i
DISERTASI
REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI
DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN
IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK
I GUSTI NGURAH SERAMASARA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
DISERTASI
REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI
DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN
IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK
I GUSTI NGURAH SERAMASARA
NIM 1190371001
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
iii
REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI
DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN
IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI NGURAH SERAMASARA
NIM 1190371001
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
iv
Lembar Pengesahan
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 28 JUNI 2016
Promotor,
Prof. Dr. Phil I Ketut Ardhana, M.A. NIP. 196007291986011001
Kopromotor I,
Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. NIP. 196102121988031001
Kopromotor II,
Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T.,M.Si. NIP. 196503221992032001
Mengetahui
Ketua
Program Studi Doktor (S3)
Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. NIP. 194807201978031001
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana,
v
Disertasi Ini Telah Disetujui pada Ujian Tertutup Tanggal 18 April 2016
Panitia Penguji Disertasi
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor: 1483/UN 14.4/HK/2016,
Tanggal 14 April 2016
Ketua : Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U.
Anggota :
1. Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A.
2. Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum.
3. Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T., M.Si.
4. Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S.
5. Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A.
6. Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A.
vi
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NAMA : I Gusti Ngurah Seramasara
NIM : 1190371001
PROGRAM STUDI : Doktor (S3) Kajian Budaya
JUDUL DISERTASI : Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu
Pandang: Sebuah Pergulatan Identitas di Mataram
Lombok
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Disertasi ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun
2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 30 Juni 2016
Materai Rp.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa, atasasung kertanuragaha-Nya memberikan restu dan membuka
jalan, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian disertasi dengan judul
Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang: Sebuah
Pergulatan Identitas di Mataram Lombok. Penelitian disertasi ini dapat
diselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Olehkarena itu,pertama-tama saya
mengucapkan terima kasih sedalam dalamnya, setinggi-tingginya, dan
seluas-luasnya kepada Prof. Dr. Phil.I Ketut Ardhana, M.A, selaku promotor, yang
telah banyak memberikan bimbingan, dorongan, motivasi, dan semangat untuk
menyelasaikan penelitian disertasi ini.Di samping itu, selalu meluangkan
waktunya untuk membantu memberikan masukan mengenai detail-detail
penelitian yang harus dikerjakan dalam menulis disertasi ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada kopromotor I, Prof. Dr.
I Nyoman Suarka, M.Hum, yang dengan sangat teliti dansabar memeriksa
disertasi saya. Selain itu, juga memberikan masukan secara sistematik sehingga
disertasi ini terwujud. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Ni
Made Ruastiti, S.S.T., M.Si, selaku kopromotor II yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan saran,masukandan sistematika penulisan
untuk penyelesaian penelitian disertasi ini.
Ucapan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tinggi saya sampaikan
kepada Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. I Ketut Suastika, Sp.P.D
(KEMD), yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk melanjutkan di
Program Studi Doktor, Program Studi Kajian Budaya, Universitas Udayana.
Ucapan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya juga saya sampaikan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. Anak
Agung Raka Sudewi, Sp.S (K)., Asdir I Prof. Dr. I Made Budiarsa, M.A., Asdir II
Prof. I Made Sudiana Mahendra, Ph.D., Ketua Program Studi Doktor (S-3),
Kajian Budaya Universitas Udayana, Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan,
viii
M.Si, pembimbing akademik Prof. Dr.I Wayan Cika, M.A. Ucapan terima kasih
juga saya sampaikan kepada Prof. Dr.I Gde Parimartha, M.A yang telah banyak
memberikan masukan mengenai penelitian ini, sehingga pemahaman saya tentang
objek penelitian di Mataram, Lombok menjadi lebih terbuka.Ucapan terima kasih
yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada semua pengampu mata
kuliah Program Doktor (S-3), Kajian Budaya Universitas Udayana.Berkat para
pengajar itulah ilmu tentang kajian budaya dengan pendekatan teori kritis, dapat
saya pahami.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor ISI Denpasar,
Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar., M.Hum, yang telah memberikan kesempatan
dan peluang untuk melanjutkan studi doktor (S-3), dengan segala fasilitas dan
bantuannya, sehingga studi ini dapat berjalan dengan baik. Ucapan terima kasih
yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan Rai S,
M.A, selaku mantan rektor ISI Denpasar, yang banyak memberikan bimbingan
mengenai proses rekonstruksi dan juga memberikan ijin untuk melanjutkan studi
doktor (S-3) di Program Studi Kajian Budaya, Universitas Udayana, Denpasar,
ketika menjabat sebagai Rektor ISI Denpasar. Di samping itu, ucapan terima
kasih juga saya sampaikan kepada, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Artayasa, M.Erg.,
Drs. I Wayan Gulendra, M.Sn., I Ketut Garwa, S.S.Kar., M.Hum., Dr. I Gusti
Ngurah Ardana, M.Erg, yang memberikan semangat dan dorongan agar disertasi
ini cepat dapat diselesai.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh staf pegawai
Program Studi Doktor (S-3) Kajian Budaya Universitas Udayana, I Putu
Sukaryawan, S.T., I Ketut Budiastra, I Nyoman Candra S.E., Putu Hendrawan.,
Dra. Ni Luh Witari., Cok Istri Murniati., Ni Wayan Arniati, S.E., dan Anak
Agung Ayu Indrawati atas semua bantuan dalam bidang administrasi akademik,
informasi dan layanan perpustakaan, selama saya menempuh studi doktor (S-3).
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini saya banyak dibantu oleh
para informan di Lombok terutama informasi tentang wayang orang dan tentang
rekonstruksiWayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang, Lombok Timur.
ix
Kantun, B.A., Drs. H. Lalu Anggawa Nuraksi., Bapak Sadarudin, H.Lalu
Qodariah, Bapak Zainal Muhamad, Bapak Rusmadi, S.Sn., I Wayan Balik, Bapak
H. Lalu Abdurahman., H. Lalu Prima Wira Putra., I Made Darundia, Ibu Dewi
Kusuma, S.Pd, Bapak I Nengah Gusia, S.E., Ibu Ni Wayan Arti, S.Sn, Bapak
Drs. H. Darmatif, M.Pd., dan Amaq Ulfi. Dalam proses wawancara tidak lupa
juga saya ucapkan terima kasih kepada, Dr. I Gede Yudartha S.S.Kar, M.Si.dan
Bapak Drs. I Nengah Sukanta.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman angkatan
2011, yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi yaitu, Dr. Anak
Agung Raka, M.Si., Dr I Wayan Mudana, M.Si., Dr. I Nyoman Sidipa S.T., Dr.
Salman Alfarisi M.Sn., Dr. Ni Gusti Ayu Suci Murni, M.Par., Drs. I Ketut Muka
M.Si, dan Cok Istri Ratna Cora S., I Ketut Kodi, SSP., M.Si. Dalam kesempatan
ini ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan dosen ISI
Denpasar, I Wayan Suharta, S.S.Kar., M.Si., I Dewa Ketut WicaksanaS.S.P.,
M.Hum., Ni Ketut Suryatini, S.S.Kar., M.Sn., Dr. Ni Luh Sustiawati M.Pd., Rinto
WidyartoS.S.T., M.Si., yang telah banyak mendorong dan memotivasi agar
disertasi ini cepat dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, I
Gusti Gde Raka (Alm) dan Ni Gusti Made Perati (Alm), yang selama hidupnya
selalu memberikan arahan dan bimbingan agar menuntut ilmu setinggi-tingginya
karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam hidup ini. Kepada
istri tercinta yang penuh kasih sayang I Gusti Ayu Sri Utami, selalu menemani
saya baik, suka maupun duka. Sebagai istri yang setia selalu mendampingi saya
dalam melakukan penelitian di Mataram, Lombok termasuk ke Dusun Batu
Pandang, Lombok Timur. Dusun yang letaknya sangat jauh di pegunungan dan
jalan menuju ke Dusun Batu Pandang itu sangat curam, bertebing, jalannya
berbatu-batu, terjal, dan sangat licin. Batu Pandang sebuah dusun yang
berlokasi jauh dari keramian kota dengan suasana pegunungan yang sangat
terpencil.
Kepada anak-anak dan cucu-cucu yang selalu memberikan semangat agar
x
pekerjaan di ISI Denpasar yaitu, Ni Gusti Ayu Oka Tirtawati S.E (anak)., I Gusti
Ngurah Ari Somawangsa, S.T., M.T., S.H (anak), I Gusti Ngurah Oka Ariwangsa,
S.E., M.M (anak), Anak Agung Ngurah Nata Praba Wangsa (cucu), Anak Agung
Ngurah Satria Putra Wangsa(cucu), I Gusti Ngurah Abi Wijaya Kesuma (cucu),
Ni Gusti Ayu Dian Cahyani Kusuma Dewi (cucu). Untuk itu saya mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengorbanan, dan motivasinya agar studi
ini dapat selesai sesuai dengan harapan.
