BAB VIII PENUTUP 325 8.1 Simpulan
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN.
2.1. Kajian Pustaka
2.2.2 Wayang Orang
Wayang orang merupakan khazanah kesenian tradisional orang Sasak yang penarinya adalah orang (Fathurrahman, 2009 :1). Sebagai sebuah khazanah kesenian tradisional Sasak, wayang orang memiliki kekhasan sendiri karena sumber ceritanya adalah Serat Menak, artinya berbeda dengan wayang wong di Bali dan Jawa. Sebagai sebuah seni pertunjukan, wayang orang menggunakan gerak gerak tari yang berpola pada gerak-gerak wayang (Fathurrahman, 2009:1).
Dari hasil pengamatan terhadap hasil rekonstruksi diketahui bahwa, gerak tarinya ditata seperti gerak dramatari sehingga tidak tampak ada gerak yang spontan dan bersifat sementara. Dalam proses rekontruksi wayang orang itu sudah tampak ada dekonstruksi terhadap teks pertunjukan wayang orang yang telah ada. Pada rekonstruksi wayang orang itu tidak digunakan kata wong, karena orang Lombok pada umumnya tidak mengenal kata wong dan lebih mengenal kata orang. Menurut Rusmadi, kata wong bagi orang Lombok dipahami berasal dari bahasa Jawa kuno yang sangat erat terkait dengan budaya Hindu Jawa (Wawancara, 12 November 2013). Kata orang merupakan bahasa Indonesia yang umum dan dapat dikenal oleh semua orang.
43
Pemilihan kata orang dalam wayang orang, bukan kata wong dilakukan supaya tampak lebih netral karena masyarakat Lombok yang mayoritas beragama Islam dapat menerima wayang orang sebagai identitas Lombok yang berbeda dengan Wayang Wong Jawa dan Bali. Wayang Wong Jawa dan Bali sangat kental nuansa Hindunya karena cerita pokok yang digunakan adalah Ramayana dan Mahabarata.
Sumber cerita wayang orang berpegang pada Serat Menak termasuk Wayang Kulit Sasak. Cerita pokok yang bersumber dari Serat Menak itu dimaknai dengan mengangkat nilai-nalai lokal Sasak, seperti perkawinan adat Sasak yang dianggap mengandung nilai kesatria, kepahlawanan, dan nilai toleransi dalam cerita Jayengrana Merariq. Berdasarkan sumber cerita dan nilai yang ditampilkan dalam pertunjukan maka Wayang Kulit Sasak sering dikenal dengan sebutanWayang Menak(Wijanarko, 1991:16).
Konsep Wayang Wong Jawa dan Bali adalah sebuah pertunjukan drama tari yang sumber ceritanya adalah Mahabarata dan Ramayana. Wayang Wong Jawa dan Bali dianggap merupakan genre tari yang dikategorikan sebagai pertunjukan total (total theatre). Wayang wong mencakup beberapa elemen seni, di ataranya tari, drama, sastra, musik, dan seni rupa (Soedarsono, 2000; Bandem, 2001). Dilihat dari segi bentuk dan struktur pertunjukannya, wayang orang di Lombok dapat dikategorikan sama dengan Wayang Wong Jawa dan Bali, hanya ceritanya dan perlengkapan pertunjukannya berbeda.
Menurut Kantun dan Ulfi, Wayang Orang Darma Kerti, Dusun Batu Pandang, Desa Sapit, Kecamatan Swela, Lombok Timur menggunakan Serat
44
Menak Parigan sebagai cerita pokok (Wawancara, 10 Oktober 2015). Secara operasional konsepwayang orang pada rekonstruksi itu tidak menggunakan tapel sebagai perlengkapan pertunjukan. Untuk memberikan karakter pada tokoh yang diperankan, bermain pada ekspresi dan gerak tarinya. Pola gerak tarinya tidak sepenuhnya berpola pada gerak wayang tetapi berpola pada gerak dramatari. Cerita pokoknya Wayang Wong Jawa dan Bali bersumber pada Ramayana dan Mahabarata. Bagi orang Bali yang disebut dengan wayang wong adalah yang menggunakan cerita Ramayana dan sebagai besar pemainnya menggunkantapel. Wayang wong yang tidak menggunakan tapel dan ceritanya bersumber dari Mahabarata disebut denganParwa.
