• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.5. Metode Penelitian

1.5.3. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang tersirat dalam aktivitas masyarakat yang tidak nampak oleh peneliti dengan cara observasi, maka peneliti juga menggunakan teknik wawancara tersebut. Teknik Wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah teknik wawancara mendalam. Teknik ini digunakan supaya pembicaraan yang dilakukan tidak melenceng kemana-mana. Oleh karena itu penulis juga menyiapkan pedoman untuk melakukan wawancara (interview guide).

Interview guide atau pedoman wawancara disusun terlebih dahulu oleh penulis sebelum melakukan wawancara. Adapun isinya harus berkenaan tentang apa saja

yang akan dipertanyakan seputaran permasalahan yang ingin dicari tahu, dengan hal ini diharapkan wawancara menjadi lebih fokus dan tidak merembet kemana-mana.

Teknik ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai permasalah yang akan diteliti. Penulis menggunakan instrumen wawancara untuk merekam dan mencatat hasil wawancara dengan informan, seperti halnya tape recorder atau alat perekam dan catatan lapangan (field note). Dengan adanya alat tersebut, penulis terbantu dalam hal mengingat kata demi kata yang disampaikan oleh informan.

Dalam penelitian ini penulis memilih sepuluh informan inti, ada yang merupakan tokoh masyarakat, kepala desa, keluarga pendiri desa dan para pemigran Suku Bangsa Pakpak. Para pemigran yang pertama kali melakukan migrasi ke Desa Kutabuluh pada saat ini sudah tidak ada lagi, namun informasi dapat dicari melalui anak-anaknya atau keturunannya yang mengetahui tentang desa Kutabuluh. Penulis juga mewawancarai anak dari orang yang dianggap sebgai pendiri kampung tersebut, yaitu bapak Kata Bujur Pinem dan bapak Rajin Pinem. Beberapa penduduk Suku Bangsa Karo yang ada di desa Kutabuluh juga menjadi informan yaitu bapak Ramban Pinem dan bapak Sukat Sembiring. Perangkat desa seperti Kepala Desa Kutabuluh pada saat ini, yaitu bapak Sastra Pinem dan Sekretaris desa yaitu bapak Joni Pinem juga menjadi informan penulis, bahkan dengan bantuan beliau penulis dapat melengkapi data penulis berdasarkan catatan penduduk yang mendiami Desa Kutabuluh. Untuk para pemigran, penulis mendapatkan informasi dari bapak Akkim Manik, Bapak Amri Berutu, Ibu Rosinta Manik dan ibu Nurhayati br Sitakar.

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA KUTABULUH

2.1. Desa Kutabuluh 2.1.1. Letak Geografis

Desa Kutabuluh merupakan salah satu Desa dari 19 (sembilan belas) Desa yang ada di Kecamatan Tanah Pinem, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.

Desa Kutabuluh memiliki luas wilayah 2900 Ha, dengan jumlah penduduk sebanyak 3.563 jiwa. Desa Kutabuluh sebagian besar terdiri dari dataran tinggi, berbukit dan miring, dengan kemiringan antara 00-400 dengan ketinggian rata-tara antara 600 s/d 640 dpl dan suhu rata-rata 25 0C. Desa kutabuluh terdiri dari 4 (empat) Dusun.

Adapun nama dusun adalah sebagai berikut:

Dusun Kutabuluh Atas Dusun Lau Belin Dusun Tiga tuah

Dusun Kutabuluh Bawah

Desa kutabuluh berada pada lokasi yang strategis karena merupakan jalan lintas yang menghubungkan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Tanah Karo dan juga berada pada jalur penghubung Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara. Hal ini membuat desa Kutabuluh ramai didatangi oleh orang-orang dari berbagai daerah yang ingin bepergian ke daerah lain. Di desa Kutabuluh juga terdapat beberapa tempat persinggahan yang menyuguhkan pemandangan perbukitan yang indah.

Jarak Desa Kutabuluh dengan Ibukutota Kecamatan adalah 0 Km, jarak dengan Dusun terdekat adalah 0 Km dan jarak Dusun paling jauh adalah 1 Km, sedangkankan jarak Desa Kutabuluh dengan Ibukota Kabupaten Adalah 60 Km.