Akhirnya lewat kesempatan ini saya memohon kepada Tuhan Yang Maha
Esa, Ida Sanghyang Widhi Wasa agar selalu memberikan perlindungan dan
tutunan menuju jalan yang benar. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada
semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu maka saya ucapkan
banyak terika kasih atas pengorbannya dan dukungannya untuk menyukseskan
penulisan disertasi ini.
Denpasar, Juni 2016
Saya,
xi ABSTRAK
Wayang Orangmerupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang tokoh-tokohnya diperankan oleh manusia.Wayang orang sebagai seni pertunjukan khasSasak menggunakan Serat Menaksebagai sumber cerita, yang saat ini mengalami keterpinggiran, bahkan hampirpunah.Untuk itu seniman dan budayawan Sasakberupaya menyelamatkan wayang orang itu dengan melakukan rekonstruksi.Salah satu wayang orang yang direkonstruksi adalahWayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang. Rekonstruksi wayang orang itu difasilitasi oleh UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok yang dilakukan ditengah-tengah pergulatan identitas. Hal itu merupakan permasalahan dan tantangan bagi semua pihak mengingat bahwa Mataram, Lombok merupakan masyarakat multietnis, dan multireligius.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami permasalahan rekonstruksi
Wayang Orang Darma Kerti, dalam pergulatan identitas di Mataram Lombok. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah,(1) ideologi yang ada di balik rekonstruksiWayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang, (2) prosesrekonstruksi itu dilakukan, dan(3) implikasi rekonstruksi wayang orang itu terhadap masyarakat Mataram, Lombok. Lokasi Penelitian ini adalah di Mataram, Lombok, dan pengumpulan datanya digunakan metode kualitatif dengan kaidah-kaidah ilmiah berdasarkan paradigma kajian budaya. Untuk menganalisis temuan data sesuai denganpermasalahan di atas, digunakan teori dekonstruksi, multikultural, dan hegemoni.
Hasil analisispenelitian ini menunjukkan. (1) ideologi yang ada di balikrekonstruksi wayang orang itu, adanya keinginan untuk melestarikan wayang orang sebagai identitas Lombok berdasarkan, ideologi religius yang bersumber pada nilai agama Islam dan ideologi kultural yang bersumber dari nilai wetu telu. (2) rekonstruksi itu dilakukan melalui tahapan observasi, inventarisasi, dan klasifikasisehingga diputuskan untuk merekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang, Lombok Timur dengan menggunakan penari para dalang yang ada di Mataram dan Lombok Barat. Pada tahapImplementasi dilakukan dengan mengumpulkan para dalang, seniman, dan penabuh untuk menyusun lakon, mengadakan latihan, dan terakhir melakukan pementasan. (3)rekonstruksiwayang orang ituberimplikasi pada nilai agama, kebangkitan nilai Sasak, berkembangnya kretivitas seni, kesejahtraan masyarakat dan, terwujudnya identitas Sasak.
xii ABSTRACT
Wayang Orang is a form of performing art that those characters are enacted by people.Wayang Orangas a typical of Sasak’sperforming art is making use the Serat Menak as the source of its play, nonetheless it is virtually marginalized and assuredly near-extinct.Artists and culturalistsof Sasak who are unbreakably facilitated bythe Technical Implemetation Unit of MataramCultural Park, Lombok, are therefore delivering conservative effort by mean of reconstruction.An offshoot of reconstructed Wayang Orangis particularly the Wayang Orang Darma Kertifrom Batu Pandang village. Reconstruction of Wayang Orang is made through under the scrimmage of Sasak identity in Mataram, Lombok,and is considered as a prospective matter and challenge for all sides that taking into account Mataram Lombok is a multiethnic and multireligious society.
The objective of this study is to understand the matters of reconstruction of Wayang Orang Darma Kertiunder the scrimmage of Sasak identity in Mataram, Lombok.Subject matters are concerned in this study are namely (1) the background ideologyof delivering reconstruction over Wayang Orang Darma Kertiof Batu Pandang Village, (2) How reconstruction processes aredelivered, and (3) implications of the talked-about Wayang Orang reconstruction.The locations of this study in Mataram, Lombok and data collecting to be used kualitatif method with sceintifics form and culture studies paradigm. For to analize data finding in accordance with on problem to used deconstructions teori, multicultural, and hegemony.
Analytical outcomes of this study represent. First, foremost a resolveto preserve Wayang Orang as a local identity as of a religious ideology stood up based on Islamic and Wetu Teluvalues as a background of reconstruction.Second, reconstruction isdelivered through several critical stages of observation, inventory, classification and finally figuring out to reconstruct Wayang Orang
Darma Kertiof Batu Pandang Village, East Lombok, whereby dancersand puppeteersof Mataram and West Lombok are invited to collaborate. The implementation of this stage is to collect puppeteers, playwriting, rehearsing, and finally staging. Third, reconstruction itself implicates religion, aesthetics, and emersion of Sasak identity.
xiii
RINGKASAN DISERTASI
Wayang orang merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang
tokoh-tokohnya diperankan oleh manusia. Wayang orang sebagai seni pertunjukan khas
Sasak menggunakanSerat Menaksebagai sumber cerita, yang saat ini mengalami
keterpinggiran, bahkan hampir punah.Untuk itu seniman dan budayawan Sasak
yang difasilitasi oleh UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok, berupaya
menyelamatkan wayang orang dengan melakukan rekonstruksi. Salah satu
wayang orang yang direkonstruksi adalah Wayang Orang Darma Kerti Dusun
Batu Pandang di UPTD Taman BudayaMataram, Lombok. Rekonstruksi wayang
orang itudilakukan di tengah-tengah pergulatan identitas di Mataram, Lombok,
hal itumerupakan permasalahan dan tantangan bagi semua pihak.Mataram,
Lombok merupakan masyarakat multietnis dan multireligius yang sangat
potensial untuk terjadinya pergulatan.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami permasalahan rekonstruksi
Wayang Orang Darma Kerti, dalam pergulatan identitas di Mataram,
Lombok.Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Ideologi yang
ada di balik rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang, (2)
Proses rekonstruksi Wayang OrangDarma Kerti Dusun Batu Pandang itu
dilakukan, (3) Implikasi rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu
Pandang terhadap masyarakat Mataram, Lombok. Wayang sebagai tradisi budaya
wetu telu, meskipun mengandung nilai agama Islam, tetap saja menjadi
pergulatan dalam mewujudkan identitas di Mataram Lombok.
Berdasarkan permasalahan di atas penelitian ini dirancang sebagai
penelitian kualitatif dengan paradigma kajian budaya.Rancangan
penelitiankualitatif adalah rancangan penelitian yang dimulai dari
mengumpulkan dan menganalisis data (Ratna, 2010:289). Paradigma kajian
budaya adalah digunakannya teori-teori kritis sebagai standar ilmiah dalam
menganalisis temuan data di lapangan. Metode dalam hal ini merupakan
petunjuk untuk mendapatkan data (Silalahi, 1999:6).Menurut John Almack dalam
xiv
menggunakan logika untuk mengesahkan dan menjelaskan temuan.Metode
kualitatif menempatkan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai
langkah-langkah untuk mendapatkan data (Moleong, 2011:174--216).
Dalam penelitian ini keterkaitan antara metode dan teori untuk
menganalisis temuan data dilapangan sangat kuat. Untuk menganalisis
permasalahan sesuai dengan temuan data dilapangandigunakan beberapa konsep
dan teori. Konsep yang digunakan adalah konsep rekonstruksi, konsep wayang
orang dan konsep pergulatan identitas. Konsep rekonstruksi, yaitu sebuah
konsep untuk membangun, merangkai, dan menghubungkan kembali antara
bagian yang satu dan bagian yang lain yang telah lama putus (Encyclopedi,
tt:406). Rekonstruksi juga merupakan sebuah kegiatan untuk mewujudkan
sebuah peristiwa melalui kesadaran, perencanaan, dan pemikiran terhadap hal
yang ingin diwujudkan (Cassirer, 1970: 193). Rekonstruksi juga merupakan
produk pemikiran subjektif dari proses pemahaman intelektual yang dapat
berubah-ubah dari waktu kewaktu (Purwanto, 2006: 3).
