BAB II KAJIAN TEORI
A. Wayang
budaya lokal Indonesia.
b. Menyesuaikan unsur fisik maupun non fisik sesuai dengan budaya
sekarang yang lebih mengacu kepada remaja.
c. Mencari nilai lebih yang dapat menjadi unggulan karya seni
tersebut.
2. Menciptakan tokoh gatotkaca agar dapat menjadi tokoh idola remaja saat
ini dengan tidak mengorbankan nilai-nilai budaya lokal.
3. Menerapkan konsep ‘Hubungan Pemikiran (Thinklink)’ dalam film
animasi ‘Narantaka’ sebagai animasi lokal, dengan menampilkan
elemen-elemen baru sebagai bentuk penyaringan dari cerita asli yang dianggap
commit to user
sehingga cara berpikir remaja Indonesia terhadap budaya lokal akan lebih
antusias.
D. Target Visual/Target Karya
Adapun yang menjadi target visual dalam pembuatan film animasi
berjudul “Narantaka” adalah sebagai berikut :
1. Media Lini Atas
Media Lini Atas yang dipergunakan untuk mengenalkan tokoh
Gatotkaca kepada masyarakat Indonesia khususnya remaja yaitu dengan film
animasi 3 dimensi pendek, selain itu dibuat juga Trailer.
2. Media Lini Bawah
Selain Media Lini Atas, dipergunakan juga Media Lini Bawah yang
saling melengkapi yaitu sebagai berikut :
1. Poster. 2. X-banner 3. Storyboard 4. T-Shirt 5. Iklan Majalah 6. Pin 7. Stiker
commit to user
E. Target Audience dan Target Market
Pihak yang menjadi target audience dan target market film animasi
‘Narantaka’ dapat dijabarkan berdasarkan beberapa factor sebagai berikut :
1. Demografi
- Jenis kelamin : Pria dan wanita
- Umur : Remaja (12 – 18 tahun)
Dewasa (18 tahun ke atas)
- Agama : Semua agama
- Pendidikan : Minimal SMP, SMA atau setingkat
- Status sosial : Semua golongan
- Budaya : Masyarakat suku Jawa
2. Geografi : Pulau Jawa
3. Psikografi :
- Refreshing
- Hiburan
- Pengguna produk dalam negri yang berkualitas
4. Teknografi : Masyarakat yang mengetahui dan mengerti tentang film,
commit to user
7commit to user
7BAB II
KAJIAN TEORI
A. Wayang
1. Pengertian WayangWayang telah dikenal sebagai budaya Indonesia yang unik serta sarat
akan nilai-nilai kebudayaan selain itu juga mengandung nilai-nilai seni yang
artistik, bahkan wayang telah dipelajari orang-orang dari luar negeri sebelum
mereka membuat animasi (www.kcm.com).
Wayang merupakan pertunjukan yang berupa bayang-bayang seperti
dari namanya Wayang dalam bahasa Jawa berarti bayangan, seperti dalam
bukunya yang berjudul Wayang Wong The State Ritual Dance Drama In
Court Of Yogyakarta, Sudarsono menjelaskan wayang adalah “Literally.
Shadow play, but specifically refers to chief from of shadow play in wich the ancient (purwa) plays (Mahabharata, Ramayana, Arjunasasrabahu and Javanese mythological stories) are performed; it is also called wayang kulit (leather puppet play) or wayang kulit purwa (ancient leather puppet play)
(Soedarsono, 1990:329).
Wayang kulit (wayang) dalam bentuknya yang asli timbul sebelum
kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada zaman
Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa
upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme
Pada permulaan masehi, bangsa Hindu dari jazirah India banyak
berdatangan ke Indonesia. Sedikit demi sedikit penduduk asli menerima
pengaruh Hindu ini. Pada zaman ini, bahasa Sansekerta banyak
dipergunakan di kalangan atas dan mempengaruhi bahasa Jawa dan Bali.
Bangsa Hindu menemukan wayang sebagai suatu wadah untuk membawakan
cerita Mahabharata atau Ramayana dalam menyebarluaskan ajaran agamanya.
Kemudian, terjadilah suatu perpaduan yang amat serasi antara kedua
kebudayaan yang berasal dari Hindu dan yang asli dari Indonesia, sehingga
sampai dewasa ini wayang dengan cerita dari Hindu itu sanggup
menyesuaikan diri dengan perkembangan sejarah bangsa Indonesia (Ihsan
Hariadi, 2000).