Adapun batas-batas Desa Kutabuluh adalah sebagai berikut;

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Balandua Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kuta Gambir Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pamah

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanah Karo

Foto 1. Peta Desa Kutabuluh

Sumber : Balai Desa Kutabuluh

Keadaan lahan dari Desa Kutabuluh sebagian besar diadaptasi dari gunung-gunung dan bukit-bukit yang bergelombang yang memanjang dari timur ke barat dan kemiringan lahan yang bervariasi, ada yang miring dan ada juga yang datar. Sesuai dengan keadaan alam, maka mata pencaharian masyarakat Kutabuluh pada umumnya adalah bercocok tanam dan berkebun. Dimana lahan yang ada di Desa Kutabuluh sangat cocok untuk tanaman, seperti kemiri, sirih, jagung dan padi.

Salah satu tanaman utama yang ada di Kutabuluh adalah sirih. Kutabuluh sangat terkenal akan penghasilan sirih dan kemirinya, dimana semua masyarakat di Desa Kutabuluh banyak yang mengolah lahan dan menanam tanaman tersebut secara berdampingan. Kemiri dan sirih merupakan komoditas utama pencarian masyarakat desa Kutabuluh. Untuk pengerjaan pengambilan kemiri dapat dilakukan oleh semua masyarakat, baik itu wanita maupun pria dan bahkan anak-anak yang masih berusia 10 tahunan sudah dapat diajari untuk melakukan pekerjaan ini. Untuk pengambilan daun sirih, biasanya dilakukan oleh laki-laki saja karena pengerjaannya harus dilakukan dengan cara memanjat. Pengambilan daun sirih yang biasa disebut dengan nangkih bello merupakan pekerjaan favorit bagi remaja maupun orang dewasa di desa Kutabuluh. Pekerjaan ini dianggap favorit karena dapat menghasilkan uang dengan jumlah yang lumayan besar dalam waktu yang singkat. Seseorang dapat menghasilkan uang dari 50.000 - 100.000 rupiah dalam waktu 3 jam saja. Namun, uang tersebut hanya bisa dapatkan oleh seseorang yang telah mahir dalam hal memanen daun sirih.

Tabel 1

Daftar Sumber Daya Alam Desa Kutabuluh

No Sumber Daya Alam Volume

1 Sawah 20 Ha

2 Tanah Kosong 308 Ha

3 Tanah Kebun 1.099 Ha

4 Tanah Fasilitas Umum 21,5 Ha

5 Tanah Hutan 416,10 Ha

6 Hutan Milik Masyarakat 1035,4 Ha

7 Mata Air 4 Aliran

8 Sungai 1 Buah

Sumber : Buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Kutabuluh (RPJMDes) 2013-2018

Dari tabel dapat kita lihat bahwa penggunaan lahan di Desa Kutabuluh untuk pertanian cukup luas, baik itu untuk lahan sawah, pertanian sawah kering maupun perkebunan masyarakat. Dimana areal perkebunan dijadikan masyarakat sebagai sumber mata pencaharian utama. Lahan ini banyak ditanamai tanaman keras seperti kemiri yang di padukan dengan sirih, kopi, coklat, jeruk, durian dan lain-lain. Namun perkebunan kemiri saat ini semakin berkurang, hal ini terjadi karena minat untuk membuka lahan agar ditanamai jagung dirasa lebih cepat mendatangkan hasil dan juga pengerukan batu dolomit dianggap lebih menghasilakan uang oleh para pemilik lahan tersebut.

Areal pemukiman tidaklah terlalu padat, itu terjadi dikarenakan pemukiman penduduk tidak hanya terpusat pada satu daerah saja. Pada awalnya pemukiman penduduk didirikan hanya sejalur dengan jalan raya. Seiring dengan terjadinya pertambahan penduduk, baik itu penduduk setempat yang bertambah keturunan

maupun para perantau yang terus berdatangan maka daerah untuk pemukiman penduduk juga ditambah dengan membuka lahan perkebunan yang di anggap strategis untuk menjadi daerah pemukiman penduduk. Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Kutabuluh, maka dibangun juga sarana-sarana pendukung seperti Puskesmas, Sekolah, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Rumah Ibadah, Pos dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang sedang dibangun.