Konsep wayang orang, yaitu sebuah konsep seni pertunjukan yang
pelaku-pelakunya tidak menggunakan boneka wayang, tetapi menggunakan
manusia yang mencakup beberapa elemen seni (Soedarsono, 2000; Bandem,
2001). Konsep Pergulatan yaitu sebuah konsep perjuangan (Purwadarminta,
1979: 331).Perjuangan dalam hal ini bersifat kompetitif bukan konfrontatif, yang
melibatkan kekuatan dua atau lebih. Konsep identitas merupakan sebuah esensi
yang dimaknai melalui tanda, selera, sikap, dan gaya hidup (Purwadarminta,
1979: 369). Identitas bisa bersifat personal bisa kelompok yang pada intinya
mengacu pada perbedaan, baik pribadi maupun sosial (Burke, 2011:143).Politik
identitas adalah politik perbedaan yang semula dimunculkan oleh perbedaan
tubuh atau disebut dengan biopolitik (Abdilah, 2002:16).Konsep pergulatan
identitas adalah sebuab konsep peerjuangan untuk mewujudkan identitas Sasak
yang dapat diterima bersama.
Teori yang digunakan dalampenelitian ini adalah teori-teori kritis, sesuai
dengan paradigma kajian budaya.Di antara teori kritis yang paling relevan dengan
xv
teori yang terkait dengan pembongkaran terhadap teks pertunjukan(Zehfuss,
2010:190; Norris, 2003:10--11). Teori multikultural, digunakan untuk mengkaji
unsur-unsur seni dan pendukung rekonstruksi wayang orang itu yang tidak
membedakan tradisi budaya antara yang satu dengan lainnya (Ritzer dan
Douglas, 2004:106). Teori hegemoni digunakan untuk memahami adanya
kekuatan Islamdengan aliran syariah menolak tradisi wetu telu, melalui doktrin
dan dakwah. Inilah yang disebut dengan hegemoni kultural karena dilakukan
dengan cara yang etis dan bermoral (Santoso, 2010:84; Mutahir, 2011).
Hasil penelitian ini menunjukan adanya keinginan yang kuat untuk
melestarikan wayang orang sebagai kekayaan budaya lokal. Wayang orang
sebagai warisan budayawetu telu dapat dijadikan identitas bagi masyarakat
Mataram, Lombok khususnya dan Sasak pada umumnya. Rekonstruksi wayang
orang itu menampikan nilaiagama Islam dan nilai wetu telu dalam bentuk
sikritisme.Dari segi demografi agama Islam merupakan agama mayoritas di
Mataram, Lombok yang menolak budaya wetu telu, dan saat ini diperkuat oleh
firkoh-firkoh baru dalam agama Islam Waktu Lima di Lombok.
Dalam konteks demografis dapat dipahami bahwa kekuatan agama Islam
yang sangat besar dan berhadapan dengan budayawetu telu menjadi sumber
pergulatan.Pihak yang mempertahankan tradisi menganggap budaya wetu telu
sebagai identitas Sasak, sedangkan yang menolak tradisi menganggap bahwa
ajaran Islam sesuai dengan budaya Arab sebagai identitas Sasak. Oleh karena itu
penelitian, mengetahui adanya ideologi dalam proses rekonstruksi wayang orang
itu, dan implikasinya terhadap masyarakat Mataram, Lombok.
Pertama, ideologi yang ada di balik rekonstruksi wayang orang ituadalah
ideologi wetu telu atau disebut dengan ideologi kultural dan ideologi Islam
Waktu Lima yang berorientasi syariah atau pemurnian ajaran Islam dan dapat
disebut ideologi syariah. Pergulatan identitas diproduksi oleh kepentingan
pemurnian ajaran Islam dan kepentingan mempertahankan budaya lokal yaitu
xvi
Budaya wetu telu yang diwarisi secara turun-temurun ditolak oleh Islam
Waktu Limayang berideologisyariahkarena dianggap tidak sesuai dengan ajaran
agama Islam, termasuk pertunjukan wayang orang. Produksi budaya melalui
rekonstruksi wayang orang itu, dapat mempresentasikan simbol, gambar, dan
pesan (Ida, 2014:5).Melalui rekonstruksi wayang orang itu kelompokIslamWetu
Telu, mempunyai kepentingan untuk menggali dan membangun nilai-nilai tradisi
menjadi identitas Lombok. Hegemoni Islam Waktu Lima yang ingin
memjalankan ajaran Islam secara murni sangat kuat,sehingga gagasan untuk
membangun identitas Lombok, berdasarkan budaya wetu telutidak mendapatkan
perhatian dari kekuasaan formal.
Sesungguhnya pergulatan ini merupakan peristiwa sejarah yang telah
terjadi sejak masuknya Islam ke Lombok pada abad ke-16 antara Islam Sufi dan
Islam Suni. Munculnya kekuasaan Karangasem di Lombok pada tahun 1720
(Agung, 1991: 04), telah menyebabkan adanya tekanan psikologis bagi Islam
Sasak yang menganut aliran Suni, karena Islam Sasakwetu telu, lebih diayomi
oleh raja. Munculnya pemerintahan kolonial Belanda di Lombok dimanfatkan
oleh kelompok Islam Sasak dan para Tuan Guru untuk bekerjasama,
menumbangkan kekuasaan Raja Karangasem, yang kemudian dikenal dengan
Pemberontakan Tuan Guru Bangkol pada tahun 1894 (Alfons, 1980: 190--200).
Permohonan kerjasama dengan Belanda ditanda tangani oleh Ratmawa (Rarang),
Raden Wiranon(Pringgabaya), Raden Melayu Kusuma (Masbagik), Jero
Ginawang (Batukliang), Mamik Bangkol (Praya), Mamiq Mustaji (Kopang), dan
Mamiq Nursasi (Sakra) (Suprapto, 2013:122).
Proses sejarah ini berkembang terus sampai pada tahun 1965, dengan
adanya G. 30. S. Kelompok yang mempertahankan budaya wetu telu dianggap
tidak melaksanakan ajaran agama Islam dengan benar bahkan cendrung dianggap
kafir. Menurut Anggawa, banyak sekali orang wetu telu yang terbunuh
(Wawancara, 15 Oktober 2016). Pada tahun 1968 terjadi konsulidasi Islam, yang
menyebabkan tidak ada lagi Istilah Islam Wetu Telu, dan semua Islam adalah
Waktu Lima (Supratno, 1996:141). Sejak itu,Islam Waktu Lima menjadi sangat
xvii
tradisional (Supratno, 1996:315). Dengan hegemoni yang sangat kuat dari
ideologi Islam di atas, maka wayang orang sebagai tradisi budaya wetu telu
ditinggalkan, sehingga dikhawatirkan wayang orang akan mengalami kepunahan.
Kekhawatiran terhadap punahnya wayang orang, menyebabkan
munculnya keinginan para seniman dan budayawan untuk melakukan
rekonstruksi wayang orang, yang berpola pada Wayang Orang Darma Kerti,
Dusun Batu Pandang, di UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok.Wayang orang
dengan sumber ceritanya Serat Menak, merupakan media komunikasi budaya
yang dapat mempersatukan pengalaman kolektif antara agama dan nilai-nilai
budaya yang berkembang dalam masyarakat Mataram, Lombok. Menurut Kantun,
Serat Menak dibedakan menjadi dua yaitu Serat Menak Bel dan Serat Menak
Parigan. Serat Menak Bel merupakanSerat menak yang telah dibukukan sebagai
sebuah cerita, sehingga tokoh penting dapat hidup kembali hanya dengan
percikan air suci.Serat Menak Pariganadalah serat menakyang telah ditetapkan
dalam bentuk lontar.Tokoh penting yangsudah mati tidak bisa hidup kembali,
tidak bisa hanya dengan air suci (Wawancara, 9 Oktober 2015).
Kedua, Proses rekonstruksi Wayang Orang Darma KertiDusun Batu
Pandang dilakukan melalui observasi dan inventarisasi terhadap wayang orang
yang ada di Lombok. Hasil observasi menunjukan bahwa Wayang OrangDarma
KertiDusun Batu Pandang yang layak untuk direkonstruksi, karena pelakunya,
perangkat gamelannya, dan gending-gending yang digunakan masih bisa diingat
oleh tokoh Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang yaitu Amaq Marni.
Hasil observasi dan inventarisasi itu difasilitasi oleh UPT Taman Budaya
dengan cara mengadakan pertemuan para seniman dan budayawan, untuk
menetapkan rencana rekonstruksi. Pertemuan itu menunjuk I Komang Kantun,
sebagai kordinator rekonstruksi wayang orang tersebut. Sebagai kordinator I
Komang Kantun mengundang seniman Sasak yaitu seniman tari, seniman dalang
dan seniman kerawitan untuk membahas rencana rekonstruksi, baik yang
berhubungan dengan cerita, tarinya maupun iringannya. Dalam pertemuan itu
xviii
penari, terutama penari yang berdialog.Musik iringannya dibuat oleh I Komang
Kantun sendiri, dan latihan-latihan dilakukan di UPTD Taman Budaya Mataram.