Pulau Jawa dan semenanjung pulau Sumatera bagian selatan
merupakan pulau-pulau tempat para pedagang dan sastrawan singgah, maka
pada pulau-pulau itulah terdapat sisa-sisa peninggalan sejarah yang ada
kaitannya dengan perkembangan wayang di Indonesia. Akhirnya, kebudayaan
Hindu sangat cepat meresap pada penduduk. Mula-mula wayang digambarkan
sebagaimana manusia. Pada zaman Islam, ketika Raden Patah memerintah
kerajaan Demak, ia berminat sekali pada wayang. Namun, para Wali kurang
sepakat jika bentuk wayang digambarkan secara realistis sebab ajaran Islam
melarang pembuatan gambar-gambar mahluk hidup. Kemudian, para Wali
menciptakan bentuk wayang purwa yang dibuat dari kulit.Gambar wayang
dirubah dan disederhanakan agar bentuk manusia tidak tampak, sehingga
2. Jenis-jenis Wayang
Wayang dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yang sampai sekarang
masih berlaku (Senawangi, 2003) :
1. Wayang Purwa 2. Wayang Menak 3. Wayang Parwa 4. Wayang Gedog 5. Wayang Klitik 6. Wayang Beber 7. Wayang Sasak 8. Wayang Suluh 9. Wayang Sadad 10. Wayang Cilonarang 11. Wayang Papak 12. Wayang Kancil 13. Wayang Wahyu 14. Wayang Madya 3. Cerita Wayang
Untuk mengetahui sesuatu lakon wayang itu apakah pakem atau
bukan, tidaklah mudah, apabila orang tidak mengenal dan memahami sumber
Adapun sumber ceritera wayang itu ada 2 macam
(www.jawapalace.com, 2006), ialah :
1. Sumber-sumber ceritera wayang yang berupa buku-buku, misalnya
Mahabharata, Ramayana, Pustaka Raja Purwa, Purwakanda dan lain-lain.
2. Sumber-sumber ceritera wayang yang semula berasal dari lakon carangan
atau gubahan yang telah lama disukai oleh masyarakat. Sumber-sumber
ceritera ini disebut “pakem purwa-carita” yang kini sudah banyak juga
yang dibukukan, misalnya lakon-lakon: Abimanyu kerem, doraweca,
Suryatmaja maling dan sebagainya.
Perlu diketahui pula bahwa dalam hal sumber-sumber ceritera wayang
inipun, seringkali terdapat cemooh-mencemooh satu sama lain. Ada yang
beranggapan, bahwa hanya “serat pustaka raja” itu sajalah yang benar. Ada
lagi yang berpendapat, bahwa hanya ‘serat purwakanda” itu saja yang benar
dan lain sebagainya. Anggapan-anggapan dan pendapat-pendapat yang
demikian itu disebabkan oleh pengaruh adopsi ceritera wayang itu telah lama
dan mendalam, sehingga menimbulkan keyakinan bahwa ceritera wayang
yang dimuat dalam buku sumber ceritera wayang tersebut benar-benar ada dan
terjadi dinegara kita ini. Padahal kalau ditilik dari sejarahnya, induk/sumber
ceritera wayang itu, baik ramayana maupum maha bharata, kedua-duanya itu
merupakan weda (kitab suci) agama hindu yang kelima, yang disebut panca
weda. Kedua kitab tersebut memuat pelajaran weda yang disusun berujud
ceritera (www.jawapalace.com, 2006).
Serat Ramayana diciptakan oleh resi walmiki menceriterakan
Bharata diciptakan oleh Resi Wyasa, menceriterakan pelaksanaan karya
Awatara Krisna juga untuk mensejahterakan dunia. Selain itu juga terdapat
serat “Purwakanda”. Mungkin banyak orang yang baru sekali ini mendengar
adanya “Purwakanda”, sebab buku “Purwakanda” itu sampai sekarang belum
pernah dicetak serta beredar dalam masyarakat seperti “Pustaka raja purwa”
dll. (www.jawapalace.com, 2006).
“Purwakanda” itu adalah salah satu sumber ceritera wayang di
Yogyakarta yang memuat kisah sejak bathara guru menerima kekuasaan dari
sanghyang tunggal sampai dengan bertahtanya R. Yudayana sebagai Raja di
negeri Ngastina. Buku tersebut berbentuk tembang dan yang ada mungkin
hanya di Yogyakarta saja, baik dalam karaton maupun diluarnya. Menurut
kata orang yang mengetahui, ‘serat Purwakanda” tersebut dihimpun atas
perintah almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono V (www.jawapalace.com,
2006).