Pengangkutan merupakan salah satu sarana yang sangat penting untuk dikembangkan, karena dengan adanya pengangkutan maka masyarakat akan lebih mudah untuk menyalurkan barang hasil pertanian yang juga akan memicu pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Masyarakat akan dimudahkan untuk melakukan aktifitasnya dalam menempuh jarak yang jauh dan mereka yang ingin bepergian dari satu daerah ke daerah yang lain akan merasa lebih mudah dengan adanya angkutan yang siap mengantar mereka kapanpun dan dimanapun mereka berada.

Pariwisata di Desa kutabuluh kurang dianggap, namun bukan berarti tidak ada objek yang dapat dijadikan sebagai tempat wisata. Dengan hawa yang sejuk dan pemandangan yang indah sebenarnya desa Kutabuluh dapat dijadikan sebagai tempat wisata. Namun pemerintah setempat masih kurang berminat untuk mengembangkan sektor wisata karena dirasa kurang diminati masyarakat.

2.1.2. Keadaan Penduduk Desa Kutabuluh

Penduduk awal yang membuka perkampungan Kutabuluh adalah mereka yang memiliki marga Pinem dan disebut sebagai simanteki kuta. Namun pada

awalnya mereka yang pertama kali membuka perkampungan juga merupakan seorang pendatang dari daerah lain. Hal ini terjadi karena memang pada zaman dahulu desa Kutabuluh hanyalah sebuah hutan yang sedikit dibuka untuk berladang oleh orang-orang yang tidak memiliki lahan dan disebut dengan karolanden. Disebut dengan karolanden dikarenakan daerah tersebut berbatasan langsung dengan daerah Suku Bangsa Karo.

Di desa Kutabuluh pembagian dusun tidak berdasarkan Suku, Agama atau yang lainnya. Kutabuluh terdiri atas 4 (empat) dusun yaitu dusun Kutabuluh Atas, Dusun Kutabuluh Bawah, Dusun Tiga Tuah dan Dusun Lau Belin. Dusun Kutabuluh Bawah merupakan daerah yang pertama kali di diami oleh penduduk. Oleh karena itu banyak keturuan dari penduduk pertama yang bertempat tinggal di dusun Kutabuluh Bawah. Namun seiring bertambahnya penduduk desa, maka dikembangkan tampat lain yang layak ditinggali yaitu dusun Kutabuluh Atas, dusun Lau Belin dan dusun Tiga Tuah.

Penduduk yang berdatangan dan menetap di desa Kutabuluh berasal dari berbagai suku bangsa. Meski berasal dari berbagai suku bangsa yang berbeda-beda tidak membuat warga jadi terkotak-kotak berdasarkan suku bangsanya, yang artinya para penduduk berasal dari suku bangsa yang berbeda-beda dapat hidup secara berdampingan di desa Kutabuluh. Dusun Kutabuluh Atas merupakan tempat yang mayoritas dihuni oleh warga pendatang. Hal ini terjadi dikarenakan dusun Kutabuluh Atas merupakan jalur pertigaan menuju Sidikalang-Kotacane-Medan.

Kehidupan masyarakat Desa Kutabuluh sangatlah kental akan tradisi peninggalan leluhur. Masyarakat masih hidup dalam ikatan kekeluargaan yang sangat erat disebut dengan sangkep nggeluh (kerabat). Sikap saling menghargai dan menghormati di tengah-tengah masyarakat tetap dipertahankan. Hal ini dibuktikan dengan sikap hormat yang diberikan kepada Kalimbubu (keluarga dari ibu) yang diposisikan sebagai Dibata si teridah (Tuhan yang terlihat). Hingga saat ini, masyarakat tetap melaksanakan pesta-pesta budaya seperti pesta ditahunan (Kerja Tahun) yang dilaksanakan setiap setahun sekali, acara pernikahan, bahkan acara kematian. Masyarakat Karo juga menerapakan sistem Rebu (budaya yang membuat antara mertua laki-laki dengan menantu wanita tidak dapat saling berbicara) dan jika ada yang ingin dibicarakan maka harus dilakukan melalui perantara orang-orang yang ada di tempat tersebut.