Kata wayang dalam wayang orang merupakan sebuah pertunjukan yang bisa memberikan bayangan mengenai nilai-nilai moral, karakter yang baik atau buruk, dan nilai-nilai tradisi yang hidup atau berkembang dalam praktik budaya sehari-hari di Lombok. Konsep pertunjukan wayang kulit, adalah bayangan boneka-boneka wayang yang digerak-gerakkan oleh seorang dalang (Mulyono,1982:42; Bastomi, 1995:2). Rekonstruksi Wayang OrangDarma Kerti
Dusun Batu Pandang di UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok bukan bayangan pelakunya yang menyebabkan disebut wayang, melainkan nilai-nilai yang ada dalam pertunjukan itu dapat dijadikan pedoman perilaku, jati diri, dan identitas Sasak.
45
2.2.3 Pergulatan
Pengertian pergulatan adalah perjuangan, bergulat berarti berjuang
(Purwadarminta, 1979: 331). Pengertian ini memberikan isyarat bahwa konsep pergulatan adalah sebuah fakta adanya gerakan, tujuan yang ingin dicapai, serta ideologi dan objek yang akan diperebutan. Konsep perjuangan bersifat kompetitif yang melibatkan dua kekuatan atau lebih yang saling berkompetisi. Proses kompetitif ini sering dilakukan dengan melibatkan kekuasaan dan otoritas sehingga terjadi perjuangan dan perlawanan ideologi yang bertujuan untuk menciptakan identitas.
Pergulatan identitas adalah sebuah perjuangan untuk mendapatkan dukungan atas gagasan-gagasan, pemikiran-pemikiran, dan ide-ide. Pergulatan dalam hal ini akan tampak sebagai sebuah otoritas dengan kekuasaan agama Islam mempengaruhi masyarakat agar melaksanakan ajaran Islam secara murni, sehingga terjadi hegemoni. Rekonstruksi wayang orang yang ingin mempertahankan budaya wetu telu dapat dianggap sebuah coenter hegemoni. Ada hubungan relasional secara koersif (paksaan) dan konsensus dari power
dalam bentuk hegemoni untuk mengamankan hak-hak mereka sebagai kelompok dominan (Rupert, 2010: 234).
Rekonstruksi wayang orang dan penyebaran gagasan, pemikiran, dan ide- ide melalui pertunjukan wayang orang pada saat ada kegiatan upacara adat dan keagamaan di Lombok, dapat dianggap sebagai sebuah counter hegemoni. Rekonstruksi wayang orang merupakan sebuah ideologi untuk membangun
46
budaya lokal yang berbasis budaya wetu telu, melawan ideologi Islam, yang berbasis hukum-hukum Islam.
Kondisi yang ada di lapangan menunjukkan adanya perbedaan pandangan serta perbedaan perlakukan terhadap adat dan seni tradisi antara kelompok Islam adat dan kelompok Islam modern di Lombok sebagai oposisi biner. Perbedaan itu menunjukkan adanya konstruksi nilai-nilai pada masyarakat Lombok, yang memunculkan variasi identitas serta dikendalikan, baik oleh elite Islam maupun elite adat, dalam bentuk pergulatan (Kumbara, 2011).
Dari penjelasan di atas dapat dilihat adanya persaingan ideologi dan kepentingan-kepentingan untuk saling menguasai supaya apa yang diharapkan, baik oleh kelompok adat maupun kelompok Islam modern tercapai. Harapan kedua kelompok tersebut adalah untuk mengubah tatanan sosial Lombok. Kelompok Islam modern yang berorientasisyariahmenginginkan supaya tatanan sosial di Lombok tidak lagi berdasarkan tradisi lokal, tetapi berdasarkan ajaran agama Islam yang bersifat universal. Di pihak lain kelompok Islam kultural, menginginkan agar adat, tradisi, dan seni budaya tradisional tetap dipertahankan sebagai identitas lokal yang memberikan ciri terhadap eksistensi Lombok.