Penghimpunan dan penyusunan Serat Purwakanda ini kira-kira
bersamaan waktunya dengan almarhum R.Ng.Ronggowarsita di Solo, yang
juga menghimpun dan menyusun Serat Pustaka Raja Purwasita yang terkenal
itu. Serat Purwakanda tesebut oleh sebagian dalang-dalang di Yogyakarta,
terutama dalang-dalang dari keraton Yogyakarta dijadikan sumber
lakon-lakon wayang dalam perkelirannya, sedangkan di Solo adalah Serat Raja
4. Lakon-lakon Pewayangan
Lakon-lakon pewayangan yang begitu banyak dipergelarkan
dewasa ini, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 bagian
(www.jawapalace.com, 2006), ialah:
1. Lakon Pakem
Yang disebut lakon-lakon pakem itu sebagian besar ceriteranya mengambil
dari sumber-sumber ceritera dari perpustakaan wayang, misalnya : lakon
Bale Sigala-gala, pandawa dadu, baratayuda, rama gandrung, subali lena,
anoman duta, brubuh ngalengka dan lain-lain.
2. Lakon Carangan
yang disebut Carangan itu hanya garis pokoknya saja yang bersumber pada
perpustakaan wayang, diberi tambahan atau bumbu-bumbu berupa
Carangan (Carang (Jawa) = dahan), seperti lakon-lakon : babad alas
mertani, partakrama, aji narantaka, abimanyu lahir dan lain-lain.
3. Lakon Gubahan
Yang disebut gubahan itu ialah lakon yang tidak bersumber pada
buku-buku ceritera wayang, tetapi hanya menggunakan nama dan negara-negara
dari tokoh-tokoh yang termuat dalam buku-buku ceritera wayang,
misalnya lakon-lakon: irawan Bagna, gambiranom, dewa amral, dewa
katong dan sebagainya.
4. Lakon Karangan
Yang disebut lakon karangan itu ialah suatu lakon yang sama sekali lepas
dari ceritera wayang yang terdapat dalam buku-buku sumber ceritera
sebagainya. Dalam lakon praja binangun tersebut diketengahkan nama
tokoh-tokoh wayang seperti : ratadahana (Jendral Spoor), Kala Miyara
(Meiyer), Dewi Saptawulan (Juliana), Bumiandap (Nederland) dan
sebagainya.
Perlu pula diketahui bahwa lakon-lakon wayang yang disebut
Carangan, Gubahan dan Karangan itu, banyak juga lakon yang merupakan
kiasan, misalnya : Lakon babad alas mertani mengandung kias assimilasi
(perkawinan) falsafah Hindu dan Jawa. Demikian pula lakon-lakon seperti :
pandawa Pitu, Pandawa Sanga, senggana racut dsb itu berisi kias dan maksud
mengenai ilmu kebatinan.
5. Gatotkaca
Nama Gatotkaca terkenal setara dengan Superman walaupun dengan
lingkup yang lebih kecil yaitu di Indonesia. Gatotkaca bisa dikatakan sebagai
seorang superhero karena dia mempunyai kekuatan super, “A superhero is a
fictional character who is noted for feats of courage and nobility, who usually
possesses abilities beyond those of normal human beings”
(www.wikipedia.com, 2006), dan tindakan mulianya yang dengan gagah
berani membela kaum yang lemah.
Pakaian yang ditonjolkan Gatotkaca adalah adanya tanda bintang di
jubah yang terletak di dadanya walaupun pada wayang kulit biasanya
Gatotkaca tidak memakai jubah tersebut kecuali wayang kulit gaya Surakarta,
Gambaran visual Gatotkaca berkostum dengan lambang bintang
merupakan jasa R.A. Kosasih, salah satu komikus besar pertama Indonesia. Ini
hasil utak-atik artistik Kosasih atas mitologi Mahabharata yang ia adaptasi
langsung dari India pada 1950-an (Hikmat Darmawan, 2006). Gatotkaca
mempunyai beberapa senjata yang berada di badannya antara lain (Drs. Edi
Sudadi, 2006) :
1. Kutang Antakusuma berupa jubah yang dapat membuat Gatotkaca
terbang secepat kilat.
2. Caping Basunanda yaitu penutup kepala gaib, yang menyebabkan
tidak akan kehujanan dan tidak pula kepanasan.