Tradisi keagamaan (hari besar agama Kristen dan Islam) dan syukuran atas hasil panen atau semacamnya juga masih dilakukan setiap tahun. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya kegiatan gotong royong masyarakat dalam pengolahan tanah atau ladang. Kebiasaan menjenguk atau melayat orang yang mengalami kemalangan, diadakan juga acara pengumpulan uang bersama-sama yang diberikan sebagai sumbangan duka pada keluarga yang mengalami kemalangan, dengan maksud agar orang yang ditinggalkan dapat mengurangi beban biaya yang ditanggung selama proses yang diadakan. Masyarakat membentuk persatuan desa dengan cara arisan marga bahkan juga arisan PKK Desa Kutabuluh, dengan tujuan agar tetap terjalin hubungan yang erat dengan sanak keluarga dan tetangga. Kebiasaan saling membantu

memperbaiki atau membangun rumah juga menandakan bahwa hubungan kekeluargaan yang ada di Desa Kutabuluh masihlah sangat erat dan kuat.

Letak rumah penduduk di desa Kutabuluh dapat dikatakan saling berdekatan.

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan sembari malakukan wawancara, penulis dapat melihat rumah penduduk saling berdempetan dan bahkan ada rumah yang saling berbagi dinding. Namun hal ini hanya berlaku sementara hingga si pemilik rumah memiliki cukup uang untuk membuat dinding rumah sendiri. Kerukunan di desa Kutabuluh sangatlah terjaga dan saling berkomunikasi dengan baik berkat tutur sapa yang sopan, oleh karena itu setiap harinya para penduduk akan saling bertegur sapa jikalau bertemu dengan tetangga-tetangganya. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi konflik dan salah paham antar sesama penduduk.

Karakter setiap Etnis yang berbeda-beda mewarnai dinamika interaksi sosial di desa Kutabuluh. Dalam suatu kehidupan sosial tentunya ada kelompok-kelompok sosial yang tinggal dalam satu wilayah, seperti yang ada di desa Kutabuluh terdapat masyarakat dengan berbagai etnis tinggal di suatu wilayah dan hidup berdampingan.

Interaksi sosial yang baik di dalam masyarakat tentunya akan menghasilkan suatu hubungan kerjasama yang baik pula. Hubungan yang baik antar sesama masyarakat akan menciptakan lingkungan yang kondusif tanpa konflik. Oleh karena itu menjalin hubungan baik antar sesama penduduk harus di pertahankan.

Suku Bangsa Karo dianggap sebagai penduduk asli dan mereka dianggap sebagai orang-orang yang pertama kali mendirikan perumahan di desa Kutabuluh, sedangkan etnis lainnya seperti Jawa, Toba, Mandailing, Melayu, Pakpak dan lain

sebagainya dianggap sebagai penduduk pendatang yang pindah dari suatu daerah ke desa Kutabuluh. Dari keseluruhan wawancara dan observasi yang penulis lakukan, terlihat bahwa komunikasi yang terjadi antar etnis ini berjalan sangat baik dan hangat. Mereka saling tegur jika berjumpa di jalan ataupun di tempat lain. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh bapak Sukat Sembiring (43):

“...kalau saya pribadi dek, kalau ada orang dari etnis lain menjumpai saya, maka saya akan langsung terima dengan senyuman, ketika bertemu dengan mereka juga pasti akan bersikap sama seperti saya. Namanya juga hidup bertetangga ya memang harus hidup harmonis. Kita dengan tetangga harus berhubungan dengan baik, karena kalo terjadi apa-apa maka orang pertama yang membantu kita adalah tetangga kita juga...”

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Akkim Manik (67);

“...kalau disini semua orang karo ramah-ramah sama kami yang datang dari kampung lain. Kalaupun ada yang bermasalah dengan yang lain itu mungkin hanya konflik pribadi yang terjadi diantara mereka. Seorang pendatang itu juga harus tau diri, kalau kita tau kita yang mendatangi daerah orang maka kita harus hormat dengan orang yang ada didaerah tersebut terlebih dahulu. Karena biar bagaimanapun ini merupakan tempat asli mereka dan kami adalah pendatang. Jika tidak ada rasa saling menghargai kan bisa-bisa kita diusir dari kampung ini. Jadi intinya adalah saling menghargai, toh kita juga hidup kan saling membutuhkan juga...”

