tidak mungkin orang yang sama kuat mengeksploitasi dan menipu orang

kuat lainnya. Dalam hal perang, Amerika, Rusia dan China tidak akan pernah saling menyerang karena sama kuat. Tetapi yang terjadi di negara-negara bekembang kenyataannya telah terjadi eksploitasi yang luar biasa. Kok bisa? Karena asumsi symmetric information tersebut adalah asumsi yang sangat ketat sehingga tidak mungkin terjadi secara umum. Makanya kita lihat Indonesia tidak berkutik dalam hal peninjauan ulang kontrak tambang emas Free Port di papua dan kontrak-kontrak tambang lainnya walaupun kontrak tersebut sangat merugikan Indonesia dan merusak lingkungan.

Dalam alam “demokrasi pasar ala dagang sapi” seperti di Indonesia distribusi informasi tidak merata dan simpang siur sehingga memudahkan bagi kelompok elit untuk memanipulasi masyarakat dengan janji manis yang tidak masuk akal dalam kampanye. Masyarakat belum bisa menentukan pilihan terbaik dari alternatif pilihan yang ditawarkan sehingga mereka masih bertanya “siapa yang harus dipilih”, bukan “kenapa harus memilih dia”. Ditambah lagi dengan sifat “cepat lupa”

(30)

L i p u t a n

LINGKUNGAN HIDUP DIMATA POLITISI

Wawancara dengan : Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA

(Anggota Komisi VII DPR RI)

I

su politik lingkungan dan ekonomi merupakan dua kutub yang saling berlawanan. Para ahli ekonomi berkeyakinan bahwa sumber daya alam diperlukan sebanyak-banyaknya untuk mengakomodasi keperluan manusia sedangkan para pemerhati lingkungan memaknai pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan koridor dan tingkat kecukupan akan sumber daya sampai pada kurun waktu yang tak terhingga. Dalam kaitannya dengan kebijakan negara, berbagai instansi pemerintah baik di tingkat daerah maupun tingkat pusat belum menunjukkan komitmen bersama dalam mewujudkan pengurangan laju eksploitasi sumber daya alam.

Dalam hal ini tim redaksi suara bumi berkesempatan untuk mewawancarai anggota Komisi VII DPR RI Ir. H. Arsyadjuliandi Rachman, MBA untuk membahas bagaimana lingkungan hidup dimata politisi. Berikut petikan wawancaranya :

Dewasa ini negara kita mengutamakan eksploitasi sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran bangsa (pendapatan devisa). Bagaimana menurut Bapak?

Referensi

Dokumen terkait

Multimeter adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur berbagai besaran listrik seperti kuat arus, tegangan dan hambatan listrik, biasanya juga disebut sebagai AVO meter (A =

dari pemerintahpusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk. membiayai operasiutamanya sehari-hari atau belanja daerah,

adalah status upload berkas, status "belum” berarti berkas belum di upload, icon berarti sudah melakukan upload berkas, anda bisa mendownload kembali berkas tersebut

Berdasarkan pada analisa pasar dapat disimpulkan bahwa proyek ini layak untuk dijalankan, mengingat belum adanya pesaing langsung dalam bisnis ini walaupun pesaing

Jumlah kehilangan struktur gigi pasca endodontik sangat beragam dari berupa preparasi akses endodontik yang minimal pada gigi yang utuh hingga berupa kerusakan yang meluas

– Jika ia tidak mengaku maka kemungkinan ia akan dihukum 20 tahun jika ternyata tersangka 2 mengaku atau akan dihukum 1 tahun kalau tersangka 2 juga tidak mengaku..  Apapun

Pertama, penyalurannya dijelaskan secara detil di website baik Global Qurban maupun Aksi Cepat Tanggap, seperti cara bayarnya yang cukup jelas,”

Dampak secara individu kepala sekolah dan lembaga dari penilaian kinerja kepala sekolah serta tindak lanjut dari penilaian kinerja kepala SMPN di lingkungan Dinas