3. Terompah Padakacarma membuat Gatotkaca dapat berjalan di atas
air, melewati gunung seperti berjalan di dataran dan jika digunakan
untuk menendang, musuhnya akan mati.
4. Suket Selandana, dengan senjata ini Gatotkaca dapat melihat
sesuatu yang tidak kasat mata seperti mahkluk halus.
5. Topeng Waja, dapat membakar musuh hanya dengan melihatnya.
6. Ajian Esmu Gunting, Jika Gatotkaca memantram ajian ini tubuhnya
dapat berubah, tulang menjadi baja, jari menjadi gunting dan
tumitnya menjadi kapak.
Hasil olahan/tafsiran imajinatif Kosasih begitu popular, sehingga
sampai saat ini rata-rata orang membayangkan Gatotkaca dalam pakem visual
demikian. Iklan jamu masa kini atau pun lukisan komikus muda Indonesia di
Gatotkaca, terkenal sebagai ksatria perkasa berotot kawat bertulang
besi. Ia adalah anak Bima, ibunya bernama Dewi Arimbi. Dalam pewayangan,
Gatotkaca adalah seorang raja muda di Pringgadani, yang rakyatnya hampir
seluruhnya terdiri dari bangsa raksasa. Negeri ini diwarisinya dari ibunya.
Sebelum itu, kakak ibunya yang bernama Arimba, menjadi raja di negeri itu.
Sebagai raja muda di Pringgadani, Gatotkaca banyak dibantu oleh patihnya,
Prabakesa (Brajamusti), adik Arimbi.
Dalam pewayangan Gatotkaca mempunyai tiga orang istri. Istri
pertamanya Dewi Pregiwa, anak Arjuna. Istrinya yang kedua Dewi Sumpani,
dan yang ketiga Dewi Suryawati, putri Batara Surya. Dari perkawinan dengan
Pergiwa, Gatotkaca mendapat seorang anak bernama Sasikirana. Dengan
Dewi Sumpani ia mempunyai anak bernama Arya Jayasumpena. Sedangkan
Suryakaca adalah anaknya dari Dewi Suryawati.
Dalam Baratayuda Gatotkaca diangkat menjadi senapati dan gugur
pada hari ke-15 oleh senjata Kunta yang dilemparkan Karna. Senjata Kunta
Wijayandanu itu melesat menembus perut Gatotkaca melalui pusarnya dan
masuk ke dalam warangkanya. Saat berhadapan dengan Adipati Karna
sebenarnya Gatotkaca sudah tahu akan bahaya yang mengancam jiwanya.
Karena itu ketika Karna melemparkan senjata Kunta, ia terbang amat tinggi.
Namun senjata sakti itu terus saja memburunya, sehingga akhirnya Gatotkaca
gugur. Ketika jatuh ke bumi, Gatotkaca berusaha agar jatuh tepat pada tubuh
Adipati Karna, tetapi senapati Kurawa itu waspada dan cepat melompat
Sebenarnya, sewaktu berhadapan dengan Gatotkaca, Adipati Karna
enggan menggunakan senjata Kunta. Ia merencanakan hanya akan
menggunakan senjata sakti itu bila nanti berhadapan dengan Arjuna. Namun
ketika Prabu Anom Duryudana menyaksikan betapa Gatotkaca telah
menimbulkan banyak korban dan kerusakan di pihak Kurawa, ia mendesak
agar Karna menggunakan senjata pamungkas itu.
Akibatnya, sesudah Gatotkaca gugur, sebenarnya Karna sudah tidak
lagi memiliki senjata sakti yang benar-benar dapat diandalkan.
Sebagai raja muda Pringgadani, Gatotkaca bergelar Prabu Anom
Kacanagara. Namun, gelar ini hampir tidak pernah disebut dalam pergelaran
wayang. Nama lain Gatotkaca yang lebih terkenal adalah Tutuka, Guritna,
Gurubaya, Purbaya, Bimasiwi, Krincingwesi, Rimbiatmaja, dan Bimaputra.
Pada Wayang Golek Purwa Sunda, ada lagi nama alias Gatotkaca, yakni
Kalananata, Kancingjaya, Trincingwesi, dan Mladangtengah.
Gatotkaca amat sayang pada sepupunya, Abimanyu. Sewaktu
Abimanyu hendak menikah dengan Dewi Siti Sundari, Gatotkaca banyak
memberikan bantuannya.