Ideologi adalah cara untuk menyebarkan gagasan, ide-ide, atau pemikiran kepada orang lain melalui bentuk-bentuk komunikasi. Seni sebagai sebuah komonikasi yang reflektif telah menempa karangka mental, emosi, cara berbicara, pemahaman terhadap masa lalu dan sekarang serta perasaan-perasaan terhadap orang lain. Seni adalah produsen ideologi untuk memahami, mendefinisikan,
47
mengerti, dan mengubah cara-cara masyarakat berfungsi (Smiers, 2009:18 ; Wolff, 1981:47-56).
Menurut Manheim, bahwa idelogi ada dua, yaitu ideologi total dan ideologi partikular. Ideologi total adalah ideologi yang merupakan asosiasi antara keyakinan dan pandangan dunia dengan kelompok sosial atau kelas tertentu. Sebaliknya ideologi partikular adalah ideologi untuk mempertahankan tatanan sosial atau politik tertentu atau sebagai pembenar sebuah sistem sebagai sesuatu yang alamiah (Burke, 2011:143).
Dalam sebuah pergulatan terdapat hegemoni dengan pengertian bahwa kelompok yang menyimpang selalu berada dalam posisi yang berhadapan dengan kelompok yang menganut nilai-nilai resmi. Nilai yang dianut oleh kelas tertentu, melalui cara-cara kompromis atau konsensus atau juga dengan kekerasan harus dianut oleh kelompok yang lain. Di pihak lain Gramsci dalam hal ini menawarkan hegemoni budaya, yaitu hegemoni melalui cara-cara konsensus
untuk mendominasi atau menguasai kelompok yang lain (Burke, 201:125--128). Hegemoni yang ditawarkan oleh Gramnsci ini menekankan pada konsep
penyadaran.
2.2.4 Identitas
Identitas adalah esensi yang dapat dimaknai melalui tanda, selera, kepercayaan, sikap, dan gaya hidup. Identitas adalah sebuah penetapan terhadap ciri-ciri seseorang, kelompok, atau masyarakat tertentu (Purwadarminta, 1979: 369). Berdasarkan pengertian di atas, diketahui bahwa identitas dapat dianggap
48
bersifat personal dan sekaligus bersifat sosial, yang dapat digunakan untuk menandai bahwa seseorang, masyarakat, dan etnis sama atau berbeda dengan yang lain.
Untuk mendefinisikan identitas dalam hal ini dilakukan dengan cara membandingkan serta mengkontraskan ciri-ciri, kepercayaan, sikap, dan gaya hidup masyarakat yang satu dengan yang lainnya (Burke, 2011:84; Zehfuss, 2010: 185--186). Uraian di atas memberikan petunjuk bahwa identitas merupakan
politik perbedaan, yang pada intinya merujuk pada sebuah perbedaan, baik
pribadimaupunsosial.
Dari sudut pandang ilmu politik, politik identitas adalah politik perbedaan yang semula didasarkan atas perbedaan-perbedaan yang ditimbulkan oleh perbedaan tubuh atau disebut dengan biopolitik (Abdilah, 2002:16). Biopolitik kemudian berkembang tidak hanya pada perbedaan tubuh, tetapi perbedaan yang bersifat individu, kelompok, sosial, dan dapat digunakan sebagai konsep dasar untuk mengkaji perbedaan nilai seni budaya dan tradisi etnis.
Identitas adalah cara berpikir tentang diri kita. Cara berpikir tentang diri kita, berubah dari satu situasi ke situasi yang lain menurut ruang dan waktu. Oleh karena itu, Antony Giddens menyebutkan identitas sebagai proyek yang selalu diciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses, dan suatu gerak maju daripada sesuatu yang datang kemudian.