Dengan adanya rasa saling menghargai dari setiap orang maka akan terbentuk suatu masyarakat yang damai. Meninggalkan egoisme yang kita miliki dan menghargai orang lain merupakan cara yang tepat untuk menciptakan suasana yang harmonis dalam masyarakat. Hal inilah yang dijaga oleh semua masyarakat di desa Kutabuluh, sehingga tidak pernah terdengar adanya gesekan atau konflik antar suku bangsa.

2.1.3. Mata Pencaharian

Berdasarkan keadaan alam dan tipografi desa Kutabuluh, maka bertani merupakan pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh penduduk desa Kutabuluh.

Pada umumnya orang yang memiliki lahan yang sangat luas adalah mereka yang pertama kali tinggal dan menetap di desa Kutabuluh. Karena lahan pertanian yang begitu luas dan tidak dapat di kerjakan sendiri oleh si pemilik tanah, maka lahan tersebut dibagi-bagi kepada mereka yang ingin mengolah dengan sistem mellah (berbagi hasil). Di desa Kutabuluh, mata pencarian yang utama bagi masyarakatnya adalah bertani atau lebih sering disebut ngemmo (upahan). Mencari kemiri dan nangkih bello (memetik sirih) merupakan pekerjaan utama masyarakat. Pekerjaaan lainnya adalah, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, ABRI, sopir, pedagang dan lain sebagainya.

Mata pencaharian yang paling banyak dilakukan adalah petani, baik petani yang menggarap lahan miliknya sendiri, maupun petani yang menggarap/mengolah lahan dengan sistem sewa atau berbagi hasil dengan si pemilik lahan atau desebut dengan istilah mellah. Tanaman palawija yang paling dominan ditanami oleh masyarakat adalah jagung, sedangkan tanaman keras yang paling banyak adalah kemiri serta buah-buahan seperti durian dan coklat. Hasil pertanian tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat dan dapat diekspor keluar daerah.

Bertani tidak hanya dilakukan oleh mereka yang pekerjaan utamanya adalah bertani, namun juga dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan dipemerintahan hingga para Aparatur Negara Sipil (ASN).

Pada awalnya orang-orang Pakpak yang melakukan migrasi ke derah lain berkeinginan untuk mencari pekerjaan diluar dari pekerjaan bertani. Seperti pengalaman bapak Amri Berutu, yang awalnya ia bekerja sebagai asisten di kantor Kantor Urusan Agama (KAU) di desa Kutabuluh. Namun ketika ada waktu libur beliau memutuskan untuk mencoba memanen kemiri di ladang orang lain (mellah).

Tanpa disadari beliau malah ketagihan dengan sistem upah yang langsung diterima ketika pulang dari ladang. Lambat laun keinginan untuk terus tinggal di desa Kutabuluh semakin kuat, ini disebabkan karena adanya rasa kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan yang langsung menghasilkan uang atau bahasa daerahnya sering disebut dengan kacinanamen.

Mata pencaharian yang lain dikerjakan oleh masyarakat adalah berdagang.

Kegiatan berdagang merupakan jenis yang lumayan diminati oleh masyarakat, karena menurut masyarakat tidak perlu capek-capek untuk pergi ke ladang. Sebagian kecil penduduk juga memelihara ternak unggas seperti ayam dan bebek serta perikanan darat dengan cara pemeliharaan yang masih secara tradisional, sehingga dianggap sebagai penghasilan tambahan untuk menambah penghasilan pokok.

Industri juga sempat menjadi mata pencaharian bagi sebagaian masyarakat desa Kutabuluh. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi menjadi barang dengan nilai tambah yang lebih tinggi untuk penggunaannya. Namun perkembangan industri seperti pembuatan tripleks, tukang jahit, bengkel dan lain sebagainya tidak terlalu banyak diminati oleh masyarakat. Sehingga industri seperti pembuatan tripleks harus gulung tikar dan tidak dilanjutkan lagi.

2.1.4. Sistem Kepercayaan

Agama Kristen Protestan, Kristen Katolik dan Islam merupakan kepercayaan yang di anut seluruh masyarakat desa Kutabuluh. Namun bukan berarti masyarakat meninggalkan semua kepercayaan yang telah mereka percayai yang merupakan turunan dari nenek moyang. Ajaran yang baik dan positif yang diajarkan oleh nenek moyang akan terus di gunakan namun ajaran yang dianggap kurang baik atau negatif akan ditinggalkan.