Pengangkatan Gatotkaca sebagai penguasa Pringgadani sebenarnya
tidak disetujui pamannya, Brajadenta. Adik Dewi Arimbi ini menganggap
dirinya lebih pantas menduduki jabatan itu, karena ia lelaki, dan anak kandung
Prabu Trembaka yaitu raja Pringgondani terdahulu. Untuk berhasilnya
pemberontakan yang dilakukannya Brajadenta minta dukungan Batari Durga
dan Kurawa. Namun pemberontakan ini gagal karena Brajadenta ditentang
dengan Brajamusti, ketika mereka berperang tanding. Arwah Brajadenta
akhirnya menyusup ke telapak tangan kanan Gatotkaca, sedang arwah
Brajamusti di tangan kirinya. Dengan demikian kesaktian Gatotkaca makin
bertambah.
Beberapa tahun menjelang Baratayuda, Gatotkaca pernah bertindak
kurang bijaksana. Ia mengumpulkan saudara-saudaranya, para putra Pandawa,
untuk mengadakan latihan perang di Tegal Kurusetra. Tindakannya ini
dilakukan tanpa izin dan pemberitahuan dari para Pandawa.
Baru saja latihan perang itu dimulai, datanglah utusan dari Kerajaan
Astina yang dipimpin oleh Dursala, putra Dursasana, yang menuntut agar
latihan perang itu segera dihentikan. Gatotkaca dan saudara-saudaranya
menolak tuntutan itu. Maka terjadilah perang tanding antara Gatotkaca dengan
Dursala.
Pada perang tanding itu Gatotkaca terkena pukulan Aji Gineng yang
dimilliki oleh Dursala, sehingga pingsan. Ia segera diamankan oleh
saudara-saudaranya, para putra Pandawa. Di tempat yang aman Antareja
menyembuhkannya dengan Tirta Amerta yang dimilikinya. Gatotkaca
langsung pulih seperti sedia kala. Namun, ia sadar, bahwa kesaktiannya belum
bisa mengimbangi Dursala. Selain malu, Gatotkaca saat itu juga tergugah
untuk menambah ilmu dan kesaktiannya.
Ia lalu berguru pada Resi Seta, putra Prabu Matswapati dari Wirata.
Dari Resi Seta putra Bima itu mendapatkan Aji Narantaka. Setelah menguasai
ilmu sakti itu Gatotkaca segera pergi mencari Dursala. Dalam perjalanan ia
diperistri. Gatotkaca menjawab, jika mampu menerima hantaman Aji
Narantaka, maka ia bersedia memperistri wanita cantik itu.
Berbagai Lakon yang Melibatkan Gatotkaca :
1. Gatotkaca Lair (Lahirnya Gatotkaca)
2. Pregiwa - Pregiwati
3. Gatotkaca Sungging
4. Gatotkaca Sewu
5. Gatotkaca Rebutan Kikis
6. Wahyu Senapati 7. Brajadenta - Brajamusti 8. Kalabendana Lena 9. Gantotkaca Rante 10. Subadra Larung 11. Aji Narantaka 12. Gatotkaca Gugur
Dewi Sumpani ternyata mampu menahan Aji Narantaka. Sesuai
janjinya, Gatotkaca lalu memperistri Dewi Sumpani. Dari perkawinan itu
mereka kelak mendapat anak yang diberi nama Jayasumpena.
Keinginan Gatotkaca untuk bertemu kembali dengan Dursala akhirnya
terlaksana. Dalam pertempuran yang kedua kalinya ini, dengan Aji Narantaka
itu Gatotkaca mengalahkan Dursala.
Karena Dewi Arimbi sesungguhnya seorang raseksi (raksasa
perempuan), maka dulu Gatotkaca dalam Wayang Kulit Purwa digambarkan
Buwana II memerintah Kartasura, penampilan peraga wayang Gatotkaca
dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa diubah menjadi ksatria tampan dan
gagah, dengan wajah mirip Bima. Yang diambil sebagai pola adalah bentuk
seni rupa wayang peraga Antareja tetapi diberi praba.
Nama Gatotkaca yang diberikan pada anak Bima ini berarti ‘rambut
gelung bundar’. Gatot artinya sesuatu yang berbentuk bundar, sedangkan kata
kaca artinya rambut. Nama itu diberikan karena waktu lahir, Gatotkaca telah
bergelung rambut bundar di atas kepalanya (Senawangi, 2003).
Cerita Gatotkaca yang sudah ada baik versi Yogyakarta maupun
Surakarta merupakan sumber inspirasi penulis yang dijadikan acuan secara
garis besar dalam pembuatan animasi epik “Narantaka” versi penulis.