Sumber ceritarekonstruksi wayang orang itu adalah Serat Menak, sebuah
karya sastra yang mengandung nilai-nilai Islam bersifat adaptif. Adaptasi antara
tradisi dan nilai agama Islam masih tampak pada tradisi budaya yang
berkembang di Mataram, Lombok dalam bentuk adat istiadat. Sebutanradenpada
golongan ningrat juga tampak di Lombok, tetapi juga ada sebutan bangsawan
Sasak, seperti lalu dan baiq. Konsep adaptasi budayaantara budaya dan ajaran
agama terintegrasi dalam pertunjukan wayang orang dan ditawarkan sebagai
identitas Lombok yang dikenal dengan sebutanadatlwirgama. Dengan demikian,
rekonstruksi wayang orang dapat dimaknai sebagai media komunikasi untuk
menyampaikan pesan-pesan moral bahwa nilai-nilai yang terdapat pada
rekonstruksi wayang orang adalah nilai multikultural.Teori multikulturaladalah
teori yang mengambil serangkaian bentuk dan makna dari berbagai kebudayaan
yang berbeda dalam satu wilayah tertentu untuk dipahami bersama (Ritzer,
2004:106).
Dalam proses rekonstruksi wayang orang itu teks Serat Menak dan teks
pertunjukan dimaknai sebagai pergulatan antara ideologi Islam Syariah atau
murni yang diperankan oleh Jayengrana, sedangkan ideologi kulturaldiperankan
oleh Prabu Jubil. Pergulatan yang digambarkan dalam rekonstruksi wayang
orang ternyata Jayengrana sebagai simbol orang yang menjalankan ajaran Islam
secara murni, tidak menolak tradisi, bahkan dapat menerima tradisi merariq,
sebagai warisan budayawetu telu. Dengan demikian, rekonstruksi wayang orang
menunjukan adanyaideologi religi yang bersumber pada keyakinan dan
kepercayaan. Disamping idelogi religi juga ada ideologi estetik yaitu kreativitas
seni supaya komunikasi mengenai nilai-nilai yang ada dalam rekeonstruksi itu
mudah diterima oleh penikamat.Rekonstruksi wayang orang itu menampilkan
integrasi antaraideologi religi yang bersumber dari ajaran agama Islam,
danideologi estetika dari tradisiwetu telu. Dari Integrasi itu dapat dipahamai
adanyaideologi identitasyang ada di balik rekonstruksi itu yang tujuannya adalah
xix
Temuan data di lapangan menunjukan adanya pembongkaran teks, baik
terhadap teks pertunjukan (teks lisan) maupun teks cerita (teks tertulis). Untuk
membaca teks, maka teori dekonstruksi dapat diapalikasikan dalam penelitian
ini. Teks adalah semua struktur yang nyata, seperti ekonomi, historis, sosio
institusional, dan semua kemungkinan acuan (Zehfuss, 2010:190). Teori
dekonstruksi dikembangkan oleh J. Derrida berangkat dari penyangkalan
terhadap pemikiran struktural dari Sausure, yang menganggap bahwa bahasa ada
karena adanya sistem perbedaan (sistem of difference). Inti perbedaan adalah
oposisi biner, yang melihat bahwa bahasa muncul dari oposisi antara
tuturan/tulisan, benar/salah, bentuk/makna, jiwa/badan, baik/buruk, dan
sebagainya (Norris, 2003:9). Dari oposisi biner itu Sausure menganggap yang
pertama lebih superior daripada yang kedua, yang pertama adalah logos, yaitu
kebenaran dari kebenaran atau kebenaran mutlak dan kebenaran tunggal (Norris,
2003:10--11). Di pihak lain, yang kedua adalah representasi palsu dari yang
pertama atau bersifat inferior (Noris, 2003:10).
Yang kedua dianggap sebagai ikutan, karena tanpa yang pertama, yang
kedua tidak pernah ada sehingga yang pertama ditempatkan sebagai pusat
(sentral), fondasi, dan lebih unggul.Pemikiran dekonstruksi Derrida, adalah
penyangkalan terhadap kebenaran tunggal ataulogos itu sendiri, karena apa yang
menjadi penanda kebenaran absolut hanyalah jejak atau bekas yang mustahil
memiliki makna absolut (Noris, 2003:12). Dengan demikian, tidak ada kepastian
tunggal karena apa yang dikatakan pasti, menurut Derrida adalah ketidakpastian
atau permainan.Artinya semua harus ditangguhkan (differed), dan terus menerus
bermain dalam perbedaan (to differ) (Noris, 2003: 12). Langkah-langkah
dekonsruksi yang ditawarkan J. Derrida adalah (1) mengidentifikasi hierarki
oposisi dalam teks, mana yang diistimewakan dan mana yang tidak, (2) oposisi
itu dibalik karena adanya saling ketergantungan, dan(3) memperkenalkan
peristilahan baru (Norris, 2003:14).
Berdasarkan pemikiran J. Derrida, diketahui bahwa rekonstruksi wayang
orang merupakan pembongkaran dan pemaknaan terhadap teks lakon wayang
xx
melaksanakan ajaran Islam secara murni ternyata tidak menolak budaya wetu
telu, tetapi dapat menerima budaya wetu telu. Islam Syariahyang melaksanakan
ajaran Islam secara murni, disimbolkanmelalui tokoh Jayengrana. Tokoh kafir
adalah Dewi Muninggaring karena anak dari Prabu Nursiwan yang dianggap
kurang memperhatikan ajaran Islam. Perkawinan (merariq) Jayengrana dengan
Dewi Muninggarim merupakan simbol dari penerimaan terhadap tradisiwetu
telu.Disini dapat dicermati bahwa aplikasi teori dekonstruksi terhadapteks, baik
teks tertulismaupunteks pertunjukan, telah melakukan penjungkirbalikan makna
yang dikomunikasikan lewat rekonstruksi wayang orang mengenai realitas sosial
yang ada di Mataram, Lombok.
Ketiga, Implikasi rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu
Pandang, terhadap masyarakat Mataram, Lombok, adalah dibangunnya nilai
religius, yang dijiwai ajaran agama Islam dan tradisi wetu telu. Nilai itu akan
mudah dipahami oleh masyarakat Mataram, Lombok melalui kreativitas estetik,
karena kreativitas estetik dapat menumbuhkan komunikasi yang lebih efektif
melalui, lelucon, dan kemasan cerita yang lebih padat. Rekonstruksi Wayang
Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang merupakan rekonstruksi terhadap
praktik sosisl, tempat makna itu diproduksi.
Cerita Jayengrana merariq, yang dijadikan lakon pada rekonstruksi itu
mengandung makna sebuah perkawinan Sasak yang mengandung nilai cinta dan
sifat-sifat kepahlawanan. Dalam hal ini teori dekonstruksi berperan sangat
penting untuk memberikan makna terhadap rekonstruksi itu sebagai sebuah upaya
untuk memaknai tradisi Sasak sebagai sebuah identitas (Haryanto, 2012 :308).
Teori multikultural juga dapat diaplikasikan dalam hal ini untuk memberikan
pemahaman terhadap pentingnya membangun kesadaran bersama dalam
membangun identitas Sasak yang bersifat multietnis melalui bentuk dan makna
dari berbagai budaya (Ritzer dan Douglas, 2004 :106).
Dalam rekonstruksi itu juga digambarkan adanya hegemoni kulturalyang
dilakukan dengan dakwah agama melalui pesantren oleh kelompok Tuan Guru
yang menolak budaya wetu telu.Hal itu merupakan sebuah hegemoni kultural.
xxi
yang dibangun berdasarkan premis ide dan gagasan untuk melakukan kontrol
sosial politik. Maksudnya adalah menguasai dengan kepemimpinan moral dan
intelektual secara konsensus (Hasan, 2011:26 ; Santoso, 2010:89). Hegemoni
dalam hal ini adalah kekuasaanIslam Syariah terhadap Islam Kultural, dengan
cara-cara melakukan doktrin dan pendidikan agama yang menganggap bahwa
kesenian tradisional itu biddhah. Doktrin itu dilakukan oleh para Tuan Guru
Haji, sebagai kelompok intelektual, yang dilakukan melalui penyadaran (Santoso,
2010:84; Mutahir, 2011).