Identitas yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah identitas yang tidak bersifat pribadi, tetapi bersifat sosial yang diimplementasi dalam tradisi dan budaya. Artinya, sebuah identitas sosial bagi etnis tertentu dan dalam wilayah
49
tertentu yang merupakan seluruh aspek budaya yang spesifik menurut ruang dan waktu tertentu. Bentuk identitas dapat berubah dalam ruang dan waktu sesuai dengan jiwa zamannya yang sangat erat terkait dengan berbagai konteks sosial dan budaya (Barker, 2004:170). Dalam hal ini wayang orang merupakan bentuk spesifik dari aspek sosial budaya Sasak yang dapat dianggap sebagai identitas masyarakat Sasak.
Pertunjukan Wayang OrangDarma Kerti Dusun Batu Pandang, memiliki ciri yang spesifik dan tidak dimiliki oleh pertunjukan wayang orang lainnya atau wayang wong seperti Jawa dan Bali. Ciri spesifik yang membedakan wayang orang dengan wayang wong Jawa dan Bali, adalah cerita pokok yang digunakan serta musik pengiringnya yang khas Sasak. Cerita pokok yang digunakan dalam wayang orang adalah Serat Menak, yang dianggap berasal dari Hikayat Amir Hamzah.
Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang merupakan usaha membangun identitas Sasak sebagai sebuah etnis yang berbudaya dan telah membentuk sikap dan karakter Sasak dari masa lampau. Upaya membangun identitas dapat diartikan sebagai usaha untuk membangun apa yang kita pikirkan tentang diri kita dari sudut masa lalu dan masa kini serta harapan ke depan (Barker, 2004:171; Lelland, 2005).
Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang merupakan upaya untuk membangun tradisi yang telah diwarisi dari masa lampau. Artinya tidak akan bisa dilepaskan dengan pergulatan-pergulatan
50
identitas karena tiap-tiap kelompok, suku, dan agama yang ada di Mataram, Lombok ingin membangun identitas sesuai dengan kepentingan kelompoknya.
Semua pihak dapat memahami bahwa Lombok khususnya Mataram merupakan salah satu pulau atau wilayah Indonesia, yang penduduknya terdiri atas berbagai etnis, seni budaya, serta agama masing-masing. Pergulatan dalam menempatkan masa lampau sebagai identitas menyebabkan terjadinya pencarian identitas tidak akan pernah selesai. Identitas merupakan sesuatu yang tidak pernah final atau sesuatu yang senantiasa berubah (Abdilah, 2002:28).
Wayang orang sebagai sebuah seni pertunjukan merupakan sebuah sistem yang menampilkan simbol-simbol tertentu yang dapat dipahami melalui pandangan interaksi simbolik. Tokoh-tokoh yang memelopori munculnya teori interaksi simbolik antara lain, Mead (1863--1931), William (1842--1910), Dewey (1859--1952). Mereka menyatakan bahwa dalam sebuah interaksi, posisi diri menjadi sangat penting karena merupakan subjek dan objek bagi dirinya yang bebas (Jaeni, 2012: 67). Ia akan menjadi objek sebelum dirinya itu menjadi subjek. Diri akan mengalami internalisasi atau interpretasi subjektif atas realitas struktur yang lebih luas.
Dalam hal ini konsep mengenai diri yang mendasari subjektivitas sangat kuat berimplikasi terhadap interaksi suatu kehidupan sosial dan budaya. Konsep diri akan mencerminkan identitas seseorang dalam seni pertunjukkan Wayang Orang dan refleksinya dalam kehidupan sosial. Identitas diri dalam sebuah seni pertunjukan sering mengalami pergulatan ketika seseorang mengubah identitasnya
51
dalam sebuah seni pertunjukan, kemudian merefleksikannya dalam realitas sosial. Hal itu merupakan usaha untuk menciptakan identitas sosial.