Kepercayaan yang menyangkut kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang dan kepada kekuatan alam yaitu benda-benda yang memiliki kekuatan ghaib atau keramat masih tetap dilakukan. Menurut kepercayaan yang diyakini, setiap selesai panen maka si pemilik ladang akan melakukan upacara adat kepada roh atau Pengian Kuta yang dipercayai dengan cara meletakkan sesajian dibawah pohon atau tempat-tempat yang dianggap keramat. Dengan melakukan hal tersebut maka penduduk percaya bahwa tahun-tahun yang mendatang lahan mereka akan menghasilkan panen yang lebih banyak lagi. Jika tidak melakukan ritual, maka yang di takutkan adalah bencana besar akan menimpa keluarga atau desa mereka. Kepercayaan tradisional ini telah cukup lama dipercayai dan dilakukan oleh masyarakat.

Pada saat ini semua penduduk desa Kutabuluh telah mengikuti salah satu dari beberapa agama yang ada, yaitu agama Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2

Banyaknya Penduduk Menurut agama Yang Dianut Di Desa Kutabuluh

No Agama Jumlah

1. Kristen Protestan 2.124

2. Kristen Katolik 895

3. Islam 544

Jumlah 3.563

Sumber : Buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Kutabuluh (RPJMDes) 2013-2018

Dari tabel dapat kita simpulkan bahwa di desa Kutabuluh terdapat agama yang berbeda-beda. Agama Kristen Protestan dan Katolik merupakan agama yang paling banyak dianut oleh penduduk desa Kutabuluh sedangkan Agama Islam lebih banyak di anut oleh penduduk pendatang terutama penduduk yang beretnis Pakpak dan etnis Jawa. Walaupun agama Kristen merupakan yang terbanyak pengikutnya, namun kerukunan umat beragama tetap terpelihara dengan baik dan setiap orang menjalankan masing-masing kegiatan ibadah keagamaannya dengan aman dan damai.

Walaupun masyarakat sudah memeluk salah satu agama, namun masyarakat masih tetap mengadakan ritual tertentu terhadap nenek moyang mereka. Hal ini dilakukan karena rasa takut akan kemarahan roh nenek moyangnya dan dikatakan dapat mendatangkan malapetaka jika tidak melakukan ritual tersebut. Masyarakat tidak menganggap kegiatan ritual ini sebagai suatu kegiatan beragama, namun itu merupakan sesuatu kewajiban yang harus dilakukan sebagai bukti bahwa masyarakat

masih mengingat para leluhurnya. Seperti yang di ungkapkan oleh bang Ramban (42) selaku keturunan simanteki kuta (yang membuka kampung):

“...kalau kami disini melakukan ritual dengan menanam berbagai tanaman dan membiarkan kambing berkelliaran di kampung sebagai tumbal agar menjaga kampung ini agar terhindar dari segala macam bahaya yang mungkin mendekat. Ini dilakukan supaya para nenek moyang atau leluhur kami tidak marah, kalau mereka marah pasti akan terjadi bencana yang mengerikan...”

Dan untuk mendukung setiap kegiatan keagamaan masyarakat desa, maka dibangunlah tempat-tempat ibadah sebagai sarana untuk setiap orang melakukan ibadah agamanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3

Sarana Rumah Ibadah di Desa Kutabuluh

No Sarana Ibadah Jumlah

1. Gereja Protestan 5 buah

2. Gereja Katolik 1 buah

3. Mesjid 1 buah

Sumber : Buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Kutabuluh (RPJMDes) 2013-2018

Gereja merupakan sarana beribadah yang paling banyak dibangun, hal inilah yang menggambarkan bahwa agama Kristen merupakan kepercayaan yang paling banyak di anut oleh masyarakat desa Kutabuluh. Tempat ibadah tersebut disebar di

Gereja merupakan sarana beribadah yang paling banyak dibangun, hal inilah yang menggambarkan bahwa agama Kristen merupakan kepercayaan yang paling banyak di anut oleh masyarakat desa Kutabuluh. Tempat ibadah tersebut disebar di

Dokumen terkait