Dalam teks rekonstruksi wayang orang ternyata bukan Jayengranasebagai
simbol Islam Syariahyang ingin menguasai kelompok yang lain tetapi Raja
Jubil,sebagai simbol kafir yang ingin menguasai dengan kekuatannya dan
kekayaannya sehingga dia merasa lebih berhak atas Dewi Muninggarim yang
juga anak Prabu Nursiwan simbol pendukung rajakafir. Terjadinya perkawinan
(merariq) Dewi Muninggarim dengan Jayengrana merupakan penerapan konsep
multikultural, sesuai dengan realitas sosial di Mataram, Lombok, sebagai
masyarakat yang multietnis.
Rekonstruksi wayang orang merupakan usaha untuk membangun
nilai-nilai Sasak sebagai identitas, memiliki implikasi dan makna terhadap kehidupan
masyarakat Sasak.Nilai-nilai yang dibangun, seperti nilai kesetiaan, nilai
kejujuran dan nilai kephlawanan melalui tokoh Jayengrana dan Dewi
Muninggarim dapat memberikan pemahaman terhadap identitas Sasak yang
sangat mulia.Nilai kebenaran, nilai estetika, dan nilai kedamaian merupakan
wujud dari perpaduan antara agama dan tradisi yang telah diwarisi secara turun
temurun. Implikasi dari rekonstruksi itu adalah dapat memadukan nilai tradisi
dan nilai agama sehingga diharapkan mampu mencegah konflik dan sentiman
etnis. Rekonstruksi itu juga berimplikasi terhadap terjadinyapemadatan
pertunjukan karena wayang orang yang biasanya pentas selama satu minggu
dengan cerita yang berurut-urutan, menjadi pertunjukan yang pementasannya
hanya satu jam. Implikasi rekonstruksi itu juga bermakna untuk menawarkan
sinkretismeantara nilai agama dengan nilai tradisi yang disebut dengan
xxii
Rekonstruksi Wayang OrangDarma KertiDusun Batu Pandang di UPTD
Taman Budaya Mataram, NTB dapat membangun karakter multikultural, artinya
menghargai bentuk dan makna budaya antaretnis.Selain itu, juga menampilkan
kesenian tradisional yang dapat dijadikan sumber kreativitas, sehingga dapat
menjadi identitas Sasak.Implikasi lainnya adalah mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dengan berkembangnya pariwisata di Lombok.
Temuan-temuan dalam penelitian ini adalah mulai adanya kebijakan
Gubenur NTB yang menyebutkan, beriman, berbudaya, kreatif dan
sejahtera.Temuan ini mengisyaratkan bahwa seni tradisional sebagai salah satu
bentuk kebudayaan Sasak, dapat dijadikan sumber kreativitas dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.Dengan demikian, sebagai sebuah refleksi, agama
Islam harus dipahami melalui konteks budaya lokal yaitu tradisi wetu
telu,sehingga akan memiliki ciri dan kekhasan sendiri sebagai identitas agama
Islam Sasak.
Upaya membangun identitas Sasakmerupakan persoalan ideologi karena
harus berhadapan dengan hegemoni kekuasaan yang menganggap tradisi tidak
perlu dipertahankan karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hegemoni
kekuasaan Islam diperkuat oleh kekuasaan formal dan firkoh-firkoh baru sejak
terjadinya reformasi. Hegemoni inilah yang menjadi hambatan bagi kelompok
Islam yang ingin membangun identitas Sasak berbasis budaya lokal (wetu telu).
Rekonstruksi Wayang OrangDarma KertiDusun Batu Pandang, merupakan salah
satu alternatif untuk membangun identitas Sasak karena melalui rekonstruksi itu
dapat ditawarkan nilai-nilai Sasak sebagai sebuah kearifan lokal yang perlu
dipertahankan. Nilai-nilai kearifan lokal itu tersimpan dalam serat menak,
sehingga serat menak dijadikan sumber cerita dan lakonnya adalah Jayengrana
Merariq.
Nilai dapat memberikan arah pada manusia dalam bertindak
(Koentjaraningrat, 1990:190), yang mengarah pada pembentukan
budaya.Pembentukan budaya merupakan sebuah proses simbolis kegiatan
manusia untuk memberikan makna, merujuk pada realitas pengalaman manusia
xxiii
(Kutowijoyo, 1999:13). Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu
Pandang merupakan proses simbolis untuk memberikan makna pada realitas
xxiv DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBARAN PERSETUJUAN ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v
UCAPAN TERIMAKASIH... vi
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
RINGKASAN DISERTASI... xii
DAFTAR ISI ... xxiii
DAFTAR TABEL DAN PETA ... xxviii
DAFTAR GAMBAR ... xxix
DAFTAR ARTI LAMBANG ... xxx
DAFTAR SINGKATAN ... xxxi
GLOSARIUM ... xxxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 19
1.3 Tujuan Penelitian ... 21
1.4 Tujuan Umum... 22
1.5 Tujuan Khusus ... 23
1.6 Manfaat Penelitian ... 25
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI
DAN PENELITIAN... 28 2.1 Kajian Pustaka ... 28
xxv
2.2.1 Rekonstruksi... 39
2.2.2 Wayang Orang ... 42
2.2.3 Pergulatan... 45
2.2.4 Identitas... 47
2.3 Landasan Teori ... 51
2.3.1 Teori Dekonstruksi ... 52
2.3.2 Teori Multikultural ... 55
2.3.3 Teori Hegemoni... 59
2.4 Model Penelitian ... 61
BAB III METODE PENELITIAN ... 65 3.1 Rancangan Penelitian... 69
3.2 Lokasi Penelitian ... 76
3.3 Jenis Data dan Sumber Data... 77
3.4 Instrumen Penelitian ... 82
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 84
3.5.1 Metode Observasi ... 85
3.5.2 Metode Wawancara... 87
3.5.3 Metode Dokumentasi ... 91
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ... 92
3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 93
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
DI MATARAM LOMBOK ... 100 4.1 Letak Geografis Kota Mataram ... 100
4.2 Kondisi Demografis Kota Mataram ... 108
4.3 Kehidupan Agama dan Adat ... 111
4.4 Identitas dalam Masyarakat Mataram,Lombok... 116
4.4.1 Identitas Dilihat dari Segi Nama Diri ... 121
4.4.2 Identitas Dilihat dari Segi Agama ... 122
xxvi
4.4.4 Identitas Dilihat dari Segi Seni dan Budaya ... 123
4.4.5 Identitas Dilihat dari Segi Cara Berpakaian... 124
4.5 Etnisitas dan Hubungan Sosial ... 127
4.6 Identitas dan Pluralisme Budaya ... 132
4.7 Potensi Seni Budaya di Mataram Lombok... 134
4.7.1 Seajarah Wayang Orang di Mataram, Lombok ... 138
4.7.2 Budaya Wetu Teludi Mataram, Lombok ... 145
BAB V IDEOLOGI DI BALIK REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG DI MATARAM LOMBOK ... 151 5.1 Ideologi dan Pergulatan Identitas ... 151
5.2 Ideologi Religi... 153
5.3 Ideologi Estetika ... 178
5.4 Ideologi Identitas ... 184
BAB VI PROSES REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA
DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG ... 193 6.1 Usaha Usaha Pelestarian Wayang Orang... 193
6.1.1 Tahapan Rekonstruksi... 198
6.1.2 Pihak Pihak yang Terlibat dalam Rekonstruksi ... 203
6.2 Unsur-Unsur Perlengkapan Rekonstruksi... 205
6.2.1 Penari ... 205
6.2.2 Iringan ... 220
6.2.3 Panggung... 222
6.3 Struktur Pertunjukan ... 223
6.3.1 SettingPertunjukan ... 226
6.3.2 Penokohan ... 228
6.3.3 Bahasa ... 229
6.4 Sumber Lakon Rekonstruksi Wayang Orang ... 231
xxvii
6.4.2 Struktur Lakon ... 235
6.4.3 Tema... 236
6.4.4 Alur ... 236
6.5 Rekonstruksi Wayang Orang Sebuah Representasi
Praktik Sosial ... 239
6.6 Hasil Rekonstruksi dan Bentuk Pertunjukan
Wayang Orang ... 253
6.7 Usaha-Usaha Pelestarian Wayang Orang... 269
6.8 Usaha-Usaha Mengembangkan Identitas Sasak ... 275
BAB VII IMPLIKASI REKONSTRUKSI WAYANG ORANG TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT
MATARAM LOMBOK ... 279 7.1 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap
Nilai Agama... 279
7.1.1 Kebangkitan Nilai-Nilai Sasak... 280
7.1.2 Wayang Orang Sumber Nilai yangTerlupakan ... 283
7.1.3 Membangun Solidaritas Sosial Antaretnis... 291
7.1.4 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang sebagai
Media Komunikasi Tradisi Sasak ... 296
7.2 Implikasi Rekonstruksi terhadap Pementasan
Wayang Orang ... 399
7.2.1 Nilai Kesetiaan, Kejujuran, dan Kepemimpinan ... 300
7.2.2 Nilai Kebenaran ... 301
7.2.3 Nilai Kedamaian ... 301
7.2.4 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap
Seniman di Mataram, Lombok ... 302
7.3 ImplikasiEkonomi Rekonstruksi Wayang Orang
terhadap Masyarakat Mataram, Lombok ... 303
7.4 ImplikasiRekonstruksi Wayang Orang terhadap
xxviii
7.4.1 Membangun Identitas Berdasarkan Nilai Lokal ... 309
7.4.2 Kemasan Wayang Orang Bersifat Sesaat ... 311
7.5 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang sebagai
Pelestari Seni Budaya Sasak... 313
7.5.1 Memberikan Gambaran Konflik dan Integrasi ... 314
7.5.2 Membangun Identitas... 316
7.6 Implikasi Rekonstruksi terhadap Kesejahteraan
Masyarakat Lombok ... 318
7.7 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap
Identitas Sasak yang Adaptif ... 322
BAB VIII PENUTUP ... 325 8.1 Simpulan... 325
8.2 Temuan ... 330
8.3 Refleksi... 332
8.4 Saran... 333
DAFTAR PUSTAKA... 335
LAMPIRAN-LAMPIRAN... 343 Daftar Informan ... 343
xxix
DAFTAR TABEL DAN PETA
1. Peta Pulau Lombok ... 103
2. Peta Kota Mataram... 105
3. Tabel Jumlah Kecamatan, Desa/Keluarahan,Lingkungan,
danKeterangan ... 106
4. Tabel Jumlah Umat Beragama, Islam, Protestan,Katolik, Hindu
dan Budha, dari Tiap-TiapKecamatan ... 109
5. Tabel Jumlah Sarana Peribadatan dari Tiap-TiapKecamatan, Mesjid,
xxx
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar FGD di UPTD Taman Budaya ... 88
2. Gambar FGD di UPTD Taman Budaya………... 89
3. Gambar Gamelan Wayang Orang Dusun Batu Pandang ... 196
4. Gambar Wawancara dengan Amaq Ulfidi Dusun Batu Pandang.... 197
5. Gambar Tokoh Jayengrana... 207
6. Gambar Tokoh Prabu Jubil ... 210
7. Gambar Tokoh Prabu Nursiwan ... 212
8. Gambar Tokoh Patih Baktak ... 213
9. Gambar Tokoh Umar Maya ... 214
10. Gambar Tokoh Dewi Muninggarim ... 216
11. Gambar Tokoh Tamtanus... 217
12. Gambar Adegan Adu Mulut antara Tamtanusdan
Patih Bandreas ... 254
13. Gambar Adegan Perang antara Tamtanusdan PatihBandreas ... 256
14. Gambar Adegan Negosiasi dan KonsensusPerkawinan
Jayengrana dengan Dewi Mininggarim ... 259
15. Ganbar Dewi Muninggarim dan EmbanBersedih di Taman Sari,
Kerajaan Medayin... 261
16. Gambar Pertengkaran antara Tamtanusdan Prabu Nursiwan... 263
17. Gambar Pertengkaran antar Tamtanusdan Prabu Jubil ... 265
xxxi
DAFTAR ARTI LAMBANG
1. Lambang Kota Mataram... 101
xxxiii
upacara yang dilakukan dalam masyarakat Sasak untuk mendukung pelaksanaan agama
sopan santun dalam pergaulan antarwarga dalam masyarakat Sasak.
memperhatikan lingkungan dengan cara menjunjung tinggi agama yang didasari oleh adat dan tradisi.
upacara peminangan bagi anak gadis menurut adat Sasak.
sebuah bentuk kesenian Sasak yang baru muncul di Lombok Timur, mirip dengan joged di Bali,tetapi dipentaskan berkeliling.
keyakinan kepada Allah Mahabesar, Maha Tinggi, dan tidak ada yang lebih tinggi dari-Nya, Dialah yang sesungguhnya kepastian, Maha sempurna, dan Maha benar.
upacara pemugaran makan yang roboh
upacara pemugaran bangunan gedang daya ataugedang laug.
melakukan dosa secara sengaja, berbuat maksiat adalah melanggar perintah Allah atau keluar dari ajaran yang benar (haq)
seorang tokoh agama Islam yang memiliki kemampuan tinggi tentang ajaran agama Islam dan dapat dipercaya
sebutan bagi laki-laki yang telah kawin pada etnis Sasak pegunungan.
xxxiv
dialog-dialog yang diucapkan oleh seorang dalang dalam pertunjukan wayang, termasuk dialog para pemain wayang orang
anak gadis yang lahir dari perkawinan antara golongan ningrat atau prabangsa
danjajar karang
orang Bali yang telah turun temurun tinggal di Lombok
musik pengering wayang ramayana di Bali
sistem permukiman dalam bentuk kotak-kotak seperti papan catur
kesenian tradisional Sasak, dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama Islam sehingga tidak perlu dipertahankan
orang yang mampu memberikan
pencerahan atau penerangan atau sama dengan dalang
nama perkumpulan wayang orang Dusun Batu Pandang, Lombok Timur
dewan Juri
ajaran agama yang bersifat perintah
sekelompok manusia dengan ciri-ciri yang sama dalam budaya dan biologis serta bertindak menurut pola-pola yang sama
aliran baru dalam agama Islam yang berkembang di Lombok dan sepenuhnya berkiblat pada budaya Arab
xxxv wayang orang yang bertujuan untuk
memberitahukan penonton bahwa
pertunjukan akan dimulai
gerak-gerak keseharian dalam hal bekerja, seperti menanam padi dan mengetam padi
gerak keseharian yang diperindah sesuai dengan kebutuhan tari
gerak-gerak pokok dalam tari yangbersifat masih sederhana
hal-hal yang dibenarkan oleh ajaran agama Islam untuk dikonsumsi
hal-hal yang tidak dibenarkan oleh ajaran agama Islam untuk dikonsumsi
berpindah-pindah dari satu wilayah kewilayah yang lain untuk menyebarkan agama Islam
kewajiban kewajiban dalam menjalankan agama Islam, sesuai dengan alquran
perempuan dari golongan prebangsa yang sudah kawin
mendalami ketakwaan pada Allah melalui ilmu pembersihan diri (kerohanian), orang sufi adalah orang suci.
orangIslam yang selalu tegak pada alquran dan hadis.Sunnisama dengansunnah.
orang Islam yang bersifat sinkritis, dapat menerima budaya dan tatacara agama lain
orang yang tidak berasal dari golongan menak atau prebangsa, atau juga disebut
xxxvi
orang yang dianggap tidak menjalankan syariat Islam, termasuk sama-sama Islam bisa dianggap kafir, apalagi agama lain.
layar putih pada pertunjukan wayang kulit, yang digunakan sebagai pembatas antara pertunjukan wayang dan penonton dan layar putih pada rekonstruksi wayang orang simbol bahwa itu adalah pertunjukan wayang
tempat persembahyangan orang Islam Sasak di pura Lingsar, Lombok.
tanah warisan yang tidak bisa dibagi-bagikan kepada keluarga.
tidak ada kesenangan atau kenikmatan yang sempurna, kecuali kecintaan pada Allah.
anak laki-laki dari perkawinan antara golongan ningrat atau prebangsa danjajar karang.
wayang kulit dengan cerita mahabarata yang pernah berkembang di Lombok
musik pengiring rekonstruksi wayang orang di UPTD Mataram, dengan perangkat instrumen yang sangat sederhana dan apa adanya.
makam yang roboh atau runtuh sehingga perlu diupacarai.
seorang lalu yang telah kawin dan mempunyai anak
golongan bangsawan atau ningrat, tetapi di Lombok menak juga diartikan manik yaitu
xxxvii
perkawinan tradisi Sasak dengan cara melarikan anak gadis yang telah saling mencintai, tetapi akhirnya juga dilakukan upacarasorong serah
pengikut agama Islam, yang sangat setia menjalankan ajaran agama Islam, sesuai dengan tuntutan tokoh yang menjadi panutannya.
keanekaragaman budaya
upacara pada saat padi telah menguning dan siap untuk dipotong yang dilakukan dikuburan
upacara menanam bibit padi yang dilakukan dikuburan.
upacara puji syukur kepada Tuhan karena panen berhasil dengan baik
upacara untuk menuntun roh nenek moyang yang dilakukan dikemelik, atau juga disebut
padewaan.tiap-tiap rumah adat Sasak asli memilikipedewaan.
upacara kunjungan pengantin ke rumah mertua yang diringi dengan gambelan pengiring.
lima prinsip yang harus diketahui mengenai nilai-nilai kesasakan
laki-laki dari golongan prebangsa yang telah mempunyai cucu
perempuan dari golongan prebangsa yang telah mempunyai cucu
wayang wong Bali dengan cerita mahabarata
wilayah adat Sasak
xxxviii
pemimpin yang bijaksana menurut ajaran Islam
petunjuk menjadi orang besar
tempat pendidikan agama Islam
tiga ajaran yang membentuk budaya wetu telu.
orang yang berasal dari golongan menak, tetapi secara turun temurun dianggap sebagai orang biasa.
semboyan bahwa Lombok adalah sebuah pulau yang penduduknya mayoritas Islam
nama tokoh dalam karya sastra Persia yang di Indonesia disebut dengan Amir Hamzah.
pengadilan adat Sasak pada zaman Belanda
kawah Gunung Rinjani
sebutan pada Seleparang, yang kemudian disebut Sasak
sebutan pada Seleparang, yang kemudian disebut Lombok
serat menakyang telah dibukukan
serat menak yang masih dalam bentuk lontar (serat menak asli)
sumber lakon pertunjukan wayang Sasak
xxxix
kesenian yang bernafaskan Islam serta menggunakan alat musik rebana dan sejenisnya
upacara peminangan dan serah terima pengantin perempuan kepada pihak laki-laki.
jalan menuju kesempurnaan yang dapat dilakukan dengan mengolah kemampuan batin
usaha-usaha untuk mengajarkan dan menyebarluaskan ajaran agama Islam, melalui berbagai media
kewajiban-kewajiban Islam berdasarkan alquran dan hadis yang harus dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam.
hal-hal yang tidak pantas dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat
pembacaan alquran di mesjid pada malam hari setelah salat
petunjuk untuk memahami sesuatu
tahu diri bahwa kita selalu hidup bersama, dan gending tawaq-tawaq adalah gending pembuka pertunjukan wayang orang untuk mengundang penonton bahwa pertunjukan telah mulai dan bersama-sama menyaksikan pertunjukan.
zaman keemasan Lombok yang terjadi pada tahun 1838 pada pemerintahan Raja Anak Agung Karangasem.
seni pertunjukan yang khusus dikemas sebagaui seni hiburan
xl
seni pertunjukan yang dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat sebagai pedoman moral
upacara kesuburan untuk memohon agar mendapatkan hasil panen yang baik
upacara perayaan tahun alif, yaitu pertama dalam putaran delapan tahun (windu)
tanah pribadi yang diserahkan pada desa
agama Islam yang melaksanakan salat lima waktu
pengarang karya sastra yang dianggap telah mendapatkan firman Tuhan
ajaran yang bersumber dari tiga bilahan ataupetanganyaitupetanganJawa,petangan
Kudus danpetangan Arab, juga disebut Islam yang melakkan solat tiga kali atau
waktu telu.Islam wetu telu saat ini disebut denganIslam kultural.
lingkaran yang kembali pada ujungnya pada tahun kedelapan
upacara yang dilakukan ketika ternak dan tanaman kena wabah penyakit
orang besar yang bijaksana atau juga seorang penguasa yang bijaksana
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti, Dusun Batu Pandang, Desa
Sapit, Kecamatan Swela, Lombok Timur di Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD), Taman Budaya Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram,
Lombok merupakan sebuah kegiatan seni dan budaya. Kegiatan itu muncul di
tengah-tengah realitas kehidupan masyarakat Mataram, Lombok yang multikultur.
Kehidupan masyarakat multikultur Mataram, Lombok dibentuk atas
dasar pergulatan identitas yang diproduksi oleh kepentingan budaya wetu telu
danagama Islam. Dalam pergulatan identitas itu budaya wetu telu dikonstruksi
dan direpresentasikan melalui berbagai cara yang bermakna, antara lain dalam
bentuk pertunjukan wayang orang. Wayang orang sebagai simbol untuk
menyampaikan pesan tentang nilai tradisi direkonstruksi dan direpresentasikan
sebagai sebuah identitas.
Wayang orang sebagai warisan budaya dibangun melalui proses sejarah
yang cukup panjang. Di dalamnya terdapat percampuran nilai budaya dan ajaran
agama antaretnis, sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Sasak. Sebagai
bagian budayawetu telu, pertunjukan wayang orang saat ini kurang mendapatkan
perhatian dari masyarakat Mataram, Lombok. Banyak warga masyarakat
Mataram, Lombok tidak mengetahuai pertunjukan wayang orang secara pasti.
2
Beberapa orang Lombok yang pernah diwawancarai, seperti Mustahin
mahasiswa S-3 Kajian Budaya, Salman Alfarisi mahasiswa S-3 Kajian Budaya
dan seniman teater, Yuspianal dan Ayu Mulyasari mahasiswa ISI Denpasar
mengatakan tidak pernah mendengar bahwa di Lombok terdapat pertunjukan
wayang orang. Menurut mereka pertunjukan wayang kulit memang ada di
Lombok yang disebut dengan wayang menak. Informasi itu membuktikan
bahwa wayang orang dipinggirkan oleh kondisi sosial yang multietnis dan
pergulatan identitas. Untuk melestarikan wayang orang seniman, budayawan
dan pihak UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok melakukan rekonstruksi
terhadap Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang, Lombok Timur.
Menurut Ulfi, nama Darma Kerti pada kesenian Wayang Orang
Dusun Batu Pandang digunakan karena cerita pokok yang sering dipentaskan
adalah kisah Prabu Darma Kerti (Wawancara, 10 Oktober, 2015). Wayang
Orang Darma Kerti, Dusun Batu Pandang itu dipilih untuk direkonstruksi
karena masih ada penari dan tokoh-tokoh yang dapat memberikan penjelasan
tentang cerita, bentuk pertunjukan, tari, dan kondisinya saat ini. Di Desa Sade,
Kecamatan Pujut, Lombok Tengah juga pernah ada wayang orang, tetapi saat
ini telah punah tanpa ada bekas yang dapat dijadikan petunjuk rekonstruksi
(Fathurrahman, 2009: 4).
Dari hasil pengamatan terhadap gejala hampir punahnya Wayang Orang
Darma Kerti Dusun Batu Pandang, dapat diketahui bahwa gamelannya telah di
gampil dalam sebuah ruangan dengan kondisi yang kurang dirawat.
3
sehingga sulit mencari penari. Generasi muda di Dusun Batu Pandang tidak ada
yang berkeinginan mempelajari wayang orang karena dialog-dialognya
berbahasa Jawa Kuno dianggap sulit untuk dipelajari. Mereka juga telah
dicekoki oleh pemikiran baru tentang ajaran Islam yang dianggap benar (syariah).
Ulfi, salah seorang penari Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu
Pandang juga mengatakan bahwa Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu
Pandang sudah tidak pernah pentas lagi sejak Amaq Marni meninggal pada tahun
2010. Akan tetapi, pentas gamelan masih dilakukan atas permintaan orang yang
mempunyai hajatan, hal itupun sangat jarang, paling banyak setahun sekali
(Wawancara, 10 Oktober 2015).
Menurut Ulfi, Amaq Marni sebagai pimpinan grup Kesenian Darma
Kerti Dusun Batu Pandang terus menerus mengajak para pendukung wayang
orang agar bersabar dan tetap mempertahankan seni wayang orang. Artinya terus
menerus mencari jalan agar dapat pentas dan memproleh perhatian dari
pemerintah. Ini dimaksudkan agar generasi muda tetap tertarik untuk
mempertahankan wayang orang (Wawancara, 10 Oktober 2015). Menurut
Kantun, prerjuangan Amaq Marni bersama dengan seniman dan budayawan
Mataram, Lombok agar wayang orang itu tetap dapat dilestarikan telah
mendorong munculnya program kegiatan UPTD Taman Budaya Mataram,
Lombok untuk melestarikan kesenian tradisional Sasak. Melalui program itu,
maka perjuangan seniman dan budayawan Sasak dapat diakomodasi agar
Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang direkonstruksi dan
4
Sumber cerita rekonstruksi wayang orang itu adalah Serat Menak,
sebuah karya sastra yang mengandung nilai agama Islam dan nilai lokal Sasak.
Salah satu lakon yang diambil dari Serat Menak adalah Jayengrana Merariq.
Lakon ini dipilih karena mengandung nilai agama, nilai estetik, dan nilai tradisi,
yang perlu diregenerasikan dan dilestarikan sebagaikearifan lokal (Faturrahman,
2009:6). Regenerasi dapat diartikan sebagai usaha untuk mempertahankan
wayang orang karena wayang orang mengimplementasikan ajaran agama Islam
dan nilai lokal Sasak, yang bersifat integratif.
Menurut Rusmadi, penggunaan kata wayang orang, dalam rekonstruksi
Wayang Orang Darma Kerti, Dusun Batu Pandang di UPTD Taman Budaya
Mataram, Lombok tidak berbeda dengan kata wayang wong. Akan tetapi,
dalam masyarakat Lombok pada umumnya istilah wong kurang lumrah karena
kata wong merupakan bahasa Jawa Kuno (Wawancara, 12 November 2013).
Dikatakan pula, bahwa kata wong hanya dikenal di lapisan dalang dan
tokoh-tokoh adat yang memiliki toleransi terhadap kebudayaan Jawa dan Bali yang
berkembang di Lombok.
Penggunaan kata orang dalam rekonstruksi wayang orang memberikan
kesan tersendiri tentang Sasak. Dikatakan demikian karena kata wong dalam
pertunjukan wayang wongdi Jawa dan Bali menunjukan adanya kesan pengaruh
Majapahit. Di Dusun Batu Pandang, Desa Sapit, Kecamatan Swela, Lombok
Timur, juga disebut wayang wong, namun penonton sering menyebutnya
5
Batu Pandang itu, dilihat dari gerak tarinya merupakan gerak-gerak wayang
sedangkan yang di stilirisasi, sedangkan musik pengiringnya adalahlelinyikan.
Menurut Kantun, lelinyikan berarti musik untuk menghibur yang tidak
terikat dengan jumlah instrument. Artinya, musik yang sangat sederhana dan
gending-gendingnya adalahtawaq-tawaq, bebatelan, dan tangkilan,(Wawancara,
9 Oktober 2015). Penggunaan sumber cerita Serat Menak sangat sesuai dengan
kondisi sosial masyarakat Mataram, Lombok yang mayoritas beragama Islam.
Menurut Kantun, serat menak di Mataram, Lombok ada dua jenis yaitu,
Serat Menak Bel dan Serat Menak Parigan.Serat Menak Bel adalahserat menak
yang telah dibukukan sehingga tokoh penting yang telah meninggal dapat hidup
kembali sesuai dengan alur lakon (misalnya: hanya dengan diperciki air atau
dengan mantra-mantra tokoh itu bisa hidup kembali). Serat Menak Parigan
adalah serat menak pokok dalam bentuk lontar, tokoh apa pun kalau sudah
meninggal dalam pertunjukan tidak dapat hidup lagi sesuai dengan alur lakon
(Wawancara, 9 Oktober 2015). Dalam hal ini wayang termasuk wayang orang
merupakan warisan budaya tak benda, memiliki nilai kemanusian yang sangat
mulia, dilihat dari sumber cerita yang digunakan.
Sebagai warisan budaya yang memiliki nilai kemanusiaan universal telah
diakui oleh dunia, sehingga wayang mendapatkan perlindungan dari United
Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO) sebagai
warisan budaya tak benda yang ditetapkan pada 7 November 2003 (Matsuura,
6
dipertahankan, dan dikembangkan sebagai warisan budaya tak benda untuk
menjadi sumber moral dalam mengembangkan nilai kemanusiaan.
Perlindungan itu diharapkan dapat mendorong agar semangat seniman dan
budayawan Sasak untuk mempertahankan seni budaya lokal lebih besar,
terutama mereka yang ingin menjadikan budayawetu telusebagai identitas Sasak.
Semangat ini terhalang karena adanya pengaruh yang sangat kuat dari Islam
Waktu Limasebagai Islam modern yang ingin menolak budayawetu telu. Sebagai
wahana perjuangan untuk mempertahankan seni dan budaya Sasak muncullah
Majelis Adat Sasak (MAS). Menurut Prima, salah seorang pengurus MAS,
penolakan terhadap tradisi termasuk kesenian itu merupakan pengingkaran
terhadap sejarah perkembangan Islam di Lombok (Wawancara, 12 November,
2013).
Prima juga mengatakan bahwa membangkitkan budaya wetu telu untuk
berperan dalam percaturan global sangat penting. Pemikiran itu merangsang
kelompok agama Islam Sasak yang semula menolak kesenian tradisional mulai
menyadari bahwa membangkitkan seni dan budaya tradisional merupakan upaya
untuk membangun identitas Sasak (Wawancara, 12 November 2013). Tuan
Guru Haji (TGH) yang berasal dari kelompok Nahlatul Ulama (NU), Nahlatul
Wathan (NW), dan Muhamadyah, sudah mulai memberikan sumbangan
terhadap kebangkitan kesenian tradisional sejak tahun 2013.
Atas perjuangan masyarakat Sasak melalui MAS, yang didukung oleh
para seniman untuk mengingatkan pemerintah tentang pentingnya budaya
7
NTB, Tuan Guru Haji (TGH) Muhamad Zainul Majdi, mulai membuat program
pembangunan Lombok berdasarkan visi, beriman, berbudaya, kreatif dan,
sejahtera. Melalui konsep berbudaya dan kreatif ini pemerintah mulai
mengulurkan tangan untuk melestarikan dan mengembangkan seni tradisi
termasukwayang orang.
Berbagai jenis seni pertunjukan yang saat ini berkembang di Lombok,
khususnya di Mataram didominasi oleh seni pertunjukan Bali. Jenis-jenis
kesenian Bali tersebut adalah Tari Joged Bumbung, Tari Pendet, Tari
Candrametu, Tari Panji Semirang, Tari Mergepati, Tari Wiranata, Tari Kebyar
Duduk, Tari Oleg Temulilingan, Tari Legong Kraton, Tari Tenun, Tari Nelayan,
Tari Trunajaya, Sendratari, Topeng, Arja, Rejang, Sanghyang, dan yang lainnya.
Untuk mengimbangi berbagai jenis kesenian Bali yang ada, maka rekonstruksi
wayang orang menjadi sangat penting sebagai ciri khas Sasak supaya identitas
Sasak muncul di Mataram, Lombok.
Wayang orang, termasuk golongan seni pertunjukan drama dan tari
(Monografi NTB Jilid II, 1977:137), merupakan salah satu bentuk tradisi yang
tidak dibenarkan oleh firkoh-firkoh baru Islam untuk dipentaskan pada saat
perayaan agama Islam. Pandangan itu didasarkan atas pemahaman bahwa seni
pertunjukan tradisional Sasak merupakan warisan tradisi yang melekat dengan
budayawetu telu, dan bernapaskan budaya Hindu. Warisan budaya Hindu yang
melekat pada budaya wetu telu tidak benar dikembangkan oleh orang yang
beragama Islam. Hal ini menunjukan adanya sentimen lokal dan konflik etnis di
8
Pergulatan identitas telah dimulai sejak Gajah Mada mengirimkan
pasukannya untuk menaklukan Selepawis atau Selesuwung (artinya=Lombok)
pada tahun 1344. Melalui penaklukan itu telah tertanam nilai-nilai Majapahit
yang bersifat sinkeritisme Hindu dan Budha (Bunyamin, 2011:5).Selepawis atau
Selesuwung adalah bahasa Kawi yang digunakan oleh pengarang dengan
berpedoman pada bahasa Jawa Kuno. Menurut Anggawa, bahasa Kawi berbeda
dengan bahasa Jawa Kuna karena bahasa Kawi adalah bahasa komunikasi antar
wilayah di Nusantara sehingga merupakan bahasa campuran antara Jawa, Bali,
dan Sasak, sedangkan bahasa Jawa Kuno adalah bahasa yang digunakan oleh
masyarakat Jawa, pada jaman kejayaan kerajaan Hindu Jawa (Wawancara, 12
November 2013).
Kedatangan Islam ke Lombok pada sekitar abad XVI yang dibawa oleh
Sunan Giri dan Pangeran Sangupati telah menyebar luaskan nilai-nilai Islam.
Selain itu, masuknya usaha dagang Belada yaitu Verenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) ke wilayah timur yaitu ke Makasar tahun 1633 menyebabkan
terjadinya perang antara VOC dan kerajaan Goa di Makasar. Perang antara VOC
dan Makasar berimplikasi terhadap kehidupan masyarakat Lombok karena
perdagangan di Lombok berada di bawah pengaruh Makasar (Bunyamin, 2011:9).
Mundurnya supremasi Makasar di Lombok menyebabkan kerajaan Seleparang
mengakui kekuasaan VOC di Lombok sesuai dengan perjanjian yang
ditandatangani pada tahun 1675 di Benteng Ritterdam Makasar (Bunyamin,
2011: 9). Keadaan Lombok yang kacau-balau, dimanfaatkan oleh Raja